Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Wahyati Yustina
"BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila & UUD '45, Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber tertib hukum yang tertinggi di Indonesia. Di dalam GBHN (TAP MPR -RI No.II/MPR/1998), tersurat beberapa pedoman yang dapat dijadikan landasan pembangunan dalam bidang hukum di negeri ini di antaranya adalah pedoman yang terdapat di dalam pola umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah dan kebijaksanaan Pembangunan bidang hukum, ditegaskan :
A. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila & UUD ?45, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakan, pelayanan dan kepastian hukum serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
B. Pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, menciptakan kondisi yang mantap sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, menimbulkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat, memberi rasa aman dan tenteram, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mendukung stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
C. Dalam rangka pembangunan hukum, perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kodifikasi dan unifikasi bidangbidang hukum tertentu serta penyusunan perundang?undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan diberbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
D. Dalam rangka meningkatkan penegakan hukum, perlu terus dimantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan tegas dan : wewenangnya masing-masing, serta terus ditingkatkan kemampuan dan kewibawaanya dan dibina sikap, perilaku dan keteladanan para penegak hukum sebagai pengayom masyarakat yang jujur, bersih, tegas dan adil.
E. Penyuluhan Hukum perlu dimantapkan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat, sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam rangka tegaknya hokum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman dan kepastian hukum serta terbentuknya perilaku setiap warga negara Indonesia yang taat pada hukum.
F. Dalam rangka mewujudkan pemerataan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum, perlu terus diusahakan agar proses peradilan menjadi lebih sederhana, cepat dan tepat dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Sejalan dengan itu, perlu lebih dimantapkan penyelenggaraan pemberian bantuan dan konsultasi hokum bagi lapisan masyarakat yang kurang mampu.
G. Untuk menunjang upaya pembangunan hukum, perlu terus diusahakan peningkatan penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan serta ditingkatkan pendayagunaannya.
H. Dalam usaha pembangunan hukum perlu ditingkatkan langkah-langkah untuk mengembangkan dan menegakkan secara serasi hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan Pancasila & UUD'45.
Dari apa yang dimuat dalam GBHN tersebut tampak bahwa pembangunan dan pembinaan bidang hukum diarahkan agar hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan di segala bidang, sehingga dapatlah diciptakan ketertiban dan kepastian hukum. Dalam rangka itulah, perlu dilanjutkan usaha-usaha dalam penertiban badan-badan penegak hukum sesuai fungsi dan wewenangnya masing-masing peningkatan dan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, serta usaha-usaha untuk meningkatkan kesadaran hokum dalam masyarakat sehingga menghayati hak dan kewajibannya dalam konteks negara hukum. Perlindungan
dimaksud ditujukan kepada masyarakat, yang salah satu diantaranya adalah "anak". Kebijakan demikian adalah wajar karena upaya 'untuk mensejahterakan masyarakat, yang salah satu anggotanya adalah "anak" adalah merupakan kebijakan sosial, yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia.Seperti dikatakan Barda Nawawi
Arief dalam salah satu artikelnya yang berjudL " Upaya Non Penal Dalam Kebijakan Penanggulangan kejahatan" pada salah satu bagiannya disebutkan sebagai berikut ;
Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Jadi identik dengan kebijakan atau perencanaan pembangunan nasional yang meiiputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan. Penanganan atau kebijakan berbagai aspek pembangunan ini sangat penting karena disinyalir dalam berbagai kongres PBB (mengenai Prevention of Crime and The Treatment of? "
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Dewi
"BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini dengan kemajuan teknologi yang canggih banyak negara, baik yang baru merdeka, negara yang sedang berkembang maupun negara-negara maju, berlomba melakukan pembangunan di segala bidang, dengan satu tekad berusaha untuk meningkatkan tarap kehidupan masyarakatnya menuju masyarakat yang sejahtera. Sejalan dengan usaha yang demikian itu, negara-negara yang baru merdeka berusaha pula untuk memperbaharui hukumnya. Adapun dasar dari usaha pembaharuan tersebut dilandaskan pada alasan politik, sosiologis dan praktis. Alasan politik dilandasi oleh pemikiran, bahwa suatu negara merdeka harus mempunyai hukum sendiri yang bersifat nasional, demi kebanggaan nasional. Alasan sosiologis menghendaki adanya hukum yang mencerminkan nilai-nilai budaya suatu bangsa, sedangkan alasan praktis antara lain bersumber pada kenyataan, bahwa biasanya bekas-bekas negara jajahan mewarisi hukum negara yang menjajahnya dengan bahasa asli yang banyak dipakai dan tidak dipahami oleh generasi muda dari negara yang baru merdeka tersebut.
Begitu juga negara Indonesia yang termasuk kategori negara yang sedang berkembang dan: sedang membangun serta berusaha untuk memperbaharui hukumnya secara menyeluruh, baik hukum perdata, administrasi maupun hukum pidana. Dalam TAP MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara dimuat beberapa pedoman yang dapat dijadikan landasan bagi pembangunan di dalam bidang hukum. Pertama yang terdapat dalam Pola Dasar Pembangunan Nasional terutama yang mengenai Wawasan Nusantara (Bab II huruf E) antara lain menegaskan, bahwa seluruh.kepulauan nusantara merupakam satu kesatuan. Hukum dalam arti bahwa hanya ada satu Hukum Nasional yang mengabdi pada Kepentingan Nasional. Kedua adalah pedoman yang terdapat dalam Pola Umum Pelita Kelima, terutama mengenai arah dan kebijaksanaan pembangunan Bidang Hukum:
a. Pembangunan hukum-sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, dan ketertiban dalam negara hukum; Indonesia yang berdasarkan_Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran.hukum, menjamin penegakkan, pelayanan dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
b. Pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, menciptakan: kondisi yang lebih mantap sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih_memberi dukungan dan. pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata, serta menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab social pada setiap anggota masyarakat. Di samping itu hukum benar-benar harus menjadi pengayom masyarakat dengan memberi rasa aman dan tentram, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mendukung stabilitas nasional yang sehat dan dimamis.
c. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan.terpadu. antara lain: kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika hukum yang_ berkembang dalam masyarakat.
d. Dalam rangka peningkatan penegakkan hukum perlu terus dimantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya masingmasing, serta terus ditingkatkan kemampuan dan kewibawaannya dan dibina sikap, perilaku dan keteladanan para penegak hukum sebagai pengayom masyarakat yang jujur, bersih, tegas dan adil. Penyuluhan hukum perlu dimantapkan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat, sehingga kegiatan anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajiban sebagai warga negara, dalam rangka tegaknya hukum, keadilan dan martabat manusia, ketertiban dan ketentraman dan kepastian hukum serta terbentuknya perilaku setiap warga negara Indonesia yang taat pada hukum.
e. Dalam rangka mewujudkan pemerataan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum perlu terus diusahakan agar proses peradilan menjadi lebih sederhana, cepat dan tepat dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Sejalan dengan itu perlu lebih dimantapkan penyelenggaraan pemberian bantuan dan konsultasi hukum bagi lapisan masyarakat yang kurang mampu.
f. Untuk menunjang upaya pembangunan hukum, perlu terus ditingkatkan: penyediaan-sarana dan prasarana yang diperlukan, serta ditingkatkan pendayagunaannya.
g. Dalam usaha pembangunan hukum perlu ditingkatkan langkah-langkah untuk mengembangkan dan menegakkan secara serasi hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan:Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Penempatan hal tersebut di atas dalam pola umum ?elita Kelima merupakan kelanjutan dan peningkatan dari pola umum Pelita Keempat dalam rangka usaha bertahap untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam pembangunan jangka panjang, yang dalam bidang hukum dinyatakan perlunya perwujudan kesadaran dan kepastian hokum dalam? "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
T2053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Soponyono, Author
"Latar Belakang
Secara kodrati, manusia lahir ke dunia senantiasa berjuang agar dapat melangsungkan eksistensi kehidupannya. Perjuangan demi kelangsungan kehidupannya mendorong manusia untuk melakukan suatu upaya. Karena keanekaragaman corak dari upaya manusia, maka beraneka ragam pula hasil upaya manusia tersebut.
Hasil upaya manusia dapat dinikmati sendiri, orang lain, masyarakat dan dan bahkan seluruh umat manusia. Seorang penemu bola lampu bernama Edison merupakan salah sebuah contoh yang hasil upayanya berupa karya cipta yang dapat dinikmati oleh setiap orang. Karya cipta seperti tersebut di atas, dapat terjadi dalam bidang-bidang tertentu. Karya cipta yang ternyata bermanfaat bagi kehidupan setiap orang, maka sepatutnyalah apabila mendapatkan penghargaan. Penghargaan atas karya cipta seseorang dapat menjadikan timbulnya hak bagi penemunya.
Hak yang diperoleh seseorang karena karya ciptanya dapat diberi sebutan hak cipta. Hak cipta merupakan kepentingan hukum. Adalah wajar kiranya kalau dia memperoleh perlindungan. Sedang bidang-bidang tertentu yang memberi kemungkinan seseorang untuk melakukan karya cipta, meliputi Ilmu Pengetahuan, Seni dan Kesusasteraan. Karya cipta seseorang dalam bidang-bidang tersebut senantiasa berkembang seirama dengan lajunya Pembangunan Nasional. Dampak positif bagi Pembangunan Nasional atas suatu karya cipta dapat diketahui dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Tap MPR Nomer II Tahun 1988). Di dalam Tap. MPR Nomer II Tahun 1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara pada Huruf D tentang arah dan kebijaksanaan Pembangunan Umum Nomer 24 ditegaskan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting serta mempengaruhi perkembangan disegala bidang kehidupan dan pembangunan. Oleh karena itu perkembangan dan penguasaannya perlu dilanjutkan dan diarahkan untuk memajukan kecerdasan dan kemampuan bangsa serta kesejahteraan seluruh masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Pengembangan dan penerapan teknologi disesuaikan dengan prioritas pembangunan dan diarahkan pada pemilihan teknologi tepat yang dapat meningkatkan kemampuan dan produktifitas nasional, nilai tambah, pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan penggunaan alat-alat produksi dalam negeri. Penerapan teknologi canggih ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas serta daya saing ditingkat internasional dan mempersiapkan landasan yang lebih kokoh bagi tahap-tahap pembangunan selanjutnya. Pemilihan, penerapan dan pengembangan teknologi memperhatikan nilai-nilai budaya bangsa dan kondisi sosial budaya yang mendukungnya serta kelestarian lingkungan hidup.
Dengan demikian perlindungan hukum terhadap Hak Cipta seseorang pada bidang-bidang Ilmu Pengetahuan, Seni dan Kesusasteraan berarti menunjang tercapainya tingkat kecerdasan, kemampuan serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian pula, terjadinya usaha pelanggaran terhadap Hak Cipta seseorang dapat mengakibatkan terjadinya hambatan dalam pencapaian tujuan tersebut diatas.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Oeripah Sujanto
"ABSTRAK
Sejak lahirnya Orde Baru (tahun 1966) yang bertekad melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen perhatian maayarakat terhadap kehidupan hukum semakin meningkat. TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, dalam BAB IV tentang Pola Umum Pelita Keempat huruf D yaitu tentang hukum, direncanakan bahwa:
a. Pembangunan dan pembinaan hukum dalam negara hukum Indonesia didasarkan atas Pancasila dan UUD 1945.
b. Pembangunan dan pembinaan hukum diarahkan agar dapat:
1. Memantapkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.
2. Menciptakan kondisi yang lebih mantap, sehingga setiap anggota dapat menikmati suasana serta ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan.
3. Lebih memberi dukungan dan pengamanan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran.
c. Dalam pembangunan.dan pembinaan hukum ini akan di lanjutkan usaha-usaha untuk
1. Meningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum nasional dalam rangka pembaharuan hukum, dengan antara lain mengadakan kodifikasi serta unifikasit hukum di bidang-bidang tertentu dengan memperhatikan kesadaran hukum yang berkembang dalam masyarakat.
2. Memantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenangnya masing-masing.
3. Memantapkan sikap dan perilaku penegak hukum serta kemampuannya dalam rangka meningkatkan citra dan wibawa hukum serta aparat penegak hukum.
4. Meningkatkan penyelenggaraan bantuan hukum dan pemberian bantuan hukum bagi lapisan masyarakat yang kurang mampu.
5. Meningkatkan prasarana don sarana yang diperlukan untuk menunjang pembingunan bidang hukum.
Dalam rangka pembangunan hukum nasional TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tereebut yang secara terperinci dituangkan dalam Repelita Keempat menjadi landasan dan tujuan setiap usaha pembaharuan hukum termasuk pembaharuan di bidang hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana dilakukan secara menyeluruh, yaitu harus meliputi pembaharuan hukum pidana materiil (substantif), hukum pidana formil (hukum acara pidana) dan hukum pelaksanaan pidana Straf vollstreckuengsgesetz.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
T36423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fat`hul Achmadi Abby
"Kecuali germo dan mucikari, sementara ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum posit if di Indonesia, tidak terdapat satu pasal pun yang secara tegas mengancamkan pidana terhadap pelacur maupun orang yang melakukan hubungan seksual dengan pelacur. Keterbatasan hukum pidana (KUHP) ini menjangkau masalah pelacuran, telah memungkinkan daerah-daerah tertentu di Indonesia mengeluarkan kebijakan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) melalui produk hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) untuk menanggulanginya.
Topik kajian dalam tesis yang mengetengahkan tema tentang PENANGGULANGAN MASALAH PELACURAN DENGAN MENGGUNAKAN SARANA PENAL ini, dilatarbelakangi oleh suatu premise bahwa tidak semua daerah di Indonesia mempunyai Peraturan Daerah (Perda) yang melarang pelacuran dengan segala macam bentuknya. Hal yang demikian tentunya tidak terlepas dari adanya nilai-nilai yang ada dan hidup dalam pandangan masyarakat pada setiap daerah tersebut.
Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai sepuluh (10) wilayah Daerah Tingkat II, yang terdiri dari sembilan (9) wilayah Kabupaten dan satu (1) wilayah Kotamadya. Dengan menggunakan metode purposive sampling, Daerah Tingkat II Kabupaten Banjar dipilih sebagai sampel lokasi penelitian atas dasar pertimbangan bahwa daerah ini merupakan satusatunya Daerah Tingkat II di Propinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Pelacuran/Tuna Susila, sedangkan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan observasi (wawancara). Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa disatu sisi terdapat beberapa alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pembenaran untuk menetapkan pelacuran sebagai tindak pidana, namun disisi lain juga terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan masalah pelacuran dengan menggunakan sarana penal (Perda) tidak berjalan efektif. Sedangkan di masa datang, selain digunakannya upaya penal melalui pengaturan hukum pidana (positif) mengenai masalah pelacuran, juga disertai upaya non penal melalui kebijakan sosial, yakni berupa upaya menghapuskan atau setidaktidaknya meminimalisasikan berbagai faktor kondusif yang dapat menimbulkan tumbuh dan berkembangnya pelacuran, termasuk kebijakan lokalisasi pelacuran."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sanusi Husein
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
T36429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salman Luthan
"Kebijakan legislatif tentang kriminalisasi dalam peraturan perundang-undangan meliputi tiga unsur, yaitu dasar pembenaran kriminalisasi, kepentingan hukum yang dilindungi dalam kriminalisasi, dan gradasi keseriusan tindak pidana. Untuk mengetahui fenomena ketiga unsur kriminalisasi tersebut diteliti 17 macam undang-undang, khususnya aspek tindak pidananya. Kepentingan hukum yang dilindungi dalam kriminalisasi adalah kepentingan pembangunan yang terdiri dari kepentingan pembangunan politik, ekonomi, kesejahteraan sosial dan SDM, lingkungan hidup, dan kepentingan pembangunan tata nilai sosial. Kepentingan hukum yang dilindungi tersebut lebih mencerminkan perlindungan kepentingan pemerintah daripada kepentingan masyarakat.
Dasar pembenaran kriminalisasi memiliki lima pola dasar pembenaran, yaitu peranan dan arti penting suatu hal bagi kehidupan manusia dan penyalahgunaan hal itu dapat mendatangkan kerugian kepada masyarakat, bangsa dan negara, merugikan kepentingan masyarakat dan/atau negara, bertentangan dengan norma agama, moral atau kesusilaan, kepatutan dan budaya bangsa, bertentangan dengan ideologi negara Pancasila dan UUD 1945, dan bertentangan dengan kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, politik, keamanan, dan sosial budaya. Dasar pembenaran kriminalisasi tersebut mencermin tiga pendekatan, yaitu pendekatan kebijakan, pendekatan nilai, dan pendekatan ilmu pengetahuan.
Kebijakan legislatif menetapkan dua kriteria umum dan tujuh kriteria khusus gradasi keseriusan tindak pidana. Kedua kriteria umum tersebut adalah pembedaan tindak pidana dalam kejahatan dan pelanggaran dan perbedaan substantif perbuatan, sedangkan ketujuh kriteria khusus itu adalah pembedaan tindak pidana dalam kesengajaan dan kealpaan, perbedaan kualitas karya cipta, perbedaan kualitas zat bahan terlarang, perbedaan modus operandi pelaksanaan tindak pidana, perbedaan akibat hukum, perbedaan subjek hukum tindak pidana, dan perbedaan status kelembagaan. Kebijakan legislatif tentang kriminalisasi menunjukkan adanya tiga kelemahan, yaitu perbedaan gradasi keseriusan tindak pidana yang cukup tajam dalam satu rumpun delik, perumusan perbuatan yang berbeda kualitasnya dalam satu delik, dan perlindungan hukum yang berlebihan terhadap aparatur pemerintah."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T3931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pudji Astutui, examiner
"Pornography is criminal act, which be able to make the other criminal act. So that is important to find efforts fight it. But many problems appear when we do it., they are :
1. How far is the regulation of pornography in Indonesia
2. How far is it done?
3. What kind efforts can we do to build it
The aims of this writing are:
1. To know the regulation of pornography in Indonesia,
2. To know its execution
3. To know the efforts, which can be done for building it
The analysis technique, which used in this research in percentage system, is descriptive analysis. The sample is taken by stratified random sampling, from the population is in Bangkalan district. After finishing the research? the findings, which are found, are:
1. Pornography has been regulated on articles 281 to 283 and 532 to 535 of KUHP.
2. In fact, it has still found the pornography.
3. The efforts which be able to done are:
a. Law-court can make jurisprudence about the limitation of something considered porno or not.
b. To improve ability of judicial person to overcome pornography.
c. To improve the facility needed to overcome the problem.
d. To improve the consciousness of society to participate in overcoming pornography."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
T104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>