Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Esti Herbawamurti
"Penelitian pengaruh tanah liat atau clay pada pembuatan briket batubara tanpa karbonisasi dengan komposisi tanah liat sebagai variabel yakni 0%, 5%, 10% dan 15%, telah dilakukan di Laboratorium UPT - LSDE, BPPT.
Hasil pengamatan diperoleh uji kuat tekan terhadap briket dengan tanah liat 0% = 5,5 kg/cm2 ; 5% = 9,25 kg/cm2 ; 10% = 12,95 kg/cm2 ; 15% = 16,65 kg/cm2. Dari segi ketahanan dan lama pembakaran menunjukkan briket dengan 0% tidak utuh, runtuh pada menit ke 90; briket dengan tanah liat 5% tidak utuh, runtuh pada menit ke 120; briket dengan tanah liat 10% utuh sampai ke menit 152; briket dengan tanah liat 15% utuh sampai ke menit 122. Analisa emisi gas pada pembakaran briket dengan tanah liat 0% menunjukkan CO rata-rata 434 ppm ; tahah liat 5% CO rata-rata 530 ppm ; tanah liat 10% dengan CO rata-rata 394 ppm dan tanah liat 15% CO rata-rata 386 ppm.
Dua variabel atau komposisi tanah liat pertama tidak utuh dan dalam pembakaran tidak bertahan lama serta emisi gas CO lebih tinggi. Sedangkan pada dua variabel terakhir dapat disimpulkan bahwa tanah liat dengan komposisi tanah liat 10% lebih baik.

Research on clay as raw material in producing coal briquette without carbonization has been conducted in laboratory of UPT-LSDE, BPPT. Clay to coal composition that was used as variable was 0%, 5%, 10% and 15%.
Result of pressure test of the mixture are as follow: for clay to coal 0% the strength is 5.5 kg/cm2; for clay to coal 5% the strength is 9.25 kg/cm2; for clay to coal 10%, the strength is 12.95 kg/cm2; for clay to coal 15%, the strength is 16.65 kg/cm2. From the view of lifetime and combustion time it was showed that briquette for clay to coal to coal 0% will be broken into pieces in 90 minutes, for clay to coal 5% will be broken into pieces in 120 minutes, or clay to coal 10% will be ruined into pieces in 152 minutes, for clay to coal 15% will be ruined into pieces in 122 minutes. The gas analysis showed that CO gas emission of the briquettes for the five are as follows: 0% of clay was 434 ppm, 5% of clay was 530 ppm, 10% of clay was 394 ppm, and 15% of clay was 386 ppm.
The first two compositions is considered as weak, shorter durability and emitted more CO gas emission. Finally, between the last two compositions can be concluded that, that one with 10% of clay is the best.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
T2687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hawaria
"Salah satu pemanfaatan batubara yaitu membuatnya menjadi briket batubara sebagai bahan bakar padat. Karena penyalaan briket batubara memerlukan waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan bahan bakar cair dan gas, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan briket batubara yang mempunyai kemudahan dalam penyalaan, kestabilan, dan kecepatan pembakaran dengan api yang kontinyu. Untuk itu dilakukan penelitian sejauh mana pengaruh volatile matter (zat terbang) batubara pada kemudahan penyalaan dan mekanisme kecepatan pembakaran briket batubara.
Pengujian yang dilakukan mencakup analisa proksimat, analisa ultimat, analisa nilai kalor dan sulfur, pengamatan profil pembakaran dengan TGA (Thermo Gravimetric Analyzer) dan pengamatan lepasnya gas-gas yang mudah terbakar serta susunan gugus fungsional dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red).
Selain itu dilakukan pengujian kestabilan pembakaran dan kecepatan pembakaran briket batubara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket batubara dengan volatile matter 38% mempunyai kecepatan pembakaran yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan yang lain dilihat dari laju pengurangan berat. Untuk briket batubara dengan volatile matter 41,25% mempunyai kestabilan pembakaran yang lebih lama dibandingkan dengan yang lain.

One of its uses by manufacturing it into coal briquette as solid fuel. Since coal briquette combustion needs a relatively longer time compared to that of gas and locked fuel, a research has been conducted to obtain coal briquette of easy burning, great stability and fast combustion with continuous fire. The research was then directed towards finding out how volatile matter in the form of flying substances in coal influences its combustion ease and simplicity and burning speed mechanism.
The examinations covered the proximate, ultimate, calorie value and sulphuric analyses as well as observation on the combustion profile by means of the TGA (Thermo Gravimetric Analyzer). The research also observed the releasing of flammable gases and the functional structure using the FTIR (Fourier Transform Infra Red).
Apart form the afore-mentioned observation, examination of coal briquette combustion speed and stability were carried out as well. The research result show that when observed on its weight reduction, coal briquette with 38% volatile matter has the combustion capacity which is relatively faster than that of the others. Coal briquette with 41,25% volatile matter turns out to have longer burning stability compared to that of the others.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T2937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kendra Hartaya
"Telah dilakukan karakterisasi terhadap bahan penyulut pembakaran buatan Jerman. Bahan ini diperoleh dari perusahaan distributor PT Pudji Thajaja Industrial Corp di Medan. Karakterisasi meliputi analisis kualitatif dan analisis kuantitatif, penentuan nilai kalor, Titik Lebur, Panas fusi, Laju pembakaran dan peramalan mekanisme reaksi pembakaran.
Analisis kualitatif dengan metode difraksi sinar-x dan analisis kuantitatif dengan metode Kromatografi kolom secara gravimetri mendapatkan komponen penyusun bahan penyulut pembakaran, yaitu Paraffin wax 57,14 7b dan ammonium perklorat 42,86 %b. Sifat-sifat fisik yang dimiliki bahan bakar penyala tersebut adalah Titik lebur 64,8°C, Panas fusi -142,66 kJ/gr, Nilai kalor 9665,182 kal/gr, Laju pembakaran 0,7657 gr/menit, Kadar abu 3,8%.

Fast fire lighter fuel made in Germany has been characterized by x-ray diffraction method and gravimetric column chromatography. Fuel is obtained from the distributor company PT Pudji Thahaja Industrial Corp, in Medan. The characterization involves qualitative and quantitative analysis, determination of calorivic value, melting point, fusion heat, burning rate, and prediction of reaction mechanism.
The sample contains paraffin wax 57,14 %w, ammonium perchlorat 42,86 %w. The other character is melting point 64,8°C, fusion heat -142,66 kJ/gr, calorivic value 9665,182 cal/gr, burning rate 0,7657 gr/mnt, ash content 3,8% w.
"
Fakutlas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedeng Herlan
"ABSTRAK
Dalam penelitian ini, dibahas tentang pengaruh-pengaruh tekanan kompaksi dan temperatur sintering pada varistor metal oksida dengan material utama ZnO.
Material yang dipakai sebagai spesimen dalam penelitian ini dengan susunan komposisi sebagai berikut : 97 %-mol ZnO, 1 %-mol Sb2 03 , 1 %-mol MnO2 dan 1 %-mol Bi2 03 .
Hasil-hasil yang dicapai pada pengukuran dan perhitungan varistor ZnO menunjukkan bahwa karakteristik volt-ampere yang diperoleh, dipengaruhi oleh variasi temperatur sintering dan tekanan kompaksi.
Pengaruh-pengaruh tersebut terlihat dari hasil-hasil perhitungan sebagai berikut :
Koefisien non-linear varistor f = 0,035 - 0,078
Konstanta tegangan varistor k = 415 - 1050
Konstanta dielektrik pada 1 KHz = 235 - 350"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra
"ABSTRAK
Baja paduan rendah berkekuatan tinggi dapat diperoleh dengan perlakuan panas (normalisasi, quench--temper) dan penambahan unsur paduan penghalus butir. Kekuatan tinggi tersebut dapat dicapai tetapi ketangguhan akan berkurang dan rentan terhadap korosi retak tegang. Banyak kegagalan telah terjadi dalam penggunaan baja tersebut dan pada daerah sambungan las diperkirakan sebagai bagian kritikal terjadinya pertumbuhan retak. Menurut beberapa referensi, penggunaan baja dengan kekuatan luluh dibawah 135 KPsi secara umum imun terhadap lingkungan yang merusak seperti terjadinya korosi retak tegang. Kepekaan material getas maupun tangguh terhadap korosi retak tegang tergantung pada penerapan tegangan dan lingkungan yang dilayaninya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan penggunaan pipa baja berkekuatan tinggi terhadap lingkungan H2S/CO2 dari ikutan senyawa kondensat (sour corrosion) dan mekanisme terjadinya kegagalan korosi retak tegang.
'Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pemeriksaan visual (pengukuran dimensi), uji NDT, uji sifat mekanis, uji metallografi dan uji korosi pada setiap specimen serta daerah yang mengalami kegagalan.
Hasil observasi menunjukkan bahwa telah terjadi retak patah getas prematur pada pipa yang berorientasi tegangan, diperkirakan hoop stressnya 85% SMYS (specified minimal yield strength) atau masih dibawah desain Hoop stress 90% SMYS dan tidak dijumpai adanya retak pada bagian yang mengalami kompressi. Material pipa tersebut sebenarnya masih layak untuk dioperasikan dengan keberadaan kekuatan pipa sisa (perbandingan antara tebal pipa dengan kedalaman korosi sumuran) sekitar 3,83% atau masih dibawah 10% dari yang diizinkan. Menurut beberapa sumber acuan umumnya material yang mempunyai tingkat kekerasan 200 HB (248 HV) rentan untuk terjadinya korosi retak tegang. Hasil pengujian kekerasan pada logam induk A 182 HV, HAZ A 181 HV, las A 171 HV. Selanjutnya pada logam induk B dan C (279 HV dan 256 HV), daerah HAZ B dan C (234 HV dan 219 HV), las B dan C (227 HV dan 213 HV). Berarti material pipa daerah upstream (B) dan downstream (C) rentan untuk terserang korosi retak tegang. Sedangkan hasil pengamatan metalografi mengindikasikan bahwa penjalaran retak diawali dari batas butir.
Lingkungan H2S mudah melepaskan H+ terhadap material tersebut sehingga dapat menyebabkan penggetasan hydrogen (hydrogen emrittlement,).
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jarot Raharjo
"Simulasi pencampuran bahan-baku skrap aluminium yang berbeda,
peramuan dan pemaduan serta peleburan diharapkan akan menghasilkan ingot yang
sesuai atau mendekati standar aluminium coran. Pemanfaatan bahan-baku skrap
mampu menampung bahan buangan yang menoemari lingkungan menjadi berguna.
Telah dibuat ingot standar paduan aluminium coran BS 1490 seri LM4 dan LM13
dengan menggunakan bahan-baku skrap. Skrap aluminium yang digunakan diambil
dari ind ustri kecil menengah pengecoran Iogam bukan besi di daerah Pasuruan Jawa
Timur, terdiri dari skrap piston, kawat, plat, hanger Iistrik, roda gigi, blok mesin dan
lain-lain. Pada peneiitian ini, bahan-baku skrap dipisahkan berdasarkan jenisnya,
kemudian dianalisa komposisi kimianya dengan menggunakan Spektrometer.
Perhitungan peramuan dan pemaduan secara komputerisasi dilakukan sebelum
peleburan. Penambahan unsur-unsur paduan pada saat peleburan dilakukan agar
komposisi target tercapai. Peleburan dilakukan dalam tungku krusibel dengan bahan-
bakar kokas sampai temperatur 720°C. Logam cair hasil peleburan dituangkan
kedalam masing-masing cetakan pasir dan cetakan Iogam yang telah disiapkan.
Spesimen hasil peleburan kemudian dilakukan pengujlan mekanis berupa uji tarik
dan uji kekerasan, juga dilakukan pengujian metalograti dengan mikroskop optik.
Pembuatan ingot standar LM4 dan LM13 dengan bahan baku skrap telah berhasil
dilakukan sesuai dengan komposisi standar yang dipersyaratkan. Kekuatan mekanis
dan struktur mikro ingot dengan cetakan Iogam jauh lebih baik dibandlngkan dengan
cetakan pasir. Porositas mempengaruhi kekuatan mekanis, ingot cetakan pasir
dengan porositas yang tinggi menghasilkan kekuatan yang lebih rendah dari ingot
cetakan Iogam dengan porositas rendah. Metode pengecoran dengan cetakan Iogam
menghasilkan ingot dengan kekuatan mekanis meningkat rata-rata sebesar 30%
dibandingkan metode pengecoran cetakan pasir. Dari struktur mikro ingot standar
terbentuk fasa-fasa a (AI) dan eutectic yang telah sesuai dengan diagram fasa
paduan biner AlSi. Peleburan ulang pada ingot menyebabkan pengurangan
kandungan silikon sebanyak 30-40%.

Abstract
Mixing simulation between differences feedstock of aluminium scraps,
formulation, combination and then melting process were examined to obtain ingot,
which has quality similar to that of aluminium casting standard. The utilization of
scrap as a feedstock can minimize environmental problem and also obtain benefit
value for waste products. The standard ingot from aluminium alloy BS 1490-LM4 and
LM13 have made using scraps feedstock, which derived from waste products.
Aluminium scraps, which contained piston scrap, wire, plate, electrical arch, gear,
and machine block, were obtained from small size industries of metal non-iron
processing at Pasuruan, East Java.
ln this study, scrap feedstock were separated according to their types. Then, their
chemical composition were analysed using spectrometer. Computerize calculation for
formulation and fusion were carried out before melting process. Additional matters of
fusion were conducted as melting process occurs to obtain a target composition.
Melting was carried out in the crucible muffle using cokes as fuels at temperature of
72O°C. Liquid metal product was poured onto sand and metal moulds. Afterwards,
these product were tested in order to find their mechanic strength and stiffness.
Nletalographic analyses on these products were also carried out using optical
microscope.
The making of ingot standard LM4 and LM13 were successfully obtained in fulfilling
the standard composition. The mechanic strength and micro-structure of ingot,
produced from metal mould, has shown good performance than that of produced
from sand mould. This examination shown that the porosity affected mechanic
strength. ingot sand mould, which has high porosity, gave less strength compared to
that of ingot metal mould, which has small porosity.
The casting methode using metal mould produced ingot with increasing in mechanic
strength by 30% compared to that of methode using sand mould. It was also found
that or (Al) and eutectic phases were formed from micro-structure of standard ingot,
which shown similar to that phase diagram binary fusion AlSi. It was also evidence
that ingot remelting caused reduction in silicon concentration by 30-40%"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T6365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Riza Shahab
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S28213
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Riza Iskandar
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T39978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musfirah Cahya Fajrah Toana
"Dalam tesis ini dilakukan sintesa Boron Karbida dengan menggunakan metode reaksi antara Asam Borat (H3BO3)-Karbon( C) dan Asam Borat (H3BO3) - Glukosa (C6O6H12). Kedua bahan dicampur dengan berbagai variasi komposisi, yaitu (H3BO3) 247,2 gram: Karbon 84 gram, H3BO3 247,2 gram:karbon 168 gram, H3BO3 247,2 gram:karbon 252 gram dan H3BO3 37,1 gram: Glukosa 108,2 gram, H3BO3 37,1gram:Glukosa 216,2 gram, H3BO3 37,1 gram:Glukosa 324,3 gram.
Proses reaksi diawali dengan penimbangan, kemudian dilakukan proses pencampuran di atas kompor pemanas selama 10 jam. Setelah terjadi pengarangan bahan dioven pada suhu 100oC selama 24 jam. Bahan yang telah terbentuk dari hasil reaksi dilakukan pembakaran pada temperatur 400°C, 800°C, 1000°C masing-masing selama 3 jam. Bahan yang tidak dan yang telah dibakar akan dilakukan karakterisasi dengan XRD dan paket program GSAS.
Hasil analisa fasa memperlihatkan bahwa telah terbentuk Boron Karbida jenis B25C pada komposisi varisasi campuran Asam Borat 247,2 gram:Karbon Aktif 84 gram dan Asam Borat 247,2 gram:168 gram baik pada kondisi sebelum pembakaran (100°C) dan sesudah pembakaran (400°C). Pada komposisi variasi campuran Asam Borat 37,1 gram:glukosa 108,23 gram dan Asam Borat 37,1 gram:Glukosa 216,2 gram sebelum pembakaran (100°C) dan sesudah pembakaran (400°C dan 1000°C) terbentuk boron karbida jenis B8C18 dan B2O3 dan pada kondisi pembakaran 800°C hanya terbentuk B8C18.

In this research, the synthesis of Boron Carbide is conducted using reaction method between mixture of Boric Acid (H3BO3) & Carbon (C) powder and mixture of Boric Acid (H3BO3) & Glucose (C6H6O12) powder. Both mixtures are mixed with various compositions, as follows: H3BO3 247,2 gram : Carbon 84 gram, H3BO3 247,2 gram : Carbon 168 gram, H3BO3 247,2 gram : Carbon 252 gram and H3BO3 37,1 gram : Glucose 108,2 gram, H3BO3 37,1gram:Glucose 216,2 gram, H3BO3 37,1 gram : Glucose 324,3 gram.
Polymerization reaction process is preceded with weighing and followed by mixing process while heating on a burner for 10 hrs. After heating in a furnace at 100°C for 24 hrs, resulted material from the reaction process are heated at 400°C, 800°C, 1000°C for 3 hrs at each temperature. Finally, the raw material and final material will be characterized using XRD and GSAS software.
The result of fase analysis shows the formation of B25C type Boron Carbide at mixture composition of Boric Acid 247,2 gram : Carbon 84 gram and Boric Acid 247,2 gram:168 gram before high temperature heating (100°C) and after high temperature heating (400°C). While at mixture composition of Boric Acid 37,1 gram : Glucose 108,23 gram and Boric Acid 37,1 gram : Glucose 216,2 gram before high temperature heating (100°C) and after high temperature heating (400oC and 1000°C) forms B8C18 and B2O3 types Boron Acid, whereas at heating at 800°C forms B8C18 type Boron Carbide.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T20483
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Andamari Pratiwi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>