Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

"Kerangka hukum nasional telah menjamin hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia. Untuk menguatkan visi perlindungan hak sipil politik, terutama KBB, Indonesia juga telah meratifikasi norma HAM internasional, yaitu International Covenant of Civil and Political Rights (ICCPR) pada tahun 2005. Namun, berbagai pelanggaran hak atas KBB terus terjadi. Dengan menggunakan konsep domestic salience on international norms, tesis ini berusaha untuk melihat masalah-masalah dalam implementasi norma KBB internasional di Indonesia, terutama pasca proses ratifikasi ICCPR. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kasus tunggal dengan pendekatan interpretivis dan konstruksionis. Tesis ini memiliki tiga argumen penting untuk menjelaskan masalah dalam implementasi norma KBB internasional di Indonesia. Pertama, implementasi sebuah norma HAM internasional di sebuah negara sangat dipengaruhi oleh konteks historiografi dan demografi politik Kedua, peran Indonesia sebagai aktor penyebar norma KBB di Indonesia dapat dikatakan lemah. Hal ini didasari pada proses institusionalisasi dan sosialisasi norma KBB yang memiliki masalah kompleks, terutama dalam penyesuaian nilai universal ke dalam konteks domestik. Ketiga, masalah dalam implementasi norma KBB internasional di Indonesia dipengaruhi oleh peningkatan aktifitas aktor politik agama konsevatif. Untuk menguatkan argumen tersebut, penulis mengambil studi kasus terkait pelanggaran hak atas KBB Komunitas Syiah di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.

---

The national legal framework guarantee Indonesian have a right to freedom of religion or belief (FoRB). To strengthen the vision of protecting civil and political rights, in 2005, Indonesia has ratified international human rights norms, the International Covenant of Civil and Political Rights (ICCPR). However, violations of FoRB remain occur with a dynamic number of violations. This thesis analyzed this issue using the concept of domestic salience on international norms to examine the problems in the implementation of FoRB norms in Indonesia, especially after the ICCPR ratification process. The research method used in this research is a single case study with an interpretivist and constructionist approach. This thesis has three important arguments to explain this issue. First, the implementation of an international human rights norm in a country is strongly influenced by the context of historiography and political demography. Second, Indonesia's role as an actor disseminating FoRB norms in Indonesia can be considered weak. That statement based on the process of institutionalization and socialization of FoRB norms which have complex problems in the adjustment of universal values into the domestic context. Third, problems in implementing international FoRB norms in Indonesia are influenced by the increased activity of conservative religious political actors. To strengthen this argument, the author took a case study related to the violation of the right to FoRB experienced by the Shia Community in Sampang Regency, Madura, East Java. "

"Disertasi ini membahas konstruksi identitas agama Buddha wong Jawa Banyumasan di eks-Keresidenan Banyumas antara tahun 1965-1998. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah sosial dengan analisisnya menggunakan pendekatan strukturistik dari Christopher Lloyd dan teori konstruksi realitas sosial Berger dan Luckmann. Perubahan identitas pengikut aliran kepercayaan menjadi umat Buddha, terjadi setelah Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dan setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965. Latar belakang, penerapan, dan penanganan dua peristiwa tersebut berkaitan dengan dinamika aliran kepercayaan yang terstigma komunis, “bukan agama”, “belum beragama”, dan yang praktik keagamaannya dianggap menyimpang. Namun, peristiwa Gerakan 30 September 1965 menjadi alasan terjadinya perubahan identitas tersebut. Atas alasan identitas budaya leluhur, sebagian wong Jawa Banyumasan mengubah identitas dari pengikut aliran kepercayaan menjadi umat Buddha sebagai hasil interaksi struktur kewajiban beragama dengan agen dan mentalit�, yang berpengaruh pada perubahan sosiokultural wong Jawa Banyumasan menjadi wong Jawa Buddha Banyumasan. Perubahan sosiokultural yang mencakup sistem religi, pendidikan, dan perkawinan tersebut merupakan hasil interaksi dan pembauran antara budaya agama Buddha dengan budaya Jawa.

---

This dissertation discusses the construction of Banyumasan Javanese Buddhist identity in the ex-Keresidenan Banyumas between 1965-1998. This social history research uses a structurist approach from Christopher Lloyd and social reality construction theory from Berger and Luckmann as tools for analysis.The change in the identity of followers of religious beliefs to become Buddhists occurred after Presidential Decree No. 1 of 1965 concerning the Prevention of Misuse and/or Blasphemy of Religion and after the 30 September 1965 Movement. The two incidents' background, application, and handling related to the dynamics of beliefs stigmatized as communist, "non-religious," "not yet religious," and whose religious practices are considered deviant. However, the events of the 30 September 1965 Movement became the reason for this change in identity. For reasons of ancestral cultural identity, some Banyumasan Javanese changed their identity from adherents of religious beliefs to Buddhists due to the interaction of the structure of religious obligations with agents and mentality, which affected the sociocultural changes of Banyumasan Javanese to Banyumasan Buddhist Javanese. The socio-cultural changes, which include the system of religion, education, and marriage, result from interaction and assimilation between Buddhist and Javanese cultures."