Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusuf Setiabudi
"Pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Listrik mengakibatkan kenaikan harga- kedua komoditas tersebut dan berdampak pada meningkatnya biaya produksi di banyak proses produksi sehingga memicu kenaikan harga jual barang-barang lain yang mengarah terjadinya inflasi. Naiknya harga'. barang secara umum tersebut juga disebabkan oleh naiknya biaya produksi yang dipicu oleh kenaikan upah pekerja yang tercermin dari naiknya Upah Minimum Regional (UMR).
KULA (1998) mengajukan metode untuk mengetahui perubahan tingkat harga yang rasional sesuai dengan kenaikan biaya input, yang disebut Input Output Costing Model. Penelitiannya di Turki berdasarkan data Statistical National Account (SNA) 1992 menunjukkan prediksi tingkat inflasi yang lebih rendah dibanding kondisi nil untuk tahun 1996 serta mengidentifikasi sektor-sektor yang memperoleh keuntungan ekstra atau sebaliknya.
Penelitian ini juga menggunakan metode 1-0 Costing Model untuk diterapkan pada perekonomian Jawa Tengah berdasar data tabel input-output tahun 2000. Untuk mengetahui sektor-sektor yang memperoleh keuntungan ekstra atau sebaliknya pada tahun 2001, dilakukan dengan membandingan indeks harga antara hasil analisis dengan IHPB dan IHK rill yang terjadi. Dengan mengasumsikan dan mensimulasikan tingkat harga yang terjadi tahun 2003, maka inflasi 2003 akan dapat diprediksikan. Prediksi infliasi tersebut dibandingkan dengan target inflasi sesuai dokumen perencanaan (Repetada), sehingga diperoleh kesimpulan berupa asumsi perubahan harga yang membatasi pencapaian target inflasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa selama periode tahun 2000-2001 terjadi perubahan harga BBM (32,09%), TDL (18,71%), UMR (32,43%), dan harga Impor (2,0%). Perubahan harga tersebut mengakibatkan perubahan harga sektor lainnya. Sebanyak 29 sektor memperoleh keuntungan ekstra, dimana keuntungan terbesar diperoleh sektor Industri Gula (25,20%), Padi (17,86%), Industri ' Penggilingan - Padi (16,50%), Industri Rokok dan Pengolahan Tembakau (12,66%), dan Industri Alat Angkutan dan Perbaikannya sebesar 10,99%.
Sebanyak 4 sektor yang memperoleh keuntungan ekstra merupakan sektor pertanian 'dengan harga output yang masih dikendalikan Pemerintah melalui kebijakan tata niaga. Sehingga sampai pada batas ini, pemerintah dianggap terlalu tinggi menetapkan harga tersebut. Namun disisi lain, keuntungan ekstra yang diperoleh sektor pertanian clan industri pertanian tersebut, tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan petani penghasil. Sehingga diduga masih ada mata rantai distribusi yang menikmati laba ekstra antara Pedagang Besar Pertama dengan petani penghasil. Sedang sektor lainnya, harga yang tinggi tersebut disebabkan tingginya mark up yang diraih pengusaha.
Sebanyak 7 sektor menerima harga output dibawah harga yang wajar, dengan sektor Industri Mesin dan Perlengkapan Listrik menerima harga terendah sebesar 3,66% dibawah harga wajar. Namun dengan struktur produksi yang didominasi input produksi berasal clad out-put sektor perdagangan serta sepertiga total input berasal dari impor, maka selisih harga yang relatif tidak besar tersebut (dibanding rata-rata 36 sektor) dapat mengindikasikan perlunya pembenahan sektor perdagangan, khususnya pasar input industri tersebut.
Semakin banyak sektor yang memiliki selisih dengan rata-rata perbedaan harga tersebut, akan memicu pergerakan perusahaan dari sektor yang menerima harga dibawah harga yang wajar ke arah sektor yang memperoleh laba ekstra, sehingga dapat mengancam stabilitas perekonomian.
Akibat kenaikan harga tahun 2000 berupa BBM, TDL, Nilai Tukar, dan UMR, diperkirakan mengakibatkan inflasi 8,24% (berdasar Indeks Harga Perdagangan Besar/IHPB) yang lebih rendah 4,49% dari inflasi riil sebesar 12,73%. Sumbangan inflasi tahun 2001 yang terbesar adalah perubahan harga Upah Minimum Provinsi (UMP) yaitu sebesar 7,18%. Berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK), prediksi inflasi sebesar 7,89%, yang Iebih' rendah 4,74% dari inflasi Kota Semarang sebesar 12,63%.
Hasil simulasi model untuk tahun 2003 menunjukkan bahwa target inflasi sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) ]awa Tengah 2003 sebesar 9,90% akan tercapai dengan asumsi : harga BBM sama dengan harga tahun 2002, nilai tukar US $ 1 sebesar Rp 8.500, TEL Iayak ekonomi sebesar US$ 7 sen/KWh (dengan asumsi nilai tukar US$ 1 = Rp 8.500, dan tercapai pada tahun 2003), UMR sebesar Rp. 400.000/bulan/pekerja, dan peningkatan perolehan pajak tidak Iangsung rata-rata 10%/tahun. Namun apabila mempertimbangkan hasil analisis tahun 2001 yang menunjukkan hasil prediksi lebih rendah dari inflasi riil dan selisihnya digunakan sebagai angka koreksi, maka tingkat inflasi yang terjadi berdasar harga konsumen akan melampaui target inflasi sebesar 0,32% (tingkat inflasi mencapai 10,42%), walaupun dengan pendekatan HPB masih tetap dibawah 2 digit. Berdasarkan pertimbangan data yang digunakan dalam analisis, maka perhitungan dengan menggunakan HPB lebih kecil biasnya. HPB hanya menggunakan sebagian data HPB Nasionai, sementara Harga Konsumen menggunakan pola pengeluaran RT sesuai SNSE Indonesia 1999."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanan Tribuana
"Sejak diberlakukannya UU 19/1960 dimana ditentukan hanya ada satu kategori perusahaan milik negara pemerintah telah melakukan beberapa langkah restrukturisasi BUMN. Langkah mendasar pertama adalah pengklasifikasian perusahaan negara berdasarkan sifat dan fungsi kegiatanya menjadi Perjan Perum dan Persero yang dituangkan dalam UU 9/1969. Langkah perbaikan berikutnya adalah mengenai Pedoman Penyehatan dan Pengelolaan BUMN yag tertuang dalam Inpres No. 5/1988 dan ditindak lanjuti dengan SK Menkeu No. 740/1989 dan No. 741/1989 mengenai ketentuan-ketentuan peningkatan efisiensi dan produktifitas yang didalamnya termasuk satu sistem evaluasi kinerja.
Sementara itu perbaikan institusional usaha penyediaan tenaga listrik dimulai tahun 1972 dengan terbitnya PP No. 18/1972 tentang perusahaan umum listrik negara. Perbaikan berikutnya terjadi tahun 1994 mengenai perubahan status PLN dari Perum menjadi Persero berdasarkan PP No. 23/1994. Dengan perubahan status tersebut PLN tidak lagi mempunyai tugas pemerintahan tetapi fungsi PLN berubah menjadi menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan sekaligus meraih keuntungan berdasarkan prinsif pengelolaan perusahaan.
Studi ini mengukur indeks efisiensi teknik dan indeks efisiensi biaya usaha penyediaan tenaga listrik sebelum dan sesudah perubahan status hukum PLN menjadi persero. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur indeks efisiensi adalah dengan menguji fungsi produksi maupun fungsi biaya penyediaan tenaga listrik oleh PLN.
Hasil studi menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 10% efisiensi PLN secara teknik memang telah berubah signifikan sedangkan secara biaya tidak ada perbedaan. Diantara faktor yang mempengaruhi indeks efisiensi teknik adalah ukuran unit pembangkit rata-rata faktor kapasitas rasio elektrifikasi dan porsi pembangkit termal.
Selanjutnya efisiensi biaya sangat dipengaruhi oleh harga jual (tarif) listrik rata-rata harga satuan bahan bakar minyak rata-rata dan harga pembelian listrik swasta.
Berdasarkan hasil kajian tersebut maka apabila efisiensi teknik maupun efisiensi biaya PLN ingin lebih ditingkatkan di masa datang hal-hal berikut perlu dilakukan: (i) ukuran unit pembangkit rata-rata (average unit size) perlu diperbesar (ii) faktor kapasitas (capasity factor) perlu dinaikkan (iii) porsi pembangkit termal (thermal generation share) perlu dikurangi (iV) program sosial listrik pedesaan (rasio elektrifikasi) perlu ada pemisahan yang tegas antara misi sosial dan misi bisnis perusahaan (v) harga jual (tarif) listrik perlu disesuaian pada nilai keekonomiannya (Vi) harga pembelian bahan bakar minyak perlu dicari alternatif pasokan dari pasar internasional guna menekan harga pembeliannya yang selama ini dipasok oleh Pertamina (Vi) harga pembelian listrik swasta perlu dinegosiasi ulang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lambang Prabowo
"Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu penyumbang pajak terbesar kedua setelah Pajak Penghasilan. Perubahan dari Pajak Penjualan menjadi Pajak Pertambahan Nilai yang mengemban misi untuk mengubah sifat cumulative tax menjadi non cumulative tax. Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah untuk menciptakan fundamental ekanomi yang kuat baik melalui kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Kebijakan fiskal dalam hal perpajakan juga berdampak terhadap perilaku ekonomi yang dapat diamati dari sisi permintaan atau sisi penawaran.
Penelitian ini membuat model persamaan simultan untuk mengetahui pengaruh PPN terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perubahan Pajak Penjualan menjadi Pajak Pertambahan Nilai berpengaruh secara signifikan terhadap makroekonomi dimana PPN sudah mengalami perubahan undang-undang sebanyak 2 kali yaitu Undang-undang No.11 Tahun 1994 dan Undang-undang No. 18 Tahun 2000. Apakah keputusan pemerintah selama ini merubah Pajak Penjualan menjadi Pajak Pertambahan Nilai dan juga dilakukannya reformasi sebanyak 2 kali secara signifikan mampu mempengaruhi makroekonomi sesuai yang diharapkan?.
Untuk melihat lebih jauh mengenai maksud tujuan penelitian digunakan persamaan simultan dengan menggunakan metode 2 SLS. Metode penelitian yang digunakan adalah analisa persamaan simultan dengan menggunakan model yang terdiri dari 9 variabel current endogenous, 11 variabel predetermined (6 variabel lag endogenous dan 5 variabel exogenous). Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik berupa data Produk Domestik Bruto, penerimaan PPN atau Pajak Penjualan, nilai tukar, suku bunga mulai tahun 1979 s.d 2003 sesuai dengan data yang tersedia dan memenuhi syarat untuk melakukan uji ekonometrik.
Persamaan simultan dengan 2 SLS ternyata memberikan hasil bahwa penerimaan PPN mempengaruhi pengeluaran rutin pemerintah melalui variabel penerimaan dalam negeri dengan bantuan persamaan identitas penerimaan dalam negeri. Pengeluaran rutin pemerintah akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Variabel kontrol yang lain yaitu REF sebagai proksi perubahan Pajak Penjualan menjadi Pajak Pertambahan Nilai memberikan hasil bahwa REF mempunyai tanda yang benar dan berpengaruh secara signifikan terhadap konsumsi masyarakat. Di lain pihak variabel dummy REF bertanda benar tetapi tidak berpengaruh signifikan pada tingkat 5% namun berpengaruh signifikan pada tingkat 20% sehingga pemerintah perlu melakukan tindakan untuk melakukan penegakan hukum dan transparansi dalam pelaksanaan peraturan pajak.
Kebijakan PPN sebesar 10% tanpa adanya perubahan variabel eksogen lainnya dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi. Namun apabila tingkat suku bunga berkurang 10%/ tahun, kenaikan PPN 10% tersebut dapat menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak, kebijakan peningkatan PPN sebesar 25% dapat menambah pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, implikasi kebijakan yang penting adalah kenaikan PPN yang moderat perlu menjadi pertimbangan penting dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan didukung kebijakan peraturan perpajakan yang bagus dan diupayakan keselarasannya dengan pelaksanaan di lapangan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Raharja
"Kebijakan pemerintah dalam mengenakan PPn BM untuk kendaraan bermotor mendapatkan keluhan dari para pengusaha karena hal tersebut menghambat industri otomotif untuk dapat berkembang lebih pesat. Hal ini dapat pula menghambat perkembangan industri-industri yang terkait dengan industri otomotif. Lebih jauh lagi hal ini dapat juga menghambat perkembangan ekonomi secara keseluruhan.
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisai kondisi pasar mobil di Indonesia serta untuk menganalisa pengenaan PPn BM mobil di Indonesia dalam pengaruhnya terhadap kesejahteraan konsumen, produsen, dan penerimaan pemerintah.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data penjualan mobil, produksi mobil serta harga yang berasal dari Gaikindo serta ditambah dengan data kondisi makro ekonomi yang berasal dari BPS, BI, Pertamina, Departemen Keuangan serta data lainnya yang berhubungan. Data dijadikan dasar untuk membuat fungsi permintaan dan fungsi penawaran mobil di Indonesia. Dengan menggunakan bantuan software Eviews untuk mengestimasi fungsi-fungsi permintaan dan penawaran secara singgle equation.
Selanjutnya dari fungsi-fungsi yang didapat digunakan sebagai data untuk menggambarkan kondisi pasar mobil serta dijadikan dasara perhitungan kesejahteraan produsen, kesejahteraan konsumen serta penerimaan pemerintah. Dibuat pula skenario perubahan-perubahan harga yang disebabkan perubahan tarif PPn BM dengan menggunakan elastisitas yang didapat. Penelitian ini menganalisa permintaan dan penawaran mobil di Indonesia dengan skenario jika tidak dikenakan PPn BM serta jika dinaikkan sebesar 1%, 5%, 10% dan 15% dari tarif yang berlaku sekarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sisi kesejahteraan ekonomi untuk beberapa jenis mobil, pengenaan PPn BM ini tidak tepat sasaran serta tidak sesuai dengan syarat ekonomis dari suatu pengenaan pajak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa jenis mobil yang layak dinaikkan tarif PPn BM nya dan ada pula yang tidak layak untuk dinaikkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T16974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermawan Adi Nugroho
"Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan di Indonesia dalam 25 tahun terakhir, khususnya pada masa kepemimpinan Orde Baru terbilang sukses dilihat dari tingkat pertumbuhan rata-rata yang mencapai hampir 7 % setiap tahunnya. Sayangnya, angka pertumbuhan yang meningkat setiap tahun tersebut ternyata juga diikuti dengan meningkatnya jumlah hutang luar negeri, baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun pemerintah. Hal ini tentu menjadi suatu pertanyaan tersendiri, karena logikanya seharusnya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan kenaikan pendapatan perkapita masyarakat justru akan menurunkan jumlah total hutang luar negeri karena kemampuan pembiayaan dalam negeri yang meningkat.
Konteks awal keputusan pemerintah untuk menggunakan instrumen kebijakan hutang luar negeri adalah sebagai unsur pelengkap guna membantu meringankan beban defisit anggaran dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi negara. Tetapi dalam perjalanannya, hutang luar negeri saat ini justru dirasakan menjadi beban dalam anggaran dan menimbulkan permasalahan yang kompleks sehingga mempengaruhi variabel makro ekonomi yang lain, khususnya variabel tabungan dan investasi domestik. Bagi penulis, fenomena ini menjadi sesuatu yang cukup menarik untuk dilakukan penelitian sehingga akan diketahui penyebab dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap hutang luar negeri pemerintah maka peningkatan hutang luar negeri tersebut disebabkan karena meningkatnya defisit dalam anggaran pemerintah. Tingginya angka defisit dalam anggaran pemerintah disebabkan karena total penerimaan pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan total belanja negara. Untuk dapat mencapai tingkat petunbuhan ekonomi yang dinginkan maka kebijakan pemerintah untuk menstimulasi perekonomian nasional melalui alokasi anggaran pemerintah untuk meningkatnya pengeluaran pembangunannya sebagai manifestasi dari investasi yang dilakukan pemerintah. Dalam konteks ini maka kebutuhan investasi yang akan dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak dapat dipenuhi dari jumlah tabungan pemerintah yang merupakan selisih dari penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin pemerintah. Selisih (gap) antara kebutuhan investasi pemerintah dengan tabungan yang dimilikinya inilah yang kemudian ditutup melalui pembiayaan yang berasal dari luar negeri dalam bentuk hutang luar negeri. Dalam konteks awal pembangunan, komponen hutang luar negeri diposisikan sebagai "pelengkap" yang diharapkan dapat menambah "energi" pemerintah untuk menstimulasi perekonomian nasional melalui APBN. Tetapi dalam perjalanannya komponen hutang luar negeri justru mendominasi hampir seluruh pengeluaran pembangunan pemerintah sehingga menimbulkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada hutang luar negeri. Tidak ada tahun anggaran yang terlewatkan tanpa hutang luar negeri. Implikasinya, sebagian besar pengeluaran rutin pemerintah tersedot untuk pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri sehingga mengurangi kemampuan pemerintah untuk berinvestasi. Penurunan Investasi pemerintah tersebut akan berdampak pada menurunnya total investasi nasioanal sehingga secara simultan juga akan mengurangi tabungan masyarakat melalui penurunan output nasional (POB).
Solusi yang ditawarkan dalam penelitian berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan pemerintah harus secara bertahap berusaha menurunkan stok hutang luar negerinya dengan didukung oleh kebijakan penunjang lain di bidang perpajakan yang berorientasi pada peningkatan penerimaan dalam negeri melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak sehingga diharapkan dapat meminimalkan ketergantungan keuangan negara terhadap hutang luar negeri, dengan tetap memperhatikan kelangsungan iklim investasi domestik yang kondusif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kairun Nisa Dwiyani
"Kepuasan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/kenyataan yang dirasakan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja/kenyataan yang dirasakan dengan harapan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan terhadap pelayanan pendidikan menengah atas, menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan siswa dan orangtua siswa terhadap pelayanan pendidikan menengah atas, dan mengetahui apakah ada hubungan antara jumlah biaya pendidikan dengan mutu pendidikan.
Penelitian menggunakan metode survey. Sample diambil seeara random sebanyak 350 siswa dan 350 orangtua siswa Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan pendidikan Sekolah Menengah Atas masih perlu diperbaiki, tingkat kepuasan siswa dan orangtua siswa terhadap pelayanan pendidikan menengah atas di atas 74%, dimensi tangible dan responsiveness perlu mendapat perhatian, sekolah yang rata-rata biaya pendidikannya tinggi memiliki mutu yang Iebih baik, namun sekolah dimana siswa dan orangtua siswanya memiliki kepuasan Iebih tinggi terhadap pelayanan pendidikan, belum tentu memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan dengan sekolah yang siswa dan orangtua siswanya Iebih rendah tingkat kepuasannya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Rubal Faisal
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perencanaan dan koordinasi terhadap efektivitas pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kecamatan Cipocok Jaya Kabupaten Serang.
Data dikumpulkan melalui kuesioner, responden diambil dengan menggunakan metode penarikan sampel berlapis sebanyak 180 orang yang terdiri atas 27 orang Tim Pelaksana dan 153 orang Masyarakat Pengguna P2KP.
Berdasarkan pengujian hipotesis beda dua rata-rata menunjukkan bahwa persepsi antara Tim Pelaksana dan Pengguna tidak berbeda/sama terhadap variabel perencanaan, koordinasi dan efektivitas kegiatan P2KP.
Berdasarkan model regresi berganda, variabel perencanaan dan koordinasi berpengaruh signifikan secara positif terhadap efektivitas kegiatan P2KP. Variabel efektivitas P2KP lebih responsif terhadap variabel perencanaan dibandingkan dengan variabel koordinasi. Dalam model tersebut ditunjukan bahwa efektivitas kegiatan P2KP bukan hanya dipengaruhi oleh variabel perencanaan dan koordinasi tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor lain yang diduga peneliti berpengaruh terhadap efektivitas program tersebut adafah faktor budaya, tingginya pemahaman terhadap nilai-nilai agama dan ketaatan terhadap hukum."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Wulandari
"Industri pengolahan kayu merupakan salah satu andalan di Propinsi Riau dimana mempunyai peranan dalam menggerakkan perekonomian wilayah. Industri pengolahan kayu dapat dijadikan salah satu sektor disamping sektor-sektor Iainnya dalam membuka kesempatan kerja dan mengurangi perbedaan pendapatan antar daerah karena disamping industri ini mempunyai aktivitas skala yang cukup besar, umumnya industri ini berada di wilayah pedesaan sehingga diharapkan hadirnya industri ini di pedesaan dapat menyerap angkatan kerja baik di wilayah pedesaan dimana industri itu berada maupun angkatan kerja pada wilayah yang lebih luas.
Industri pengolahan kayu Riau pada saat ini rata-rata hanya beroperasi 66,25% dari kapasitas yang diijinkan, Sampai dengan tahun 2002 Industri Pengolahan Kayu Aktif yang berada di Propinsi Riau berjumlah 393 unit (industri kayu lapis 13 unit, industri kertas 2 unit, industri chips 3 unit, industri gergajian 380 unit). Pada saat ini industri tersebut banyak kekurangan bahan baku. Walaupun kebutuhan akan bahan baku industri selain dipasok dari Propinsi Riau juga dari Iuar Propinsi namun kebutuhan akan bahan baku masih belum terpenuhi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak industri pengolahan kayu terhadap perekonomian Riau dengan menggunakan pendekatan Input Output dan Model Miyazawa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak Industri pengolahan kayu terhadap perekonomian cukup besar yaitu dalam pembentukan output sebesar Rp 3 406 054 juta (3,37%), nilai tambah bruto sebesar Rp 920 609 juta (1,54%). Dari analisis keterkaitan, industri pengolahan kayu memiliki nilai keterkaitan kedepan (FL) yang lebih kecil daripada keterkaitan kebelakang (BL). Hal ini berarti kemampuan menarik pertumbuhan output sektor hulunya lebih besar daripada mendorong pertumbuhan output sektor hilirnya. Pada nilai pengganda output, pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja memiliki nilai yang tinggi yaitu dengan masuknya industri pengolahan kayu dalam peringkat sepuluh besar. Sedangkan kontribusinya dalam mengurangi ketimpangan pada distribusi pendapatan masih sangat kecil dikarenakan industri pengolahan kayu masih sedikit dalam menyerap tenaga kerja dari kelompok rumah tangga berpendapatan rendah.
Dari simulasi ditutupnya industri pengolahan kayu akan berpengaruh terhadap perubahan output sebesar Rp 2,221 trilyun (2,201%), nilai tambah sebesar Rp 1,368 trilyun (2,284%) dan kesempatan kerja turun sebesar 218 923 orang (4,753%).
Rekomendasi kebijakan adalah perlu dipertimbangkan kembali bila suatu saat industri pengolahan kayu mengalami penutupan mengingat peranannya yang cukup besar dalam perekonomian. Selain itu kegiatan restrukturisasi dan revitalisasi industri pengolahan kayu perlu segera dilaksanakan. Demikian juga dengan persentase tenaga kerja lokal yang diserap perlu ditingkatkan untuk pemerataan distribusi pendapatan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Dian Rahayu T.
"Penetapan besarnya penerimaan pemerintah daerah yang dipakai sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bogor selama ini didasarkan pada incremental budgeting, sehingga menyebabkan perkiraaan penerimaan pemerintah daerah tidak sesuai dengan realisasinya. Paling tidak ada dua konsekuensi dari pendapatan pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan realisasinya yaitu
(1) ada anggaran pendapatan yang tidak teralokasikan karena perkiraan pendapatan daerah di awal tahun yang terlalu kecil dan (2) kegiatan atau program yang direncanakan di awal tahun anggaran tidak terdanai karena perkiraan pendapatan yang terlalu tinggi. sehingga dalam menentukan besarnya penerimaan pemerintah daerah sebaiknya memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian daerah tersebut.
Penelitian ini difokuskan untuk: (1) menentukan variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pemerintah daerah Kabupaten Bogor dan (2) melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan data sekunder deret waktu selama tahun 1985-2004 dan dianalisis menggunakan pendapatan ekonometrika. Model terdiri dari empat persamaan identitas dan tujuh persamaan struktural selanjutnya pendugaan parameternya dilakukan dengan metode 2SLS (Two Stage Least Squares).
Hasil pendugaan menunjukkan ada keterkaitan antara blok makro ekonomi daerah dan blok keuangan daerah Iewat produk domestik regional bruto dan penerimaan pemerintah daerah. Variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi output daerah (PDRB) adalah PDRB per kapita Kabupaten Bogor, PDRB per kapita DKI Jakarta, konsumsi rumah tangga tahun sebelumnya, output daerah tahun sebelumnya, tingkat suku bunga, total penerimaan pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya, dan nilai tukar. Sementara variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi besarnya penerimaan pemerintah daerah pada biok keuangan daerah yaitu: PDRB per kapita, jumlah penduduk, besarnya bagi hasil tahun sebelumnya, penerimaan asli daerah, dan produk domestik bruto (GDP).
Hasil proyeksi pesimis menghasilkan pertumbuhan PDRB clan penerimaan pemerintah daerah selama periode 2005-2010 masing-masing berkisar 1,65% - 2,74% dan 4,43% - 4,55%. Sementara hasil proyeksi moderat menghasilkan pertumbuhan PDRB clan penerimaan pemerintah daerah masing-masing berkisar 2,79% - 3,47% dan 4,86% - 5,37%. Sedangkan hasil proyeksi optimis menghasilkan pertumbuhan PDRB dan penerimaan pemerintah daerah berturut-turut berkisar 3,46% - 5,84% dan 5,33% - 5,37%.
Mengingat konsumsi rumah tangga dan net ekspor Kabupaten Bogor sangat dipengaruhi oieh pendapatan per kapita DKI Jakarta, maka sebaiknya Pemda Kabupaten Bogor membuat suatu kebijakan berupa penyediaan infrastruktur yang memadai agar penduduk DKI Jakarta lebih banyak melakukan kegiatan konsumsi di Kabupaten Bogor. Selain itu, Pemda Kabupaten Bogor juga harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi para investor agar tertarik berinvestasi terutama untuk menyediakan hunian. Kebijakan tersebut tentunya harus tetap berpedoman pada Tata Ruang Kabupaten Bogor.
Pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Bogor secara tidak langsung dipengaruhi penerimaan pajak. Salah satu langkah yang bisa dilakukan Pemda Kabupaten Bogor daiam meningkatkan penerimaan pajak yaitu mengurangi biaya daiam pengumpulan penerimaan pajak dengan memberikan reward dan punishment kepada aparatur pengumput pajak.
Model makro ekonomi ini sebaiknya digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor daiam memproyeksi besarnya penerimaan pemerintah daerah, mengingat melalui penerapan model ini memperhitungkan kondisi makro ekonomi daerah dan nasional sehingga perencanan dari nisi penerimaan menjadi iebih balk jika dibandingkan dengan menggunakan incremental budgeting."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Martini
"Bagi kebanyakan negara, penerimaan pajak masih merupakan sumber penerimaan yang besar bagi suatu negara. Indonesia juga masih mengandalkan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan membiayai kegiatan negara. Beberapa kinerja perpajakan menunjukkan bahwa penerimaan perpajakan masih rendah, hal ini dapat dilihat dari tax ratio atau rasio penerimaan pajak terhadap Produk domestik Bruto yang menunjukkan prosentase yang masih rndah dibanding negara-negara ASIA Iainnya. Dari hasil perhitungan Tax Coverage Ratio atau perbandingan besarnya pajak yang dapat dipungut dengan besarnya potensl pajak yang semestinya dapat dipungut menunjukkan bahwa tax coverage ratio kita dalam kurun waktu 5 tahun, sejak 1995-2000 sebesar 50%. Artinya, masih ada potensi untuk memungut pajak.
Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan besarnya penerimaan pajak penghasilan ps 21 orang/pribadi sebagai dampak perubahan permintaan akhir. Alat analisis yang digunakan adalah tabel I-O Indonesia tahun 2000. Tabel I-O dapat memberikan gambaran tentang keterkaitan antar suatu sektor yang digunakan sebagai input untuk menghasiikan output sektor itu sendiri maupun sektor Iainnya. Salah satu manfaat tabel I-O adalah dapat memperkirakan dampak permintaan akhir dan perubahannya terhadap penerimaan pajak. Untuk itu, digunakan data pekerja dan upah pekerja untuk semua sektor yang disurvey dalam Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), Tabel I-O tahun 2000 dan data Produk Domestik Bruto (PDB). Dari upah pekerja dalam SAKERNAS, dapat dihitung upah per pekerja pada masing-masing sektor. Langkah selanjutnya menghitung koefisien pajak dan mengalikan hasil perhitungan koefisien pajak dengan pengganda output serta permintaan akhir.
Dari perhitungan ini akan diperoleh besarnya potensi penerimaan pajak. Dalam perhitungan selanjutnya dilakukan pula perhitungan potensi penerimaan pajak tahun 2001 hingga 2004, dengan nilai PDB yang telah di share pada sektor yang ada. Hasil perhitungan ini dapat dibandingkan dengan data realisasi penerimaan pajak PPh ps.21 orang/pribadi. Dilakukan pula perhitungan proyéksi penerimaan pajak tahun 2005 hingga tahun 2010.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pajak PPh ps 21 besar. Hasil perhitungan potensi penerimaan pajak tahun 2000-2004 dengan realisasi tidak jauh berbeda, artinya model ini dapat digunakan untuk menghitung potensi penerimaan pajak, disisi lain, menujukkan bahwa potensi penerimaan pajak masih mungkin diperoleh, karena dengan model yang penuh keterbatasan datanya diperoleh hasil yang tidak jauh beda dengan realisasinya. SAKERNAS hanya merupakan suatu survey, bukan suatu sensus, sehingga data yang diperoleh belum maksimal dan belum dapat mewakili semua pekerja pada semua Iapangan usaha yang ada. Dengan demikian, data-data dalam SAKERNAS under estimate."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T27673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>