Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Berna Elya
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak n-heksana dan ekstrak etil asetat kulit batang manggis hutan (Garcinia rigida Miq.) terhadap kuman Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan Bacillus subtilis ATCC 6633. Penelitian dilakukan melalui penentuan zona hambatan pertumbuhan dengan metode difusi silinder dan kadar hambat minimal (KHM) dengan metode dilusi penapisan lempeng. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana kulit batang Garcinia rigida Miq. Tidak memberikan zona hambatan terhadap pertumbuhan kuman Salmonella typhosa ATCC 14028,Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan Bacillus subtilis ATCC 6633, tetapi memberikan nilai kadar hambat minimal pada konsentrasi 500 mg/ml untuk Salmonella typhosa ATCC 14028, 250 mg/ml untuk Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan 125 mg/ml untuk Bacillus subtilis ATCC 6633, sedangkan ekstrak etil asetat kulit batang Garcinia rigida Miq. memberikan zona hambatan terhadap pertumbuhan pada konsentrasi 500, 250 dan 125 mg/ml berturut-turut untuk Salmonella typhosa ATCC 14028 adalah 11,15; 9,05; 7,55 mm sedangkan untuk Staphylococcus aureus ATCC 29213 adalah 14,25; 11,10; 8,95 mm dan untuk Bacillus subtilis ATCC 6633 adalah 20,97; 15,00; 10,07 mm. Kadar hambat minimal untuk kadar ekstrak etil asetat berturut-turut untuk kuman Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan Bacillus subtilis ATCC 6633 adalah 250, 62,5 dan 31,25 mg/ml. Disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat kulit batang manggis hutan (Garcinia rigida Miq.) memiliki daya antibakteri lebih baik dibandingkan dengan ekstrak n-heksana kulit batang manggis hutan ( Garcinia rigida Miq.)
Abstract
A research on the antibacterial activity of n-hexane extract and the ethyl acetate Garcinia rigida Miq. Bark against Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 dan Bacillus subtilis ATCC 6633 has been carried out. The research was included the determination of the growth inhibition zona with the cylinder diffusion method and the minimum inhibitory concentration with the petri dish dilution method. The result of this study showed that the n-hexane extract of Garcinia rigida Miq.bark did not give the growth inhibition zona to Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 and Bacillus subtilis ATCC 6633, but gave the minimum inhibitory concentration at 500 mg/ml for Salmonella typhosa ATCC 14028, 250 mg/ml for Staphylococcus aureus ATCC 29213 and 125 mg/ml for Bacillus subtilis ATCC 6633. Whereas the ethyl acetate extract of Garcinia rigida Miq. bark gave the growth inhibition zona of concentration 500, 250 and 125 mg/ml with average diameter to Salmonella typhosa ATCC 14028 were about 11.15, 9.05, 7.55 mm, to Staphylococcus aureus ATCC 29213 were about 14.25, 11.10, 8.95 mm and to Bacillus subtilis ATCC 6633 were about 20.97, 15.00, 10.07 mm. The minimum inhibitory concentration to ethyl acetate extract to Salmonella typhosa ATCC 14028, Staphylococcus aureus ATCC 29213 and Bacillus subtilis ATCC 6633 were about 250, 62,5 and 31,25 mg/ml respectively. As a conclusion, the ethyl acetate extract of Garcinia rigida Miq. bark hadmore better antibacterial activity than the n-hexane extract of Garcinia rigida Miq. Bark
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Numlil Khaira Rusdi
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien Fluor Albus (FA) yang datang berobat ke RSCM, mengetahui etiologi yang tersering pada FA, mengetahui hubungan manifestasi klinik/keluhan dengan etiologi FA, mengetahui perbedaan pola pengobatan FA oleh dokter dari Departemen Obstetri Ginekologi dan Departemen Ilmu Penyakit Kulit kelamin, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan FA, mengetahui tingkat kesesuaian pengobatan dengan standar terapi yang ada. Penelitian ini menggunakan rancangan studi deskriptif dan analitik dengan pengambilan data secara retrospektif. Hasil menunjukkan bahwa penyakit fluor albus ditemukan pada 17,6% pasien karena tertular melalui hubungan seksual dan 82,4% pasien pada klinik obstetrik-ginekologi. Hasil penelitian didapatkan bahwa penyakit FA banyak terjadi pada penderita kelompok umur reproduktif. Pekerjaan umumnya sebagai ibu rumah tangga (IRT), dengan status marital menikah. Keluhan yang banyak diberikan adalah gatal, duh tidak berbau atau berbau asam, duh berwarna putih kuning dan kental. Penyebab FA terbanyak adalah Kandidiasis vaginalis. Terdapat hubungan bermakna antara keluhan/manifestasi klinik dengan FA. Hubungan bermakna ini terlihat pada FA yang disebabkan oleh kandidiasis vaginalis dan bakteriosis vaginalis. Terdapat perbedaan pola pengobatan FA berdasarkan etiologi (kandidiasis dan bakteriosis) antara dokter dari Departemen Obstetri Ginekologi dan Departemen Ilmu Penyakit Kulit kelamin. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengobatan FA oleh dokter Departemen Obstetri Ginekologi dan Ilmu Penyakit Kulit kelamin adalah: faktor keluhan, etiologi, faktor risiko, dan penyakit penyerta. Faktor umur, pekerjaan dan status marital secara statistik, tidak memiliki hubungan yang bermakna. Tingkat kesesuaian antara pengobatan dengan standar terapi obat untuk FA di RSCM cukup rendah, dimana sebagian besar pasien diobati secara empiris.
The objectives of this study were to know (1) Patients? characteristics (2) The most etiology of leucorrhoea (3) Association between clinical manifestations or genital symptoms with etiology of leucorrhoea (4) Therapy management of leucorrhoea by obstetric-gynecologist and venereologist (5) Factors influenced the treatment of leucorrhoea (6) Compliance with hospital therapeutic guidelines. The study was cross sectional and retrospective. A total of 437 patients hospitalized from January 2006-December 2007 were included. The results showed that leucorrhoea was found in 17,6% of patients at sexually transmitted disease clinic and 82,4% of patients at obstetric-gynecology clinic. The majority of patients were in productive age, married, and housewife, with most of genital symptoms were pruritus and curd-like vaginal discharge. The most of etiology leucorrhoea in this study was candidiasis. Statistically, there were association between genital symptoms with candidiasis and bacterial vaginosis (p<0,05). The specific genital symptoms of candidiasis were pruritus and curd-like vaginal discharge, whereas for bacterial vaginosis were homogeneous and increased vaginal discharge. There were different treatments of vaginal discharge between obstetric-gynecologist and venereologist. For candidiasis, the obstetric-gynecologist preferred to use fluconazole, and metronidazole+nystatin (Flagistatin®); whereas the venereologist used clotrimazole and itraconazole. For bacterial vaginosis, obstetric-gynecologist used clindamycin and metronidazole+nystatin (Flagistatin®), while venereologist preferred to use metronidazole. For trichomoniasis there was no different treatment between obstetric-gynecologist and venereologist. In pregnancy, antibiotics used to treat leucorrhoea were clindamycin, fluconazole, metronidazole+nystatin (Flagistatin ®), metronidazole, and nystatin. Prescribing compliance with the hospital therapeutics guidelines were 37,8%. The type of antibiotics used were azitromycin, clindamycin, clotrimazole, doxycycline, fluconazole, itraconazole, ketoconazole, and metronidazole. Statistics analysis by Logistic regression (Cl 95%) showed that factors influenced the treatment of leucorrhoea included genital symptoms (OR = 0,975), risk factors (OR = 0,917), etiology (OR = 1,103), and comorbid diseases (OR =1,387).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library