Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adriani Sekar Cantika
"Latar Belakang. Postoperative nausea and vomiting (PONV) atau mual dan muntah pascaoperasi adalah komplikasi yang paling sering terjadi setelah tindakan operasi dengan anestesi pada 24 jam pertama pascaoperasi. Tatalaksana PONV di RSCM masih berdasarkan kebijakan terkait dengan cost effective menggunakan kombinasi deksametason dan metoklopramid pada seluruh pasien tanpa melihat faktor risiko. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keefektifan tatalaksana PONV berdasarkan stratifikasi risiko PONV dan tatalaksana yang terdapat di RSCM. Metode Penelitian ini merupakan uji klinik acak tidak tersamar dengan 354 pasien yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum. Subjek dibagi menjadi dua kelompok: 193 pasien menerima tatalaksana standar (kombinasi deksametason 4 mg dan metoklopramid 10 mg), sedangkan 161 pasien lainnya mendapatkan intervensi berdasarkan stratifikasi risiko menggunakan kombinasi deksametason dan ondansetron untuk risiko sedang serta penambahan haloperidol untuk risiko tinggi. Hasil: Persentase kejadian PONV di RSCM berdasarkan penelitian adalah sebesar 14,6% pada seluruh sampel, dengan 52 pasien dari total 354 mengalami PONV. Kejadian PONV pada pasien risiko tinggi dengan anestesi umum berdasarkan stratifikasi risiko PONV lebih rendah secara bermakna dibandingkan pada pasien dengan tatalaksana kombinasi deksametason dan metoklopramid yang terdapat di RSCM (p < 0,001; OR 0,08; 95% CI: 0,01–0,28). Kesimpulan. Pencegahan PONV dengan Stratifikasi Risiko lebih efektif dibandingkan Tatalaksana Kombinasi Deksametason dan Metoklopramid pada Pasien Risiko Tinggi PONV.

Background. Postoperative nausea and vomiting (PONV) are the most common complications occurring within the first 24 hours following surgery under anesthesia. PONV management at RSCM is currently guided by cost-effectiveness policies, using a combination of dexamethasone and metoclopramide for all patients without considering risk factors. This study aims to evaluate the effectiveness of PONV management based on PONV risk stratification compared to the standard management used at RSCM. Methods. This study is a randomized, open-label clinical trial involving 354 patients undergoing elective surgery with general anesthesia. Subjects were divided into two groups: 193 patients received standard management (a combination of dexamethasone 4 mg and metoclopramide 10 mg), while the other 161 patients received intervention based on risk stratification using, namely, a combination of dexamethasone and ondansetron for moderate risk and the addition of haloperidol for high risk. Results. The overall incidence of PONV among all samples was 14,6%, with 52 out of 354 patients experiencing PONV. Among high-risk patients undergoing general anesthesia, the incidence of PONV was significantly lower with risk stratification-based management compared to standard treatment using a combination of dexamethasone and metoclopramide (p < 0.001; OR 0.08). Conclusion. PONV prevention based on risk stratification is more effective than standard management using a combination of dexamethasone and metoclopramide in high-risk PONV patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Catur Sari
"Pendahuluan: Pertambahan usia pada kelompok geriatri dikaitkan dengan perubahan beberapa fungsi fisiologis, termasuk termoregulasi. Hal ini menyebabkan pasien geriatri berisiko tinggi untuk terjadinya hipotermia perioperatif yang berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas pembedahan. Pencegahan hipotermia perioperatif dengan pemanasan aktif digunakan untuk mempertahankan normotermia pada pasien usia geriatri.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tidak tersamar yang melibatkan 42 subjek pasien geriatri yang menjalani anestesi umum untuk prosedur bedah minor. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok perlakuan yang mendapatkan prewarming dengan FAW selama 15 menit dengan suhu target 37 – <37,5 °C dan kelompok kontrol yang mendapatkan selimut selama 15 menit. Data suhu, tekanan darah, dan laju nadi dicatat per 15 menit sampai 1 jam pascaanestesia. Hasil: Pada kedua kelompok terjadi penurunan suhu dalam 1 jam pascaanestesia umum. Kelompok prewarming dengan FAW memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok selimut 1 jam pascaanestesia dengan nilai suhu median 36.3 (36.1-36.6) °C dibandingkan 35.0 (34.5-35.4) °C, (p<0.001). Perubahan suhu prewarming pada kelompok FAW dibandingkan dengan suhu baseline pada 0 menit, 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit yakni sebesar 0.94 (0.7-1.2) °C, p<0,001; 0.94 (0.7-1.2) °C, p<0,001; 1.03 ± 0.11 °C, p<0,001; 1.04 (0.8-1.3) °C, p<0,001; dan 1.13 ± 0.1 °C, p<0,001. Perubahan suhu kelompok selimut dibandingkan dengan suhu baseline pada 0 menit, 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit yakni sebesar 1.22 ± 0.18 °C, p<0,001; 1.32 ± 0.17 °C, p<0,001; 1.42 ± 0.19 °C, p<0,001; 1.47 ± 0.21 °C, p<0,001, dan 1.56 ± 0.22 °C, p<0,001.
Kesimpulan: Prewarming dengan FAW selama 15 menit dapat mencegah hipotermia pasca 1 jam anestesia umum pada pasien geriatri.

Introduction: Aging in geriatric patients is associated with physiological changes, including impaired thermoregulation. This may increase the risk of perioperative hypothermia, which impacts surgical morbidity and mortality. Active warming methods potentially help maintain normothermia in this susceptible population. Methods: This randomized, open-label clinical trial involved 42 geriatric patients undergoing general anesthesia for minor surgery. Participants were divided into a prewarming group receiving forced-air warming (FAW) at 37–<37.5°C for 15 minutes, and a control group using blankets for similar duration. Temperature, blood pressure, and heart rate were monitored every 15 minutes up to one hour post- induction.
Results: The temperature were declined in two groups during 1 hour of general anesthesia. The temperature was higher in the FAW group compared to the blanket group one hour post general anesthesia with median temperature 36.3 (36.1-36.6) °C vs. 35.0 (34.5-35.4) °C, (p<0.001). Baseline temperature perioperative decline in FAW compared with 0 minutes, 15 minutes, 30 minutes, 45 minutes, and 60 minutes post general anesthesia were 0.94 (0.7-1.2) °C, p<0,001; 0.94 (0.7-1.2) °C, p<0,001; 1.03 ± 0.11°C, p<0,001; 1.04 (0.8-1.3) °C, p<0,001; dan 1.13 ± 0.1°C, p<0,001. Baseline temperature perioperative decline in blanket compared with 0 minutes, 15 minutes, 30 minutes, 45 minutes, and 60 minutes post general anesthesia were 1.22 ± 0.18 °C, p<0,001; 1.32 ± 0.17 °C, p<0,001; 1.42 ± 0.19 °C, p<0,001; 1.47 ± 0.21 °C, p<0,001, dan 1.56 ± 0.22 °C, p<0,001.
Conclusion: Fifteen minutes of prewarming with FAW effectively prevents hypothermia one hour after general anesthesia in geriatric patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library