Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dedi Afandi
"Sebelum tahun 1950-an hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat paternalistik, yaitu pasien selalu mengikuti apa yang dikatakan dokternya tanpa bertanya apapun, dengan prinsip utama adalah beneficence. Sifat hubungan paternalistik ini kemudian dinilai telah mengabaikan hak pasien untuk turut menentukan keputusan. Sehingga mulai tahun 1970-an dikembangkan hubungan kontraktual. Konsep ini muncul berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri (the right to self determination) sebagai dasar hak asasi manusia dan hak atas informasi yang dimiiiki pasien tentang penyakitnya sebagai mana yang tertuang dalam Declaration of Lisbon (1981) dan Patients's Bill of Right (American Hospital Association,1972)- pada intinya menyatakan "pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari doktemya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik".
Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent. Tindakan medik terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan.(1,2,3,4,5,6,)
Di Indonesia, penghormatan atas otonomi pasien ini telah diatur dan dirumuskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) khususnya pasal 7a, 7b dan 7c, dimana seluruh dokter di Indonesia harus menghormati hak-hak pasien. Penghormatan atas hak ini lebih lanjut juga diatur dalam peraturan perundang-undangan RI secara implisit terdapat dalam amandemen UUD 1945 pass! 28G ayat (1) yang menyebutkan "setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,...dst"."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjono Soekanto
Jakarta: Hill-co, 1987
364 SOE v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sawitri
"[ABSTRAK
Pemeriksaan toksikologi forensik terdiri dari pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan menggunakan metode Biochip Array Technology merupakan metode baru dengan teknologi nano digunakan untuk pemeriksaan toksikologi forensik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai diagnostik pemeriksaan morfin dan benzodiazepin menggunakan metode tersebut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang (Cross sectional), dengan sampel penelitian adalah seorang laki-laki atau perempuan berusia diatas 18 tahun sejumlah 20 orang yang diambil dengan cara Consecutive sampling pada bulan September 2014 di Puskesmas Johar Baru, Jakarta Pusat. Dari sampel tersebut yang diperiksa dengan GC/MS, 4 sampel terdeteksi positif morfin, dan 3 sampel terdeteksi benzodiazepin. Pemeriksaan dengan metode Biochip Array Technology, 4 sampel positif morfin, dan 6 sampel terdeteksi positif benzodiazepin. Hasil analisa uji diagnostik menunjukkan bahwa pemeriksaan morfin menggunakan metode tersebut memiliki sensitivitas sebesar 100 %, spesifisitas 100 %, nilai duga positif 100 % dan nilai duga negatif 100 %. Hasil uji diagnostik pemeriksaan benzodiazepin menggunakan metode tersebut adalah sensitivitas 100 %, spesifisitas 82,35%, nilai duga positif 50 % dan nilai duga negatif 100 %. Dapat disimpulkan bahwa metode ini sangat baik digunakan untuk pemeriksaan morfin sedangkan untuk pemeriksaan benzodiazepine kurang baik.

ABSTRACT
Forensic toxicology examination consists of a qualitative and quantitative examination. Biochip Array Technology is a new method with nanotechnology used for Forensic toxicology examination. The aim is to know the identificcation value of Biochip Array Technology diagnostic test to forensic toxicology examination of Morphine and benzodiazepine in urine. Cross Sectional diagnostic study was applied to those who are male or female aged over 18 years old, 20 samples were taken consecutively in Agustus 2014 from primary health centres of Johar Baru, Jakarta Pusat. From these samples using the GC/MS, 4 samples are positive morphine, 3 samples are positive benzodiazepine. From Biochip Array Technology Examination, 4 samples are positive morphine, 6 samples are positive benzodiazepine. Diagnostic test analysis in morphine examination showed that Biochip Array Technology revealed 100 % sensitivity, 100 % specificity, 100 % positive predictive value, and 100 % negative predictive value. Diagnostic test analysis in benzodiazepine examination showed that Biochip Array Technology revealed 100 % sensitivity, 82,35 % specificity, 50 % positive predictive value and 100 % negative predictive value. It can be concluded that this method is reliable in morphine examination but only if the sample is controlled, while for benzodiazepine examination, this method is not reliable.
, Forensic toxicology examination consists of a qualitative and quantitative examination. Biochip Array Technology is a new method with nanotechnology used for Forensic toxicology examination. The aim is to know the identificcation value of Biochip Array Technology diagnostic test to forensic toxicology examination of Morphine and benzodiazepine in urine. Cross Sectional diagnostic study was applied to those who are male or female aged over 18 years old, 20 samples were taken consecutively in Agustus 2014 from primary health centres of Johar Baru, Jakarta Pusat. From these samples using the GC/MS, 4 samples are positive morphine, 3 samples are positive benzodiazepine. From Biochip Array Technology Examination, 4 samples are positive morphine, 6 samples are positive benzodiazepine. Diagnostic test analysis in morphine examination showed that Biochip Array Technology revealed 100 % sensitivity, 100 % specificity, 100 % positive predictive value, and 100 % negative predictive value. Diagnostic test analysis in benzodiazepine examination showed that Biochip Array Technology revealed 100 % sensitivity, 82,35 % specificity, 50 % positive predictive value and 100 % negative predictive value. It can be concluded that this method is reliable in morphine examination but only if the sample is controlled, while for benzodiazepine examination, this method is not reliable.
]"
Lengkap +
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannis Ferdi Mallo
"Tes fosfatase asam adalah suatu tes penyaring untuk mendeteksi adanya cairan
atau bercak mani. Pemeriksaan ini didasarkan atas pendeteksian aktifitas enzimatik enzim
fosfatase asam yang berasal dari cairan kelenjar prostat, yang merupakan salah satu
komponen dari cairan mani. Pada persetubuhan, cairan mani akan dideposit didalam
vagina dan akan bercampur dengan cairan vagina. Percampuran tersebut diduga akan
mempengaruhi aktifitas enzim FA jika dibandingkan dengan cairan mani sebelum
pencampuran tersebut. Selain itu, dengan berlalunya waktu aktifitas enzim akan terus
menurun sampai akhirnya akan sama seperti cairan vagina tanpa percampuran dengan
cairan mani. Pada penelitian ini ingin diteliti perbandingan antara aktifitas FA dalam
cairan/bercak mani dengan aktifitas FA pada cairan vagina dari berbagai interval waktu
pasca persetubuhan.
Pada penelitian ini didapatkan hal-hal sebagai berikut:
1. Aktifitas FA pada cairan mani dengan pengenceran 1:64 menunjukkan aktifitas yang
sama dengan cairan vagina 37 sampai 48 jam pasca persetubuhan, dengan waktu
reaksi 29 detik.
Aktifitas FA pada cairan mani dengan pengenceran 1:66 sampai 1:34 menunjukkan
aktifitas yang sama dengan cairan vagina 49 sampai 72 jam pasca persetubuhan,
dengan waktu reaksi 30 sampai 60 detik.
Aktifitas FA pada cairan mani dengan pengenceran 1:136 sampai 1:296 menunjukkan
aktifitas yang sama dengan cairan vagina 73 sampai 108 jam pasca persetubuhan,
sama dengan cairan vagina tanpa persetubuhan, dengan waktu reaksi 62 sampai 134
detik.
Aktifitas FA pada cairan vagna yang menjadi negatif pada 50 % sampel (reaksi lebih
dari 30 detik) ditemukan pada bahan yang diambil 40 sampai 60 jam setelah
persetubuhan.
Reaksi FA paling singkat dijumpai cairan vagina tanpa persetubuhan pada minggu
ketiga setelah menstruasi.
Didapatkan adanya hubungan regresi yang amat lewat antara waktu reaksi awal tes
FA dengan interval pasca persetubuhan dengan persamaan regresi:
T awal = 0,0002192 T pc - 2,428 (R = 0,805, SE = 18,12)
(waktu dalam detik)
7. Didapatkan adanya hubungan regresi yang amat lewat antara waktu reaksi maksimal tes FA dengan interval pasca persetubuhan dengan persamaan regresi: T maksimal = 0,0004286 T pc - 3,261 (R = 0,8355, SE = 31,67) (waktu dalam detik)"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58985
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syarifah Hidayah Fatriah
"Latar Belakang: Hasil pemeriksaan dokter dalam bentuk visum et repertum mengandung derajat luka yang merupakan gambaran dari efek kekerasan atau penganiayaan sesuai dengan KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Tidak ada uraian/batasan yang jelas mengenai derajat luka sehingga kesimpulan yang dibuat oleh para dokter pemeriksa menjadi berbeda. Ketidakseragaman penentuan derajat luka dapat menimbulkan ketidakadilan bagi korban maupun pelaku tindak pidana.Tujuan: Menentukan kriteria luka ringan, luka sedang, dan luka berat.Metode: Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan rancangan Teori Grounded. Sampel penelitian adalah pakar hukum pidana, hakim, advokat, dokter forensik dan dokter forensik yang sekaligus sarjana hukum. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan Focus Group Discussion FGD . Penelitian dilakukan selama bulan September-Desember 2016. Teknik pengujian kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi.Hasil: Berdasarkan wawancara mendalam dan FGD didapatkan bahwa luka ringan tidak ada di dalam undang-undang yang dipakai di Indonesia. KUHP memiliki definisi mengenai aniaya ringan, dan penganiayaan. Luka sedang dapat dirumuskan sebagai bukan luka berat maupun luka ringan, dan kriteria luka berat dapat dirumuskan dari pengertian luka berat dalam pasal 90 KUHP.Kesimpulan: Luka terbagi menjadi dua yaitu luka berat pada pasal 90 KUHP dan luka sedemikian rupa pada pasal 360 KUHP ayat 2 . Luka berat disimpulkan dengan menyebutkan kondisi mediknya saja. Ada perbedaan pemahaman antara pakar pidana, hakim, advokat dan dokter forensik. Kata Kunci: Analisis Medikolegal, Derajat Luka, KUHP

"Background The result from the doctors rsquo examination can be written in a form of a medical report visum et repertum which includes the degree of the injury associated with the effect of the assault according to the National Criminal Code. There is still an unclear explanation on the degree of injury, which results in a variety of conclusions made by the physician examiner. Error in determining the degree of injury can cause injustice not only to the victim but also to the prepetrators of the crime.Purpose To determine mild, moderate and severe injury.Method This study is a qualitative study using grounded theory. The sample of this study were criminal law experts, judges, advocates, forensic doctor and also forensic doctors with a law degree. Data collection was by indepth interview and focus group discussion FGD which was done from September until December 2016. Triangulation is used to test the credibility of data.Result The results obtained from the indepth interview and FGD was that the description of a mild injury was not stated in the constitution used in Indonesia, there it is only stated the definition of assault and mild assault. A moderate injury is defined as an injury not categorized as a severe or mild injury, and the criteria a severe injury is defined from the definition of severe injury in the Criminal Code article 90.Conclusion The degree of injury is divided into two, a severe injury defined in the Criminal Code article 90 and an injury as stated in the Criminal Code article 360 paragraf 2 . The severe injury is conluded by stating the medical condition itself. There was a different understanding between law experts, judges, advocates and forensic doctors. "
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Radistrya Sekaranti Brahmanti
"Pendahuluan Excessive daytime sleepiness / EDS sering dikaitkan dengan penurunan performa kerja dan fatigue pada penerbang sipil. Namun, rekomendasi aeromedis untuk evaluasi EDS saat ini untuk lebih dikaitkan dengan kecurigaan apnea tidur obstruktif / OSA. Dewasa ini, sudah banyak penelitian yang menemukan hubungan antara obesitas dengan EDS terlepas adanya OSA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara obesitas dengan EDS pada penerbang sipil di Indonesia dan risikonya terkena OSA.
Metode Penelitian ini menggunakan disain krosseksional dan dilaksanakan di Balai Kesehatan Penerbangan. Responden diminta mengisi kuesioner, termasuk Epworth Sleepiness Scale untuk mengukur EDS dan STOP-Bang untuk menilai risiko OSA, dilanjutkan dengan pengukuran antropometri berupa indeks masa tubuh dan lingkar pinggang untuk indikator obesitas.
Hasil Didapatkan 156 responden dengan hasil prevalensi EDS sebesar 16,7%. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara obesitas dan EDS (p >0,05), tapi prevalensi EDS lebih tinggi pada responden obese berdasarkan lingkar pinggang dibandingkan indeks masa tubuh (17,8% vs 15,6%). Pada penerbang obese dengan EDS, sebagian besar memiliki risiko rendah OSA (83,3% dan 80%).
Kesimpulan Terdapat prevalensi EDS yang meningkat pada penerbang sipil di Indonesia, terutama pada penerbang dengan obesitas sentral. Kejadian EDS tidak dipengaruhi oleh risiko penyakit OSA.

Introduction Excessive daytime sleepiness / EDS is often associated with decreased work performance and fatigue in civil pilots. However, aeromedical recommendations for evaluation of EDS are associated with suspicion of obstructive sleep apnea/OSA. Currently, many studies have found an association between obesity and EDS regardless of OSA. This study aims to determine whether there is a relationship between obesity and EDS in Indonesian civilian pilots, and its risks to get OSA.
Methods This study used a cross-sectional design and was carried out at the Directorate General Civil Aviation Medical. Respondents were asked to fill out questionnaires, including the Epworth Sleepiness Scale to measure EDS and STOP-Bang to assessed the risks to have OSA, followed by anthropometric measurements for body mass index and waist circumference as obesity indicators.
Results We obtained 156 respondents with EDS prevalence of 16.7%. There was no significant relationship between obesity and EDS (p > 0.05), but prevalence of EDS was higher in obese respondents based on waist circumference than body mass index (17,8% vs 15,6%). Most obese pilots with EDS had low risk of OSA (83,3% and 80%).
Conclusion There was an increase of EDS prevalence among Indonesian civilian pilots, especially in pilots with central obesity. The incidence of EDS was not affected by the risk of OSA.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Tri Hananto
"Latar belakang: Rantai penularan pandemi SARS-CoV-2 saat ini telah menyebar secara global, melibatkan lebih dari satu negara, maka pelacakan kontak harus dilakukan. Alat digital, seperti ponsel dan aplikasi untuk pelacakan kontak, dapat mendukung dan melengkapi pengawasan dalam upaya melacak kontak erat. Sistem Electronic Health Alert Card (E-HAC) sebagai aplikasi pelacakan kontak digital yang digunakan di Indonesia termasuk Bandara Soekarno Hatta. Model Penerimaan Teknologi yang diperluas digunakan untuk menyelidiki apakah warga bersedia menerima dan mengadopsi aplikasi seluler E-HAC.Penerapan E-HAC di bandara Soekarno Hatta saat ini masih rendah, sehingga diperlukan analisa untuk mengetahui penyebabnya.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan penumpang penerbangan dalam penerapan E-HAC sebagai aplikasi pelacakan kontak COVID 19 di Bandara Soekarno Hatta. Metode: Metode survei digital pada pintu kedatangan penerbangan domestik dan internasional Bandara Soekarno Hatta dengan protokol kesehatan yang ketat dan informasi didapatkan dari 100 kuesioner pada penerbangan domestik dan 100 kuesioner penerbangan internasional yang dianalisis menggunakan uji korelasi.
Hasil: Faktor yang memengaruhi penerimaan penumpang penerbangan dalam penerapan E-HAC baik penerbangan domestik dan internasional antara lain sikap, kepercayaan, masalah privasi, persepsi kemudahan, serta persepsi manfaat dalam menggunakan E-HAC, sedangkan persepsi risiko terhadap COVID 19 tidak berhubungan dalam penerapan E-HAC.
Simpulan: Kemudahan dan manfaat penerapan E-HAC perlu ditingkatkan serta memastikan keamanan privasi data pengguna E-HAC untuk memaksimalkan penerimaan penumpang dalam penerapan E-HAC.

Backgrounds: The chain of transmission of the SARS-CoV-2 pandemic has now spread globally, involving more than one country, so contact tracing must be carried out. Digital tools, such as cell phones and applications for contact tracing, can support and complement surveillance in close contact tracing. Electronic Health Alert Card (E-HAC) system as a digital contact tracing application used in Indonesia, including Soekarno Hatta Airport. The extended Technology Acceptance Model is used to investigate whether residents are willing to accept and adopt the E-HAC mobile application. The implementation of E-HAC at Soekarno Hatta airport is currently still low, so analysis is needed to find out the causes.
Objective: To determine the factors that affect the acceptance of flight passengers in the application of E-HAC as a COVID 19 contact tracing application at Soekarno Hatta Airport. Method: Digital survey method at the arrival gate of domestic and international flights at Soekarno Hatta Airport with strict health protocols and information obtained from 100 questionnaires on domestic flights and 100 questionnaires on international flights which were analyzed using correlation tests.
Results: Factors that influence the acceptance of flight passengers in the application of E-HAC for both domestic and international flights include attitudes, trusts, privacy issues, perceptions ease of use, and perceptions of utility in using E-HAC, while the risk perception of COVID 19 is not related to the implementation of E-HAC.
Conclusion: The ease and utility of implementing E-HAC need to be improved and ensure the security of data privacy of E-HAC users to maximize passenger acceptance in the implementation of E-HAC.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klarisa
"Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi perhatian bagi masyarakat luas karena tidak dapat disembuhkan secara sempurna. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa virus HIV masih dapat ditemukan di jenazah sampai beberapa waktu setelah kematian, tanpa diketahui apakah masih mampu bereplikasi dan menginfeksi orang. Karena itu, penelitian ini ingin mengetahui kemampuan replikasi virus HIV di dalam sel darah putih secara in vitro dengan meniru kondisi seperti yang terjadi pada proses setelah kematian yaitu tidak terpapar oksigen.
Penelitian menggunakan disain eksperimental dengan menggunakan darah 'Orang dengan HIV-AIDS' (ODHA) yang masih hidup untuk menggantikan darah jenazah ODHA terinfeksi HIV. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan sampel darah yang dapat diteliti hingga rentang waktu 48 jam dengan suhu 26-32°C seperti suhu yang lazim terjadi pada umumnya jenazah di Indonesia. Darah terinfeksi HIV tersebut diperiksa 'viral load' dan diambil sel darah putihnya. Sel darah putih tersebut dicampur kembali dengan plasma darahnya, dan ditutup minyak goreng yang sudah dipanaskan agar tidak terjadi paparan oksigen untuk mendekati kondisi postmortem. Suspensi dikultur dan supernatannya diperiksa dengan 'Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction' (RT PCR) untuk melihat hasil replikasi virus HIV.
Hasil penelitian ini menunjukkan, virus HIV masih bereplikasi sampai waktu 48 jam setelah paparan oksigen dihentikan. Selain itu terdapat perubahan morfologi sel darah putih yaitu efek 'cytopathic effect' (CPE) pada sel di dalam kultur yang menunjukkan adanya infeksi antar sel.

HIV infection is still a community problem that cannot be solved perfectly. Recent studies show HIV virus can still be found in dead bodies, altough there were no evidence that indicate HIV infection from dead bodies. This research aims to elaborate HIV virus replication in leucocyte in vitro imitating dead bodies physiologic condition of oxygen deprivation.
Research is conducted using experimental design using blood samples taken from living HIV-infected persons to substitute for HIV-infected dead bodies. This subtitution held because of the difficulty to obtain blood sample from dead bodies, and studied until 48 hours postmortem on 26-32°C. HIV-infected blood was examined for viral load. The leucocyte were separated from the blood and mixed with blood plasma. This suspension stored in the tube and the upper surface added with heated cooking oil to prevent oxygen exposure. The suspension was centrifuged, the leucocyte were cultured. After cultured, the supernatan was scanned with Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR) to detect replication of HIV.
The replication of HIV virus were detected up to 48 hours. The study also found morphologic changes of leucocyte due to cytopathic effect which showed cell-to-cell infections.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Wijaya
"

Emergency landing sebagai keadaan darurat bandara memerlukan tindakan yang cepat dan tepat oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai koordinator medis. Penanganan medis dalam emergency landing sangat menentukan keselamatan dan keamanan korban, hal ini berbasis pada pengetahuan, sikap dan perilaku petugas KKP bandara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku petugas KKP Bandara Internasional Soekarno Hatta (SOETTA) dan Bandara Internasional Zainuddin Abdul Majid (ZAM) terhadap emergency landing. Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan potong lintang. Sembilan puluh delapan petugas KKP dari 74 bandara SOETTA dan 24 bandara ZAM telah diambil datanya lewat kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan petugas KKP SOETTA yang tergolong cukup 63,5% sementara pengetahuan petugas ZAM yang tergolong cukup 79,2%. Untuk hasil sikap petugas KPP SOETTA yang tergolong positif 67,6% sementara di ZAM sikap petugas KPP yang tergolong positif 54,16%. Untuk hasil perilaku petugas KPP SOETTA yang tergolong baik 55,4% sementara di ZAM perilaku petugas KPP yang tergolong baik 75%. Kesimpulannya tingkat pengetahuan petugas KKP SOETTA dan petugas KKP ZAM terhadap emergency landing sudah cukup. Sikap petugas KKP SOETTA dan petugas ZAM terhadap penanganan emergency landing positif. Perilaku petugas KKP petugas KKP SOETTA dan petugas ZAM cukup baik terhadap emergency landing.


Emergency landing as airport emergency requires quick and appropriate action by the Port Health Office (KKP) as the medical coordinator. Medical treatment in an emergency landing will determine the safety of victims, this is based on the knowledge, attitudes and behavior of airport KKP officers. This study aims to determine knowledge, attitudes and behavior of KKP officers at Soekarno Hatta International Airport (SOETTA) and Zainuddin Abdul Majid International Airport (ZAM) toward emergency landing. The study was conducted descriptively by cross section. Ninety-eight KKP officers from 74 SOETTA airport and 24 ZAM airport have taken their data through questionnaires. The results showed that knowledge of SOETTA officers who were classified as enough 63.5% while ZAM officers 79.2%. For the results of the attitude of the SOETTA officers who were classified as positive 67.6% while in ZAM 54.16%. For the results of the behavior of SOETTA officers who were classified as good 55.4% while in ZAM 75%. In conclusion, the level of knowledge of SOETTA and ZAM KKP officers towards emergency landing was enough. The attitude of SOETTA and ZAM KKP officers towards handling emergency landing was positive. The behavior of SOETTA and ZAM KKP officers is good towards emergency landing.

"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>