Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2011
669.026 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Fajarisman
Abstrak :
Pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, diselenggarakan berdasarkan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sebagaimana tercantum di dalam UU No.32 Tahun 2009 pasal 1 ayat (3) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Fakta di lapangan menunjukkan perkembangan industri yang pesat dalam mengeksploitasi sumber daya alam cenderung memaksimalkan keuntungan yang diraih sementara pemulihan sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan belum terantisipasi dengan baik. Adalah penting untuk mempertimbangkan konsep pemindahan risiko tersebut, dapat dianalogikakan dengan asuransi kerugian, namun dalam hal ini yang diasuransikan adalah risiko tercemarnya atau rusaknya lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan industri. Konsep asuransi lingkungan dapat menjadi alternatif upaya mewujudkan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan. Bagaimana kelayakan dan urgensi penerapan asuransi lingkungan ini, merupakan masalah yang diteliti dalam penelitian ini. Metode yang dipergunakan secara deskriptif normatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa asuransi lingkungan merupakan alternatif upaya yang layak untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan mengingat permasalahan lingkungan sudah menjadi isu global yang harus mendapat perhatian yang khusus dari para pihak yang terkait. Berdasarkan kasus-kasus lingkungan yang terjadi, sudah urgen asuransi lingkungan tersebut diberlakukan wajib kepada industri terutama yang menghasilkan limbah B3, demi melindungi kelestarian lingkungan hidup sehingga masyarakat dan lingkungan sekitar industri tetap dapat melanjutkan kehidupannya sesuai hak asasinya. ......National economic development, as mandated in Article 33 paragraph ( 4 ) of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, organized by the principles of sustainable and environmentally friendly. Environmentally sustainable development as set out in the Act 32 of 2009 section 1 (3 ) of the Environmental Protection and Management is a conscious and planned effort that combines aspects of environmental, social, and economic development strategies to ensure the environmental integrity life and safety, capability, welfare, and quality of life of the present generation and future generations. Facts on the ground show the rapid industrial development in the exploitation of natural resources tend to maximize the benefits achieved while the recovery of natural resources and preservation of the environment from pollution and environmental damage has not been properly anticipated. It is important to consider the concept of the transfer of risk, analogous to insurance losses, but in this case the insured is risk of contamination or damage to the environment caused by the industry. The concept of environmental insurance can be an alternative to efforts to achieve economic development is environmentally friendly. How does insurance eligibility and urgency of implementing this environment, an issue examined in this study . The method used is descriptive normatif. The results of the study explained that the insurance environment is a viable alternative efforts to realize economic development of environmentally friendly considering environmental issues have become a global issue that should receive special attention of the parties concerned. Based on environmental cases that occur, it is proper that imposed mandatory environmental insurance industry, especially the B3 waste, in order to protect the health of the environment so that people and the environment surrounding the industry could continue an existence worthy of human rights.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kusumawati
Abstrak :
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan proses perizinan pinjam pakai kawasan hutan hal tersebut untuk menghindari adanya tumpang tindih penggunaan kawasan hutan. Langkah selanjutnya penyempurnaan kebijakan yang lebih rasional sehingga tidak menimbulkan kerancuan di lapangan. Selain hal tersebut perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan tentang peraturan perundang-undangan di sektor kehutanan maupun pertambangan agar diperoleh kesepahaman. Kegiatan dan kebijakan mengenai pertambangan yang menggunakan kawasan hutan di Indonesia sudah diatur oleh berbagai sektor diantaranya sektor Kehutanan, Pertambangan, Lingkungan Hidup dan juga peran serta Pemerintahan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota). Berbagai permasalahan terjadi pada kawasan hutan terutama kawasan hutan lindung, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Adanya kegiatan pertambangan yang sudah dan sedang beroperasi pada berbagai tahapan baik perizinan, permohonan, eksplorasi maupun produksi menambah persoalan dalam mengatasi penggunaan lahan di kawasan hutan. Permasalahan lain yang muncul adalah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan fokus dan nuansa desentrralisasi otonomi daerah, maka sebagian Pemerintahan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) mengasumsikan bahwa kewenangan Pertambangan juga termasuk menjadi wewenang Pemerintahan Daerah. Disharmonisasi diperparah lagi dengan adanya tumpang tindih penggunaan kawasan hutan. Dalam pelaksanaan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan masih banyak dijumpai tumpang tindih kegiatan antara pemanfaatan kawasan hutan dengan penggunaan kawasan hutan. Misalnya kegiatan pemanfaatan kayu dengan kegiatan pertambangan. Hal tersebut menjadi hambatan dalam pelaksanaan pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. Selain hal tersebut dijumpai juga adanya klaim-klaim masyarakat sekitar hutan untuk menuntut ganti rugi tegakkan akibat kegiatan pertambangan. Dengan demikian hal tersebut akan menghambat iklim investasi sektor pertambangan. Sebagai langkah kebijakan untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan langkah sinergitas kegiatan antara sektor terkait khususnya Kementerian Kehutanan dan ......
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Andre Abrianto
Abstrak :
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan diakomodir berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebagai penelitian yuridis normatif, artikel ini membahas mengenai tumpang tindih kawasan yang terjadi antara usaha pertambangan dan kegiatan budidaya kehutanan yang berdampak pada terhambatnya kegiatan usaha pertambangan di kawasan tersebut. Izin merupakan salah satu bentuk dari pengendalian oleh Pemerintah, sehingga dengan diperolehnya izin, maka penerima izin seharusnya dapat melakukan kegiatan pertambangan. Tertundanya kegiatan pertambangan PT. Mitra Bara Jaya di kawasan tersebut diakibatkan karena pemerintah tidak campur tangan dalam penghitungan biaya ganti investasi dan justru menyerahkan penyelesaian tersebut melalui skema business to business. Hal ini menunjukkan kelemahan manajemen pemerintah untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Ombudsman Republik Indonesia berpendapat bahwa telah terjadi maladministrasi yang dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI cq Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari karena telah melakukan pengabaian kewajiban hukum dan penundaan berlarut terkait penyelesaian permasalahan ganti biaya investasi antara PT. Mitra Bara Jaya dengan PT. Adindo Hutani Lestari. ....The usage of forest area for development purpose besides forestry activity is accommodated based on Article 38 of Law Number 41 of 1999 concerning Forestry. As a normative juridical study, this article discusses the overlapping areas that occur between mining businesses and forestry cultivation activities that have an impact on the obstruction of mining business activities in these areas. Permit is one form of control by the Government, so that by obtaining license, the permit recipient should be able to carry out mining activities. PT. Mitra Bara Jaya's mining activity is delayed because instead of interfere in calculating the cost of investment, the Government hands over the settlement through a Business-to-Business scheme. This shows the weakness of government management to provide legal certainty for business. Ombudsman of the Republic of Indonesia argues that there has been a maladministration by the Indonesian Minister of Environment and Forestry cq the Director General of Sustainable Production Forest Management due to the neglection of legal obligation and prolonged delay related to the resolution of the compensation on cost of investment issue between PT. Mitra Bara Jaya and PT. Adindo Hutani Lestari.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Langgai
Abstrak :
Pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara merupakan salah satu wacana yang diumumkan pada tanggal 26 Agustus 2019, yang akan dipindah dari DKI Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dengan nama Nusantara yang merupakan salah satu dari Program Strategis Nasional. Permasalahan yang akan timbul ialah hilangnya 40% (empat puluh persen) luas hutan produksi yang akan mengakibtakan ikut hilangnya hutan bagi ekosistem para satwa- satwa liar khususnya dilindungi yang berada di Kabupaten Penajam Paser Utara. Atas hal tersebut penelitian ini berbentuk Yuridis Normatif yang bersifat Deskriptif, didapatkan melalui Data Sekunder yang diperoleh melalui Studi Kepustakaan. Data Sekunder antara lain menggunakan Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Terseir dengan alat pengumpukan data berupa Studi Dokumen. Dimana Metode Analisis yang digunakan adalah Analisis Kualitatif dengan Bentuk Hasil Penelitian Deskriptif. Sehingga simpulan yang didapat dari penulisan ini ialah; pembentukan kebijakan yang dimuat dalam Hukum Positif yang mengatur tentang pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara hanya menjadikan ketentuan mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai formalitas saja. Maka utamanya adalah untuk tidak melupakan keberadaan atas flora dan fauna yang merupakan salah satu rantai kehidupan yang berperan sangat penting demi kehidupan masyarakat dan umat. ......The construction of the National Capital City of the Nusantara is one of the discourses announced on August 26, 2019, which will be moved from DKI Jakarta to Penajam Paser Utara, East Kalimantan under the name Nusantara which is one of the National Strategic Programs. The problem that will arise is the loss of 40% (forty percent) of the production forest area which will result in the loss of forest for the ecosystem of wild animals, especially protected ones in Penajam Paser Utara. For this reason, this research is in the form of normative juridical which is descriptive, obtained through secondary data obtained through library research. Secondary data, among others, uses Primary Legal Materials, Secondary Legal Materials, and Secondary Legal Materials with data collection tools in the form of Document Studies. Where the method of analysis used is qualitative analysis with the form of descriptive research results. So, the conclusions obtained from this writing are the formation of policies contained in the Positive Law which regulates the development of the National Capital City of the Nusantara only makes provisions regarding Environmental Protection and Management as a formality. The main thing is not to forget the existence of flora and fauna which are one of the chains of life that play a very important role for the life of society and the people.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Aisha Rizal
Abstrak :
Peningkatan konsumsi terhadap bahan baku untuk menghasilkan barang yang padat polusi dalam proses produksi dan siklus hidupnya menyebabkan permasalahan lingkungan. Sektor industri yang mampu mempercepat proses produksi, menyerap tenaga kerja secara massal, menyumbang besar terhadap perekonomian nasional dan lokal, perlu ditinjau layaknya perkembangan ini dari aspek lingkungan. Pencemaran lingkungan terjadi di area yang padat industri seperti Kota Pekalongan. Sumber daya air di Kota Pekalongan yang meliputi sungai ataupun air tanah mengindikasikan bahwa terjadi pencemaran air akibat kegiatan Industri Batik. Walaupun pencemaran terjadi, Industri Batik dikategorikan sebagai kegiatan usaha dengan risiko rendah. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalis secara deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, upaya penyederhanaan proses perizinan dengan mengkategorikan perizinan berdasarkan tingkat risko suatu usaha tidak mencerminkan risiko dari industri batik. ......Increased consumption of raw materials to produce goods that highly pollutes in its production process and life cycle causes environmental problems. The industrial sector, which is able to accelerate production process, absorb labor massively, and contribute greatly to the national and local economy, needs to be reviewed its development from an environmental perspective. Environmental pollution occurs in densely industry-populated areas such as Pekalongan City. The water resources in Pekalongan City which include rivers or ground water indicate that there is water pollution due to the activities of the Batik Industry. Although pollution occurs, the Batik Industry is categorized as a low-risk business activity. This research is a normative juridical research using legislation approach and literature study. The data obtained were then processed and analyzed descriptively analytically. The results of this study indicate that the effort to simplify the licensing process by categorizing permits based on the level of risk of a business does not reflect the true risks of the batik industry.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library