Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Fajrin Armin F.
"CTEV idiopatik memiliki tingkat keberhasilan koreksi awal yang tinggi menggunakan metode Ponseti (90%), namun angka rekurensi tetap signifikan (3,7%–67,3%), terutama akibat ketidakpatuhan terhadap penggunaan foot abduction orthosis (FAO). FAO direkomendasikan digunakan selama 4 tahun, tetapi penelitian Iowa menunjukkan pemakaian selama 2 tahun menghasilkan angka rekurensi 56%, artinya 44% pasien tidak mengalami rekurensi meskipun hanya menggunakan FAO selama 2 tahun. Penelitian ini bertujuan menganalisis skala maturasi medial malleolus, talus dan kalkaneus pada pasien CTEV idiopatik yang menjalani tahap pemeliharaan protokol Ponseti. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang pada 20 pasien usia 2 dan 4 tahun di RSUPN Cipto Mangunkusumo (2018-2023) menggunakan ultrasonografi. Hasil menunjukkan skala maturasi medial malleolus (108,1%) dan talus (93,6%) lebih tinggi pada usia 2 tahun dibanding usia 4 tahun (99,9% dan 75,7%), sedangkan kalkaneus lebih tinggi pada usia 4 tahun (111,9%) dibanding usia 2 tahun (95,8%). Perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (p>0,05). Faktor jenis kelamin menunjukkan hubungan signifikan (p<0,05), di mana laki-laki memiliki skala maturasi medial malleolus lebih tinggi dibanding perempuan. Kesimpulannya, tidak terdapat perbedaan bermakna pada skala maturasi antar kelompok usia, tetapi jenis kelamin memengaruhi skala maturasi medial malleolus

Idiopathic CTEV has a high initial correction success rate using the Ponseti method (90%), but recurrence rates remain significant (3.7%–67.3%), primarily due to noncompliance with Foot Abduction Orthosis (FAO) usage. FAO is recommended for 4 years, but a study in Iowa found that 2 years of FAO usage resulted in a recurrence rate of 56%, indicating that 44% of patients did not experience recurrence despite using FAO for only 2 years. This study aims to analyze the maturation scale of the medial malleolus, calcaneus, and talus in idiopathic CTEV patients undergoing the maintenance stage of the Ponseti protocol with FAO. This cross-sectional study included 20 patients aged 2 and 4 years at RSUPN Cipto Mangunkusumo (2018–2023) using ultrasonographic examinations. Results showed that the medial malleolus (108.1%) and talus (93.6%) maturation scales were higher in the 2-year age group compared to the 4-year group (99.9% and 75.7%), while the calcaneus maturation scale was higher in the 4-year group (111.9%) than the 2-year group (95.8%). These differences were not statistically significant (p>0.05). Among analyzed factors, only gender showed a significant relationship (p<0.05), with males having a higher medial malleolus maturation scale than females. In conclusion, there were no significant differences in maturation scales between age groups, but gender influenced the medial malleolus maturation scale."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Agus Maharjana
"Latar Belakang: Developmental Dysplasia of the Hip (DDH) adalah suatu kelainan perkembangan sendi panggul anak yang berkaitan dengan bentuk femur proximal dan acetabulum. DDH usia berjalan memerlukan tindakan operasi rekonstruksi panggul yang kompleks. Rekonstruksi yang baik akan menghasilkan luaran yang baik dari radiologis, fungsional dan pola berjalan. Belum didapatkannya data tentang analisis pola berjalan pasca operasi DDH di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian studi potong lintang analitik untuk mengetahui deviasi pola berjalan dan korelasinya dengan luaran radiologis dan luaran fungsional pasien anak DDH usia 2-4 tahun yang menjalani operasi rekonstruksi panggul di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penelitian dilakukan pada laboratorium Gait Analysis Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan fisik dan radiologi pelvis AP.
Hasil:Pada penelitian ini didapatkan jumlah sampel 9 pasien (11 panggul). Didapatkan deviasi parameter pola berjalan spasiotemporal yaitu : penurunan jumlah langkah permenit (cadence), peningkatan siklus langkah, penurunan swing phase, peningkatan stance phase, serta penurunan single limb support dibandingkan dengan parameter normal. Didapatkan deviasi parameter kinematik yaitu deviasi parameter kinematik yaitu ankle angle initial contact dan terminal stance, knee angle midstance dan preswing, hip angle midstance, preswing dan initial swing. Didapatkan korelasi kuat dan positif parameter spasiotemporal single limb support dengan acetabular index. Didapatkan korelasi kuat negatif pada komponen kinematik knee angle midstance dengan parameter fungsional, Modified McKay dan Modified Harris Hip Score.
Kesimpulan: Meskipun didapatkan hasil luaran radiologis dan fungsional yang baik, pada pasien DDH usia 2-4 tahun, didapatkan deviasi pada parameter spasiotemporal dan kinematik pola berjalan. Selain operasi, rehabilitasi pasca operasi diperlukan untuk meningkatkan luaran operasi yang baik.

Introduction: Developmental Dysplasia of the Hip (DDH) is hip development disorder in children related to proximal femur dan acetabulum morphology. Walking age DDH need a complex hip reconstruction. Stable and concentric reduction lead to a good radiological, functional and gait outcome. There is no research about post operative DDH gait analysis in Indonesia.
Methods: This is an analytic cross setional study to evaluate post operative gait deviation and the correlation between radiological and functional outcome in the children between 2 until 4 years old in RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. This study took place in Orthopaedic and Traumatologi Polyclinic and Gait Analysis Laboratorium Physical and Rehabilitation Medicine Departement.
Results: This study include 9 patients/11 hips. There are deviation in spatiotemporal parameter : decrease of cadence, increase gait cycle time, decrease swing phase, increase stance phase time, and decrease single limb support compare with normal parameter. There are kinematic parameter deviation : ankle angle initial contact dan terminal stance, knee angle midstance dan preswing, hip angle midstance, preswing dan initial swing. It shown strong and positive correlation between spatiotemporal single limb support with acetabular index, strong and negative correlation between korelasi kinematic knee angle midstance with Modified McKay dan Modified Harris Hip Score.
Conclusion : Despite of a good radiologic and functional outcome in 2-4 years old patient with DDH post operatively, there are deviation in spatiotemporal and kinematic gait parameter. Post operative rehabilition is the important phase to get a excellent clinical outcome after reconstructive hip surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library