Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endah Zuraidah
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Salah satu penyebab kematian bagi penderita kanker pada wanita adalah kanker serviks. Secara histopatologik kanker leher rahim yang banyak ditemukan adalah jenis karsinoma sel skuamosa. Pada penelitian diteliti beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan karsinoma sel skuamosa. METODE: Desain studi ialah kasus-kontrol dengan subyek penderita kanker leher rahim jenis karsinoma sel skuamosa berdasarkan pemeriksaan histopatologik yang datang ke RSUPNCM Jakarta dan belum mendapatkan pengobatan. HASIL: Dari 302 wanita penderita kanker leher rahim jenis karsinoma sel skuamosa yang diteliti terdapat 34,4% pada golongan umur 52 tahun sampai 62 tahun yang memiliki risiko tinggi, dengan rasio odd suaian (OR) 24,05 dan 95% interval kepercayaan 6,34 ; 91,24. Umumnya wanita berpendidikan tingkat SD dan wanita tidak sekolah memiliki risiko tinggi dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan SMP ke atas, dengan rasio odd suaian berturut-turut 17,97 dan 12,91 dan 95% interval kepercayaan berturut-turut 2,82 ; 114,66 dan 1,96 ; 84,92. Jenis kontrasepsi yang digunakan yang dapat meningkatkan risiko adalah kontrasepsi hormonal jika dibandingkan dengan yang tidak memakai kontrasepsi, dengan rsio odd suaian 2,83 dan 95% interval kepercayaan 1,34 ; 6,00. KESIMPULAN: Pada penelitian ini terlihat bahwa faktor-faktor risiko dominan yang berhubungan dengan terjadinya kanker leher rahim jenis karsinoma sel skuamosa adalah umur yang lebih tua, tingkat pendidikan rendah dan penggunaan kontrasepsi hormonal.
Risk Factors of Cervical Squamous Cell Carcinoma in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta 1997-1998BACKGROUND: Mortality of cervical cancer is highest among cancer in women. The histological type of cervical cancer is mostly squamous cell carcinoma. The purpose of this study is to show the risk factors of cervical squamous cell carcinoma. METHOD: The design is a case control study carried out in patients from Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta during 1997-1998 confirmed histologically with cervical squamous cell carcinoma, who has not started any treatment. RESULT: From 302 women with squamous cell carcinoma of cervix examined, the high risk groups were found to be as follows : 1) 52-62 year age group (34,4%) with adjusted odds ratio (OR) 24,05 and 95% confidence interval (95% CI) 6,34 ; 91,24 2) low education level, elementary 1 no education compare with women with higher education level showed adjusted odds ratio (OR) 17,97 and 12,91, and 95% confidence interval (95% CI) 2,82 ; 114,66 and 1,96 ; 84,92 3) hormonal contraception compared with those who didn't use any contraception showed adjusted odds ratio (OR) 2,83 and 95% confidence interval (95% CI) 1,34 ; 6,00. CONCLUSION: This study showed that older age group, low education and hormonal contraception were dominant risk factors of cervical squamous cell-carcinoma.
2001
T10520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigarlaki, Herke J. O.
Abstrak :
ABSTRAK Pada akhir-akhir ini telah terjadi pergeseran pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif termasuk penyakit hipertensi, dari beberapa penelitian sebelumnya terungkap bahwa ada faktor risiko terhadap kejadian hipertensi, namun demikian faktor mana yang paling dominan, berapa besar hubungannya belum terungkap sepenuhnya. Hal ini akan diungkapkan pada penelitin ini, dengan mempergunakan jenis disain kasus kontrol dimana kasus dan kontrol diambil dari pengunjung RSU FK-UKI Jakarta dimana besar sampel 130 untuk kasus dan 130 untuk kontrol. Sebelum dilakukan analisis ditentukan terlebih dahulu "Cut off Point" dari variabel independen yang kontinuous (umur, konsumsi garam, obesitas); dengan mengunakan program stata ditentukan Area under ROC Curve Maksimal. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada analisis bivariat ternyata yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah umur, riwayat keluarga, konsumsi garam, stres dan obesitas. Sedangkan pada analisis selanjutnya yaitu pada penentuan model, ternyata variabel-variabel yang masuk dalam model adalah variabel: konsumsi garam, umur, riwayat keluarga, obesitas (BMI), stres. Ternyata hasil penelitian menunjukan bahwa yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah sebagai berikut: konsumsi garam dengan OR=4,574, umur dengan OR=6,399, riwayat keluarga dengan OR=5,746 dan obesitas (BMI) dengan OR=2,448. Dari hasil penelitian ini juga dapat dibuat beberapa saran antara lain dibuat penelitian yang belum terungkap sepenuhnya dalam penelitian ini dan beberapa saran yang berhubungan dengan pencegahan hipertensi. Daftar bacaan : 40 (1973 - 1995)
ABSTRACT In the last decade there has been a transition from Infections disease to Degenerative disease including hypertension, based on several research study depicted there 're several risk factors causing hypertension, but dominant risk factor particularly its influence still unclear. The purpose of this study will disclose the risk factors of hypertension an a Case Control study was chosen as a design which Case Control were taken from patient seeking treatment at General Hospital Medicine Faculty Christian University of Indonesia, 130 Cases and Control were collected. Prior further analysis must be carried out " A Cut off point- of independent variable with continue value (age, salt intake, obese) must be determined through Stata program which depicting Maximum Area Under ROC. The bivariant analysis study result shown that hypertension was influenced by age, inherity, salt intake, stress, and obese. Furthermore a Multiple Regression analysis mandatory for a model from shown that salt intake, age, inherity, obese and stress were fit to from a model. The end of the result proof that salt intake (OR=4,750), age (OR=6,339), inherity (OR=5,746) and obese (OR=2,448) play an important rule of hypertension. Also based on this research study suggestion should be made several forthcoming research study necessary for hypertension prevention.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Andri
Abstrak :
ABSTRAK
Malaria masih menjadi salah satu masalah penyakit daerah tropik utama dan lebih dari separuh penduduk dunia berisiko terinfeksi. Indonesia sebesar -46,3% penduduknya hidup di daerah endemik malaria, diperkirakan terjadi 15 juta kasus tiap tahunnya dan hanya 20% kasus yang ditangani oleh fasilitas-fasilitas kesehatan pemerintah. Kecamatan Siberut Selatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai termasuk salah satu daerah endemis malaria di Propinsi Sumatera Barat dengan angka Annual Malaria Incidence sebesar 54,6 perseribu penduduk.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah responden 250 orang dewasa yang menderita malaria klinis dalam sebulan terakhir, bertujuan untuk melihat perilaku pencarian pengobatan penderita malaria klinis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Hasil penelitian didapatkan prevalensi malaria klinis sebesar 6, 1% dan sebesar 79% penderita berobat tidak ke fasilitas kesehatan. Hasil analisis bivariat menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatar. adalah jenis kelamin dengan PR = 1,19 ( 95% CI: 1,06-1,34 ), pendidikan dengan PR = 1 ,4 ( 95% CI: 1,08-1,81 ), kepemilikan speedboat dengan PR = 2,06 ( 95% CI: 1,30-3,26 ), persepsi rentan dengan PR = 1,18 ( 95% CI:1,05-1,33 ), kepercayaan tradisional dengan PR = 1,24 ( 95% CI: 1,02-1,51 ), jarak dengan PR = 1,20 ( 95% CI: 1,06-1,36 ), biaya dengan PR = 1,24 ( 95% CI: 1,09-1,42 ) dan penyuluhan dengan PR = 1,29 ( 95% CI: 1,06-1,57 ).

Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah jenis kelamin dengan POR = 2,60, pendidikan dengan POR = 2,93, kepemilikan speedboat dengan POR = 6,67, kepercayaan tradisional dengan POR = 2,32, jarak dengan POR = 3,49 dan penyuluhan dengan POR = 4,42 .

Upaya yang bisa dilakukan untuk merubah perilaku pencanan pengobatan penderita malaria klinis adalah dengan mempermudah akses masyarakat untuk berobat ke fasilitas kesehatan, meningkatkan penyuluhan tentang penyakit malaria dan perbaikan ekonomi masyarakat pedesaan.
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farid Yudoyono
Abstrak :
[ABSTRAK
Latar Belakang: Cedera otak traumatika akibat kecelakaan lalu lintas masih merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif. Cedera otak sekunder dideskripsikan sebagai konsekuensi gangguan fisiologis, seperti iskemia, reperfusi, dan hipoksia pada area otak yang beresiko, beberapa saat setelah terjadinya cedera awal (cedera otak primer). Cedera otak sekunder sensitif terhadap terapi dan proses terjadinya dapat dicegah dan dimodifikasi. Metode: Penelitian kohort retrospektif dengan data primer rekam medis. Data yang terdiri dari beberapa variabel yang dikumpulkan secara retrospektif dari catatan medis pasien. RS. Hasan Sadikin, Bandung Jawa Barat, Indonesia. Pengambilan data dilakukan pada 2011-2014. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 647 pasien. Analisis yang dilakukan meliputi analisis univariat, bivariat, dan analisis multivariate cox proportional hazard dengan model matematis yang selanjutnya akan dibuat model skoring. Analisis roctab digunakan untuk menentukan nilai cut-off setiap variabel numerik. Hasil: Variabel perdarahan otak, tingkat kesadaran, dan edema serebri merupakan faktor resiko outcome, sedangkan variabel peningkatan tekanan intrakranial, kadar elektrolit natrium dan klorida, serta terapi diuretik merupakan faktor resiko untuk terjadinya outcome kematian pada pasien ensefalitis anak. Berdasarkan hasil analisis multivariat skoring didapatkan urutan faktor prognostik yang dominan menyebabkan kematian, yaitu Variabel usia memilik HR sebesar 1,00, natrium mempunyai HR 0,8, Perdarahan otak pada CT Scan kepala mempunyai HR sebesar 1,73, edema serebri mempunyai HR 2,53, hipoksia mempunyai HR sebesar 2,13, farktur maksillofascial mempunyai HR sebesar 0,6, hipotensi memiliki HR 0,7 dan pembedahan/trepanasi mempunyai HR 0,388 Berdasarkan analisis tersebut maka natrium, GCS, hipotensi, pembedahan dan MFS fraktur merupakan faktor proteksi outcome sedangkan usia, perdarahan otak pada CT Scan, edema serebri, hipoksia merupakan faktor resiko terjadinya outcome kematian pada pasien cedera kepala berat. Dari hasil mulitvariat yang telah dilakukan sebelumnya apabila skor -69 s/d -47 mengalami resiko rendah untuk mengalami kematian, skor -46 s/d -20 mengalami resiko sedang untuk terjadinya kematian dan skor >-19 akan mengalami resiko tinggi terjadinya kematian. Kesimpulan: Model skoring prognosis yang telah terbentuk ini mampu memprediksi sebesar 84,75 % faktor faktor yang berhubungan dengan prognosis cedera otak traumatika berat. Apabila ada 100 pasien cedera kepala berat dengan adanya semua variabel maka 76 pasien akan meninggal dan bila 100 pasien cedera kepala berat tanpa adanya semua variabel maka 25 pasien akan meninggal.
ABSTRACT
Background: Severe traumatic brain injury caused by traffic accidents is still one of the major causes of death and disability in the productive age group. Secondary brain injury is described as a physiological disorders, such as ischemia, reperfusion, and hypoxia in brain areas at risk, some time after the initial injury (primary brain injury). Secondary brain injury is sensitive to therapy it can be preventable and modifiable. Methods: This cohort study with primary data medical records. The data consists of multiple variables collected retrospectively from patient medical records at Hasan Sadikin Hospital Bandung West Java, Indonesia. Data were collected in 2011-2014. The number of samples was 647 patients. Analysis was conducted on univariate, bivariate, and multivariate Cox proportional hazards analysis with a mathematical model which would then be created scoring models. Roctab analysis is used to determine the cut-off value of any numeric variable. Results: Variable brain hemorrhage, level of consciousness and cerebral edema is a risk factor outcomes, while variable increased intracranial pressure, electrolyte levels of sodium and chloride, as well as diuretic therapy is a risk factor for the occurrence of mortality outcomes in patients with severe traumatic brain injury. Based on the results of the multivariate analysis of prognostic factors scoring sequence obtained the dominant cause of death, the age variable having an HR of 1.00, sodium has HR 0.8, brain hemorrhage on CT scan head has a HR of 1.73, had a cerebral edema HR 2,53, hypoxia has a HR of 2.13, fracture maxillofascial have HR of 0.6 and hypotension have HR 0.7, surgery / trepanation HR 0.388, based on the analysis of the sodium, GCS, hypotension, MFS fracture, surgery and outcome protection factor whereas age, brain hemorrhage on a CT scan, cerebral edema, hypoxia is a risk factor for mortality outcomes in patients with severe head injury. From the results multivariate analysis has score of -69 s/d -47 experiencing low risk to experience death, a score of -46 s / d -20 experiencing moderate risk for the occurrence of death and a score of > -19 will experience a high risk of death. Conclusions: This Prognostic model scoring has capable to predict 84.75% factors related to the prognosis of severe traumatic brain injury. If there were 100 patients with severe traumatic brain injury in the presence of all variables and 76 patients will die and when 100 patients with severe traumatic brain injury in the absence of all variables that 25 patients will die., Background: Severe traumatic brain injury caused by traffic accidents is still one of the major causes of death and disability in the productive age group. Secondary brain injury is described as a physiological disorders, such as ischemia, reperfusion, and hypoxia in brain areas at risk, some time after the initial injury (primary brain injury). Secondary brain injury is sensitive to therapy it can be preventable and modifiable. Methods: This cohort study with primary data medical records. The data consists of multiple variables collected retrospectively from patient medical records at Hasan Sadikin Hospital Bandung West Java, Indonesia. Data were collected in 2011-2014. The number of samples was 647 patients. Analysis was conducted on univariate, bivariate, and multivariate Cox proportional hazards analysis with a mathematical model which would then be created scoring models. Roctab analysis is used to determine the cut-off value of any numeric variable. Results: Variable brain hemorrhage, level of consciousness and cerebral edema is a risk factor outcomes, while variable increased intracranial pressure, electrolyte levels of sodium and chloride, as well as diuretic therapy is a risk factor for the occurrence of mortality outcomes in patients with severe traumatic brain injury. Based on the results of the multivariate analysis of prognostic factors scoring sequence obtained the dominant cause of death, the age variable having an HR of 1.00, sodium has HR 0.8, brain hemorrhage on CT scan head has a HR of 1.73, had a cerebral edema HR 2,53, hypoxia has a HR of 2.13, fracture maxillofascial have HR of 0.6 and hypotension have HR 0.7, surgery / trepanation HR 0.388, based on the analysis of the sodium, GCS, hypotension, MFS fracture, surgery and outcome protection factor whereas age, brain hemorrhage on a CT scan, cerebral edema, hypoxia is a risk factor for mortality outcomes in patients with severe head injury. From the results multivariate analysis has score of -69 s/d -47 experiencing low risk to experience death, a score of -46 s / d -20 experiencing moderate risk for the occurrence of death and a score of > -19 will experience a high risk of death. Conclusions: This Prognostic model scoring has capable to predict 84.75% factors related to the prognosis of severe traumatic brain injury. If there were 100 patients with severe traumatic brain injury in the presence of all variables and 76 patients will die and when 100 patients with severe traumatic brain injury in the absence of all variables that 25 patients will die]
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djap Hadi Susanto
Abstrak :
Insidens kejang demam pada anak-anak cukup tinggi yaitu antara 2,2%-9,8% dan sekitar 3% anak-anak sebelum umur 5 tahun akan mengalami paling sedikit satu kali serangan kejang demam. Penyebab pasti terjadinya kejang demam pada anak sampai saat ini belum diketahui. Kejang demam pada anak dapat menimbulkan komplikasi antara lain paralisis, penurunan kecerdasan maupun kerusakan sel-sel neuron otak yang permanen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya masalah kejang demam dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam pada anak umur 1-72 bulan di RS Husada periode Januari Desember 1999. Melalui studi potong lintang (cross sectional) didapatkan sebanyak 418 orang pasien yang berumur 1 bulan s/d 72 bulan yang mempunyai gejala demam (suhu rektal ≥38°C). Hasil studi memperlihatkan faktor jenis kelamin dengan OR= 1, 7946 (95% CI; 1,0011-3,2170) dan riwayat kejang dalam keluarga dengan OR=3,6509 (95% CI; 1,9438-6,8575) berhubungan secara bermakna. Faktor-faktor yang tidak bermakna adalah umur, berat badan lahir, umur kehamilan (prematuritas) dan cara persalinan. Dengan pertimbangan epidemiologis faktor umur kehamilan dimasukkan pada model akhir karena faktor ini sangat penting dalam memprediksi terjadinya kejang demam pada anak-anak. Disarankan kepada para orang tua pasien yang anaknya mempunyai faktor risiko yaitu jenis kelamin laki-laki, lahir prematur serta mempunyai riwayat kejang dalam keluarga agar melakukan konsultasi dengan dokter untuk mencegah terjadinya kejang demam di kemudian hari. Kepada para peneliti agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingginya angka kejadian kejang demam dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian kejang demam dengan disain lain dan jumlah sampel yang lebih besar. Kepada pemerintah disarankan agar jenis kelamin anak, prematuritas dan riwayat kejang keluarga dapat dijadikan sebagai indikator dalam program screening terhadap penyakit kejang demam.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manuhutu, Ernst Johannis
1999
D1521
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahadin Abubakar Rahman
Abstrak :
Rumah sakit melaksanakan berbagai kegiatan yang multi kompleks juga memproduksi berbagai jenis limbah. Salah satu jenis limbah yang diproduksinya adalah limbah klinis yang mengandung bahan-bahan infeksius, beracun dan radioaktif. Bahan-bahan ini mempunyai risiko bagi kesehatan manusia di sekitarnya serta sumber pencemaran bagi lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen limbah cair di Pavilyun Kartika RSPAD Gatot Soebroto. Penelitian ini lebih difokuskan pada kualitas limbah cair sebelum dan setelah pengolahan untuk dibandingkan dengan baku mutu limbah cair yang berlaku. Hasil analisis efluen air buangan bila dibandingkan baku mutu hanya untuk parameter pH dan suhu menunjukkan kadar di bawah baku mutu. Sedangkan untuk BOD, COD, TSS, NH3 babas, P04, E.coli dan Coliform di atas baku mutu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 tahun 1995 yang akan dibertakukan mulai tahun 2000. Hipotesis yang diuji adalah bahwa kualitas limbah cair akan menjadi lebih baik setelah diolah oleh IPAL. Uji t terhadap kadar limbah cair sebelum dan sesudah pengolahan menunjukkan penurunan yang bermakna (p < 0,05) untuk parameter BOD, COD, pH dan E.coli. Sedangkan untuk parameter TSS, NH3, P04 dan suhu secara statistik tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Pengawasan terhadap kualitas efluen berjalan baik yaitu dilakukan analisis kadar efluen secara teratur setiap tiga bulan. Kinerja IPAL juga masih baik yaitu mampu menurunkan kadar BOD, COD, E.coli pada kisaran 70% - 98 %. Manajemen pengolahan limbah cair di Pavilyun Kartika RSPAD Gatot Soebroto masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari : peralatan IPAL seperti sump pit pump, collection pump, comminutor, air blower dan chlorine pump yang telah mengalami kerusakan lebih dari 6 bulan. Tenaga operator dan pemeliharaan mempunyai tugas pokok pada bagian teknik dan belum pemah mendapat pelatihan khusus di bidang pengolahan limbah cair. Untuk itu maka perlu dilakukan suatu terobosan yaitu dengan menyusun suatu perencanaan yang baik untuk menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah sakit (SMLRS) dan program pencegahan pencemaran rumah sakit (P2RS) di Pavilyun Kartika RSPAD Gatot Soebroto. ......Wastewater Treatment Management in Kartika Pavilion of RSPAD Gatot SoebrotoHospital runs various multicomplex activities and also products various sewage things. One of them which was producted by Hospital is clinical sewage which contain infected, poisonous and radioactive materials. These materials have a big risk for human healthy and also as pollution sources for its environment. This research has a purpose for knowing wastewater management in Pavilyun Kartika RSPAD Gatot Soebroto. More focused on quality of wastewater before and after treatment, this research compare with regulated quality standard of wastewater. Analitical results of wastewater, compared with quality standard of wastewater only on parameters pH and temperature show a value under quality standard value. Meanwhile for free of BOD, COD, TSS, NH3, P041 E.coli and Coliform above quality standard which has been stated by Environment Govenrmental Minister jugdment No. 58 year 1995 attachment B which will be regulated on 2000. Tested Hyphotism is wastewater quality will became better after treated by IPAL (Sewage Treatment Plant) Test t on wastewater portion before and after treatment show significant decrement (p < 0.05) on parameters : BOD, COD, pH and E.coli. But for TSS, NH3, PO4 and temperature statistically not show significant differences. Supervising on effluent quality run well, at least once in three months effluent portion analitic is done. IPAL performance also still in prime condition, has ability to decrease BOD, COD, E.coli portion on the range 70% - 98 %. Wastewater treatment Management in Pavilyun Kartika RSPAD Gatot Soebroto hasnot been optimized yet. This mater can show on IPAL installation such as Sump pit pump, collection pump, comminutor, air blower and chlorine pump which has been gotten break more than 6 months. Operator and maintenance power has main duty on technical section and hasnot ever gotten special training on wastewater treatment. It is important to be done an intervention with arrange good plan to implement Hospital Environment Management System (SMLRS) and Prevention of Pollution of Hospital (P2RS) in Pavilyun Kartika RSPAD Gatot Soebroto.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Widiarni Widodo
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
D1764
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyadi Kusuma
Abstrak :
Angka kematian kanker serviks masih tinggi karena banyak pasien datang berobat pada tahap lanjut. Respons terapi radiasi pada pasien kanker serviks stadium lanjut bervariasi walau dengan faktor klinikopatologi yang sama seperti stadium, massa tumor, jenis histopatologi, derajat diferensiasi, invasi limfovaskular, reaksi limfosit dan nekrosis. Oleh karena itu dipikirkan faktor prognosis lain seperti faktor apoptosis-survivin, telomerase dan sitokrom c. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran survivin, telomerase, dan sitokrom c sebagai prediktor respons terapi radiasi pada kanker serviks stadium lanjut khususnya stadium IIIB.Studi ini bersifat prospektif menggunakan metode nested case control. Pengambilan data dilakukan di Poliklinik Onkologi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM serta Departemen Patologi Anatomi FKUI pada bulan Januari 2016 hingga Mei 2017. Pada subjek penelitian dilakukan wawancara, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan biokimia secara ELISA untuk mengetahui kadar survivin, telomerase, sitokrom c, dan MRI pra-radiasi serta pasca-radiasi. Dari 90 subjek penelitian didapatkan rerata usia pasien 50 tahun, rerata massa tumor 6,7 cm dan sebagian besar berkeratin 84,4 , berdiferensiasi baik 81,1 , reaksi limfosit negatif 75,6 dan nekrosis 74,4 . Rerata faktor apoptosis-survivin, telomerase dan sitokrom c adalah 591,2 pg/mL, 5.223,2 pg/mL dan 191,3 ng/mL. Dari analisis bivariat didapatkan variabel yang berhubungan dengan respons terapi secara independen adalah massa tumor p = 0,1 , diferensiasi p = 0,17 , kadar survivin p = 0,01 , kadar telomerase p = 0,08 dan kadar sitokrom c p = 0,47. Hasil analisis multivariat didapatkan hubungan kadar survivin dan kadar telomerase dengan respons terapi radiasi p = 0,01 dan p = 0,07 . Tidak terdapat hubungan kadar sitokrom c dengan respons terapi radiasi p = 0,64 . Dengan model cox regresi survival didapatkan hazard ratio subjek dengan kadar survivin tinggi dan kadar telomerase tinggi terhadap respons terapi radiasi negatif adalah 4,20 dan 1,97.Simpulan: kadar survivin dan telomerase tinggi berhubungan dengan respons terapi radiasi negatif. ......Cervical cancer mortality rate is still high mostly due to patients seeking for help in advanced stage of the disease. Even with the same clinicopathologic features such as stage of the diseases, size of the tumor, histopathological types, level of differentiation, lymphocyte reaction and tumor necrosis, the radiotherapy outcomes still vary from patient to patient. Therefore, we thought another predictive factors like apoptosis inducing factors i.e. survivin, telomerase and cytochrome c as a new predictor of therapeutic resp onses on patients with stage IIIB squamous cell carcinoma of cervix. This is a prospective study with nested case control method. Data collection was conducted in Oncology Polyclinic, Department of Obstetrics and Gynecology RSCM and Department of Pathological Anatomy of FKUI from January 2016 to May 2017. Subjects were interviewed, conducted histopathological and biochemical examination with ELISA to determine levels of survivin, telomerase, cytochrome c, and patients undergo pre and post radiation MR imaging. There were 90 patients in this study with the mean of ages was 50 years, mean of tumor size was 6.7 cm and most subjects were keratinizing 84.4 , well differentiated 81.1 , negative lymphocyte reaction 75.6 and tumor necrosis 74.4 . The mean levels of apoptosis inducing factors survivin, telomerase and cytochrome c were 591.2 pg mL, 5,223.2 pg mL, and 191.3 ng mL. Bivariate analysis showed the independent association between tumor size, level of differentiation, levels of survivin and telomerase p 0.1, p 0.17, p 0.01, p 0.08 . Multivariate analysis showed the correlation between levels of survivin and telomerase with radiation therapeutic response p 0.01 and p 0.07 and there was no association with level of cytochrome c p 0.64 With the survival cox regression models, the hazard ratio of subjects with high levels of survivin and telomerase on the negative radiation therapy responses were 4.20 and 1.97.Conclusion there were association between high levels of survivin and telomerase on the negative radiation therapy response.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library