Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadira Erwanto
"Iron overload (IO) akibat transfusi darah jangka panjang pada penderita talasemia dapat berdampak fatal pada berbagai organ, termasuk pankreas. Akumulasi besi bebas serta kerusakan akibat stress oksidatif dapat menyebabkan resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas. Tanaman Phaleria macrocarpa yang mengandung mangiferin berpotensi sebagai agen pengkelat besi dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa terhadap kadar besi organ pankreas pada tikus model hemosiderosis. Sejumlah 30 ekor tikus Sprague-Dawley dibagi menjadi kelompok normal, deferiprone 462,5 mg/kgBB, kontrol negatif (IO), mangiferin 50 mg/kgBB, Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB. Injeksi intraperitoneal iron sucrose (15 mg) diberikan 2x seminggu selama 7 minggu untuk seluruh kelompok kecuali normal. Setelah pemberian terapi secara oral selama 4 minggu terakhir, kadar besi diukur dengan Atomic Absorption Spectrometry. Dosis total induksi besi 240 mg selama 7 minggu pada tikus model IO secara signifikan (p < 0,05) meningkatkan kadar besi pankreas sebesar 6 kali dibanding normal. Ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa dosis 100 dan 200 mg/kgBB cenderung menurunkan kadar besi organ pankreas pada tikus. Terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05) antara kadar besi pankreas pada PM1 dan PM2. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kadar besi pankreas pada PM2 dengan normal.

Iron overload due to long-term blood transfusion in thalassemia patients can cause fatal impacts on various organs, including the pancreas. Insulin resistance and pancreatic cell dysfunction may result from the accumulation of free iron and oxidative stress damage. Phaleria macrocarpa plants, which contain mangiferin, have potential as iron chelating agents and antioxidants. This study aimed to analyze the effect of Phaleria macrocarpa fruit ethanol extract on pancreatic iron levels in hemosiderosis model rats. Thirty Sprague-Dawley rats were divided into normal, deferiprone 462,5 mg/kgBB, negative control, mangiferin 50 mg/kgBB, and Phaleria macrocarpa extract at 100 and 200 mg/kgBB. 15 mg of iron sucrose was injected intraperitoneally twice a week for 7 weeks into all groups except normal. The iron level in the rat pancreas was assessed using AAS after 4 weeks of oral therapy. The total dose of 240 mg iron induction for 7 weeks in IO model rats significantly (p < 0,05) increased iron level 6x compared to normal. Phaleria macrocarpa ethanol extract at 100 and 200 mg/kgBB doses tended to decrease pancreatic iron level in rats. The difference in pancreatic iron level between PM1 and PM2 is significant (p < 0,05). PM2 and normal don't have significantly different pancreatic iron level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Kristo Benny Pamungkas
"Shigella dysenteriae adalah bakteri gram negatif yang menyebabkan diare berdarah pada manusia. Madu memiliki efek antimikroba dan dapat memperbaiki vili di epitel pencernaan yang dirusak oleh Shigella. Banyak obat yang digunakan untuk mengobati disentri, salah satunya adalah siprofloksasin. Namun, itu memerlukan penambahan terapi adjuvan untuk mempercepat perbaikan vili usus, yaitu madu manuka. Belum diketahui apakah madu manuka sebagai terapi adjuvan bisa digunakan untuk terapi pada penderita Shigella. Penelitian ini menggunakan uji eksperimental dengan desain pararel secara in vivo pada tikus Sprague-Dawley dengan mengamati morfologi feses. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 20.0 for windows dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa morfologi feses hari ke-1 tidak bermakna secara statistik antar kelompok. Morfologi feses hari ke-3 memiliki perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok kontrol negatif dibandingkan kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol positif dibandingkan kelompok madu manuka. Morfologi feses hari ke-7 memiliki perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok kontrol negatif dibandingkan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol positif dibandingkan kelompok madu manuka, dan kelompok madu manuka sebagai terapi adjuvan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Efektivitas madu manuka sebagai terapi adjuvan dapat terlihat jika diberikan selama 7 hari.

Shigella dysenteriae is a gram-negative bacterium which causes bloody diarrhea in humans. Honey has antimicrobial effect and repairs villi in intestinal epithelial which was destructed by Shigella. Ciprofloxacin could be used to treat dysentery. However, adjuvant therapy is needed for fast repairs villi in intestinal. Manuka honey is not completely known whether could be used as adjuvant therapy for Shigellosis. This in vivo experimental test used Sprague-Dawley rats as animal subject. The feces morphology on first, third, and seventh day were the parameter to measure the effect of therapy. The data were analyzed by SPSS program 20.0 for windows with Kruskal-Wallis test and Mann-Whitney test. The result showed that feces morphology on first day was not statistically significant among groups. The feces morphology on third day had statistically significant between negative control group versus positive control group and Manuka honey group versus positive control group. The feces morphology on seventh day had statistically significant between negative control group versus positive control group, Manuka honey group versus positive control group, Manuka honey as adjuvant therapy versus negative control group. The effect of Manuka honey as adjuvant therapy could be seen if it was given during seven days."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Andito Ramadhan
"Latar Belakang : alfa mangostin merupakan kandidat yang bisa menyembuhkan penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol. Kerusakan yang disebabkan oleh alkohol, akan dikompenasasi hati dengan mensekret matrix extracellular (ECM). Matrix metalloproteinase (MMP) memiliki peran untuk mendegredasi matrix extraceluler. Tujuan dari studi ini adalah menginvestigasi expresi mRNA MMP2 dan MMP9 pada model alcoholic liver disease in-vitro.
Metode : Penilitian ini merupakan experimen in-vitro, dengan galur sel stelata hepatic LX-2. Terdapat 6 kelompok perlakuan yaitu: tanpa obat, asetaldehid, acetaldehid + sorafenib 10μM, asetaldehid + 10μM alpha mangsotin, asetaldehid + 20 μM, dan alfa mangosteen 10μM. Lalu, sample diproses dan dianalisis expresi gen MMP2 dan MMP9 menggunakan qRT-PCR.
Hasil : Acetaldehide meningkatkan expresi mRNA MMP2 dan MMP9 secara signifikan. Alfa-mangostin menurunkan ekspresi mRNA MMP2 dan MMP9 pada sel stelata hepatic yg diberikan asetildehid. Sedangkan sel yang diberi alpha mangosteen tidak mempengaruhi expresi MMP2 namun menurunkan expresi MMP9.
Konklusi : Alfa mangosteen menurunkan expresi mRNA dari MMP2 dan MMP9. Pada sel stelata hepatic yang diinduksi asetildehid.

Background : Alpha mangosteen is a possible candidate to treat liver disease that is caused by alcohol. The liver compensate for damage done by alcohol through secreting extracellular matrix (ECM). Matrix metalloproteinase (MMP) has a role in degrading extracellular matrix. Thus, the purpose of study is to investigate MMP2 and MMP9 mRNA expression on an alcoholic liver disease model done in in-vitro.
Method : Study using In-vitro method using LX-2 Hepatic Stelate cells strain. There are 6 groups of sample and each one of the samples were treated: Without drugs, acetyldehyde, acetyldehyde + 10μM sorafenib, acetyldehyde + 10μM alpha mangosteen, acetyldehyde + 20μM alpha mangosteen, amd alfa mangosteen 10μM. And then, the expression of genes is analyze using qRT-PCR.
Results : Acetaldehyde increased MMP2 and MMP9 mRNA expression significantly. Alpha-mangosteen decrease MMP2 and MMP9 mRNA experssion in hepatic stellate cells induced by acetyldehyde. Meanwhile, cells that were given alpha mangosteen did not affect mRNA expression of MMP2 although decrease MMP9 expression.
Conclusion : Alpha mangosteen decrease mRNA expression of MMP2 and MMP9, in hepatic stelate cells induced by acetyldehyde.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Suryo Wijaya
"Latar belakang: Tubuh kita hanya dapat mengekskresi zat besi secara terbatas sehingga apabila seseorang mengalami peningkatan zat besi, zat besi bebas akan menumpuk di jaringan dan menyebabkan kondisi iron overload dan memicu produksi ROS, yang dapat memicu disfungsi organ, salah satunya ginjal. Saat ini telah terdapat tiga macam agen kelasi besi untuk mengatasi iron overload. Namun, ketiga agen kelasi tersebut mahal dan memiliki berbagai efek samping. Berdasarkan penelitian yang sudah ada, mangiferin merupakan senyawa yang dapat mengkelasi besi, mengikat radikal superoksida (yang didismutasi oleh enzim superoxide dismutase), dan memiliki efek samping yang sedikit. Namun, mangiferin memiliki bioavailabilitas yang rendah. Saat ini dikembangkan beberapa teknologi untuk meningkatkan bioavailabilitas obat, salah satunya adalah dengan menggunakan nanopartikel kitosan-alginat sebagai nanocarrier.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pemberian mangiferin dalam nanopartikel kitosanalginat terhadap aktivitas SOD pada ginjal tikus yang diberi besi berlebih.
Metode: Penelitian menggunakan organ ginjal tikus Sprague-Dawley dari penelitian sebelumnya yang terbagi menjadi lima kelompok uji: Kelompok N, IO, IO+M50, IO+MN50, dan IO+MN25. Homogenat sampel direaksikan dengan menggunakan InvitrogenTM SOD Colorimetric Activity Kit. Data diperoleh dengan membaca absorbansi dari hasil reaksi melalui metode spektrofotometri yang hasilnya kemudian dibagi dengan protein jaringan.
Hasil: Kadar SOD ginjal tikus pada kelompok IO+MN25 memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan kelompok IO dan serupa dengan kelompok IO+M50 (p>0,05)
Simpulan: Pemberian mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat tidak berpengaruh terhadap aktivitas SOD pada ginjal tikus yang diberi besi berlebih.

Background: Our body can only excrete a limited amount of iron. Therefore, if iron amount in-body exceeds the excretion limit, non-transferrin-bound iron will increase and piles up in body tissues causing iron overload which triggers ROS production, which later induce organ dysfunctions, e.g. kidney dysfunction. Currently, there are three types of iron chelators to treat iron overload. But, those iron chelators are expensive and cause many adverse effects. Researchers find out that mangiferin is able to chelate iron, scavenge radical superoxides (which is dismutated by superoxide dismutase), and has less adverse effects. However, mangiferin has a low oral bioavailability. Many technologies are being developed to increase oral bioavailability of a medicine, one of them is by using chitosanalginate nanoparticles as nanocarriers.
Objective: The aim of this research is to analyze the effect of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles treatment towards kidney superoxide dismutase (SOD) activity of iron-induced rats.
Methods: This research uses kidneys of iron-induced Sprague-Dawley rats from the last experiment which were grouped into five groups: N, IO, IO+M50, IO+MN50, IO+MN25. Sample homogenates are reacted with InvitrogenTM Superoxide Dismutase (SOD) Colorimetric Activity Kit. The data is collected by reading the absorbance of reaction results with spectrophotometry and dividing the spectrophotometry data by total tissue protein.
Results: Kidney SOD activity level in IO+MN25 group tends to be higher than IO group and similar to IO+M50 group (p>0,05).
Conclusion: The treatment of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles does not affect kidney superoxide dismutase (SOD) activity of ironinduced rats.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhany Fikri Setiawan
"

Latar belakang: Besi berlebih yang terakumulasi di dalam tubuh akibat transfusi darah berulang pada pasien talasemia-β mayor dapat menyebabkan kerusakan pada banyak organ, terutama hati. Besi berlebih di dalam tubuh dapat dikurangi kadarnya dengan agen kelasi besi. Mangiferin yang berasal dari sumber alami telah terbukti memiliki kemampuan sebagai agen kelasi besi, antioksidan, dan antiinflamasi. Namun, mangiferin memiliki bioavailabilitas yang rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan bioavailabilitas mangiferin yaitu menjadikannya dalam formulasi kitosan-alginat nanopartikel. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek mangiferin dan mangiferin dalam kitosan-alginat nanopartikel pada gambaran histopatologi organ hati tikus yang diberi besi berlebih.

Metode: Dua puluh lima tikus Sprague-Dawley dibagi menjadi 5 kelompok: normal (N), kontrol negatif (KN), terapi mangiferin dosis 50 mg/kg BB/hari (M50), terapi mangiferin dalam kitosan-alginat nanopartikel dosis 50 mg/kg BB/hari (MN50), dan terapi mangiferin dalam kitosan-alginat nanopartikel dosis 25 mg/kg BB/hari (MN25). Setelah diberikan perlakuan selama 28 hari, tikus dikorbankan dan organ hati diambil untuk membuat preparat jaringan. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan uji lapang pandang. Parameter yang diteliti adalah gambaran nekrosis, inflamasi, dan steatosis hati.

Hasil: Pemberian mangiferin dapat memperbaiki kerusakan hati akibat besi berlebih dalam bentuk nekrosis, inflamasi, dan steatosis, secara signifikan (p <0,05) dibandingkan dengan kelompok KN. MN50 dan MN25 menunjukkan perbaikan yang signifikan pada nekrosis dan steatosis hati dibandingkan dengan M50. Kemampuan mangiferin dalam kitosan-alginat nanopartikel untuk memperbaiki nekrosis, inflamasi, dan steatosis hati, menunjukkan kecenderungan meningkat secara berurutan dari M50, MN50, dan MN25.

Kesimpulan: Mangiferin dalam kitosan-alginat nanopartikel lebih baik dalam memperbaiki gambaran histopatologi hati tikus yang diberi besi berlebih dibandingkan dengan mangiferin saja.

 


Background: Iron overload that accumulates in the body due to repeated blood transfusions in β-thalassemia major can cause damage to many organs, especially the liver. Iron overload can be reduced by iron-chelating agents. Mangiferin from natural sources has been proven to have the ability as an iron-chelating agent, antioxidant and anti-inflammatory agent. However, mangiferin has a low bioavailability. To increase mangiferin bioavailability, formulated mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles has been made. This study is aimed to determine the effect of mangiferin and mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles on liver histopathology of iron overload rats.

Methods: Twenty-five Sprague-Dawley rats were divided into 5 groups: normal (N), negative control (KN), mangiferin therapy dose of 50 mg/kg BW per day (M50), mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles therapy dose of 50 mg/kg BW per day (MN50), and mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles therapy dose of 25 mg/kg BW per day (MN25). After treatment, the rats were sacrificed and the livers were taken to make preparations. Observations under the microscope were carried out using visual field test. The parameters studied were features of liver necrosis, inflammation, and steatosis.

Results: Mangiferin treatment can ameliorates the liver damage due to iron overload in the form of necrosis, inflammation, and steatosis, significantly (p < 0.05) compared to the KN group. MN50 and MN25 show significant amelioration in liver necrosis and steatosis compared to the M50. The ability of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles to ameliorates liver necrosis, inflammation, and steatosis, show a tendency to increase sequentially from M50, MN50, and MN25.

Conclusion: Mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles ameliorates the liver histopathological features of iron overload rats better than mangiferin alone.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yehezkiel Alexander Eduard George
"

Latar belakang: Kondisi besi berlebih dalam tubuh dapat terjadi karena besi yang masuk mengalami peningkatan atau salah satu komponen ekskresi besi mengalami gangguan. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien talasemia, terutama yang mendapat transfusi darah secara rutin. Transfusi darah rutin dapat menyebabkan kondisi kelebihan besi dan akumulasi besi pada berbagai organ, termasuk limpa. Oleh karena itu, pasien membutuhkan obat kelasi besi, tetapi harganya mahal dan banyak efek samping. Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa mangiferin memiliki efek mengikat besi, namun bioavailabilitasnya rendah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek mangiferin dan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat sebagai obat kelasi besi.

Metode: Limpa tersimpan dari dua puluh lima tikus jantan Sprague-Dawley dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu tikus normal (N), tikus yang diberi besi berlebih (KN), tikus yang diberi mangiferin 50 mg/kgBB (M50), tikus yang diberi mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat 50 mg/kgBB (MN50), dan tikus yang diberi mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat 25 mg/kgBB (MN25). Perlakuan pada hewan coba dilakukan selama 28 hari. Setelah 28 hari, tikus dikorbankan dan organ limpa diambil untuk pengukuran kadar besi pada limpa. Pengukuran menggunakan spektrofotometer serapan atom dengan panjang gelombang 248,3 nm.

Hasil: Dari pengukuran, rata-rata kadar besi organ limpa (µg Fe/g jaringan) pada kelompok M50 (1200,80±126,05), kelompok MN50 (918,38±427,63), dan kelompok MN25 (645,73±178,89). Ketiga kelompok tersebut tidak berbeda signifikan dengan kelompok KN. Namun, terdapat perbedaan signifikan antara kelompok M50 dan MN25 (p=0,006).

Kesimpulan: Mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kg BB dapat menurunkan kadar besi di limpatikus yang diberi besi berlebih lebih baik dari mangiferin saja.


Background: Iron overload is a condition caused by increased intake or disruption of the excretion process. Thalassemia is one of the causes of iron overload, especially transfusion-dependent thalassemia (TDT). Transfusion-dependent thalassemia can cause iron overload and iron accumulation in several organs, including the spleen. Therefore, the patients also need iron chelator to excrete excessive iron, but it is expensive and has many side effects. The previous study shows mangiferin could act as an iron chelator but has low bioavailability. Therefore, we conducted this experimental study to compare mangiferin and mangiferin in chitosan-nanoparticle as an iron chelating agent.

Methods: Spleens from twenty five male Sprague-Dawley rats were divided into 5 groups, which are normal (N), negative control (KN), mangiferin 50 mg/kgBW (M50), mangiferin in chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kgBW (MN50), and mangiferin in chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kgBW (MN25). After 28 days, rats were sacrificed and the spleen were taken to measure the iron level using atomic absorbance spectrophotometer at 248,3 nm wavelength. 

Results: From the measurement, the mean of iron level in spleen (µg Fe/g tissue) of M50 group (1200,80±126,05), MN50 group (918,38±427,63), and MN25 group (645,73±178,89). In this study, those three groups did not significantly different with negative control group (KN). But, there was a significant difference between M50 and MN25 groups (p=0,006).

Conclusion: Mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles 25 mg/kg BW decreases the iron level in spleen of the iron overload rats better than mangiferin only.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andintia Aisyah Santoso
"Latar Belakang: Inflammatory Bowel Disease (IBD) masih menjadi masalah yang belum terselesaikan mengingat terapi yang ada saat ini adalah pemberian obat jangka panjang yang tidak adekuat sehingga memicu terjadinya inflamasi usus kronik yang mengakibatkan keganasan berupa displasia.
Tujuan: Membuktikan pengaruh ekstrak daun dewa terenkapsulasi nanopartikel kitosan dalam mencegah displasia pada usus besar mencit.
Metode: Penelitian ini menggunakan 24 sampel jaringan kolon yang disimpan dari penelitian sebelumnya berupa uji anti inflamasi mencit Swiss Webster jantan yang dibagi secara acak menjadi 6 kelompok yaitu kelompok normal (N), kontrol negatif diberi dekstran natrium sulfat ( Larutan DSS yang diberi ekstrak daun Mahkota Dewa 12,5 mg/hari dan 25 mg/hari (MD 12,5; MD 25), diberi ekstrak daun Mahkota Dewa dalam nanopartikel kitosan 6,25 mg/hari dan 12,5 mg/hari (NPMD 6,25). ; NPMD 12,5). Median skor displasia (data numerik) dari pengamatan histologis dengan pewarnaan hematoxylin-eosin (HE) kemudian dianalisis menggunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney untuk uji Post-Hoc.
Hasil: Semua kelompok uji berbeda secara signifikan dari kelompok DSS. skor displasia kelompok MD 12,5; NPMD 12,5; dan NPMD 6,25 sama dengan kelompok N.
Simpulan: Metode pemberian ekstrak mahkota dewa, tanpa atau tanpa nanopartikel kitosan terenkapsulasi, efektif menurunkan skor displasia kolon akibat DSS.

Background: Inflammatory Bowel Disease (IBD) is still an unresolved problem considering the current therapy is inadequate long-term drug administration, which triggers chronic intestinal inflammation resulting in malignancy in the form of dysplasia.
Objective: To prove the effect of chitosan nanoparticles encapsulated Dewa leaf extract in preventing dysplasia in the large intestine of mice.
Methods: This study used 24 samples of colonic tissue stored from previous studies in the form of anti-inflammatory test of male Swiss Webster mice which were randomly divided into 6 groups, namely the normal group (N), the negative control group was given dextran sodium sulfate (DSS solution given the extract of Mahkota leaf). Dewa 12.5 mg/day and 25 mg/day (MD 12.5; MD 25), were given Mahkota Dewa leaf extract in chitosan nanoparticles 6.25 mg/day and 12.5 mg/day (NPMD 6.25). ; NPMD 12,5). The median dysplasia score (numerical data) from histological observations with hematoxylin-eosin (HE) staining was then analyzed using the Kruskal-Wallis and Mann-Whitney nonparametric test for the Post-Hoc test.
Results: All test groups differed significantly from the DSS group. MD group dysplasia score 12.5; NPMD 12.5; and NPMD 6.25 equal to group N.
Conclusion: The method of administering the crown of god extract, without or without encapsulated chitosan nanoparticles, was effective in reducing the colonic dysplasia score due to DSS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Saleh Al huraebi
"Latar Belakang: Radang usus merupakan salah satu penyakit yang pengobatannya menggunakan antiinflamasi. Konsumsi obat antiinflamasi berkepanjangan dapat menyebabkan organ hati mengalami Hepatotoksisitas Imbas Obat. Tumbuhan mahkota dewa yang dilaporkan memiliki efek antiinflamasi. Penelitian ini menguji toksisitas pada hati mencit yang diinduksi dekstran sodium sulfat akibat pemberian ekstrak daun mahkota dewa dalam/tanpa nanopartikel kitosan.
Tujuan: Mengetahui efek pemberian ekstrak mahkota dewa dalam bentuk nanopartikel kitosan terhadap gambaran nekrosis pada hati mencit.
Metode: Penelitian dilakukan selama lima minggu dengan menggunakan 24 sampel jaringan tersimpan dari penelitian yang dilakukan sebelumnya. Hewan uji merupakan mencit jantan Swiss Webster yang dibagi secara acak menjadi 6 kelompok: kelompok normal (N), kelompok mencit yang diberi larutan dekstran sodium sulfat (DSS), kelompok mencit yang diberi ekstrak daun mahkota dewa dosis 25 mg/hari dan 12,5 mg/hari (MD 25 dan MD 12,5), dan kelompok mencit yang diberi ekstrak daun mahkota dewa dalam bentuk nanopartikel kitosan dosis 12,5 mg/hari dan 6,25 mg/hari (NPMD 12,5 dan NPMD 6,25). Kemudian jaringan diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), lalu mengukur luas area nekrosis tiap jaringan mencit dalam lima lapang pandang.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,06) pada pengamatan rerata luas nekrosis untuk seluruh kelompok uji. Seluruh kelompok uji menunjukan terjadinya nekrosis. Namun, kelompok DSS, MD 25, dan MD 12,5 menunjukan rerata luas nekrosis yang lebih rendah dari kelompok Normal, NPMD 12,5, dan NPMD 6,25.
Kesimpulan: Pemberian ekstrak daun mahkota dewa dalam nanopartikel kitosan menunjukan rerata luas nekrosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa nanopartikel kitosan.

Background: Inflammatory Bowel Disease is a disease whose treatment uses anti-inflammation. Continous consumption of anti-inflammation can induce damage to the liver, known as Drug-induced Liver Injury. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) has been reported to have anti-inflammation activity. This study tested the toxicity to the liver of dextran sodium sulfate-induced mice due to administration of the extract of Mahkota Dewa’s leaves in /without chitosan nanoparticles.
Objective: To discover the effect of Mahkota Dewa's leaf extract in chitosan nanoparticles against necrosis view on mice liver.
Methods: The study was conducted for five weeks using 24 stored tissue samples from previous studies. The animals used for this study were Swiss Webster mice randomized into 6 groups: normal (N) group, dextran sodium sulfate (DSS) group, 25 and 12,5 mg leaf extract of Mahkota Dewa (MD 25, MD 12.5) group, 12,5 and 6,25 mg leaf extract of Mahkota Dewa in chitosan nanoparticles (NPMD 12,5 and NPMD 6,25) group. Subsequently, 24 samples is stained with Hematoxylin-eosin staining. Then, the area of necrosis of each sample is measured in five visual fields
Results: There was no significant difference (p = 0.06) in observing the mean area of necrosis for all test groups. The entire test group showed necrosis. However, the DSS, MD 25, and MD 12.5 groups showed a lower mean necrosis area than the Normal, NPMD 12.5, and NPMD 6.25 groups.
Conclusion: The administration of the Mahkota Dewa’s leaf extract in chitosan nanoparticles showed a higher mean necrosis area compared to the group without chitosan nanoparticles"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayers Gilberth Ivano Kalaij
"Latar belakang: Hemosiderosis menjadi masalah utama bagi pasien thalassemia yang menerima transfusi darah karena dapat menyebabkan kerusakan organ seperti hati. Obat-obat yang tersedia memiliki banyak efek samping. Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) mengandung mangiferin yang berpotensi menjadi alternatif agen kelasi besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek agen kelasi besi ekstrak buah Mahkota Dewa dibandingkan dengan deferiprone dan mangiferin pada organ hati model tikus hemosiderosis melalui pengujian aktivitas enzim katalase dan kadar glutation.
Metode: Sampel penelitian adalah organ hati yang berasal dari 6 kelompok tikus Sprague-Dawley yaitu 1 kelompok normal dan 5 kelompok yang telah diberikan injeksi iron dextran 15 mg/kali intraperitoneal 2x seminggu selama 8 minggu yaitu kelompok besi berlebih, kelompok terapi deferiprone 462,5 mg/kgBB, kelompok mangiferin 50 mg/KgBB, dan kelompok terapi ekstrak etanol buah Mahkota Dewa dosis 100 dan 200 mg/kgBB. Aktivitas katalase dan kadar glutation diukur menggunakan metode ELISA.
Hasil: Pemberian terapi ekstrak buah Mahkota Dewa dosis 100 dan 200 mg/kgBB tidak menghasilkan perbedaan yang bermakna pada aktivitas katalase hati dan kadar glutation jika dibandingkan dengan kelompok normal dan kelompok mangiferin. Namun demikian, aktivitas katalase dan kadar glutation hati kelompok ekstrak buah Mahkota Dewa memiliki kecenderungan nilai rerata yang serupa dengan kelompok mangiferin murni. Kadar glutation kelompok terapi ekstrak Mahkota Dewa berbeda signifikan dengan deferiprone.
Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol buah Mahkota Dewa dosis 100 mg maupun 200 mg/kg BB tidak menurunkan aktivitas katalase dan kadar glutation namun terlihat cenderung memberikan efek seperti pemberian mangiferin.

Introduction: Hemosiderosis has become a major problem in thalassemia patients receiving blood transfusion, frequently damaging organs including liver. Standardized therapy available still possess many side effects. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) contains mangiferin which has potentials as iron chelator alternative. Thus, this study aims to evaluate the iron-chelating effect of Mahkota Dewa in hemosiderosis model rats compared to deferiprone and mangiferin by assessing catalase activity and glutathione level.
Method: Preserved Sprague-Dawley rat liver used as samples in this study consist of 6 groups, 1 of which are normal and 5 of which were injected with iron dextran 15 mg/time intraperitoneally 2x a week within 8 weeks liver organ is used, including iron overload group, deferiprone 462,5 mg/KgBW therapy group, mangiferin 50 mg/KgBW group, and ethanol extract of Mahkota Dewa 100 and 200 mg/kgBW dose groups. Catalase activity and glutathione level were assessed using ELISA method.
Result: Administration of Mahkota Dewa dose 100 and 200 mg/kgBW extract did not produce statistically significant difference compared to normal and mangiferin groups. However, liver catalase activity and glutathione level of Mahkota Dewa dose 100 and 200 mg/kgBW therapy groups show similar mean compared to mangiferin groups. Glutathione level of Mahkota Dewa dose 100 and 200 mg/kgBW therapy groups were found to be significantly different from deferiprone.
Conclusion: Administration of ethanol extract of Mahkota Dewa dose 100 and 200 mg/kgBW do not lower the catalase activity and glutathione level but tend to give an effect similar to as caused by mangiferin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Abadi
"Latar belakang: Indonesia memiliki prevalensi talasemia yang tinggi karena terletak dalam sabuk talasemia dunia. Iron overload seringkali terjadi pada pasien talasemia yang membutuhkan transfusi sehingga perlu diberikan kelasi besi. Akan tetapi, obat kelasi besi yang tersedia saat ini memiliki harga yang mahal dan menimbulkan banyak efek samping. Penelitian sebelumnya menunjukkan mangiferin berpotensi sebagai alternatif terapi kelasi besi namun bioavailibilitasnya rendah. Penelitian ini bertujuan menilai pengaruh pemberian mangiferin menggunakan nanopartikel kitosan-alginat terhadap aktivitas katalase di hati. Metode: Sebanyak 25 tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam 5 kelompok dengan perlakuan: Normal (N), Iron Overload (IO), dan terapi mangiferin (IO+M50); mangiferin-nanopartikel (IO+MN50, IO+MN25). Iron Dextran sebanyak 15 mg diinjeksikan secara intraperitoneal dua kali seminggu selama 4 minggu. Mangiferin dan mangiferin-nanopartikel diberikan secara oral setiap hari selama 4 minggu. Organ hati diperoleh dari organ tersimpan yang disimpan pada suhu -80°C. Aktivitas katalase pada hati diukur menggunakan Catalase Activity Assay Kit dan spektrofotometer. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji Kruskal-Wallis (p=0,05) karena data tidak terdistribusi normal. Hasil: Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan aktivitas katalase yang bermakna di hati tikus antar tiap kelompok. Aktivitas katalase secara berurutan dari rendah ke tinggi adalah: kelompok IO+MN25 (0,00216 U/mg), IO+M50 (0,00221 U/mg), IO (0,00221), IO+M50 (0,0026 U/mg), dan N (0,00299 U/mg). Kesimpulan: Aktivitas katalase pada hati tikus Sprague-Dawley antar tiap kelompok tidak berbeda bermakna.

Introduction: Indonesia has a high prevalent of thalassemia because of its location on world thalassemia belt. Iron overload often happens in transfusion dependent thalassemia patient in which iron chelation therapy is necessary. However, iron-chelating agents that available at this moment are expensive and have numerous adverse effects. Previous researches show that mangiferin could become an alternative iron-chelating therapy but has low bioavailability. This study aims to evaluate administration of mangiferin using chitosan-alginate nanoparticles on catalase activity in liver. Method: A total of 25 Sprague-Dawley rats were divided into 5 groups: Normal (N), Iron Overload (IO), and given with mangiferin therapy (IO+M50, IO+MN50, IO+MN25). Fifteenth milligrams of iron dextran were injected intraperitoneally, twice a week for 4 weeks. Mangiferin and mangiferin nanoparticles were orally given according to each group dose, every day for 4 weeks. Organ obtained by using stored organ that had been stored under -80°C cooler. Catalase activity on liver was measured using Catalase Activity Assay Kit and Spectrophotometer then analyzed by Kruskal-Wallis (p=0,05) because datas aren’t distributed normally. Result: This study shows there’s no significant catalase activity difference between each group. Katalase activity consecutively from lowest to highest are: IO+MN25 (0,00216 U/mg), IO+M50 (0,00221 U/mg), IO (0,00221), IO+M50 (0,0026 U/mg), and N (0,00299 U/mg). Conclusion: There’s no significant difference of catalase activity in Sprague-Dawley rat’s liver between each group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>