Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferry Setiawan
"Industri gula merupakan salah satu bagian dalam perekonomian di era kolonial. Hal ini terlihat dari berbagai kebijakan yang diterapkan untuk meningkatkan produksi gula di Hindia Belanda, contohnya di Pabrik Gula Jatibarang, Kabupaten Brebes. Pabrik Gula Jatibarang memberikan dampak signifikan dalam aspek ekonomi. Penelitian sebelumnya mengenai Pabrik Gula Jatibarang kurang menekankan bagaimana kebijakan internal dan eksternal Pabrik Gula Jatibarang itu berpengaruh dalam meningkatkan industri tebu di era kolonial. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang melibatkan heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Dalam proses heuristik, penelitian menggunakan sumber seperti arsip, surat kabar, dan majalah sezaman, serta artikel yang memiliki pembahasan serupa. Penelitian ini menganalisis sejarah berdirinya Pabrik Gula Jatibarang, bagaimana implementasi kebijakan internal dan eksternal Pabrik Gula Jatibarang dalam mendorong perekonomian masyarakat sekitar di era kolonial, dan dampaknya pada aspek ekonomi dan sosial. Periode tahun 1910-1940 menjadi era yang penting dalam perkembangan Pabrik Gula Jatibarang. Meskipun program kebijakan internal dan eksternal Pabrik Gula Jatibarang sukses dalam mendongkrak produksi gula, pada awal 1939-an terjadi penurunan produksi yang mengakibatkan kekacauan sosial di masyarakat, hal inilah yang kemudian memunculkan dinamika Pabrik Gula Jatibarang. Diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami dinamika Pabrik Gula Jatibarang dan pengaruhnya dalam aspek ekonomi di era kolonial.

The sugar industry was a key part of the economy in the colonial era. This is evident from the various policies implemented to increase sugar production in the Dutch East Indies, for example, at the Jatibarang Sugar Factory in Brebes Regency. The Jatibarang Sugar Factory had a significant economic impact. Previous research on the Jatibarang Sugar Factory did not emphasize how the internal and external policies of the factory influenced the improvement of the sugar cane industry during the colonial era. This research uses historical methods involving heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. In the heuristic process, the research utilizes sources such as contemporary newspapers and magazines, as well as articles with similar discussions. This study analyzes the history of the establishment of the Jatibarang Sugar Factory, the implementation of its internal and external policies in encouraging the economy of the surrounding community during the colonial era, and the impact on economic and social aspects. The period from 1910 to 1940 was an important era in the development of the Jatibarang Sugar Factory. Even though the factory's internal and external policy programs were successful in boosting sugar production, in the late 1940s there was a decline in production which resulted in social chaos in society. This led to the dynamics of the Jatibarang Sugar Factory. It is hoped that this research will provide an important contribution to understanding the dynamics of the Jatibarang Sugar Factory and its influence on economic aspects during the colonial era.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raedi Fadil Zulfahmi
"Secara garis besar skripsi ini akan membahas mengenai sejarah perkembangan teknologi dibidang industri pesawat terbang di Indonesia. Dunia dirgantara merupakan salah satu bidang yang mendapatkan perhatian khusus Pemerintah Indonesia. IPTN sebagai badan usaha milik negara mendapatkan tugas untuk menguasai teknologi tinggi tersebut. Untuk mengejar Technological Gap IPTN menggunakan konsep alih teknologi yang dinamakan Progressive Manufacturing Program. Melalui PMP Indonesia mampu menciptakan sebuah pesawat terbang sendiri bernama N-250 dalam jangka waktu 19 tahun. Konsep yang digunakan IPTN ini membuat Indonesia menjadi salah satu dari 15 negara yang mampu menciptakan pesawat terbang sendiri pada tahun 1995.

Generally this thesis will discuss about the history of the development of technology in the aircraft industry in Indonesia. World Aerospace is one of the areas that get the attention of Government Indonesia. IPTN as State-owned enterprises get the task to master high technology. To pursue the Technological Gap by IPTN using the concept of a technology called ' Progressive Manufacturing Program. Through the PMP Indonesia is able to create its own aircraft, the N-250 for a period of 19 years. The concept used by IPTN made Indonesia one of the 15 countries which are able to create his own aircraft in 1995."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafiz Ghifari Berlianto
"Peringatan 50 Tahun KAA merupakan salah satu aktivitas politik luar negeri Indonesia yang berlangsung pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pertemuan ini berlangsung dari tanggal 22-24 April 2005 di Jakarta dan Bandung. Dalam pertemuan ini lebih dari 100 negara Asia dan Afrika hadir. Isu-isu yang dibahas dalam pertemuan ini adalah budaya-sosial, ekonomi, dan politik. Pertemuan ini menghasilkan sejumlah keputusan, namun yang paling penting adalah New Asian African Strategic Partnership (NAASP). Salah satu isinya adalah meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi terutama di bidang seperti perdagangan, investasi, dan sumber daya manusia. Pengaruh Peringatan 50 Tahun KAA membawa perubahan dalam pelaksanaan politik luar negeri bilateral Indonesia. Indonesia kemudian meningkatkan hubungan bilateralnya dengan sejumlah negara di Asia dalam bidang ekonomi dari tahun 2006 hingga tahun 2009 yaitu dengan Cina, India, Jepang, dan Arab Saudi. Penulisan artikel ini menggunakan sumber primer yang mayoritas adalah surat kabar. Dalam artikel ini dicoba untuk dilihat peningkatan hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara di Asia setelah Peringatan 50 tahun KAA dalam bidang ekonomi. Diketahui bahwa peningkatan hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara Asia dalam bidang ekonomi merupakan salah satu bentuk implementasi Indonesia terhadap kesepakatan NAASP.

The 50th Anniversary of the Asia Africa Conference is one of Indonesia’s foreign policy activities that took place during the Presidency of Susilo Bambang Yudhoyono. This meeting was held from 22-24 April 2005 in Jakarta and Bandung. In this meeting more than 100 Asian and African countries attended this meeting. The main issues discussed were cultural, economic, and political issues.This meeting produced a number of agreements, with the main one being the New Asian African Strategic Partnership (NAASP). One of its main points is to increase economic relations, especially in fields such as trade, investment, and human resources. The influence of the 50th Anniversary of the Asia Africa Conference brought changes to the implementation of Indonesia’s foreign policy. Indonesia then increased its bilateral relations with a number of countries in Asia in the economic field from 2006 to 2009 namely with China, India, Japan, and Saudi Arabia. The writing of this article uses primary sources with the majority used are newspapers. In this article, the writer tries to explain the improvement of Indonesia’s foreign policy with countries in Asia after the 50th Anniversary of the Asia Africa Conference in the economic field. It is known that the increase of Indonesia's bilateral relations with Asian countries in the economic field is one form of Indonesia's implementation of the NAASP agreement.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mindriah Amaliah
"Penelitian ini bertujuan untuk melacak pengenalan dan pengelolaan waterschap Bengawan di wilayah Vorstenlanden Surakarta. Sebagai badan irigasi yang otonom, waterschap bertugas untuk mengatur distribusi air secara adil di antara dua kepentingan, yaitu pengusaha perkebunan dan petani. Namun, ditemukan beberapa permasalahan dalam praktiknya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Pada tahapan heuristik, penelusuran sumber meliputi kajian terhadap literatur, arsip-arsip pemerintah Hindia Belanda, serta surat kabar sezaman yang disusun menjadi satu kesatuan dalam narasi penulisan sejarah. Sejauh penelusuran diketahui bahwa waterschap Bengawan belum bisa menjalankan tugasnya dengan efektif karena terbentur dengan beberapa aturan yang lebih berpihak pada kepentingan perusahaan. Hak otonom perkebunan dalam pengelolaan air menyebabkan sebagian besar air irigasi dialokasikan ke perkebunan sehingga meningkatkan produksi. Di sisi lain, hak otonom yang dimiliki oleh perkebunan ini juga memicu konflik antara perkebunan dan petani. Banyaknya perkebunan yang tutup selama krisis malaise, menyebabkan distribusi air difokuskan untuk pertanian yang pada akhirnya meningkatkan hasil produksi padi.
This research aims to trace the introduction and management of the Waterschap Bengawan in Vorstenlanden Surakarta. As an autonomous irrigation agency, the waterschap was tasked with organising the equitable distribution of water between two interests, plantation entrepreneurs and farmers. However, several problems were found in practice. The method used in this research is the historical method which consists of heuristics, verification, interpretation, and historiography. In the heuristic stage, the source search includes a study of literature, archives of the Dutch East Indies government, and contemporaneous newspapers that are compiled into a single unit in the narrative of historical writing. It is known that the Waterschap Bengawan has not been able to carry out its duties effectively due to several regulations that favour the interests of the company. The autonomous rights of plantations in water management caused most of the irrigation water to be allocated to plantations, thus increasing production. On the other hand, the autonomous rights owned by plantations also trigger conflicts between plantations and farmers. As many plantations closed during the malaise crisis, water distribution was focussed on agriculture, which in turn increased rice production."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Octhiana Ayu Lestari
"Artikel ini menyelidiki peran penting pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam menyediakan air bersih untuk wilayah Batavia antara tahun 1918 hingga 1930. Dengan menggunakan pendekatan sejarah, penelitian ini menganalisis langkah-langkah konkret yang diambil pemerintah kolonial dalam memperbaiki infrastruktur air di Batavia dan upaya mereka dalam mengatasi masalah ketersediaan air bersih. Analisis meliputi kebijakan, proyek konstruksi, dan peran institusi pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air. Artikel ini juga bertujuan untuk memberikan wawasan tentang dampak kolonialisme terhadap infrastruktur dan pelayanan publik di wilayah jajahan Belanda, serta implikasinya terhadap masyarakat Batavia. Sumber yang digunakan mencakup surat kabar sezaman, majalah/laporan sezaman seperti Publicaties der Gemeente Batavia dan Verslag van Toestand der Gemeente Batavia, serta catatan rapat Gemeente Batavia, buku, dan artikel tentang pengelolaan air bersih di wilayah Batavia dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Penelitian menemukan bahwa pembangunan perpipaan untuk Batavia tidak berlangsung cepat dan melibatkan berbagai diskusi, akuisisi, serta menghadapi hambatan dalam peremajaan pipa akibat kerusakan dan tunggakan pembayaran biaya air bersih oleh masyarakat.
This article investigates the important role of the Dutch colonial government in providing clean water for the Batavia region between 1918 and 1930. Using a historical approach, this research analyzes the concrete steps taken by the colonial government in improving water infrastructure in Batavia and their efforts in overcoming the problem of availability. clean water. The analysis includes policies, construction projects, and the role of government institutions in water resources management. This article also aims to provide insight into the impact of colonialism on infrastructure and public services in the Dutch colony, as well as its implications for the people of Batavia. Sources used include contemporary newspapers, contemporary magazines/reports such as Publicaties der Gemeente Batavia and Verslag van Toestand der Gemeente Batavia, as well as Gemeente Batavia meeting notes, books and articles about clean water management in the Batavia region from the National Library of the Republic of Indonesia. Research found that the construction of pipes for Batavia did not proceed quickly and involved various discussions, acquisitions, and faced obstacles in renovating pipes due to damage and arrears in paying clean water fees by the community."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yaris Riyaldi
"Periode tahun 1950an sektor ekonomi Indonesia masih di dominasi perusahaan- perusahaan milik Belanda. Perkembangan hubungan diplomasi Indonesia Belanda yang memburuk di akhir tahun 1950-an menyebabkan nasionalisasi terjadi secara massif di seluruh wilayah Indonesia. PLTA Ubrug yang terletak di Sukabumi telah dibangun sejak tahun 1918 dan di nasionalisasi setelah dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 86 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1958. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan apa yang menjadi latarbelakang nasionalisasi PLTA, bagaimana proses nasionalisasi yang dilakukan, dan pengaruh apa yang terjadi setelah proses nasionalisasi PLTA Ubrug selesai. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode historis dengan mencari dan mengumpulkan sumber-sumber baik itu primer atau sekunder yang berhubungan dengan topik penelitian. Sumber-sumber yang digunakan adalah surat-surat dan keputusan Pemerintah mengenai nasionalisasi, wawancara dengan pemimpin PLTA Ubrug dimasa kini, dan berbagai sumber sekunder lainnya yang berasal dari kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semasa awal pembangunan PLTA Ubrug pemanfaatannya banyak disalurkan ke berbagai sektor, kemudian dimasa pendudukan Jepang keberadaan PLTA Ubrug tidak terlalu tereksploitasi dan baru kembali tersentuh setelah orang-orang Belanda kembali, karena adanya desakan dari SBLGI dan suatu perwujudan dari kedaulatan politik, maka PLTA Ubrug Sukabumi di nasionalisasi pada tahun 1958 yang kemudian memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan daerah Sukabumi.

During the 1950s, the Indonesian economic sector was still dominated by Dutch- owned companies. The development of diplomatic relations between Indonesia and the Netherlands which deteriorated in the late 1950s led to massive nationalization throughout Indonesia. The Ubrug hydropower plant located in Sukabumi has been built since 1918 and was nationalized after the issuance of Law Number 86 of 1958 and Government Regulation No. 18 of 1958. This research was conducted to answer questions about what was the background of the nationalization of PLTA, how was the nationalization process carried out, and what effect will happen after the Ubrug hydropower nationalization process is complete. The method used in this study uses historical methods by finding and collecting sources, either primary or secondary, related to the research topic. The sources used are letters and Government decrees regarding nationalization, interviews with current Ubrug hydropower leaders, and various other secondary sources from the literature. From the research results, it can be seen that during the early development of the Ubrug hydropower plant, its use was distributed to various sectors, then during the Japanese occupation, the Ubrug hydropower plant was not too exploited and only came back after the Dutch returned, due to pressure from SBLGI and a manifestation of political sovereignty. , then PLTA Ubrug Sukabumi was nationalized in 1958 which then had an influence on the sustainability of the Sukabumi area."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Al Farizi Shah Amanatullah
"Penelitian ini membahas mengenai strategi Bank Negara Indonesia khususnya pada Kantor Cabang Menteng dalam menghadapi krisis moneter sejak tahun 1997 hingga tahun 2000. Ketika krisis moneter menerjang Indonesia pertengahan tahun 1997 perekonomian nasional mendapatkan dampak yang sangat buruk, hal ini berimbas kepada dunia perbankan. Bank Negara Indonesia ikut mengalami kerugian secara finansial selama dua tahun berturut-turut, masalah tersebut diakibatkan Negative Spread yaitu pendapatan yang diterima bank lebih kecil daripada biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melakukan langkah mendasar seperti program penyehatan perbankan salah satunya ialah restrukturisasi bank-bank bermasalah melalui aspek finansial, operasional, dan struktural. Restrukturisasi ini membuahkan hasil dengan perbaikan kinerja rasio keuangan Bank Negara Indonesia pada tahun 2000. Penelitian ini berupaya menjelaskan bagaimana strategi penanggulangan krisis yang dilakukan Bank Negara Indonesia Cabang Menteng selama krisis moneter dan pengaruhnya pada operasional bank. Penelitian ini lebih lanjut menggunakan sumber primer seperti surat kabar, serta laporan tahunan Bank Negara Indonesia juga sumber sejarah lisan berupa wawancara dan sumber sekunder berupa buku/monograf terkait pembahasan krisis moneter dan Bank Negara Indonesia. Penelitian ini memakai metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

This research discusses the strategy of Bank Negara Indonesia, especially at the Menteng Branch Office, in dealing with the monetary crisis from 1997 to 2000. When the monetary crisis hit Indonesia in mid-1997, the national economy had a very bad impact, this had an impact on the banking world. Bank Negara Indonesia experienced financial losses for two consecutive years, this problem was caused by Negative Spread, namely the income received by the bank was smaller than the costs it had to incur. To overcome this, the government is taking basic steps such as a banking restructuring program, one of which is restructuring problematic banks through financial, operational and structural aspects. This restructuring resulted in an improvement in the performance of Bank Negara Indonesia's financial ratios in 2000. This research seeks to explain the crisis management strategy implemented by Bank Negara Indonesia Menteng Branch during the monetary crisis and its impact on bank operations. This research further uses primary sources such as newspapers, as well as Bank Negara Indonesia’s annual reports as well as oral history sources in the form of interviews and secondary sources in the form of books/monographs related to discussions of the monetary crisis and Bank Negara Indonesia. This research uses a historical method which consists of four stages, namely heuristics, criticism, interpretation and historiography."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library