Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pulan Widyanati
"Kulit manggis (Garcinia Mangostana L.) terbukti mengandung xanton yang memiliki potensi aktivitas antioksidan yang sangat tinggi terutama pada hasil fraksinasi diklorometana. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi dan menentukan penetrasi formula gel liposom xanton fraksi diklormetana ekstrak kulit buah manggis dibandingkan dengan gel xanton fraksi diklormetana ekstrak kulit buah manggis tanpa dibuat liposom serta daya antioksidan. Pembuatan liposom dengan metode hidrasi lapis tipis. Penetapan antioksidan dengan metode DPPH, sedangkan penetapan kadar α-mangostin dengan metode KLT densitometri. Nilai IC50 dari hasil fraksinasi diklorometana ekstrak kulit buah manggis sebesar 37,53 ppm. Kadar α-mangostin dalam fraksi diklormetana ekstrak kulit buah manggis adalah 49,059%±0,8%. Penetrasi α-mangostin secara in vitro sediaan gel liposom memberikan hasil lebih tinggi sebesar 35,33±1,208 μg cm-2 jam-1 dibandingkan sediaan gel fraksi diklormetana kulit buah manggis tanpa dibuat liposom yaitu 8,398±0,018 cm-2 jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa gel liposom xanton hasil fraksinasi diklormetana ekstrak kulit buah manggis dapat berpenetrasi melalui kulit secara in vitro lebih baik dibandingkan dengan gel xanton yang tidak dibuat liposom.

The mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) has been proved rich in compounds of xanthone that have very high potential of antioxidant activity, especially the fractionation of dichloromethane. This study aimed to make formulation and to investigate the in vitro penetration by using liposome xanthone gel dichloromethane fraction of mangosteen pericarp compare non-liposome one and investigate the antioxidant activity. Liposomes were made by thin layer hidration method. The antioxidant activity was determined by DPPH method. Alfa mangostin was determined by TLC denstitometry. The IC50 values of dichloromethane fraction is 37.53 ppm. The concentration of α-mangostin in dichloromethane fraction is 49.059±0.8%. The in vitro penetration of α-mangostin of liposome gels had higher penetration (35.33±1.208 μg cm-2 jam-1) than non-liposome gel (8.398±0.018 μg cm-2 jam-1). Liposome xanthone gel dichloromethane fraction of mangosteen pericarp had better penetration than non-liposome one.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T34611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenni Bahar
"ABSTRAK
Jerawat merupakan gangguan estetika pada kulit yang umumnya terjadi pada usia remaja
dengan gambaran klinis berupa adanya komedo, papul, pustul, dan nodul. Salah satu tanaman
rimpang yang dapat digunakan sebagai obat jerawat adalah rimpang kencur (Kaempferia
galanga L) karena mempunyai khasiat sebagai anti bakteri dan anti inflamasi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri ektrak rimpang kencur terhadap
bakteri P.acne, mengetahui kestabilan fisik sediaan gel ektrak rimpang kencur, keamanannya,
dan manfaatnya sebagai gel anti jerawat derajat ringan dan sedang. Ekstraksi yang digunakan
dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%. Uji aktifitas anti bakteri diamati pada
konsentrasi 0,75; 1,25; 1,75; 2,25%. Konsentrasi 0,75% mempunyai diameter zona hambat
11,5 mm pada media Brucella. Berdasarkan uji kestabilan fisik gel ekstrak rimpang kencur
mempunyai stabilitas fisik yang baik pada akhir penelitian, pH mengalami sedikit
penurunan,uji viskositas dan konsistensi tidak banyak mengalami perubahan, dan uji
keamanan pada 12 orang tidak mengalami alergi dan iritasi. Uji manfaat dilakukan pada 60
orang berjerawat ringan dan sedang dengan jenis lesi; komedo, papul, pustul, nodul.
Perlakuan terhadap 30 orang yang diberi gel ekstrak etanol rimpang kencur dan gel
klindamisin 1,2% diberikan pada 30 orang sebagai kontrol positip. Setelah dievaluasi selama
3 minggu, gel ekstrak etanol rimpang kencur memberikan perbaikan signifikan (p<0,01)
pada jerawat derajat ringan dan sedang.

ABSTRACT
Acne is a skin disorder that generally aesthetic occurs in adolescence with clinical
features such as the presence of comedones, papules, pustules, and nodules. One
of the rhizomes of plants that can be used as an acne medication is kencur
rhizome (Kaempferia galanga.L) because it has peculiar properties as an anti
bacterial and anti inflammatory. The purpose of this study was to know about the
anti bacterial activity of kencur rhizome extract the P acne bacteria,knowing the
physical stability from the preparation of kencur rhizome extract gel,safety,and
benefits as an anti acne gel in mild and moderate level. Extraction was maceration
using 96% ethanol.Antibacterial activity test performed at concentrations 0,75;
1,25; 1,75; 2,25%. Concentration of 0,75% has 11,5 mm in the inhibition zone of
Brucella media. Based on the physical stability test, kencur rhizome extract gel
has good physical stability at the end of the study. The level of pH as a slight
decrease,viscosity and consistency test has not the changed much of the gel safety
testing in 12 peoples do not showed allergies and irritation. The benefit test
conducted on 60 people with mild and moderate acne lesion types of comedones,
papules, pustules, nodules. The gel contain 0,75% extract of rhizome kencur and
1,2% clindamycin gel was applied in each 30 peoples who severe acne at face
showed, after 3 week evaluation the result showed that extract of rhizome kencur
provide a significan improvement (p<0,01) in mild and moderate acne."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T39270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Meiliana Permatasari
"ABSTRAK
Pemutihan gigi sudah menjadi kebutuhan banyak orang untuk menunjang
penampilan estetika. Pada prosedur pemutihan gigi, biasanya menggunakan
bahan-bahan pemutih seperti hidrogen peroksida, karbamid peroksida, dan
karbopol. Namun bahan-bahan pemutih gigi tersebut dapat menimbulkan efek
samping seperti sensitifitas gigi paska tindakan serta iritasi pada rongga mulut dan
mukosa saluran cerna bila tertelan. Buah alpukat, apel, mangga, nanas, dan pisang
adalah jenis buah yang diketahui mengandung hidrogen peroksida. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efek pada jus buah alpukat, apel, mangga, nanas, dan
pisang dalam memutihkan gigi yang mengalami diskolorisasi ekstrinsik. Gigi
premolar post-ekstraksi yang telah diskolorisasi teh dan diskolorisasi kopi diberi
perlakuan jus buah selama 14 hari. Hasil uji menunjukkan bahwa terjadi
perubahan rata-rata skala warna pada kelompok teh dengan perlakuan jus buah
alpukat, apel, mangga, nanas, dan pisang dari skala 12 menjadi rata-rata sebesar
5,4 ± 0,51; 4,4 ± 1,07; 4,9 ± 1,07; 4,5 ± 0,97 dan 4,8 ± 1,13. Sedangkan pada
kelompok kopi dengan perlakuan jus buah alpukat, apel, mangga, nanas, dan
pisang dari skala 9 menjadi rata-rata sebesar 1,6 ± 0,69; 2,2 ± 1,54; 2,2 ± 1,31; 1,5
± 1,84; 1,37 ± 1,06.

ABSTRACT
Teeth whitening has become a need for many people to support the aesthetic
appearance. In the teeth whitening procedure, usually using bleaching ingredients
such as hydrogen peroxide, carbamide peroxide, and carbopol. However the
ingredients of teeth whitening can cause side effect such as tooth sensitivity and
irritation after the action in the oral cavity and gastrointestinal mucosa if ingested.
Avocado, apple, mango, pineapple, and bananas are the types of fruit are known
to contain hydrogen peroxide. This study aims to determine the effect on fruit
juice avocado, apple, mango, pineapple, and banana in the teeth whitening
experience extrinsic discoloration. Post-extraction of premolars that had
discoloration of tea and coffee discoloration of the treated fruit juice for 14 days.
The test results showed that the average changes color scale on tea group
treatment with avocado fruit juices, apple, mango, pineapple, and banana of the
scale of 12 to an average of 5.4 ± 0.51; 4.4 ± 1.07; 4.9 ± 1.07; 4.5 ± 0.97 and 4.8 ±
1.13. Whereas in the coffee group treated fruit juice with avocado, apple, mango,
pineapple, and banana of the scale of 9 to an average of 1.6±0.69; 2.2 ± 1.54; 2.2
± 1.31, 1.5 ± 1.84; 1.37 ± 1.06."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T38954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitiyanti
"Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) merupakan salah satu bahan alam yang memiliki potensi dan digunakan untuk pengobatan tradisional. Efek farmakologi tanaman binahong dapat digunakan sebagai alternatif menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadi perubahan pada farmakodinamika dan farmakokinetika obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamika dan farmakokinetika kombinasi ekstrak daun binahong dengan glibenklamid yang diberikan secara oral sebagai antidiabetes. Penelitian ini dilakukan secara ekperimental dan non ekperimental. Penelitian eksperimental dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakodinamika untuk efek antidiabetes dengan metode pengukuran kadar glukosa secara enzimatik. Kadar glukosa darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi pakan tinggi lemak (sukrosa 20 %, lemak sapi 20 %, mentega 10% dan pakan standar 50 %) dan setelah pemberian sediaan uji. Pengambilan sampel darah digunakan untuk pengujian TTGO, profil asam amino dan profil asam lemak. Bagian kedua adalah pengujian interaksi farmakokinetika dengan mengambil darah tikus pada titik tertentu setelah pemberian ekstrak daun binahong dan obat glibenklamid. Konsentrasi glibenklamid diukur dengan menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung nilai AUC, Tmaks, Cmaks, T1/2 dan Ke. Penelitian non ekperimental dilakukan drug design untuk memprediksikan ikatan antara kandidat molekul obat glibenklamid dan vitexin (senyawa yang terdapat dalam ekstrak binahong) sebagai antidiabetes dengan protein target CYP3A4 secara in silico dengan menggunakan molecular docking serta memprediksi interaksi antarprotein. Hasil uji pada farmakodinamika diperoleh kadar glukosa darah pada kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) dapat menurunkan kadar glukosa darah kembali normal namun persentase penurunan kadar glukosa pada hari ke 21 terbesar terdapat pada kelompok kontrol positif. Pada pengujian tes toleransi glukosa kelompok kombinasi memperoleh nilai AUC sebanding dengan nilai AUC kelompok positif yang diberi glibenklamid. Hasil penelitian pada profil asam lemak dan profil asam amino menunjukkan kelompok kombinasi obat dengan ekstrak daun binahong mengalami penurunan asam lemak dan peningkatan asam amino. Hasil uji profil farmakokinetika glibenklamid berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak daun binahong. Pemberian glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70mg/kgBB) dapat menurunkan AUC dan Cmaks serta memperpanjang Tmaks. Hasil energi bebas gibs (ΔG) pada molecular docking diperoleh nilai glibenklamid dan vitexin yang berikatan dengan reseptor CYP3A4 dengan score ChemPLP sebesar -4,4 kkal/mol, glibenclamid dengan reseptor -3,2 kkal/mol dan vitexin dengan reseptor yaitu -3,2 kkal/mol, dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak. Persentase penurunan kadar glukosa darah lebih tinggi pada kelompok yang hanya diberikan glibenklamid 4,5 mg/kgBB (kelompok positif), sementara pada kelompok pemberian tunggal (ekstrak binahong dosis 1,2 dan 3), mengalami penurunan kadar glukosa tetapi tidak lebih tinggi persentase penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Pada uji farmakokinetika pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70 mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar obat glibenklamid dalam plasma tikus.

Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) is a natural ingredient with potential and is used in traditional medicine. The pharmacological effect of the binahong plant can be used as an alternative to lower blood glucose levels. Previous studies have reported that the concomitant use of herbs with synthetic drugs can cause changes in the pharmacodynamics and pharmacokinetics of synthetic drugs. Information regarding the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, so it is necessary to know the effectiveness of using these combinations. This study aims to prove the pharmacodynamic and pharmacokinetic interactions of the combination of binahong leaf extract with glibenclamide administered orally as an anti-diabetic. This research was conducted experimentally and non-experimentally. Experimental research is divided into two parts. The first step is to test the pharmacodynamic interactions for the anti-diabetic effect using the enzymatic method of measuring glucose levels. Blood glucose level pressure was measured before treatment, after induction of a high-fat diet (20% sucrose, 20% beef fat, 10% butter, and 50% standard feed), and after administration of the test preparation. Blood sampling was used for testing OGTT, the amino acid profile, and the fatty acid profile. The second part is testing pharmacokinetic interactions by taking rat blood at a certain point after administration of binahong leaf extract and glibenclamide drug. The concentration of glibenclamide was measured using ultra-high performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry (KCKUT-SM/SM), then the AUC, Tmax, Cmax, T1/2, and Ke values were calculated. Non-experimental research was conducted with drug design to predict the bond between candidate drug molecules glibenclamide and vitexin, one of the compounds contained in binahong extract as an anti-diabetic with CYP3A4 target protein in silico, by using molecular docking and predicting interactions between proteins. The results of the pharmacodynamic test obtained blood glucose levels in the combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW), and dose 3 (70mg/kg BW) can reduce blood glucose levels back to normal, but the percentage of decrease in glucose levels on the 21st day is greatest in the positive control group. In the glucose tolerance test, the combined group obtained an AUC value comparable to the one in the positive group given glibenclamide. The study's results on the fatty acid profile and amino acid profile showed that the combination group of drugs with binahong leaf extract experienced a decrease in fatty acids and an increase in amino acids. The test results of the pharmacokinetic profile of glibenclamide were different between a single administration and a combination of binahong leaf extract. Giving glibenclamide (4.5mg/kg BW) with binahong leaf extract (70mg/kg BW) can reduce AUC and Cmax and prolong Tmax. The results of gibs free energy (ΔG) on molecular docking obtained the values of glibenclamide and vitexin, which bind to the CYP3A4 receptor with a ChemPLP score of -4.4 kcal/mol, glibenclamide with a receptor -3.2 kcal/mol and vitexin with a receptor of-3,2 kcal/mol. Conclusion The results of this study show that the administration of a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW) and dose 3 (70mg/kg BW) orally can lower blood glucose levels in rats induced by a high-fat diet, but the percentage reduction in blood glucose levels was better in the group that was only given glibenclamide 4.5 mg/kgBW (positive group), while in the group that was only given binahong extract doses of 1,2 and 3 also experienced a decrease in glucose levels but the percentage decrease in glucose levels was not greater than the positive control group. In the pharmacokinetic test orally administering a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract (70 mg/kg BW) can reduce glibenclamide drug levels in rat plasma."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Rika Veryanti
"Latar belakang: Kuragnya edukasi dan pengawasan pengobatan pada pasien DM tipe 2 rawat jalan oleh tenaga kesehatan mempengaruhi perilaku pasien dalam proses pengobatan. Perilaku pasien yang tidak tepat meningkatkan risiko hipoglikemia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan tenaga kesehatan untuk mencegah hipoglikemia adalah dengan melakukan penilaian terhadap perilaku pasien, sehingga dibutuhkan suatu instrumen untuk menilai perilaku pasien terhadap hipoglikemia di Indonesia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen penilaian perilaku pasien terhadap risiko hipoglikemia yang valid dan reliabel untuk self-assessment.
Metode: Penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu tahap pengembangan instrumen penilaian perilaku (tahap I), uji validitas dan reliabilitas (tahap 2) dan uji coba instrumen (tahap 3). Penelitian tahap 1 melibatkan 5 praktisi kesehatan seperti dokter penyakit dalam, perawat, ahli gizi, apoteker di rumah sakit dan puskesmas. Pada penelitian tahap 2 melibatkan 20 responden dengan metode one-shot test. Penelitian tahap 3 melibatlkan 237 pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUP di Jakarta dengan desain cross-sectional dan consecutive sampling.
Hasil: Instrumen penilaian perilaku pasien valid dan reliabel, terdiri dari 9 domain (38 pernyataan) dimana 29 diantaranya untuk menilai perilaku pasien terhadap risiko hipoglikemia. Adapun 9 domain tersebut adalah perilaku pasien terhadap monitoring gula darah, diet, aktivitas fisik, pengobatan, pendampingan oleh nakes, manajemen hipoglikemia, self-care, dukungan keluarga dan penggunaan insulin. Perilaku pasien yang kurang baik berisiko menyebabkan hipoglikemia 2,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan perilaku baik dalam proses pengobatan.
Kesimpulan: Instrumen penailain perilaku pasien dapat digunakan untuk menilai perilaku pasien terhadap hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 rawat jalan.

Purpose: The purpose of this study is to develop a valid and reliable instrument for assessing patients’ behavior toward the risk of hypoglycemia through self-assessment. Insufficient education and supervision of type 2 diabetes mellitus (DM) outpatients by healthcare providers is a significant concern, affecting their behavior during the treatment process. In addition, inappropriate behavior typically increases the risk of hypoglycemia. To mitigate this risk, several studies have recommended the evaluation of patients’ behavior, necessitating the development of a new instrument.
Methods: The study procedures were carried out in three stages, including instrument development (Stage I), validity and reliability (Stage II), as well as instrument test (Stage III). Stage I comprised five healthcare practitioners, including internal medicine doctors, nurses, dietitians, and pharmacists in hospitals and community health centers, while Stage II consisted of 20 respondents using a one-shot test method. In addition, Stage III consisted of 237 type 2 DM outpatients at Central General Hospital (RSUP) in Jakarta using a cross-sectional design and consecutive sampling.
Results: The results showed that the developed instrument was valid and reliable, consisting of 9 domains (38 statements) and 29 statements. These 9 domains included behavior towards blood glucose monitoring, diet, physical activity, medication, assistance from healthcare providers, hypoglycemia management, self-care, family support, and insulin use. In addition, poor behavior increased the risk of hypoglycemia by 2.9 times during the treatment process.
Conclusion: Based on these results, the developed instrument could be used to evaluate behavior toward hypoglycemia among type 2 DM outpatients
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library