Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shahira Hanun Prijonggo
Abstrak :
Penulisan ini menjelaskan proses translasi multidimensional narrative dalam desain pameran yang berlangsung di galeri seni. Aspek-aspek multidimensional narrative ditranslasikan menjadi elemen ruang dalam desain konten dan kontainer. Proses translasi aspek multidimensional narrative menjadi elemen ruang perlu mempertimbangkan kemudahan interpretasi pengunjung dan memenuhi syarat naratif agar dapat diinterpretasikan. Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari dua tahap, yaitu 1.) Menentukan aspek-aspek multidimensional narrative dalam ruang spasial, dan 2.) Menganalisis proses translasi aspek multidimensional narrative menjadi elemen ruang berdasarkan teori Fiese dan Sameroff. Pameran yang akan dianalisis adalah Pameran Rekonstruksi Kontrol Motorik yang diselenggarakan oleh Komunitas KamiSketsa di Galeri Nasional Indonesia. Hasil analisis mengungkap bahwa multidimensional narratives memiliki syarat untuk dapat diinterpretasikan. Syarat tersebut dipengaruhi oleh prinsip desain axis, movement, dan white space sehingga menghasilkan susunan konten pameran yang dapat diinterpretasikan oleh pengunjung tanpa kehilangan esensi desainnya. ......This writing will explain about the translation process of multidimensional narrative into exhibition design in art galleries. Aspects of multidimensional narrative are translated to spatial elements in content and container design.. Translation processes from multidimensional narrative aspects to spatial elements need to consider the interpretation of the visitors and fulfill the requirement for multidimensional narrative to be interpreted. This study will analyze the process through two stages, 1.) Determining the aspects of multidimensional narrative in the form of spatial elements, and 2.) Analyzing the translation process of multidimensional narrative aspects become spatial elements based on Fiese and Sameroff’s theory. Analysis will take part in Rekonstruksi Kontrol Motorik exhibition held by KamiSketsa Community in National Gallery of Indonesia. Analysis results reveal that multidimensional narratives need to fulfill requirements to be interpreted. Each requirement is influenced by the axis, movement, and white space, so it can produce a content design that is able to be interpreted without losing its design essentials.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Salma Anisa
Abstrak :
Museum sebagai Pendidikan informal seharusnya bersifat inklusif bagi siapa saja, termasuk anak-anak penderita autisme. Pada umumnya, penderita Autism Spectrum Disorder (ASD) tidak memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap rangsangan cahaya seperti orang normal pada umumnya. Disisi lain, pencahayaan memiliki peranan penting bagi museum agar informasi yang disampaikan dapat dimengerti oleh pengunjung. Setiap museum memiliki sistem pencahayaan yang bervariasi dalam memamerkan objek pamernya, baik dari segi tipe penerangan, distribusi cahaya, teknik peletakkan, hingga iluminansi yang berbeda-beda. Saat menerima rangsangan cahaya, penderita autisme cenderung merasakan kondisi hipersensitivitas (terlalu sensitif) dan hiposensitivitas (tidak sensitif) yang mempengaruhi cara mereka bertingkah laku. Berangkat dari kondisi tersebut, karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui apakah museum yang sudah ada pada saat ini sudah memenuhi kebutuhan bagi penderita Autism Spectrum Disoder (ASD) dengan menganalis 2 museum anak yang ada di Indonesia yaitu Museum Penerangan dan Museum Geologi berdasarkan studi literatur. Hasil studi kasus yang telah dilakukan penulis menunjukan pada setiap museum masih belum dapat memenuhi kebutuhan penderita autisme secara sepenuhnya. Sehingga perlu diterapkannya strategi pencahayaan yang bersifat dinamis dan penyinaran dengan standar iluminansi yang sesuai bagi penderita autisme, agar dapat menunjang keberhasilan kegiatan museum yang bersifat inklusif bagi siapa saja. ......Museum as informal education should be inclusive for everyone, including children with autism. In general, people with Autism Spectrum Disorder (ASD) do not have the ability to adjust to light stimuli like normal people in general. On the other hand, lighting has an important role in museums so that the information conveyed can be understood by visitors. More over, each museum has a lighting system that varies in exhibiting its objects, both in terms of lighting types, light distribution, placement techniques, and different illuminations. When receiving light stimuli, people with autism tend to feel the conditions of hypersensitivity (too sensitive) and hyposensitivity (not sensitive) that affect the way they behave. Based on these conditions, this paper aims to determine whether the existing museums currently meet the needs of people with Autism Spectrum Disorder (ASD) by analyzing 2 children's museums in Indonesia, the Museum Penerangan and the Museum Geologi based on literature studies. The result of the case studies show that each museum is still not able to fully meet the needs of people with autism. So it is necessary to implement a dynamic lighting strategy and lighting with appropriate illuminatio
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Baina
Abstrak :
Penulisan skripsi ini membahas tentang bagaimana pembentukkan Mediated Space dapat terjadi melalui interaksi secara tidak langsung dengan melibatkan Real Environment dan Virtual Environment. Kedua lingkungan dapat terekstensi karena mediasi teknologi yang memanfaatkan layar. Layar berperan untuk membuka akses menuju Virtual Environment kepada User di Real Environment. Pada penulisan ini, proses pembentukan Mediated Space terjadi melalui dua konsep utama yaitu Framing dan Presence. Framing mempengaruhi pengalaman User dalam menangkap informasi yang sedang dimediasi, sementara Presence adalah bentuk kesadaran diri yang hadir melalui penggunaan Framing tertentu. Penggunaan Framing terbagi menjadi 3 jenis yaitu Miniaturisation, Immersion, dan Mapping. Masing-masing penggunaan Framing menghasilkan pengalaman Presence tertentu yang terbagi menjadi 3 jenis yaitu Spatial, Social, dan Self Presence. Dalam membentuk Mediated Space, penggunaan medium menjadi aspek penting. Medium yang digunakan untuk studi kasus adalah Video Game Persona 5. Studi kasus dilakukan dengan mengklasifikasikan ketiga jenis Framing dan Presence yang tengah terjadi ketika permainanan pada video game sedang berlangsung. Untuk membentuk Mediated Space, diperlukan penggunaan kombinasi Framing guna menghasilkan pengalaman Presence secara berkelanjutan. Hal tersebut bertujuan untuk dapat memediasikan aktivitas dan ruang immersive pada Virtual Environment layaknya hal tersebut terjadi di Real Environment. ......This Paper is focused on how the formation of Mediated Space can occur through indirect interactions involving the Real Environment and Virtual Environment. The two Environments can be connected because of technological mediation that utilizes screens. The screen becomes an access to the Virtual Environment for the User in the Real Environment. In this paper, the process of forming the Mediated Space occurs through two main concepts, Framing and Presence. Framing affects the User's experience in capturing the information that is being mediated, while Presence is a form of self-awareness that is present through the use of certain Framing. The use of Framing is divided into 3 types, specifically Miniaturization, Immersion, and Mapping. Each use of Framing produces a certain Presence experience which is divided into 3 types, specifically Spatial, Social, and Self Presence. To form a Mediated Space, the usage of mediums becomes an important aspect. The media that will be used as a study case material in this Thesis is “Persona 5” video game. The case study is carried out by classifying the three types of Framing and Presence experiences that occur when playing a video game. To form a Mediated Space, it is necessary to use a combination of Framing to produce a continuous Presence experience. It aims to be able to mediate activities and immersive spaces in the Virtual Environment as it happens in the Real Environment.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Puteri Adelia
Abstrak :
Anxiety adalah sebuah respon terhadap ruang berdasarkan interpretasi kualitas spasialnya yang melingkupi rasa takut, panik dan cemas. Kondisi ini seringkali dirasakan, bahkan pada ruang domestik yang seharusnya merupakan tempat individu merasa paling aman. Kehidupan domestik berpusat pada sekelompok individu yang terus mengalami perubahan gaya hidup, perubahan behavior dan selalu mencari kenyamanan. Perancangan arsitektur tidak selalu tepat dalam mempertimbangkan kedinamisan hidup domestik tersebut, melainkan berpotensi untuk melimitasi keleluasaan individunya dalam ruang tinggalnya. Anxiety merupakan hal yang dirasakan ketika adanya limitasi spasial, begitu pula dengan hilangnya batasan pada ruang. Maka dari itu, teritorialisasi dan personalisasi dilakukan untuk mewujudkan batasan serta kualitas spasial yang diharapkan. Dengan demikian, skripsi ini akan memaparkan hubungan antara anxiety dan limitasi pada ruang dengan menjelaskan peran elemen spasial yang menghasilkan kualitas interior, serta bagaimana teritorialisasi dan personalisasi dilakukan untuk mengurangi anxiety tersebut. Studi kasus akan dilakukan untuk menunjukkan bagaimana performa elemen spasial dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap ruangnya sehingga dapat digunakan sebagai tools untuk meringankan perasaan anxiety yang tidak dapat dihindari selama berkembangnya kehidupan masyarakat. ......Anxiety is one’s response towards their interpreted space based on its spatial qualities, which includes feelings of fear, panic and worry. This condition is often felt in a domestic space despite it being considered one’s safe space. Domestic life centers around a group of individuals who constantly face changes in their lifestyle, behaviors and are always seeking comfort. Architectural designs do not always accurately accommodate these dynamic changes in one’s domestic life, moreso potentially limiting their spatial freedom. These spatial limitations are what causes the feeling of anxiety, and so does the nonexistence of boundaries. Hence, a process of territorialization and personalization is done to construct the appropriate boundaries and the wanted spatial qualities. This thesis is written to describe the relations between anxiety and limitations in space by explaining the roles of spatial elements which creates the quality of an interior, along with how territorialization and personalization are carried out to lift up said anxiety. A study case is conducted to demonstrate how the performance of spatial elements may affect one’s perception of their space, and how it becomes a tool to lessen the chance for someone to feel anxiety in space regardless of the changing dynamics in their life.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Ayu Permatasari Iswandi
Abstrak :
Permukaan merupakan sebuah figur 2 dimensi yang melapisi suatu massa. Suatu wujud dapat dimanifestasikan dengan adanya permukaan dan material. Permukaan material sangat mempengaruhi suatu kualitas bentuk, terlebih dalam mewujudkan suatu wujud dengan bentuk arsitektur tertentu seperti ruang amorphous. Ruang amorphous merupakan bentuk ruang arsitektur yang tidak mempunyai bentuk yang jelas (multitafsir). Pembentukkan ruang amorphous membutuhkan material yang tepat guna agar dapat menghasilkan permukaan amorphous yang unik. Pemaknaan mengenai permukaan dan material akan menjadi sedikit berbeda bila ditelusuri melalui studi ruang amorphous. Dalam prosesnya, studi menghasilkan bahwa peran permukaan dan material pada ruang amorphous yang beragam, menunjukkan perbedaan-perbedaan pada aspek peran permukaan material sebagai pembentuk wujud, identitas, kualitas, dekorasi, program, dan dalam pengembangan materialnya. ......Surface is a 2 dimensional figure which covers the mass. A form can be manifested with the influence of surface and material. The surface of the material greatly affects the quality of form, especially in realizing a form with a certain architectural form such as amorphous space. Amorphous space is a form of architectural space that does not have a clear form (multi-interpretation). The formation of amorphous space requires appropriate materials in order to produce a unique amorphous surface. The meaning of the surface and the material will be slightly different when traced through the study of amorphous space. In the process, the study resulted in the role of surfaces and materials in various amorphous spaces, showing differences in aspects of the role of material surfaces as forming form, identity, quality, decoration, program, and in the development of the material itself.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library