Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fathia Aufa Syahidah
Abstrak :
Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode sejarah ini membahas mengenai peranan dua budayawan Jepang, Ono Saseo dan Takashi Kono yang tergabung dalam Sendenbu yang dikirim ke Indonesia untuk melakukan tugas propaganda dalam majalah Djawa Baroe (1943-1945). Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah selama masa aktif mereka di majalah ini, Ono Saseo dan Takashi Kono berperan sebagai propagandis dengan Ono Saseo sebagai pembuat karikatur, sedangkan Takashi Kono sebagai desainer sampul majalah Djawa Baroe. ......This research, which was conducted using the historical method, discusses the role of two Japanese culturalists, Ono Saseo and Takashi Kono who were members of the Sendenbu sent to Indonesia to carry out propaganda duties in Djawa Baroe magazine (1943-1945). The results found in this study are that during their active period in this magazine, Ono Saseo and Takashi Kono acted as propagandists where Ono Saseo was a caricature maker, while Takashi Kono was the cover designer of Djawa Baroe magazine.
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmy Aulia Filardi
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai tersiratnya nilai mono no aware dalam serial drama First Love Hatsukoi (selanjutnya disebut FLH) yang merupakan karya adaptasi dari lagu First Love dan Hatsukoi karya Utada Hikaru. Serial drama tersebut mirip dengan beberapa film bergenre drama romantis yang dirilis di akhir dekade 2000-an, yang memiliki elemen-elemen nostalgia seperti kisah cinta pertama di masa remaja, latar tempat yang merupakan daerah non urban sebagai tempat tinggal para tokohnya di masa muda, dan terdapatnya suatu penyakit kronis yang diderita oleh tokohnya. Elemen-elemen nostalgia tersebut menyiratkan pengejawantahan perasaan terhadap objek atau subjek tertentu yang dapat dirasakan dengan panca indera, yaitu nilai mono no aware. Elemen-elemen nostalgia tersebut juga terdapat di dalam FLH, melalui keterlibatan intertekstual-kontekstual dengan dua lagu Utada Hikaru yang merupakan karya sumbernya. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk memaparkan bagaimana aspek penting dari proses adaptasi atau alih wahana objek penelitian, yaitu keterlibatan intertekstual-kontekstual dalam FLH dengan lagu First Love dan Hatsukoi dapat memunculkan nilai mono no aware yang tersirat. Terdapatnya mono no aware yang tersirat disebabkan oleh keterlibatan intertekstual-kontekstual tersebut melalui elemen-elemen nostalgia yang mirip dengan film drama romantis pada akhir dekade 2000-an, yang juga bersifat familiar bagi penonton khalayak umum. Teori yang digunakan adalah teori adaptasi Linda Hutcheon (2006). Kemudian, data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan metode analisis konsep alih wahana dengan cara menganalisis bagaimana saja unsur-unsur sinematografi dalam medium atau wahana serial drama FLH. Data-data sinematografis dari FLH berikutnya penulis bandingkan dengan bait-bait dari lirik lagu Hatsukoi dan First Love, sehingga dapat menjelaskan bagaimana unsur-unsur tersebut menyiratkan nilai mono no aware. Inti yang penulis dapatkan setelah membuat penelitian ini adalah bahwa setelah karya sastra lagu Hatsukoi dan First Love dibuatkan karya adaptasinya melalui FLH, terdapat nilai mono no aware dalam adegan-adegan FLH sebagai hasil dari adaptasi yang melibatkan intertekstual-kontekstual antara FLH dengan kedua lagu tersebut. ......This research discusses the implied value of mono no aware in the drama series First Love Hatsukoi (hereinafter referred to as FLH), which is an adaptation work based on the songs First Love and Hatsukoi by Utada Hikaru. The drama series shares similarities with several romantic drama films released in the late 2000s, featuring nostalgic elements such as first love stories during adolescence, non-urban settings as the characters' hometowns in their youth, and the presence of a chronic illness affecting the characters. These nostalgic elements imply embodiment of feelings towards a specific object or subject that can be experienced through all the human’s five senses, which is the definition of mono no aware. These nostalgic elements are also present in FLH through intertextual-contextual engagement with the two songs by Utada Hikaru, which serve as the source material. Therefore, this research aims to illustrate how the important aspect of the adaptation or transmedia process, namely the intertextual-contextual involvement in FLH with the songs First Love and Hatsukoi, can evoke the implied value of mono no aware. The presence of implied mono no aware is caused by the intertextual-contextual involvement through nostalgic elements resembling those found in romantic drama films of the late 2000s, which are also familiar to the general audience. The theory employed is Linda Hutcheon's Theory of Adaptation (2006), and the collected data is analyzed using the method of transmedia concept analysis by examining how the cinematographic elements in the medium of the FLH drama series are compared with the lyrics of Hatsukoi and First Love. This analysis aims to explain how these elements imply the value of mono no aware. The main conclusion drawn from this research is that after the literary works of the songs Hatsukoi and First Love were adapted through FLH, there is a value of mono no aware present in the scenes of FLH as a result of the adaptation that involves intertextual-contextual elements between FLH and the two songs.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfitazki Aulia Billah
Abstrak :
Howl’s Moving Castle adalah film animasi yang disutradarai oleh Hayao Miyazaki yang menceritakan seorang perempuan muda, Sophie, yang mengalami transformasi menjadi seorang wanita tua akibat kutukan dari penyihir. Perubahan yang dialami Sophie mempengaruhi penampilan hingga persepsi dirinya tentang nilai dan potensi diri. Berdasarkan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perempuan tua dan penerapan successful aging oleh karakter Sophie yang direpresentasikan dalam film Howl’s Moving Castle. Penulis menggunakan teori successful aging milik Meredith Troutman Flood (2005) dan kemudian dianalisis menggunakan metode sinematografi yang berfokus pada berbagai tipe pengambilan gambar dan mise en scene yang berfokus pada elemen setting, the human figure dan composition. Film ini menggambarkan penuaan sebagai suatu proses alami yang harus diterima dan memperlihatkan bahwa nilai sejati seseorang tidak terletak pada penampilan fisik semata, melainkan kebaikan dalam diri. Film ini juga menyoroti bagaimana masyarakat sering kali mengesampingkan dan mempersempit definisi kecantikan dan nilai perempuan berdasarkan usia. ......Howl's Moving Castle is an animated film directed by Hayao Miyazaki that tells the story of a young girl, Sophie, who is transformed into an old woman due to a curse from a witch. Sophie's transformation affects her appearance and her perception of self-worth and potential. Based on that, this study aims to describe the old woman and the application of successful aging by Sophie's character as represented in the movie Howl's Moving Castle. The author uses Meredith Troutman Flood's successful aging theory (2005) and then analyzes it using cinematography methods that focus on various types of shots and mise en scene that focuses on the elements of setting, the human figure and composition. The film depicts aging as a natural process that must be accepted and shows that a person's true value does not lie in physical appearance alone, but rather the goodness within. The film also highlights how society often overrides and narrows the definition of beauty and the value of women based on age.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sabila Bunga Dariana
Abstrak :
Tokyo Sonata merupakan film karya Kiyoshi Kurosawa yang menceritakan tentang keruntuhan keluarga pekerja di Jepang pasca pecahnya gelembung ekonomi. Depresi ekonomi yang terjadi pada saat itu membuat pergeseran peran oleh laki-laki di Jepang untuk membangun identitas maskulin yang dahulunya sebagai militer, berubah menjadi seorang pencari nafkah. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan maskulinitas hegemonik direpresentasikan dalam film Tokyo Sonata karya Kiyoshi Kurosawa serta pesan yang disampaikan mengenai maskulinitas hegemonik dalam film Tokyo Sonata. Data primer diperoleh dari film Tokyo Sonata dengan mengamati dan menghasilkan kesimpulan yang didasari oleh penemuan dari adegan yang dianggap mengandung representasi maskulinitas. Sumber data sekunder diperoleh melalui metode studi pustaka menggunakan artikel jurnal, buku, dan karya ilmiah lainnya. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teori semiotika Barthes. Penelitian ini menemukan bahwa pada film Tokyo Sonata, maskulinitas hegemonik direpresentasikan dengan tepat oleh Ryuhei sebagai tokoh utama dan para tokoh sampingan lainnya seperti Megumi dan Takashi. Hal ini terlihat dari penampilan dan perilaku para tokoh yang sesuai dengan konsep maskulinitas hegemonik. Maskulinitas hegemonik tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan menampilkan konsep maskulinitas subordinat yang ditampilkan oleh Ryuhei ketika ia kehilangan pekerjaannya. ......Tokyo Sonata is a film by Kiyoshi Kurosawa that follows the collapse of working families in post-Bubble Economy of Japan. The economic depression that occurred at that time made a role shift by men in Japan to build a masculine identity that used to be military, turning into a breadwinner. Based on this, this research aims to explain the hegemonic masculinity represented in Kiyoshi Kurosawa's Tokyo Sonata and the message conveyed about hegemonic masculinity in Tokyo Sonata. Primary data was obtained from the movie Tokyo Sonata by observing and producing conclusions based on the findings of the scenes considered to contain representations of masculinity. Secondary data sources were obtained through the literature study method using journal articles, books, and other scientific works. The data collected was then analyzed using Barthes' semiotic theory. This study found that in the movie Tokyo Sonata, hegemonic masculinity is appropriately represented by Ryuhei as the main character and other side characters such as Megumi and Takashi. This can be seen from the appearance and behavior of the characters that are in accordance with the concept of hegemonic masculinity. The hegemonic masculinity is further elaborated by displaying the concept of subordinate masculinity displayed by Ryuhei when he loses his job.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Ramadhani Pratama
Abstrak :
Reformasi Taika melahirkan perubahan dalam skala besar terhadap sistem pemerintahan Jepang. Salah satu perubahan dapat dilihat pada terbentuknya sistem pemerintahan Ritsuryo yang mendorong sentralisasi kekuasaan ke tangan kaisar dan penanaman nilai Konfusianisme kepada seluruh elemen pemerintah. Proses internalisasi nilai Konfusianisme dilakukan dengan cara menyebarkannya melalui institusi pendidikan. Dalam upaya mewujudkan idealisme tersebut, Gakuryo disusun sebagai undang-undang yang mengatur sistem pendidikan di bawah naungan Ritsuryo dan berbasis kepada ajaran Konfusiansime. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai sejarah terbentuknya Gakuryo dan mengidentifikasi nilai Konfusianisme seperti apa yang terkandung di dalam undang-undang Gakuryo untuk menghasilkan pejabat pemerintahan yang bermoral Konfusianisme. Penelitian ini menggunakan teori pendekatan sejarah konstitusional berupa analisis terhadap undang-undang Gakuryo dengan tujuan mengetahui nilai Konfusianisme yang terkandung dalam pembentukan sistem pendidikan yang ideal. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis deskriptif, yaitu dengan cara memaparkan isi dari undang-undang Gakuryo dan menganalisis setiap butir undangundang Gakuryo yang diidentifikasi mengandung nilai Konfusianisme. Data mengenai undang-undang Gakuryo diambil dari situs Yoro-Ryo Gendaigoyaku. Hasil dari penelitian ini adalah Gakuryo terbentuk bersama dengan perkembangan Ritsuryo dan isi dari Gakuryo merupakan adaptasi dari sistem pendidikan Dinasti Tang (kokushikan). Dalam Gakuryo butir ke-1 dan 5-13 tercantum kualifikasi pengajar dan kurikulum pendidikan berbasis Konfusianisme. Pada butir ke-3 dan 22 dapat diidentifikasi nilai Konfusianisme Li dan pada butir ke-4, 18, dan 19 diidentifikasi mengandung nilai Konfusianisme Filial Piety. ......The Taika Reformation brought about significant changes to the Japanese government system. One of the changes can be observed in the establishment of the Ritsuryo government system, which aimed to centralize power in the hands of the emperor and instill Confucian values across all facets of the government. The process of internalizing Confucian values involved disseminating them through educational institutions. In an effort to realize these ideals, the Gakuryo was drafted as a law that regulated the education system under the Ritsuryo, based on Confucian teachings. This research aims to elucidate the history of the formation of the Gakuryo and identify the Confucian values embedded in the Gakuryo law to cultivate government officials with Confucian morals. The research utilizes the theory of constitutional history as an approach, involving an analysis of the Gakuryo law to understand the Confucian values shaping the ideal education system. The research methodology employed is qualitative with descriptive analysis, entailing a description of the Gakuryo law's contents and an analysis of each item identified as containing Confucian values. Data regarding the Gakuryo law were sourced from the Yoro-Ryo Gendaigoyaku website. The study's findings reveal that the Gakuryo was developed alongside the evolution of the Ritsuryo, and its content represents an adaptation of the education system from the Tang Dynasty (kokushikan). In Gakuryo, qualifications for teachers and an education curriculum based on Confucianism are mentioned in sections 1 and 5-13. Confucian values of Li are identified in sections 3 and 22, while values of Filial Piety are found in sections 4, 18, and 19.

Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Nabeela Anindhita Ariny Roboth
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kompleksitas identitas gender melalui lensa karakter Yuu Arima dalam manga Boy Meets Maria. Peneliti menerapkan teori performativitas gender yang dikemukakan oleh Judith Butler untuk memahami isu identitas gender pada karakter Yuu Arima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identitas gender pada karakter Yuu Arima bersifat cair, tergantung konteks, tidak tetap. Yuu Arima dapat dibaca sebagai gambaran dari keberagaman dan kompleksitas identitas gender. Perjalanan Arima dalam menemukan identitasnya tidak hanya untuk memenuhi ekspektasi sosial, tetapi juga merupakan eksplorasi pribadi yang membebaskannya dari konsepsi-konsepsi baku tentang gender. ......This research aims to describe the complexity of gender identity through the lens of the character Yuu Arima in the manga Boy Meets Maria. The researcher applies the theory of gender performativity proposed by Judith Butler to understand the issue of gender identity in the character Yuu Arima. The research results indicate that the gender identity of the character Yuu Arima is fluid, dependent on the context, not fixed. Yuu Arima can be read as an illustration of the diversity and complexity of gender identity. Arima's journey in finding his identity is not only to fulfill social expectations, but is also a personal exploration that frees him from standard conceptions of gender.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Diantha Azzahra
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk membahas performativitas gender pada tokoh Nagisa dalam film Midnight Swan (2020) karya Uchida Eiji serta menganalisis pandangan masyarakat Jepang terhadap performativitas gender yang ditampilkan oleh Nagisa dalam film tersebut. Penelitian ini menerapkan dua teori dalam kerangka analisis, yaitu performativitas gender oleh Judith Butler (1990) dan teori kode-kode televisi John Fiske (1999) yang terbagi dalam tiga level, yaitu realitas, representasi, dan ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan visual dalam film Midnight Swan. Ditemukan delapan data yang menunjukkan performativitas gender Nagisa dan lima data yang menggambarkan pandangan masyarakat terhadap performativitas gender Nagisa. Temuan ini menunjukkan bahwa tokoh Nagisa tidak hanya ditunjukkan melalui karakternya sebagai transgender, tetapi juga ditunjukkan dengan menjadi seorang ibu dan penari kabaret. Pandangan masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu menerima dan menolak performativitas gender Nagisa. Meskipun penolakan akibat budaya patriarki yang telah terinternalisasi pada masyarakat Jepang kerap ditampilkan dalam film, ada sebagian masyarakat Jepang yang masih memberikan pandangan terbuka terhadap performativitas gender yang ditunjukkan Nagisa. Film Midnight Swan menunjukkan bahwa tidak mudah bagi individu yang mengidentifikasikan dirinya sebagai transgender untuk menjalani hidup di lingkungan masyarakat yang bersifat heteronormatif dengan beragam perspektif terkait isu gender. ......This study aims to discuss the gender performativity on the character Nagisa in Uchida Eiji's film Midnight Swan (2020) and analyze the perception of Nagisa's gender performativity within Japanese society as depicted in the movie. This study utilizes two theories in the analytical framework: Judith Butler's concept of gender performativity (1990) and John Fiske's theory of television codes (1999). Fiske's theory is further categorized into three levels: actuality, representation, and ideology. The research method used is text analysis and visual analysis in the Midnight Swan movie. A total of eight data points were identified to assess Nagisa's gender performativity, while five data points were used to analyze society's perspectives on Nagisa's gender performativity. These findings show that Nagisa's character is not solely defined by her transgender identity but also shown through her roles as a mother and cabaret dancer. Society's perspectives on Nagisa's gender performativity can be categorized into two distinct groups: accepting and rejecting Nagisa's gender performativity. Despite the frequent rejection portrayal of internalized patriarchal culture in the film, liberal society nevertheless maintains an open perspective towards Nagisa's gender performativity. The Midnight Swan movie portrays the challenges faced by people who identify themselves as LGBT, including those who are transgender to live their lives in a society with diverse perspectives regarding gender issues.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agnesya Arveila
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat representasi feminisme liberal dalam anime Attack on Titan: The Final Season serta menganalisis makna dari temuan representasi feminisme liberal tersebut. Penelitian ini menggunakan tiga teori sebagai kerangka analisis, yaitu feminisme liberal oleh Alison Jaggar (1983), teori kode televisi oleh John Fiske (2001), dan teori fantasi dalam kesusastraan modern Jepang oleh Susan Napier (1996). Hasil analisis menunjukkan bahwa representasi feminisme liberal yang terdapat dalam Attack on Titan berupa penokohan karakter tokoh perempuan yang berkontribusi dalam militer dan politik, tindakan para tokoh perempuan yang menunjukkan kemampuannya dalam militer, dan kesetaraan hubungan antar tokoh perempuan dan laki-laki di dalam organisasi militer. Representasi perempuan dalam anime Attack on Titan: The Final Season ini dapat dibaca sebagai refleksi terhadap realitas dinamika gender di Jepang pada era kontemporer. ......The purpose of this study is to discover liberal feminism representations in Attack on Titan: The Final Season and to analyze the meaning of these representations. This study uses three theories as a framework for analysis: liberal feminism by Alison Jaggar (1983), television code theory by John Fiske (2001), and fantasy theory in modern Japanese literature by Susan Napier (1996). The results of the analysis show that the representation of liberal feminism presented in this anime is in the form of characterizations of female characters who contribute to politics and the military, the actions of female characters who show their capabilities in the military, and the equality among female and male characters in military units. The representation of women in the anime Attack on Titan: The Final Season can be interpreted as a reflection of the reality of gender dynamics in Japan in the contemporary era.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zalfa Dhia
Abstrak :
Penerjemahan merupakan suatu proses reproduksi teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan padanan yang terdekat. Kegiatan penerjemahan seringkali mengalami kendala, seperti ketika menerjemahkan konsep budaya bahasa sumber yang tidak dikenal dalam budaya bahasa sasaran. Penelitian ini membahas perbedaan prosedur penerjemahan kata budaya material novel Botchan dalam terjemahan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia beserta penyebabnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis terjemahan dengan konsep kata budaya dan prosedur penerjemahan oleh Newmark sebagai dasar teorinya. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan kata budaya material berdasarkan kategori kata budaya Newmark dalam novel Botchan bahasa Jepang, terjemahan bahasa Inggris, dan terjemahan bahasa Indonesia, kemudian menganalisis prosedur penerjemahan dari kedua terjemahan tersebut dengan menggunakan teori prosedur penerjemahan oleh Newmark. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjemahan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dari Botchan memiliki kecenderungan menerjemahkan kata budaya material dengan berorientasi terhadap bahasa sasaran. Meski demikian, terjemahan bahasa Indonesia masih menyisakan sedikit unsur budaya bahasa sumber. Perbedaan ini disebabkan oleh waktu penerjemahan antara terjemahan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang terpaut cukup jauh, juga andil Cool Japan yang masuk ke Indonesia ketika Botchan diterjemahkan. ......Translation is a process of reproducing text from the source language into the target language with the closest equivalent. Translation activities often encounter obstacles, such as when translating cultural concepts of the source language that are not recognized in the target language culture. This study discusses the differences in translation procedures of material cultural words of Botchan novel in English and Indonesian translation and their causes. This research uses translation analysis method with Newmark's concept of cultural words and translation procedure as the theoretical basis. The research was conducted by collecting material cultural words based on Newmark's cultural categories in Botchan's Japanese novel, English translation, and Indonesian translation, then analyzing the translation procedures of the two translations using Newmark's theory of translation procedures. The analysis shows that the English and Indonesian translations of Botchan have a tendency to translate material cultural words using procedures that oriented towards the target language. However, the Indonesian translation still leaves some cultural elements of the source language. This difference is due to the time difference between the English and Indonesian translations, which is quite far apart, as well as Cool Japan's contribution to Indonesia when Botchan was translated.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library