Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M.G. Ernawati Harman
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T2761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Corputy Johan E.M.
"Bakteremia yang merupakan suatu peristiwa masuknya kuman/bakteri kedalam aliran darah akibat tindakan kedokteran gigi sudah banyak dilaporkan dan efeknya sebagai sarana terjadinya infeksi fokal seperti endokarditis subakut telah mendapat pengakuan umum.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek berkumur dengan larutan Hexetidine 0,1% sebelum pencabutan gigi terhadap terjadinya bakteremia setelah pencabutan gigi dibandingkan dengan berkumur larutan NaCl 0,9%.
60 pasien dewasa muda umur rata-rata 24 th, yang ingin dilakukan pencabutan gigi yang vital untuk berbagai keperluan dengan OHI-S kurang dari 1 serta tidak makan antibiotika minimal 3 hari sebelum pencabutan gigi, merupakan subyek penelitian ini.
Hasil penelitian ini setelah diuji statistik menunjukan bahwa Hexetidine 0,1% memberikan hasil yang berbeda dengan NaCl 0,9% yaitu berkumur dengan NaCl 0;9% sebelum pencabutan gigi tetap terjadi bakteremia pada mayoritas penderita setelah pencabutan gigi sedang berkumur dengan Hexetidine 0,1% lebih efektif mencegah terjadinya bakteremia balk yang disebabkan bakteri aerob maupun anaerob."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukyanto
"ABSTRAK
Menurut Undang - Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Untuk mewhjudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, di selenggarakan kampanye kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif) , pencegahan penyakit (preventif) , penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Kualitas pelayanan kesehatan ditentukan oleh pengguna, penyelenggara, maupun penyedia fasilitas kesehatan. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal maka peranan ilmuwan bidang kesehatan sangat dibutuhkan.
Rumah Sakit Dokter Ciptomangunkusumo Jakarta sebagai salah satu penyedia fasilitas pelayanan kesehatan, terkait dengan sistem rujukan yang telah ditetapkan oleh pemerintah ( Departemen Kesehatan ) Republik Indonesia. Pelayanan kesehatan rumah sakit tersebut, penatalaksanaannya dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu kesehatan yang sebagian besar merupakan rujukan dari rumah sakit pemerintah atau swasta. Demikian juga rujukan dari puskesmas, klinik-klinik umum maupun spesialis serta dokter praktek swasta perorangan.
Khususnya penatalaksanaan penderita yang datang dengan kasus ameloblastoma mandibula di poliklinik bedah mulut UPF. Kesehatan Gigi dan Mulut RSCM/FKG U I Jakarta sampai saat ini belum ada Standar Operasional Prosedur ( SOP ) tentang penatalaksanaan ameloblastoma mandibula. Untuk itu perlu
adanya kajian maupun laik uji coba terapan Standar Operasional Prosedur ( SOP ) yang telah tersusun tentang penatalaksanaan ameloblastoma mandibula. Diharapkan hasil pengkajian maupun laik uji coba Standar Operasional Prosedur( SOP ) tersebut memperoleh standar pelayanan yang dapat diterapkan bagirumah sakit pusat rujukan pelayanan kesehatan.
Diamana terapan Standar Operasional Prosedur yang laik tersebut ternyata merupakan salah satu unsur upaya peningkatan pelayanan kesehatan bagi rumah sakit pusat rujukan maka dukungan kebijakan, organisasi., maupun manajemen sangat diperlukan. Disamping itu diperlukan juga dukungan sarana prasarana yang memadai sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan masing-masing, disiplin ilmu untuk penatalaksanaan ameloblastoma mandibula secara terpadu."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Latief Nitiprodjo
"Seberapa besar efek adrenalin yang terdapat pada obat anestesi lokal dalam konsentrasi 1:80.000 dan 1:200.000 terhadap denyut jantung dan tekanan darah belum begitu jelas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efek kedua macam obat tersebut terhadap denyut jantung dan tekanan darah. Tiga puluh dua pasien sehat, dengan usia antara 20-40 tahun, dengan indikasi ekstraksi lebih dari satu gigi di rahang atas, merupakan subyek penelitian ini. Pada kesempatan pertama ekstraksi gigi dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal yang mengandung adrenalin 1:80.000 dan seminggu kemudian ekstraksi gigi dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal yang mengandung adrenalin 1:200.000. Pengamatan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, dilakukan pada saat sebelum dilakukan penyuntikan obat anestesi lokal, kemudian berturut-turut 5 menit, 10 menit, 15 menit, pada saat ekstraksi, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit setelah ekstraksi gigi. Hasil penelitian menunjukkan adrenalin pada konsentrasi 1:80.000 sedikit meningkatkan frekuensi nadi, dan meningkatkan tekanan darah, meskipun secara statistik tidak berbeda bermakna (t=1,28 p<0,05, dan t=0,18 p<0,05). Rata-rata selisih perubahan frekuensi nadi, tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang disebabkan oleh kedua macam obat tersebut secara statistik berbeda bermakna pada 5 menit, 10 menit dan 15 menit setelah penyuntikan. Sedangkan pada saat ekstraksi gigi, kemudian 5 menit,10 menit, dan 15 menitsetelah ekstraksi gigi berbeda tidak bermakna, kecuali untuk tekanan diastolik masih terdapat perbedaan yang bermakna."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Nuryati Ramadhan
"Latar Belakang: Kista dentigerous merupakan hasil pembesaran folikel, berasal dari akumulasi cairan antara epitel email tereduksi dan email gigi impaksi. Mayoritas berhubungan dengan gigi yang paling sering impaksi, seperti molar tiga mandibula, kaninus maksila, molar tiga maksila, dan premolar dua mandibula. Setiap elemen gigi impaksi memiliki potensi yang sama mengalami pembentukan Kista Dentigerous. Untuk mencegah hal tersebut maka dibutuhkan perawatan yang tepat dan pencegahan sedini mungkin sehingga kemungkinan morbiditas lebih lanjut dapat dihindari. Berdasarkan tinjauan di atas, penulis ingin mengetahui data terbaru mengenai distribusi dan frekuensi Kista Dentigerous berdasarkan lokasi kelainan di Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui regio yang paling sering mengalami Kista Dentigerous pada pasien Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008.
Metode: Penelitian ini berjenis observasi deskriptif dan merupakan studi retrospektif menggunakan data sekunder berasal dari kartu status pasien Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008 yang di dalamnya tercantum biodata, foto panoramik, dan hasil pemeriksaan histopatologis.
Hasil: Didapatkan 49 kasus dan 48 elemen gigi. Distribusi dan frekuensi menggunakan tabel dan pie chart yang menggambarkan berapa banyak kista dentigerous berdasarkan lokasi kelainan yang terjadi.
Kesimpulan: Distribusi dan frekuensi kista dentigerous paling banyak disebabkan oleh gigi Caninus maksila impaksi dan lokasi kelainan Kista Dentigerous paling banyak terjadi pada regio kaninus - kaninus maksila.

Backgroud: Dentigerous cyst is a result of folicle swelling, arise from fluid accumulation between the reduced enamel epithelium and the enamel of the impaction tooth. Most often they involve mandibular third molars, maxillary canines, maxillary third molars, and mandibular second premolars. Every single impaction tooth have same potency to grow a Dentigerous Cyst formation. In order to prevent a Dentigerous Cyts formation, we need a certain treatment and prevention must be done as soon as posible so that probability of next morbidity can be prevent. Based on the theory, the author wants to find the latest data about distribution and frequency of Dentigerous Cyst based on causing tooth element and location of cystic lesion in Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo in period of November 1st 2002 - Oktober 31st 2008.
Aim: To know the most region that usually have Dentigerous Cyst formation in Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo patients within Period November 1st 2002 - Oktober 31st 2008.
Method: The type of this study is descriptive observation - restrospective study by using secondary data from the dental record of Oral and Maxillofacial Surgery Clinic patients in Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo within November 1st 2002 - Oktober 31st 2008 period, which is the content of the dental records is patient`s demographic data, panoramic radiograph, and the result of histopathologic examination.
Results: There are 49 cases and involved 48 teeth. Distribution and frequensy use table and pie chart to describe the number of Dentigerous Cyst based on causing tooth element and location of cystic lesion.
Conclusions: In this distribution and frequency of Dentigerous Cyst study, the Dentigrous Cyst is usually involve maxillary canine impaction teeth and most often site of Dentigerous Cyst is canine to canine region on maxilla."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Pratiwi
"Latar Belakang : Kista dentigerous adalah kista yang berasal dari pemisahan folikel di sekitar gigi yang belum erupsi. Kisaran umur untuk kasus kista dentigerous sangat bervariasi. Menurut Neville, Cawson, dan Regezi kista dentigerous paling sering terjadi pada pasien dengan usia 10-30 tahun (dekade hidup kedua dan ketiga). Sedangkan menurut Fonseca dan Langlais kista ini biasanya terjadi sebelum usia 20 tahun dan lebih sering terjadi pada pria. Berdasarkan tinjauan diatas, penulis ingin mengetahui data terbaru mengenai distribusi Kista Dentigerous berdasarkan usia di Jakarta khususnya di Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 ? 31 Oktober 2008.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kisaran usia yang paling sering mengalami kista dentigerous di Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002?31 Oktober 2008.
Metode : Penelitian ini berjenis observasi deskriptif dan merupakan studi retrospektif dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari kartu status pasien Klinik Bedah Mulut Poli Gigi Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008 yang di dalamnya tercantum biodata, hasil foto panoramik serta hasil diagnosis patologi anatomi.
Hasil : frekuensi distribusi menggunakan tabel dan pie chart yang menggambarkan berapa banyak kista dentigerous menurut usia yang terjadi.
Kesimpulan : Distribusi dan frekuensi kista dentigerous paling banyak terjadi pada kelompok umur 21-30 tahun.

Background : Dentigerous Cyst is a cyst that arise from follicle separation that surrounding an unerupted tooth. The age range of dentigerous cyst is variant. According to Neville, Cawson,and Regezi, dentigerous cyst occur most frequent in patient age 10-30 years old (second and third decade of life). While according to Fonseca and Langlais this cyst usually occur before age of 20 and occur more frequent on men. Reposing the observation above, the author want to discover the latest data about distribution of dentigerous cyst based on age in Jakarta, especially in Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo period 1 November 2002 - 31 October 2008.
Purpose : to find age range of dentigerous cyst that occur most frequent in Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 - 31 October 2008.
Method : The type of this study is descriptive observation - retrospective by using secondary data from medical record of the oral and maxillofacial surgery patients in Poli Gigi Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo within period of time of 1 November 2002 - 31 October 2008, which is the content of the medical records is patient?s data, panoramic radiograph results, and also pathology anatomy results.
Results : Distribution and frequency use table and pie chart and also bar chart to describe how many dentigerous cyst that occur based on sex.
Conclusion : Distribustion and frequency of dentigerous cyst occur most frequent on group of age 21-30 years old."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Melani Puspa
"Latar Belakang : Kista dentigerous merupakan kista yang berasal dari separasi bentuk folikel sekitar gigi yang belum erupsi atau impaksi. Biasanya kista ini terjadi sebelum usia 20 tahun dan memiliki predileksi pada pria. Banyak studi yang mengatakan pula bahwa kista dentigerous lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Beberapa laporan-laporan diatas telah memberikan evaluasi yang membandingkan frekuensi dan distribusi kista dentigerous dari beberapa populasi grup yang berbeda. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui data terbaru tentang distribusi Kista Dentigerous berdasarkan jenis kelamin di Jakarta khususnya di Poli Gigi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo untuk kasus-kasus yang terdapat pada periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat predileksi jenis kelamin pada kasus kista dentigerous di Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo untuk kasus-kasus yang terdapat pada periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008.
Metode : Penelitian ini berjenis observasi deskriptif dan merupakan studi retrospektif dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari kartu status pasien Bedah Mulut Poli Gigi Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo periode 1 November 2002 - 31 Oktober 2008 yang di dalamnya tercantum biodata, hasil foto panoramik serta hasil diagnosis patologi
anatomi.
Hasil : frekuensi distribusi menggunakan tabel dan pie serta bar chart yang menggambarkan berapa banyak kista dentigerous menurut jenis kelamin yang terjadi.
Kesimpulan : Frekuensi distribusi kista dentigerous pada lakilaki lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Background: Dentigerous cyst is a cyst that arise from separation of follicle formation surrounding the unerupted or impaction tooth. Usually this cyst form before age of 20 and have a predilection on men. Many researchs state that dentigerous cysts occur more frequently on men than women. Few of reports above have given an evaluations comparing frequencies and distributions of dentigerous cysts in a couple of different groups. Therefore, the author want to find the latest data about the distribution and frequency of dentigerous cyst based on sex in Poli Gigi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo in cases period of 1 November 2002 - 31 October 2008.
Purpose : To find whether there is a sex predilection on dentigerous cyst cases in Poli Gigi RSUPN Cipto Mangunkusumo in cases period of 1 November 2002 ? 31 October 2008.
Method : The type of this study is descriptive observation - retrospective by using secondary data from medical record of the oral and maxillofacial surgery patients in Poli Gigi Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo within period of time of 1 November 2002 - 31 Oktober 2008, which is the content of the medical records is patient`s data, panoramic radiograph results, and also pathology anatomy results.
Results : Distribution and frequency use table and pie chart and also bar chart to describe how many dentigerous cyst that occur based on sex.
Conclusions : Dentigerous cyst cases have a higher distribution and frequency on men than a women."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arfan Badeges
"Dalam penatalaksanaan trauma maksilofasial diperlukan material implan sampai terjadi penyembuhan tulang. Magnesium memiliki potensi sebagai material implan tulang, dengan syarat memiliki laju biodegradasi yang baik. Proses equal channel angular pressing (ECAP) merupakan salah satu metode untuk memperbaiki sifat biodegradasi dari material logam.
Tujuan: Mengkaji proses biodegradasi magnesium ECAP pada cairan fisiologis.
Metode: Laju biodegradasi dan tingkat evolusi hidrogen didapatkan dari uji perendaman pada larutan DMEM dengan metode weight loss dan spektrometri dengan menggunakan dua belas spesimen magnesium ECAP dan enam spesimen magnesium murni sebagai kontrol. Pola biodegradasi didapatkan dari analisis struktur permukaan mikro. Analisis data menggunakan uji T independen.
Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan antara laju biodegradasi dan tingkat evolusi hidrogen antara magnesium ECAP dengan magnesium murni. Magnesium ECAP memiliki pola biodegradasi yang homogen.
Kesimpulan: Magnesium ECAP memiliki laju biodegradasi dan tingkat evolusi hidrogen yang lebih baik dibandingkan dengan magnesium murni.

Implant material are used in the management of maxillofacial trauma until bone healing occur. Magnesium has the potential to be a bone implant material, but it requires a good biodegradation rate. The process of equal channel angular pressing (ECAP) is a method to improve the biodegradation properties of metallic materials.
Purpose: To observe the biodegradation process of magnesium ECAP in physiological fluid.
Method: The biodegradation and hydrogen evolution rate were obtained from immersion test in a DMEM solution, using weight loss and spectrometric method within twelve magnesium ECAP specimens and six specimens of pure magnesium as a control. Biodegradation pattern were obtained from the micro surface structures analysis. The result was statistically analyzed with independent T test.
Results: There were significant difference between the biodegradation and hydrogen evolution rate between magnesium ECAP and pure magnesium. Magnesium ECAP has a homogeneous biodegradation pattern.
Conclusion: Magnesium ECAP has better biodegradation and hydrogen evolution rate than pure magnesium.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T33021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library