Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lukman Oesman
"Skripsi ini membahas tentang pengaruh dari penandatanganan Piagam ASEAN pada tahun 2007 terhadap dinamika politik di Myanmar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menjelaskan perilaku aktor-aktor politik pada proses penandatanganan dan berlakunya Piagam ASEAN dalam konteks dinamika politik di Myanmar. Piagam ASEAN yang ditandatangani pada tahun 2007 mencantumkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia sebagai identitas dan tanggung jawab setiap negara anggota, sedangkan di sisi lain tidak keseluruhan negara anggota, terutama Myanmar, memiliki pandangan yang seragam mengenai kedua nilai tersebut. Penelitian ini berhasil menemukan bahwa Piagam ASEAN telah memberi ruang yang terbatas dalam mendesak pemerintahan junta militer Myanmar dalam melakukan liberalisasi politik. Lewat Piagam ASEAN, legitimasi internasional dan stabilitas dari proses liberalisasi politik di Myanmar dapat terlaksana secara terbatas.

This thesis discusses the influence of the ASEAN Charter signing in 2007, the political dynamics in Myanmar. This study used qualitative methods to explain the behavior of political actors in the process of signing and entry into force of the ASEAN Charter in the context of the political dynamics in Myanmar. ASEAN Charter signed in 2007 include the values of democracy and human rights as the identity and responsibility of each member state, while on the other hand not all member countries, particularly Myanmar, has a unified view of the two values. This study has found that the Charter has given the limited space in urging Myanmar's military junta government in conducting political liberalization. Through the ASEAN Charter, international legitimacy and stability of the process of political liberalization in Myanmar can be implemented on a limited basis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Alvianto
"Penelitian ini akan mendeskripsikan proses pembentukan koalisi partai politik Golkar, PKB dan PBB pendukung pasangan Irvan dan Herman pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Cianjur tahun 2015. Kasus yang diteliti tersebut menarik untuk diangkat karena pembentukan partai koalisi umumnya dilakukan sebanyak mungkin partai pendukung yang terlibat di dalamnya. Pembentukan koalisi partai politik studi kasus koalisi Pemilihan Kepala Daerah cenderung lebih mengedepankan kondisi proses dibanding kuantitas jumlah partai pendukung, dan hasilnya adalah kemenangan. Kondisi proses yang akan dilihat dibagi menjadi beberapa faktor. Pertama, latar belakang yang mendorong terbentuknya partai koalisi. Kedua, intensitas komunikasi berdasarkan elektabilitas kandidat partai koalisi. Ketiga, pengalaman pemilihan kepala daerah sebelumnya di Kabupaten Cianjur. Keempat, kontrol eksternal koalisi sebagai penentu akhir. Kerangka teori dan kosep yang digunakan dalam menganalisis kasus yang diangkat adalah koalisi dan pembentukan koalisi. Analisis deskripsi proses pembentukan koalisi partai dalam penelitian ini diharapkan akan mampu menggambarkan bagaimana proses politik berlangsung dalam sebuah kontestasi politik di tingkat lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model analisa deskriptif. Teknik pengumpulan data primer dan sekunder melalui wawancara mendalam serta sumber-sumber literatur yang relevan.

This study will describe the process of forming a coalition of Golkar, PKB and PBB political parties supporting the Irvan and Herman pair in the 2015 Cianjur District Head Election. The case studied was interesting to appoint because the formation of coalition parties was generally carried out as much as possible the supporting parties involved. The formation of a political party coalition coalition case study of Regional Head Elections tends to prioritize quality over the quantity of supporting parties, and the result is victory. The quality of the process to be seen is divided into several factors. First, the background that drives the formation of a coalition party. Second, the intensity of internal communication based on the electability of the survey results of coalition party candidates. Third, the experience of the previous regional head elections in Cianjur Regency. Fourth, the external control of the coalition determines the final victory. The theoretical framework and concept used in analyzing the cases raised are coalitions and coalition formation. Analysis of the description of the party coalition formation process in this study is expected to be able to describe how the political process takes place in a political contestation at the local level. This study uses a qualitative approach with a descriptive analysis model. Primary and secondary data collection techniques through in-depth interviews and relevant literature sources.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardianto Pratama Putra
"Skripsi ini membahas mengenai peran tiga lembaga yakni PA, CCC dan RC terhadap dominasi PAP dalam pemerintahan.Hasil penelitian mengungkapkan bahwa PAP menggunakan ketiga lembaga tersebu tsebagai sarana untuk mengawasi, memobilisasi dan mengontrol masyaraka tdari tingkat atas hingga bawah. Kedekatan antara ketiga lembaga tersebut dengan partai berkuasa PAP menciptakan keraguan mengenai tujuan sebenarnya dari pendirian ketiga lembaga akar rumput tersebut.
Ide mengenai pendirian ketiga organisasi akar rumput tersebut merupakan inisiatif dari pemerintahan PAP yang digunakan untuk menjaga dominasi pemerintahan dan sebagai sarana untuk menyebarluaska nhegemoni ideologi partai yang akhirnya memungkinkan PAP untuk memobilisasi dukungan politik dalam situasi kritis yang sejalan dengan pemerintahan PAP yang efektif disamping mampu memfasilitasi dan menciptakan hubungan harmonis antar ras di Singapura, yang memiliki masyarakat plural.

This thesis discusses about the role of the three institutions namely PA, CCC and RC toward PAP dominance in government.The results reveal that the PAP using three institutions to control, mobilize and surveilance to people from the upper to the lower sector in society. Their close association with the ruling PAP government can create doubts about their actual relevance and aims.
The initiation of grassroots organisations is initiative of the PAP government to helped maintain its political dominance and to extend the party's ideological hegemony. Additionally, it enabled the PAP to mobilise political support at critical moments and indirectly project the PAP government's effectiveness and thereby facilitated and created social harmony amongst race in Singapore plural societies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46131
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octarica Sexio Aulya Ulfa
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai Andal Ampatuan sebagai bos lokal di Provinsi Maguindanao yang mampu bertahan sebagai Gubernur Provinsi Maguindanao tahun 2001-2010 di era demokrasi Filipina. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori mengenai bossisme lokal, konsep kekuasaan dan teori pork barrel. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif. Bos lokal merupakan broker kekuasaan melalui kepemilikan monopoli atas sumber daya kekerasan dan ekonomi dalam satu wilayah yang berada di bawah kekuasaannya. Kemunculan bos lokal di Filipina berkaitan erat dengan budaya bossisme yang telah terbentuk sejak era kolonial Spanyol dan Amerika Serikat serta terus bertahan hingga sekarang, di mana para keluarga kaya yang sebelumnya menjadi tuan tanah dan elit lokal tersebut kemudian terlibat dalam konteks politik. Dalam praktiknya, para bos lokal tersebut berupaya untuk menguasai politik di tingkat lokal dengan terlibat dalam pemilihan umum dan menjabat sebagai kepala pemerintahan di tingkat lokal seperti menjadi walikota atau gubernur. Andal Ampatuan merupakan bos lokal di Maguindanao. Andal Ampatuan menjadi Gubernur Provinsi Maguindanao tahun 2001-2010. Faktor-faktor bertahannya kekuasaan Andal Ampatuan sebagai Gubernur Provinsi Maguindanao adalah politik uang, kekerasan politik dan membangun dinasti politik. Keberadaan bos lokal menjadi tantangan bagi berlangsungnya demokrasi di Filipina.

ABSTRACT
This thesis aim to explore about Andal Ampatuan rsquo s role as a local boss in Maguindanao Province in the era of Philippines democracy. The theory used in this thesis are the theory of local bossism, the concept of power and theory of pork barrel. Furthermore, this thesis also use qualitative research method. The local boss is a power broker through the possession of a monopoly over the resources of violence and the economy in a territory under his control. The appearance of local bosses in Philippines is closely related to the culture of bossism that has been formed since the colonial era of Spain and the United States that continuesly survive until now, where the rich families who previously occupied the land and local elites are then involved in the political context. In practice, the local bosses seek to dominate politics at the local level by engaging in elections and serving as heads of government at the local level such as the mayor or governor. Andal Ampatuan is a local boss in Maguindanao. Andal Ampatuan became Governor of Maguindanao Province in 2001 2010. Thus, the survival factors of Andal Ampatuan as a Governor of Maguindanao for nine years are money politics, political violence and political dynasties. In another words, The presence of local bosses poses a challenge to democracy in Philippines.
"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Tiara Angelica
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai dampak rivalitas oligarki antara Raja Bhumibol Adulyadej dan Thaksin Shinawatra terhadap terjadinya kudeta militer tahun 2006 dan 2014 di Thailand. Dengan menggunakan teori oligarki oleh Jeffrey A. Winters dan konsep kudeta oleh Edward Luttwak, penelitian ini mengidentifikasi oligarch yang menghadapi berbagai ancaman dalam mempertahankan kekayaan dan kekuasaan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana rivalitas yang terjadi antar oligarch tersebut, dan melihat bagaimana rivalitas tersebut berpengaruh terhadap terjadinya kudeta militer di tahun 2006 dan 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Raja Bhumibol Adulyadej dan Thaksin Shinawatra merupakan oligarch karena mereka memiliki sumber daya kekuasaan: hak politik formal; jabatan resmi; kuasa pemaksaan; kekuatan mobilisasi; dan kekuasaan material. Merujuk pada cara mereka dalam menghadapi berbagai ancaman, Raja Bhumibol Adulyadej tergolong sebagai oligarch sultanistik, sementara Thaksin Shinawatra tergolong sebagai penguasa kolektif. Bentuk konkret dari rivalitas kedua oligarch tersebut dapat dilihat melalui bangkitnya kelompok yellow shirt dan red shirt. Rivalitas yang terjadi antara kedua oligarch tersebut pada akhirnya berujung pada kudeta militer di Thailand tahun 2006 dan 2014. Kedua tersebut merupakan bentuk dari pola revolusi karena tujuannya adalah untuk membuat perubahan dalam struktur sosial politik, yakni untuk menggulingkan Thaksin Shinawatra dari pemerintahan dan menghapus pengaruhnya dalam konstelasi politik yang akan datang.

ABSTRACT
This research discusses the impact of the oligarch rivalry between King Bhumibol Adulyadej dan Thaksin Shinawatra towards the 2006 and 2014 military coups in Thailand. By combining the oligarch theory by Jeffrey A. Winters and the concept of coup by Edward Luttwak, it identifies the oligarchs who must deal with several threats in their attempt to defend their wealth and power. The purpose of this research is to see how far the rivalry goes between the two oligarchs and aims to see how it later contributes to the military coup in 2006 and 2014. The findings of this study suggest that King Bhumibol Adulyadej and Thaksin Shinawatra are both oligarchs because they have power resources: formal political rights; official position; coercive powers; mobilizational power; and material power. In terms of how they respond to several threats, while King Bhumibol Adulyadej is considered to be a sultanistic oligarch, Thaksin Shinawatra is considered to be a collective authority. The form of this oligarch rivalry is visible through the rise of the yellow shirt and the red shirt group, and eventually resulted in a military coup in Thailand in 2006 and subsequently the 2014 coup. Both coups were considered as a revolutionary coup because the aim was to make changes in the socio-political structure, namely replacing Thaksin Shinawatra from the prime minister's position and remove his influence in upcoming politics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Esa Mohamad
"Pemecatan Fahri Hamzah dilakukan berdasarkan rekomendasi dari BPDO dalam putusan Majelis Tahkim No.02/PUT/MT-PKS/2016 yang menyatakan bahwa Fahri Hamzah diberhentikan dari seluruh jenjang keanggotaan PKS. Akibat langsung dari pemecatan yang dilakukan antara lain hilangnya jabatan publik yang dipegang oleh Fahri Hamzah. Jabatan publik tersebut adalah Anggota dan Wakil Ketua DPR-RI. Dengan menempuh jalur hukum, Fahri Hamzah berhasil melakukan penolakan pemecatan dirinya. Keberhasilan ini didorong oleh adanya tiga faktor, yaitu faktor kepercayaan, faktor komitmen, dan faktor efikasi diri yang berasal dari teori Meredith Watts. Teori yang digunakan untuk menunjang teori tersebut adalah 1) Teori Perwakilan Politik oleh Jane Mensbridge dan Teori Tiga Bentuk Modal oleh Pierre Bourdieu. Untuk memperoleh data sebagai dasar analisis maka tulisan ini akan menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) sebagai upaya untuk memperoleh data primer. Adapun untuk menguatkan temuan yang diperoleh dari proses wawancara, tulisan ini akan menggunakan beberapa literatur ilmiah terkait sebagai data pendukung (data sekunder) penelitian berupa data tertulis. Penelitian ini menemukan bahwa Fahri Hamzah menggunakan kekuatan hukum negara untuk mengintervensi keputusan internal PKS. Keberhasilan yang diraih Fahri Hamzah menunjukkan bahwa kombinasi dari faktor kepercayaan, komitmen, dan efikasi diri yang dimiliki, Fahri Hamzah berhasil meyakinkan pihak Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung bahwa dirinya bukan merupakan pihak yang bersalah dalam kasus ini.

The dismissal of Fahri Hamzah was based on a recommendation from the BPDO in the decision of the Majelis Tahkim No.02/PUT/MT-PKS/2016 which stated that Fahri Hamzah was dismissed from all levels of PKS' membership. The direct result was the dismissal from his position as the deputy chairman in DPR-RI. By taking legal action, Fahri Hamzah managed to refuse his dismissal. This success is driven by the existence of three factors, namely the trust factor, commitment factor, and self-efficacy factor derived from the theory of Meredith Watts. The theory used to support Watts' theory is 1) Political Representation Theory by Jane Mensbridge and The Three Forms of Capital Theory by Pierre Bourdieu. To obtain data as a basis for analysis, this resarch is using in-depth interviews technique in an effort to obtain primary data. As for reinforcing the findings obtained from the interview process, this research is using some related scientific literature as supporting data (secondary data) in the form of written data. This study found that Fahri Hamzah used the power of state law to intervene in PKS internal decisions. The success achieved by Fahri Hamzah shows that the combination of the trust, commitment and self-efficacy factors possessed by him could convince the District Court, High Court and Supreme Court that he was not guilty."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina Dwita Awani
"ABSTRAK
Tulisan ini akan membahas mengenai bagaimana relasi yang dimiliki oleh Raja Bhumibol Adulyadej dan militer di Thailand mampu mempengaruhi hasil percobaan kudeta, secara spesifik yakni pada lima kasus percobaan kudeta. Relasi tersebut dipahami sebagai ada atau tidaknya hubungan simbiosis di antara raja dan militer. Hubungan simbiosis yang dimiliki kedua pihak tidak terlepas dari kepentingan politik dan ekonominya masing-masing. Ketika terdapat simbiosis, maka percobaan kudeta relatif berhasil, sebagaimana dapat dilihat pada percobaan kudeta terhadap Plaek Phibunsongkhram, Seni Pramoj, dan Thaksin Shinawatra. Sebaliknya, ketika tidak terdapat simbiosis, maka percobaan kudeta relatif gagal, mengingat raja merasa tidak diuntungkan dan tidak mau memberikan dukungannya bagi militer untuk melancarkan kudeta, sebagaimana dapat dilihat pada percobaan kudeta terhadap Prem Tinsulanonda tahun 1981 dan 1985. Dalam melakukan analisis terhadap lima kasus tersebut, penulis menggunakan beberapa konsep, seperti konsep legitimasi raja, identitas Thailand (Thai Identity/Ekkalak Thai), hyper-royalism,organisasi militer, pretorian, dan kudeta militer.

ABSTRACT
This paper will discuss how do the relations between King Bhumibol Adulyadej and the military in Thailand affect the results of coup attempts, specifically on five coup attempt cases. In this context, the relation itself can be understood as the presence or absence of symbiotic relations between the king and the military. Symbiotic relations between the two are inseparable from their own political and economic interests. When symbiotic relation between the two exists, the coup attempt tends to be successful, as can be seen in the coup attempt on Plaek Phibunsongkhram, Seni Pramoj, and Thaksin Shinawatra. On the contrary, when there is no symbiotic relation, the coup attempt tend to be failed, given that the king feels disadvantaged so that he will not give his support for the military to launch a coup, as can be seen in the coup attempt on Prem Tinsulanonda in 1981 and 1985. The author uses several concepts, such as the concept of king's legitimacy, Thai Identity/Ekkalak Thai, hyper-royalism, military organizations, praetorians, and military coups, in order to analyze the five cases.
"
2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Rahadian Najib
"ABSTRAK
Penelitian ini berusaha menjelaskan kekuatan struktural yang dimiliki oleh modal asing terhadap negara yang membentuk kebijakan ekonomi makro, terutama regulasi terkait investasi asing. Fenomena ini ditemukan pada sejumlah negara yang mengalami ketergantungan atas investasi asing sebagai sumberdaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Strategi ekonomi Malaysia yang bersifat orientasi ekspor menyebabkan promosi penarikan investasi asing yang ditandai dengan deregulasi restriksi secara bertahap. Meskipun begitu, kepemilikan oleh asing dibatasi untuk memberikan proteksi terhadap bumiputera dalam upaya meningkatkan kepemilikan Melayu. Langkah ini merupakan bentuk penerapan dari New Economic policy (NEP) yang melihat bahwa ketimpangan  ekonomi dari Melayu dan non-Melayu sebagai sumber konflik antar-etnis. Menariknya pasca Krisis Global 2008, Perdana Menteri Najib Razak menghapuskan pembatasan sistem kuota serta badan sentral yang menahan izin investasi, Foreign Investment Committee (FIC). Meluncurkan dasar kebijakan ekonomi nasional baru yang disebut New Economic Model (NEM) yang mengisyaratkan untuk Liberalisasi terhadap batasan regulasi. Perubahan ini dipengaruhi oleh kekuatan struktural modal asing yang bertujuan untuk membuat iklim investasi di Malaysia menjadi lebih ramah terhadap investor. Kekuatan ini berasal dari kapabilitas modal untuk berpindah menuju negara lain, meningkatkan tekanan untuk persaingan dalam menarik dan mempertahankan investasi.

ABSTRACT
This research seeks to explain the structural power possessed by foreign capital towards the state that shapes macroeconomic policies, especially regulations related to foreign investment. Found in a number of countries that experience dependence on foreign investment as a resource to encourage economic growth. Malaysias export-oriented economic strategy led to the promotion of the foreign investment which was marked by gradual deregulation of restrictions. Nevertheless, foreign equity is limited as protection against bumiputera in an effort to increase Malay ownership. This practice is a form of implementation of the New Economic Policy (NEP) which concluded that economic inequality between Malays and non-Malays is the main source of ethnic conflict. In the aftermath of the 2008 Global Crisis, Prime Minister Najib Razak abolished the restrictions on the quota system as well as the central body that held investment licenses, the Foreign Investment Committee (FIC). Replacing NEP with a new national economic platform called the New Economic Model (NEM) which implies relaxation of regulatory constraints. The change is influenced by foreign capital which aims to make the investment climate in Malaysia more friendly to investors. Structural power derives from capital capabilities to move to other countries, increasing pressure for competition in attracting and maintaining investment.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanan M.
"Skripsi ini membahas perjuangan Las Madres de la Plaza de Mayo dalam menuntut pertanggung jawaban pemerintah sipil di Argentina yang difokuskan sampai pada tahun 2007. Jenis penelitian yang dilakukan deskriptif analitis dengan metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah studi dokumentasi dan kepustakaan sehingga data-data mengenai Dirty War, Las Madres de la Plaza de Mayo, serta pertanggungjawaban pemerintah Argentina pasca junta militer yang diperoleh merupakan data sekunder.
Penelitian penulis akan perjuangan Las Madres de la Plaza de Mayo difokuskan sampai pada tahun 2007. Tahun tersebut merupakan puncak dari perjuangan Las Madres de la Plaza de Mayo yang terjadi pada masa pemerintahan Nestor Filchner dan Cristina Filchner. Dibawah pimpinan mereka, undang-undang impunitas benar-benar dihapuskan, para pelaku kembali dituntut, diadili dan divonis dengan hukuman penjara.

This thesis examines struggles of Las Madres de la Plaza de Mayo focused in demanding accountability for civilian government that is focused in Argentina until 2007. The type of descriptive analytical research that used by the author is the study of documentation and literature so that every data of Dirty War, Las Madres de la Plaza de Mayo, and the accountability of the governments of Argentina after the military regime is obtained a secondary data.
The research of Las Madres de la Plaza de Mayo focused until 2007. That year was a culmination of Las Madres de la Plaza de Mayo that occurred in the reign of Nestor and Cristina Filchner Filchner. Under their leadership, impunity laws were abolished, the perpetrators returned prosecuted, tried and sentenced to jail terms.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabet Agustin
"TKA ini membahas tentang relasi bisnis dan politik antara Oknha dan Perdana Menteri Hun Sen dalam kasus perampasan lahan tahun 2003-2012 melalui kebijakan reformasi lahan di Kamboja. Maka untuk memaparkannya, digunakan konsep neo-patrimonialisme. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan teknik penelitian studi literatur.
Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa kebijakan reformasi lahan digunakan sebagai alat untuk membangun pola hubungan antara Oknha dan Hun Sen. Pola hubungan tersebut dalam bentuk patron-klien yang mengarah pada sistem neo-patrimonialisme. Adanya pola hubungan neo-patrimonialisme dalam kebijakan reformasi lahan tersebut mengakibatkan kasus-kasus perampasan lahan yang terjadi di Kamboja.

This thesis discuss the business and political relation between Oknha and prime minister Hun Sen from the cases of land grabbing in 2003-2012 through land reform policy in Cambodia. Then to explain this, using the concept of neopatrimonialism. The research methodology is qualitative with literature study.
The result of this research showed that the land reform policy is use as a tool to establish a pattern of political and business affair between Oknha and Hun Sen in the form of patron-client which led to become neo-patrimonialism system. The existence of neo-patrimonialism relations in land reform policy led a negative impact such as cases on land grabbing in Cambodia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>