Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Herlina
Abstrak :
The number of unmet need for family planning remains high in developing countries, including in Indonesia. Structured contraceptive counseling potentially increases contraceptive use effectively maintain its continuity and enhances client?s satisfaction. Contraceptive counseling had not been properly performed, therefore this study aimed to analyze structured counseling influence toward knowledge improvement, attitude and participation at modern contraceptive among unmet need reproductive-aged couples. This study was conducted on March - June 2015 by using a randomized pretestposttest measurement with control group design. The subjects were recruited through stratified random sampling method. Inclusion subjects were further classified into 48 persons for the intervention group and other 48 persons for the control group. The increase of knowledge and attitude between intervention and control group was then compared by using Mann-Whitney U test, and the effect of structured counseling toward participation of modern contraceptive was analyzed by using multiple logistic regression. Results showed that there was a significant difference of test score for knowledge and attitude between the intervention and the control group (p value < 0.05). Reproductive-aged women are more likely to participate at modern contraceptive with odds ratio = 6.167 (95% CI= 2,427 - 15,67). Inconclusion, structured counseling can increase knowledge, attitude, and participation at modern contraceptive among reproductive-aged couples.
Unmet need Keluarga Berencana (KB) masih tinggi di negara berkembang termasuk di Indonesia. Konseling kontrasepsi terstruktur berpotensi meningkatkan penggunaan kontrasepsi secara efektif, menjaga keberlangsungan penggunaan dan meningkatkan kepuasan klien. Selama ini konseling kontrasepsi yang dilakukan belum optimal, sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh konseling terstruktur terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan partisipasi kontrasepsi modern pada pasangan usia subur (PUS) yang unmet need. Penelitian ini merupakan eksperimen semu dengan rancangan pretest-posttest dengan kelompok kontrol. Penelitian ini dilakukan pada periode Maret - Juni 2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan stratified random sampling pada 48 orang untuk kelompok perlakuan (konseling terstruktur) dan 48 orang untuk kelompok kontrol (konseling standar). Perbedaan peningkatan pengetahuan dan sikap pada kelompok perlakuan dan kontrol diuji dengan uji Mann-Whitney U, sedangkan pengaruh konseling terstruktur terhadap partisipasi kontrasepsi modern dianalisis dengan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna pada skor pengetahuan dan sikap setelah dilakukan konseling terstruktur antara kelompok perlakuan dan kontrol dengan nilai p < 0,05. Wanita usia subur (WUS) yang berada pada kelompok perlakuan akan berpeluang ikutserta menggunakan kontrasepsi modern dengan OR= 6,167 (95% CI= 2,427-15,67). Kesimpulan penelitian ini, konseling yang dilakukan secara terstruktur mampu meningkatkan pengetahuan, sikap dan keikutsertaan kontrasepsi modern pada PUS.
Universitas padjajaran, faculty of medic, magister of midwifery program, 2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sophia
Abstrak :
In the developing countries, millions of HIV positive-infected women of childbearing age are currently not using contraceptive to delay or terminate pregnancy. Prevention of unintended pregnancy among HIV positive-infected women is very important to improve these women and their baby`s quality of life. This study aimed to analyze factors related to the unmet need among HIV positive-infected women of childbearing age. This study used cross-sectional method with 130 samples taken consecutively. This study was conducted on March 24 to June 30, 2015 at Mawar Clinic in Bandung City. Interviews using a questionnaire were performed to collect data that were then analyzed by using chi square test and multiple logistic regression. The results showed that desire to have children (OR= 2.67; 95%CI= 1.034 - 6.891, husband`s support (OR= 7.803; 95%CI = 2.037 - 29.884) affected the unmet need and husband`s HIV status (OR= 0.168; 95%CI= .064 - 0.44) had lower effect to the unmet need. The husband`s support was found as the most influential factor to the unmet need in this study. The husband`s role is important in reducing the unmet need among the HIV positive-infected women, so that contraceptive counseling in pair should be performed.
Jutaan wanita usia subur (WUS) dengan HIV positif di negara berkembang saat ini tidak menggunakan kontrasepsi untuk menunda atau mengakhiri kehamilan. Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan pada WUS dengan HIV positif sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap unmet need pada WUS dengan HIV positif. Metode penelitian adalah cross sectional dengan sampel berjumlah 130 WUS dengan HIV positif yang diambil secara consecutive sampling. Penelitian dilakukan pada 24 Maret - 30 Juni 2015 di Klinik Mawar Kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, kemudian data dianalisis dengan uji kai kuadrat dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keinginan memiliki anak dengan OR= 2,67 (CI 95%= 1,034 - 6,891), dukungan suami dengan OR= 7,803 (CI95%= 2,037 - 29,884) berpengaruh terhadap unmet need dan status HIV suami dengan OR= 0,168 (CI95%= 0,064 - 0,44) berpengaruh lebih rendah untuk terjadi unmet need. Dukungan suami merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap unmet need. Peran suami merupakan faktor penting untuk menurunkan angka unmet need pada WUS dengan HIV positif sehingga disarankan untuk dilakukan konseling kontrasepsi berpasangan.
Jendral achmad yani ehalth institute, diploma program for midwifery, 2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raesa Yolanda
Abstrak :
Latar Belakang: Meningitis tuberkulosis (TBM) merupakan manifestasi terberat infeksi TB dan prognosisnya bergantung pada kecepatan memulai terapi. Studi ini bertujuan mengetahui alur perjalanan pasien TBM serta faktor-faktor yang memengaruhi keterlambatan dalam mendapatkan pengobatan. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dari pasien TBM yang sudah mendapatkan terapi OAT dan dirawat di RSCM pada bulan Januari 2020 – April 2022. Data diperoleh melalui wawancara terhadap pasien atau pendamping dan telusur rekam medis. Hasil: Sebanyak 99 orang subjek yang memenuhi kriteria. Terdapat 6 pola alur perjalanan pasien dengan yang terbanyak adalah mengalami gejala umum diikuti gejala neurologis, mencari pertolongan kesehatan, terdiagnosis, dan mendapatkan pengobatan (52,5%). Fasilitas kesehatan pertama terbanyak dikunjungi pasien adalah praktek dokter swasta (L1b) (35,4%). Median jumlah kunjungan yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pengobatan adalah 6 (4-9) kunjungan dengan durasi keterlambatan sebagai berikut: keterlambatan pasien 17 (3-33) hari, keterlambatan diagnosis 44 (16-101) hari, keterlambatan pengobatan 1 (0-1) hari, dan keterlambatan total adalah 78 (33-170) hari. Faktor yang secara signifikan berhubungan dengan keterlambatan yang lebih panjang (>78 hari) adalah jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan aOR=3,51 (CI95=1,36-9,10; p=0,01) dan pendidikan rendah aOR=0,30 (CI95=0,01-0,89; p=0,03). Kesimpulan: Pasien TBM di RSCM menjalani kunjungan multipel dan membutuhkan waktu 2,5 bulan sejak mengalami gejala hingga mendapatkan pengobatan dengan keterlambatan terbesar berasal dari sistem kesehatan. ......Background: Tuberculous meningitis (TBM) is the worst manifestation of TB infection. Its prognosis is depend on timely treatment initiation. This study intend to know TBM patient pathway and factors that affect treatment delay. Methods: This was a crossectional study of TBM patients who have received antituberculous medication and were admitted at the RSCM January 2020-April 2022. Data were obtained from interview to either patient or caregiver and medical reccord. Results: A total of 99 subjects met the criteria. There were 6 patterns of patient pathway with the most prevalent is having general symptoms followed by neurological symptoms, first healthcare visit, diagnosed, and treated (52.5%). The first healthcare visited by most patients was private doctor's practice (L1b) (35.4%). Median number of visits before recieving treatment was 6 (4-9) visits. Delay duration are as follow: patient delay 17 (3-33) days, diagnosis delay 44 (16-101) days, treatment delay 1 (0-1) day, and total delay 78 (33-170) days. Factors that significantly associated with longer delays were number of visits to healthcare facilities aOR=3.51 (CI95=1.36-9.10; p=0.01) and lower education aOR=0.30 (CI95=0 .01-0.89; p=0.03). Conclusions: TBM patients experienced multiple visit and had 2.5 months delay from first symptoms to treatment with the longest delay coming from the healthcare system.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library