Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amrina Rasyada
"

Air tanah Kota Bekasi dan Metro mayoritas digunakan sebagai bahan baku air bersih dan minum. Terdapat beberapa permasalahan air tanah kota penelitian, yaitu kandungan bakteri, besi, dan asam organik tinggi. Penelitian WFW pada tahun 2020-2022 berupa data kualitas air tanah WFW berupa TDS, kekeruhan, TC, Escherichia Coli, pH, dan temperatur diuji dengan hasil kuesioner, yaitu faktor ekonomi (pengeluaran masyarakat per bulan dan kepemilikan hewan ternak), sosial (pendidikan, kepemilikan rumah, dan jumlah penghuni rumah), dan lingkungan (kepemilikan toilet, metode penyediaan air tanah, dan pengosongan tangki septik), dan persepsi dan tingkat kepuasan. Penelitian menggunakan analisis statistik (analisis deskriptif, t-test paired sample, crosstabs, Spearman Rank, dan regresi biner) dan studi literatur. Analisis deskriptif menghasilkan parameter di musim berbeda memiliki nilai berbeda. T-test paired sample Kota Bekasi (E. Coli, TC, dan pH) menghasilkan nilai Sig. (2 tailed) < 0,05 atau terdapat perbedaan parameter di beda musim. Uji crosstabs dilaksanakan untuk mengetahui variansi data faktor penelitian. Uji Spearman dan regresi biner menghasilkan hanya faktor metode pengambilan air tanah berkorelasi dengan parameter pH, temperatur, dan TC dengan nilai Sig. (2 tailed) < 0,05. Rekomendasi metode penyediaan air tanah berupa borehole dan protected well.


The majority of Bekasi City and Metro ground water is used as a raw material for clean and drinking water. There are several problems with the research city groundwater, namely the high content of bacteria, iron, and organic acids. WFW research in 2020-2022 in the form of WFW groundwater quality data in the form of TDS, turbidity, TC, Escherichia Coli, pH, and temperature were tested with the results of a questionnaire, namely economic factors (monthly community spending and livestock ownership), social (education, house ownership, and number of occupants), and environment (toilet ownership, methods of groundwater supply, and emptying of septic tanks), and perceptions and levels of satisfaction. The study used statistical analysis (descriptive analysis, paired sample t-test, crosstabs, Spearman Rank, and binary regression) and literature studies. Descriptive analysis produces parameters in different seasons have different values. T-test paired samples of Bekasi City (E. Coli, TC, and pH) yielded Sig. (2 tailed) < 0.05 or there are different parameters in different seasons. The crosstabs test was carried out to determine the variance of the research factor data. Spearman's test and binary regression yielded only groundwater abstraction method factors correlated with pH, temperature, and TC parameters with Sig values. (2 tailed) < 0.05. Recommendations for groundwater supply methods are in the form of boreholes and protected wells.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rianti Rahardja
"Proses lumpur aktif dalam suatu Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) dapat menghasilkan lumpur biologis (WAS) dengan kadar air berkisar 90-99%. Pengolahan lumpur hingga pembuangannya dapat menghabiskan 60% dari total biaya operasional IPAL tersebut. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mengetahui proses chemical conditioning yang optimal untuk mengurangi kandungan kadar air lumpur, dengan membandingkan variasi dosis tawas, FeCl3, kapur, dan polielektrolit kation. Variabel optimasi termasuk kadar air, pH, volatile solid (VS), dan total solid (TS), akan digunakan sebagai analisis dalam mendapatkan hasil chemical conditioning yang optimal. Tawas dengan dosis 18 gr/L dapat menurunkan kadar air WAS dari 97,33% menjadi 77,79%. FeCl3 dengan dosis 12 gr/L dapat menurunkan kadar air WAS dari 97,33% menjadi 69,60%. Kapur dengan dosis 6,5 gr/L dapat menurunkan kadar air WAS dari 97,33% menjadi 73,23%. Polielektrolit kation dengan dosis 9 gr/L dapat menurunkan kadar air WAS dari 97,33% menjadi 57,30%. Conditioner yang paling optimal pada WAS PT. Rohm and Haas Indonesia (RHI) adalah tawas; dengan dosis optimum sebesar 10 gr/L. Peningkatan efisiensi dewatering lumpur melalui chemical conditioning yang dioptimalkan adalah sebesar 11,74%. Selanjutnya, dilakukan perhitungan biaya meliputi aspek bahan kimia, penyesuaian pH, dan timbulan lumpur. Biaya tahunan pada dosis tawas optimal adalah Rp7.434.136,-, dibandingkan biaya tahunan sebelum adanya chemical conditioning lumpur yang berkisar Rp 32.640.000,-. Penelitian chemical conditioning lebih lanjut disarankan untuk menambah parameter capillary suction time (CST) dan sppecific resistance of filtration (SRF) lumpur agar dapat mengestimasi dewaterability lumpur dengan lebih baik.

Activated sludge process in a wastewater treatment plant (WWTP) can produce biological sludge (WAS) with a water content ranging from 90-99%. Sludge treatment consist of up to 60% of the total operational cost of the WWTP. It is necessary to use dewatering process to reduce the water content of sludge. The method used in this study are chemical conditioning using a range of dosage of alum, FeCl3, lime, and cationic polyelectrolyte. Optimizing parameters consist of water content, pH, temperature, volatile solids (VS), and total solids (TS). Alum dose of 18 g/L reduced WAS water content from 97.33% to 77.79%. FeCl3 dose of 12 g/L reduced WAS water content from 97.33% to 69.60%. Lime dose of 6.5 g/L reduced WAS water content from 97.33% to 73.23%. Cationic polyelectrolyte dose of 9 g/L reduced WAS water content from 97.33% to 57.30%. Alum was found to be the most conditioner for PT. Rohm and Haas Indonesia WAS with an optimum dose of 10 g/L. The efficiency increase of the optimized sludge dewatering process through chemical conditioning is 11.74%. Total cost including chemical conditioner, pH adjustment, and sludge generation. Total annual expenses is Rp7,434,136,- using sludge conditioner, compared to an annual total expenses before chemical conditioning of Rp32,640,000,-. Further research is recommended to add capillary suction time (CST) parameter as well as the specific resistance of filtration (SRF) in order to improve WAS dewaterability estimation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita
"Limbah glasir dari industri keramik mengandung logam berat yang berasal dari proses pewarnaan keramik dan berpotensi mencemari lingkungan. Kandungan logam berat pada limbah glasir PT.X yaitu Cd 0,013 mg/L; Cu 0,033 mg/L; Pb 1,200 mg/L; dan Zn 7,003 mg/L. Limbah tanah liat yang dihasilkan industri keramik berpotensi dijadikan adsorben untuk mengolah logam berat dalam limbah glasir. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan metode batch adsorpsi untuk menentukan dosis adsorben dan waktu kontak yang optimum dalam mengolah limbah glasir. Hasil penelitian menunjukan dosis optimum adsorben sebesar 5 g/L dan waktu kontak 15 menit dengan kondisi pH 8 dan kecepatan pengadukan 150 rpm. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2008 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri keramik kadar efluen Pb memiliki ambang batas sebesar 1 mg/L. Kadar logam setelah diadsorpsi telah mencapai baku mutu yaitu sebesar 0,614 mg/L dan 2,07 mg/L untuk Pb dan Zn dengan efisiensi pengurangan kadar logam Pb sebesar 61% dan Zn sebesar 9,8%. Dari hasil penelitian ini digunakan untuk mendisain pengolahan limbah glasir pada industri keramik PT.X menggunakan koagulasi dan sedimentasi dalam satu bak.

Glaze wastewater from ceramic industry contains heavy metal which can potentially cause severe pollution problems. Glaze wastewater typically contains Cd 0.013 mg/L; Cu 0.033 mg/L; Pb 1.2 mg/L; and Zn 7.003 mg/L. Clay waste generated from ceramic industry can be utilized as an adsorbent to remove heavy metals in glaze wastewater. The present study investigates in bench scale and uses batch adsorption method to determine optimum adsorbent amount and contact time in removing heavy metals in glaze wastewater. The results showed that the optimum adsorbent amount and contact time respectively are 5 g/L and 15 minutes with pH 8 and stirring speed of 150 rpm. Based on regulation of the Minister of Environment No 16/2008 concerning effluent water standard for ceramic industries, the lead (Pb) concentration must be less than 1 mg/L. Under optimum operating condition, the concentration of lead (Pb) and zinc (Zn) in treated wastewater was reduced to 0.614 mg/L and 2.070 mg/L. The removal efficiency achieves 61.0% for Pb and 9.8% for Zn. Both fulfill the discharge requirement based on the referred regulation. The results of the study are then used to design wastewater treatment plant in PT.X using coagulation and sedimentation in multifunctional tank. The tank can be used as storage tank and wastewater treatment.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Yanuarina Putri
"Dinas Kebersihan DKI Jakarta mencatat jumlah timbulan sampah pada tahun 2011 telah mencapai sekitar 6.595 ton/hari. Komposisi sampah gedung perkantoran dengan timbulan kertas dan plastik yang cukup tinggi memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dikelola dengan baik sehingga dapat mereduksi sampah yang akan diangkut menuju TPA. Gedung Pusri belum menerapkan sistem pengelolaan sampahnya secara terpadu. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu sistem pengelolaan sampah yang dapat memaksimalkan potensi daur ulang dari sampah-sampah kertas dan plastik yang dihasilkan gedung tersebut. Hasil sampling menunjukkan bahwa rata-rata timbulan sebesar 0,21 kg/orang/hari dengan komposisi sampah kertas sebesar 24–36% dan sampah plastik sebesar 9-10%. Analisa hasil sampling menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang dihasilkan di gedung sebagai sumber timbulan sampah dapat lebih memaksimalkan potensi daur ulang jika dibandingkan dengan melakukan pengelolaan terhadap sampah yang telah berada di TPS. Rata-rata jumlah sampah kertas yang dihasilkan di gedung tercatat 5,51 kg/hari lebih banyak, nilai ekonomi yang diperoleh terhitung Rp. 12.378/hari lebih tinggi, dan kadar air yang terukur 4,45 % lebih kering jika dibandingkan dengan sampah yang berada di TPS. Analisis benefit cost yang dilakukan menghasilkan nilai NPV > 0, B/C rasio > 1, serta periode pengembalian selama 4,6 tahun.

Cleansing Office DKI Jakarta recorded the amount of waste in 2011 has reached approximately 6,595 tons/day. Paper and plastic waste generated from office building indicates high potential to be well-managed and therefore reducing the waste transported to landfill. Pusri building has not implemented an integrated waste management system. Therefore, it is necessary to have a waste management system that maximizes the recycling potential of paper and plastic waste produced. Sampling results indicate that the average generation of 0.21 kg/person/day with a composition of 24-36% paper waste and plastic waste by 9-10%. Analysis of sampling results indicate that the management of the waste produced in the building as the waste generator can further maximize the recycling potential when compared to managing the waste that is in transfer station. The average amount of paper waste generated in the building recorded 5.51 kg/day more, the economic value gained Rp. 12,378/day higher, and the water content measured 4.45% drier compared the waste that was in transfer station. Benefit cost analysis resulting NPV > 0, B/C ratio > 1, and payback period of 4.6 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46825
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Murti Wulandari
"Penggunaan koagulan tawas [Al2(SO4)3] dalam pengolahan air minum menghasilkan produk sampingan atau limbah berupa lumpur (lumpur alum). Lumpur alum yang tergolong limbah ini masih memiliki kemampuan untuk menghilangkan parameter pencemar seperti timbal (Pb) yang banyak terdapat di dalam air limbah misalnya air limbah industri aki. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi pemanfaatan lumpur alum sebagai solusi alternatif dalam menurunkan konsentrasi Pb. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan penurunan konsentrasi timbal (Pb) antara penggunaan koagulan komersil tawas [Al2(SO4)3] dan lumpur alum dengan mempertimbangkan parameter warna, turbiditas, elektrokonduktivitas, TDS dan biaya. Pada percobaan ini, lumpur alum dipanaskan dalam oven pada 105°C selama 24 jam. Kemudian lumpur kering disaring dengan menggunakan saringan 100 ASTM untuk selanjutnya diujikan dengan metode jartest. Percobaan dilakukan dengan variasi pH, dosis koagulan, dan dosis lumpur berturut-turut pada rentang pH 2-10, 70-110 mg/l dan 5-25gr/l. Dari hasil analisis, antara percobaan lumpur alum dan koagulan komersil diperoleh persentase removal timbal (Pb) sebesar 99,37% dan 99,23% serta perbandingan biaya per liter air limbah sebesar Rp.1.381 dan Rp.1.578 dengan selisih biaya 14,42%. Sehingga disimpulkan bahwa penggunaan lumpur alum dapat menurunkan konsentrasi timbal secara efektif dan terjangkau secara biaya.

The utilization of aluminium sulfate Al2(SO4)3 as coagulant in water treatment plant generates by-product in the form of sludge. The sludge contains coagulant residual (alum sludge) which are toxic if disposed without proper treatment. Meanwhile, alum sludge which are classified as waste still has the capacity in removing pollutant in industrial waste water such as lead (Pb). Therefore, this study becomes important in order to analyse the potential use of alum sludge as an alternative solution to decrease the lead concentration in waste water. A comparative study between commercial coagulant aluminium sulfate [Al2(SO4)3] and alum sludge are used to compare the decrease of concentration lead (Pb) while considering the parameters of color, turbidity, electroconductivity, TDS and cost. In the experiment, the alum sludges were dried at 105°C for 24 hours. Then the dried alum sludge was ground and filtered using a 100 ASTM sieve to further tested by jartest method. The experiments were conducted by variating pH, coagulant dosage, and alum sludge dosage in the range of 2-10, 70-110 mg/l and 5-25 gr/l. Then the analysis shows a comparative result between alum sludge and commercial coagulant in lead metal removal rate as 99,37% and 99,23%, the cost for both comparation Rp.1.381 dan Rp.1.578 with capital margin 14,42%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47559
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifah Fauzia Arifin
"Masalah kualitas air dapat dipengaruhi oleh sifat mikrobiologi, maupun parameter-parameter fisika dan kimia. Secara umum kontaminasi kualitas air oleh mikroba, dapat terkait dengan penyakit yang ditularkan melalui air dan merupakan jenis kontaminasi paling umum yang menyebabkan penyakit di konsumen IWS. Untuk itu, perlu ada pemeriksaan pada beberapa parameter air seperti parameter TDS, kekeruhan, total coliform, dan e.coli. Hasil pengujian menunjukkan bahwa parameter kekeruhan dan TDS dibawah baku mutu sedangkan parameter pH terdapat beberapa sampel yang dibawah baku mutu. Pada parameter total cliform dan E.coli parameter sampel tidak memenuhi baku mutu.

Water quality problems can be influenced by microbiological properties, as well as physical and chemical parameters. In general, contamination of water quality by microbes, can be associated with waterborne diseases and is the most common type of contamination that causes illness in IWS consumers. For this reason, it is necessary to check several water parameters such as TDS parameters, turbidity, total coliforms and e.coli. The test results show that the turbidity and TDS parameters are below the quality standard, while the pH parameter in several samples is below the quality standard. For total cliform and E.coli parameters, the sample parameters do not meet quality standards."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilia Insani
"Indonesia, sebagai negara kepulauan, sangat bergantung pada sumber daya air permukaan dan air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, perubahan iklim global yang semakin ekstrem, seperti kenaikan muka air laut dan perubahan pola curah hujan, mengakibatkan peningkatan risiko bencana iklim, mengancam kualitas dan kuantitas pasokan air, terutama di daerah perdesaan yang masih minim akses air bersih. Pemerintah, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menginisiasi program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) untuk meningkatkan akses penduduk perdesaan terhadap air minum dan sanitasi. Selain akibat risiko iklim, ada kekhawatiran mengenai ketidaksetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) dalam pengelolaan PAMSIMAS. Kelompok-kelompok marjinal harusnya terlibat aktif dalam program ini agar keberlanjutan PAMSIMAS dapat tercapai. Penelitian ini dilakukan menggunakan perangkat yang dikembangkan dari kerangka ketahanan iklim milik BAPPENAS untuk program penyediaan air minum. Penelitian bertujuan untuk menganalisis tingkat ketahanan PAMSIMAS terkait ketahanan iklim dan GEDSI, serta untuk mengidentifikasi peluang peningkatan ketahanan PAMSIMAS, khususnya di Kota Dumai yang termasuk ke dalam salah satu daerah prioritas bencana iklim menurut BAPPENAS. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa PAMSIMAS di Dumai memiliki kinerja yang bervariasi dalam menghadapi tantangan iklim. Meskipun mampu menilai risiko dengan baik, masih terdapat ketidakselarasan dengan inisiatif iklim dan bencana serta keterbatasan dalam akses terhadap teknologi dan SDM yang ahli terkait iklim. Selain itu, peran perempuan dalam PAMSIMAS masih terbatas hanya dalam tugas terkait administrasi, dan tidak diikutsertakan dalam rapat pengambilan keputusan. Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis untuk meningkatkan ketahanan PAMSIMAS dan Kota Dumai terhadap perubahan iklim dan pengarusutamaan GEDSI, meliputi peningkatan koordinasi dengan lembaga terkait, pengembangan kebijakan yang inklusif, peningkatan akses terhadap dana responsif, dan pelibatan aktif kelompok marjinal dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan program. Hal ini bisa dimaksimalkan dengan melakukan pemantauan dan evaluasi berbasis ketahanan iklim dan GEDSI menggunakan RWS-MAT.

Indonesia, as an archipelagic nation, heavily relies on surface water and groundwater resources to meet daily needs. However, the increasingly extreme global climate change, such as rising sea levels and shifting rainfall patterns, heightens the risk of climate disasters, threatening water quality and quantity, particularly in rural areas with limited access to clean water. The government, through the Ministry of Public Works and People's Housing (PUPR), initiated the PAMSIMAS program to enhance rural access to drinking water and sanitation. Gender inequality, disabilities, and social inclusion (GEDSI) concerns in PAMSIMAS management highlight the need for active participation of marginalized groups to ensure program sustainability. This research, utilizing tools from BAPPENAS' climate resilience framework for water supply programs, aims to analyze PAMSIMAS resilience concerning climate and GEDSI, identifying opportunities for improvement, especially in Dumai City, a priority area for climate disasters according to BAPPENAS. Findings reveal varied performance of PAMSIMAS in Dumai in facing climate challenges. While capable of risk assessment, there's inconsistency with climate initiatives and limited access to climate-related technology and expertise. Additionally, the role of women in PAMSIMAS is limited to administrative tasks and is not included in decision-making. Therefore, strategic steps are needed to enhance PAMSIMAS and Dumai City's resilience to climate change and mainstreaming of GEDSI, including improved coordination with relevant agencies, development of inclusive policies, increased access to responsive funding, and active involvement of marginalized groups in program implementation. This can be maximized by conducting climate resilience and GEDSI-based monitoring and evaluation using RWS-MAT."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kautsar Muhammad Iqbal
"Perubahan iklim mengancam ketersediaan dan kualitas air minum, terutama di daerah pedesaan Indonesia, sehingga dapat memengaruhi ketercapaian SDG 6. Inisiatif untuk menyediakan air minum bagi daerah pedesaan dan peri-urban dilakukan melalui penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (PAMSIMAS). Penelitian terkait PAMSIMAS saat ini memiliki fokus terhadap aspek teknis dan non-teknis yang berkaitan dengan keberlanjutan layanan sehingga adanya limitasi informasi terkait ketahanan atau resiliensi PAMSIMAS dalam menghadapi perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan untuk menilai resiliensi PAMSIMAS menggunakan kerangka How Tough is WASH (HTIW) melalui enam dimensi dan melibatkan 16 PAMSIMAS di Bengkalis, Cianjur, dan Dumai melalui FGD, wawancara, observasi, analisis geospasial, dan studi literatur. Penelitian ini menemukan bahwa PAMSIMAS memiliki tingkat ketahanan dan prioritas sedang terhadap perubahan iklim, dengan skor total 16 dari 30. Bengkalis menjadi lokasi dengan tingkat prioritas aksi tertinggi yang memiliki skor 7 dari 30, sementara Dumai dan Cianjur memiliki prioritas menengah dengan skor 17 dari 30. Penelitian ini juga menemukan perlunya peningkatan ketahanan dalam aspek dukungan institusi, manajemen pelayanan, dan infrastruktur sebagai prioritas utama, rantai pasokan dan tata kelola masyarakat sebagai prioritas kedua, dan lingkungan sebagai prioritas terakhir. Di samping hal tersebut, penelitian ini juga menemukan perlunya mempertahankan inisiatif dalam mendukung resiliensi, seperti intergasi aspek budaya lokal dalam manajemen komunitas sehingga memiliki tingkat kohesi sosial dan inklusivitas yang baik. Penelitian ini menemukan adanya korelasi positif dalam dimensi penilaian sehingga inisiatif peningkatan resiliensi dapat dilakukan secara holistik dan simultan. Untuk itu, penelitian ini merekomendasikan aksi yang terbagi dalam beberapa aspek, yaitu peningkatan aspek data dan informasi, perluasan sumber pendanaan, pengoptimalan tata kelola antara pemangku kepentingan, pengembangan kapasitas KPSPAMS, serta ekspansi jangkauan inovasi, selaras dengan kerangka akselerasi SDG 6.

Climate change threatens the availability and quality of drinking water supply, especially in Indonesia’s rural areas, hindering the achievement of SDG 6. The current initiative to provide clean drinking water for the rural and peri-urban areas is through a community-led water supply (PAMSIMAS). While current PAMSIMAS research focuses on the technical and non-technical aspects of service continuity, limited information is available on its resiliency to climate change. This study aims to assess the resiliency of PAMSIMAS using the How Tough is WASH (HTIW) framework with six different domains and involved 16 PAMSIMAS in Bengkalis, Cianjur, and Dumai through FGD, interview, site observation, geospatial analysis, and literature study. This study found that PAMSIMAS has a medium level of resiliency and priority to climate change, with a total score of 16 out of 30, aggregated from all study locations. Bengkalis scored 7 out of 30, making it the highest priority location for action. In contrast, Dumai and Cianjur have a score of 17 out of 30, making it a medium priority. This study also found that significant improvements to enhance climate resiliency are needed in several areas, focusing on aspects such as institutional support, service management, and infrastructure as the priority, supply chain, and community governance as the second priority, and the environment as the last priority. In addition, this study also found the need to maintain initiatives in supporting PAMSIMAS climate-resilience, such as the integration of local cultural aspects in community management to have a good level of social cohesion and inclusivity. This study also found a positive correlation in several assessment dimensions, implying that initiatives to improve resiliency should be carried out holistically and simultaneously. Hence, this study also recommends improvement programs focusing on robust data and information, expanding the PAMSIMAS financing source, improving governance between stakeholders, optimizing KPSPAMS capacity development, and enhancing innovation, in line with SDG 6 acceleration framework."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ray Astoro
"Tebet sebagai salah satu wilayah dengan penduduk yang tinggi merupakan tempat yang mungkin banyak menghasilkan sampah masker 3 ply. Penelitian ini akan mencari tahu seberapakah besarnya timbulan masker 3 ply yang timbul di Tebet, dengan cara meneliti alur pengelolaan masker 3 ply dan menggunakan perhitungan timbulan sampah perkotaan sesuai standar nasional. Penelitian ini bertujuan untuk memahami alur pengelolaan dan mengalisis timbulan masker 3 ply yang mungkin dihasilkan di Tebet. Penelitian ini menggunakan kesesuaian SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan dan SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pangambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Analisis data menunjukan bahwa alur pengelolaan sampah masker 3 ply sudah sesuai dengan SNI 19-2454-2002 dan Pedoman Pengolahan Masker Bekas Pakai oleh Kemenkes RI dimana masker 3 ply termasuk sampah domestik. Hasil perhitungan timbulan menunjukan nilai timbulan masker 3 ply di Tebet adalah 2,422 gram/jiwa/hari yang berikutnya dikonversi menjadi 1 masker/jiwa/hari. Analisis nilai timbulan tersebut diikuti dengan jumlah masyarakat Tebet yang lebih dari 200.000 jiwa dapat menciptakan nilai timbulan 200.000 masker dalam sehari. Hasil perhitungan dihitung kembali dengan data literatur hasil tanggapan responden untuk mendapat nilai yang lebih representatif. Analisis perhitungan menghasilkan 111.603 masker per hari di Tebet dari pemakai masker yang membuang langsung masker setelah dipakai ke tempat sampah domestik. Perhitungan juga dilakukan dengan nilai timbulan rata-rata dari semua jenis perumahan menghasilkan nilai representatif sebesar 55.802 jiwa penduduk pemakai masker dan langsung membuang masker ke tempat sampah domestik, menciptakan 55.802 masker per harinya. Analisis perbandingan nilai tersebut dengan timbulan saat pandemi menunjukan terjadi penurunan jumlah timbulan yang mencapai kurang dari setengah nilai timbulan saat pandemi.

Tebet as an area with a high population is a place that may generate a lot of 3 ply mask waste. This study will find out how much 3 ply mask waste is generated in Tebet, by examining the flow of 3 ply mask management and using the calculation of urban waste generation according to national standards. This study aims to understand the management flow and analyze the generation of 3 ply masks that may be generated in Tebet. This research uses the suitability of SNI 19-2454-2002 concerning Procedures for Operational Techniques for Urban Waste Management and SNI 19-3964-1994 concerning Methods of Taking and Measuring Examples of Urban Waste Generation and Composition. Data analysis shows that the waste management flow of 3 ply masks is in accordance with SNI 19-2454-2002 and the Guidelines for Processing Used Masks by the Indonesian Ministry of Health where 3 ply masks are included in domestic waste. The results of the waste calculation show that the waste value of 3 ply masks in Tebet is 2.422 grams / person / day which is then converted to 1 mask / person / day. The analysis of the generation value followed by the number of Tebet residents of more than 200,000 people can create a generation value of 200,000 masks a day. The calculation results were recalculated with literature data from respondents' responses to get a more representative value. The calculation analysis resulted in 111,603 masks per day in Tebet from mask wearers who directly dispose of masks in domestic waste bins. Calculations were also carried out with the average generation value of all types of housing resulting in a representative value of 55,802 residents who wear masks and directly dispose of masks in domestic waste bins, creating 55,802 masks per day. Comparative analysis of this value with the generation during the pandemic shows a decrease in the amount of generation that reaches less than half the value of the generation during the pandemic."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arma Oktaviani
"Bakteri resisten antibiotika (Antimicrobial resistance, AMR) adalah salah satu dari 10 permasalahan kesehatan masyarakat global teratas. Di Indonesia, sedikit yang mengetahui tentang prevalensi E. coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) di lingkungan dapat meningkatkan risiko kontaminasi sumber air tanah karena potensi kolonisasi yang cepat melalui mekanisme horizontal gene transfer (HGT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi variasi musim dalam pencemaran AMR, mengetahui jumlah AMR pada sumber fekal, menganalisis korelasi AMR dengan air tanah setempat, dan mengidentifikasi strategi pencegahannya. Studi validasi dengan modifikasi IDEXX Tray telah dilakukan untuk menguji dugaan E. coli penghasil ESBL (AMR E. coli) pada musim hujan (Maret 2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 33,3% (n=60) sampel air tanah positif resisten terhadap antibiotika sefotaksim. Pada penelitian musim kemarau ini, 22,2% (n=54) sampel air tanah positif resistensi antibiotika sefotaksim dengan uji perbandingan variasi musiman menunjukkan perbedaan yang signifikan pada cemaran E. coli (p-value 0,045), tetapi tidak pada cemaran AMR E. coli (p-value 0,234). Pada perbandingan sumber air yang sama di kedua musim (n=45) didapatkan kontaminasi AMR di musim hujan juga lebih tinggi (33,3%) dibandingkan dengan musim kemarau (26,7%). Namun pada uji statistik berpasangan tidak ada perbedaan signifikan hasil nilai AMR di kedua musim. Uji AMR E. coli pada sumber fekal menunjukkan rata-rata jumlah AMR E. coli pada feses ayam adalah 4,36 x 106 MPN/100 mL sedangkan pada efluen tangki septik sebanyak 5,23 x 105 MPN/100 mL. Jika dibandingkan hanya pada sumber air yang menggunakan sumber air lokal (n=34), 8 dari 10 sampel yang positif AMR E. coli menggunakan tipe sanitasi setempat dan 4 dari 10 sampel yang positif AMR E. coli memiliki hewan ternak. Hubungan korelasi pencemaran AMR E. coli pada sumber air dianalisis berdasarkan faktor penggunaan sanitasi setempat dan kepemilikan hewan. Hasilnya didapatkan korelasi yang signifikan (p-value 0,041) karena penggunaan sanitasi setempat tetapi tidak ada hubungan antara kepemilikan ternak (p-value 0,891). Oleh karena itu, diperlukan strategi pengelolaan yang difokuskan pada pengurangan E. coli pada sumbernya untuk mendukung penyediaan air yang aman khususnya dari fenomena AMR di lingkungan.

Antimicrobial resistance (AMR) is one of the top 10 global public health problems. In Indonesia, little is known about the prevalence of Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL)-producing E. coli in the environment increases the risk of contamination of groundwater sources because of the potential for rapid colonization due to the potential for rapid colonization through horizontal gene transfer (HGT) mechanisms. This study aims to determine the significance of seasonal variations in AMR contamination, determine the amount of AMR in faecal sources, analyze the correlation of AMR with local groundwater, and identify prevention strategies. A validation study with a modified IDEXX tray has been carried out to test the suspicion of ESBL-producing E. coli (AMR E. coli) in the rainy season (March 2020). The results showed that 33.3% (n=60) of the groundwater samples were positive for resistance to the antibiotic cefotaxime. In this dry season, 22.2% (n=54) of groundwater samples is positive for cefotaxime antibiotic resistance. The comparison test of seasonal variation showed a significant difference in E. coli contamination (p-value 0.045), but not in AMR E. coli (p-value 0.234). Comparing to the same water source in both seasons (n=45), it was found that AMR contamination in the rainy season was also higher (33.3%) compared to the dry season (26.7%). However, in the paired statistical test there was no significant difference in the results of the AMR values ​​in the two seasons. The AMR E. coli test on faecal sources showed that the average amount of AMR E. coli in chicken faeces was 4.36 x 106 MPN/100 mL, while in the septic tank effluent it was 5.23 x 105 MPN/100 mL. When compared only to water sources using local water sources (n=34), 8 out of 10 samples positive for AMR E. coli used local sanitation types and 4 out of 10 samples positive for AMR E. coli owned livestock. The correlation between AMR E. coli contamination in water sources was analyzed based on factors of local sanitation use and animal ownership. The results obtained a significant correlation (p-value 0.041) due to the use of local sanitation but no relationship between livestock ownership (p-value 0.891). Therefore, a management strategy is needed that focuses on reducing E. coli at the source to support the provision of safe water, especially from the AMR phenomenon in the environment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>