Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Afriadi Wibowo
"ABSTRAK
Hukum Persaingan Usaha melindungi persaingan dan proses persaingan yang sehat dengan mencegah dan memberikan sanksi terhadap tindakan-tindakan yang anti-persaingan. Kartel sangat merugikan perekonomian karena para pelaku usaha anggota kartel akan setuju untuk melakukan kegiatan yang berdampak pada pengendalian harga, seperti pembatasan jumlah produksi yang akan menyebabkan inefisiensi alokasi. Kartel juga dapat menyebabkan inefisiensi dalam produksi ketika mereka melindungi pabrik yang tidak efisien, sehingga menaikkan biaya rata-rata produksi suatu barang atau jasa dalam suatu industri. Penelitian dalam penyusunan tesis ini mengacu pada teori tentang campur tangan negara dalam bidang perekonomian, khususnya pengaturan pasar dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state). Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder dan metode analisis data kualitatif serta metode penalaran deduktif. Pengaturan tentang larangan perjanjian penetapan harga di Indonesia dicantumkan dalam Pasal 5 sedangkan larangan perjanjian kartel di Indonesia dicantumkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penetapan harga termasuk bentuk kartel dan sesungguhnya Pasal 5 pada hakikatnya juga merupakan pengaturan tentang kartel, hanya saja kartel yang dimaksud adalah kartel harga. Sementara kartel dalam Pasal 11 yang diatur adalah kartel produksi dan pemasaran yang tujuan akhirnya mempengaruhi harga. Jadi kalau Pasal 5 mengatur secara langsung larangan pengaturan harga, maka dalam Pasal 11 yang diatur adalah kartel produksi dan pemasaran yang akhirnya berpengaruh pada harga produk. Putusan KPPU yang berkaitan dengan perjanjian penetapan harga dan kartel pada tahun 2009 hingga 2010 terdapat 4 (empat). Dari 4 (empat) putusan KPPU tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda. Untuk itulah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berserta Peraturan KPPU mengenai Pedoman Pasal 5 dan Pasal 11 menjadi sangat penting dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia.

ABSTRACT
The Business Competition Law protects competition and the healthy competition process by preventing and giving sanctions to the anti-competition acts. Cartels are very detrimental to the economy because the business doers as the cartel members will agree to do activities having impact on price control, such as the limitation of production amount which will cause allocation inefficiency. Cartels also can cause inefficiency in production when they protect inefficient factories so that they increase the costs of the production in average of a product or service in an industry. Research in this thesis refers to the theory on the state?s interference in economy, particularly the market arrangement in the concept of welfare state. The research method used in this thesis is normative with the secondary data collection technique, the qualitative data analysis method, and the deductive reasoning method. The regulation on the prohibition of the price determination agreement in Indonesia is set forth in Article 5, while the prohibition of the cartel agreement is set forth in Article 11 of the Law Number 5 of the Year 1999 on Prohibition of Monopoly Practice and Unhealthy Business Competition. The price determination includes cartels, and actually Article 5 basically is also the regulation about cartels, but the cartels referred to here are the price cartels. Meanwhile, cartels governed in Article 11 are production and marketing cartels having an end goal to influence prices. Hence, if Article 5 governs directly the prohibition of price arrangement, what is governed in Article 11 is the production and marketing cartels which eventually influence the product prices. KPPU?s decisions related to the price determination agreement and cartels from 2009 to 2010 consist of 4 (four) decisions. Those 4 (four) KPPU?s decisions have different characters. Therefore, the Law Number 5 of the Year 1999 and the KPPU?s regulation on Guidelines Article 5 and Article 11 become very significant in the business competition law enforcement in Indonesia.
"
2013
T32563
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazlia Purnama Sari
"Persekongkolan dalam kegiatan tender merupakan perbuatan yang mengutamakan aspek perilaku berupa perjanjian untuk bersekongkol yang dilakukan secara diamdiam dalam persekongkolan tender, penawar menentukan perusahaan tertentu yang harus mendapat pekerjaan melalui harga kontrak yang diharapkan. Tesis ini menjelaskan tentang penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di industri migas khususnya pada kasus tender pengadaan alat pengeboran eksplorasi minyak dan gas di Blok Madura.
Metode yang digunakan ialah menggunakan metode yuridis normative yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Adapun permasalahannya ialah bagaimana penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oleh KPPU pada tender di Blok Madura, Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung pada putusan KPPU tentang tender di Blok Madura, dan kendala-kendala yang diperoleh KPPU dalam membuktikan Pasal 22. Dengan ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutus perkara tersebut dengan menerapkan Pasal 22 berdasarkan Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kasus pengadaan alat pengeboran eksplorasi minyak dan gas di Blok Madura sudah sampai ke Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, namun putusan KPPU tersebut dibatalkan oleh keduanya, karena bukti yang kurang cukup. Penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 44/PDT/KPPU/2011/PN.Jkt Pst Tentang Tender di Industri Migas Pada Blok Madura dan Mahkamah Agung dengan Nomor Perkara 03K/PDT.SUS/201, yang mana kedua putusan tersebut merupakan lanjutan dari perkara dengan Nomor Putusan 31/KPPU-L/2010.
Berdasarkan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung atas penerapan Pasal 22 tersebut, kedua hakim tidak menumukan unsur-unsur persekongkolan tender yang terdapat pada Pasal 22, adapun putusan KPPU dengan Nomor Putusan 31/KPPU-L/2010 dibatalkan oleh hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Dikarenakan pada putusan KPPU kurangnya bukti petunjuk, KPPU juga tidak menejelaskan secara jelas bukti tidak langsung tersebut, dan bukti tidak langsung belum ada peraturan khususnya di Indonesia. Adanya kendala yang diperoleh KPPU mengakibatkan belum secara optimal melaksanakan kewenangan yang dimilikinya. Selain mengatasi permasalahanpermasalahan, tantangan yang harus dijawab selanjutnya adalah memperjelas status kelembagaan KPPU dalam sistem ketatanegaraan menyebabkan komisi ini menjadi rentan untuk diperdebatkan keberadaannya, utamanya ketika komisi ini menjalankan fungsi dan tugasnya. Selain itu, kendala yang diperoleh KPPU dalam pembuktian adalah perihal whistleblower yang sulit dalam pembuktiannya, karena whistleblower tersebut belum diatur dengan jelas di Indonesia.

Conspiracy in tender activity is an action -oriented aspects of behavior in the form of an agreement to conspire done secretly in a bid rigging , bidder must specify the particular company that got the job through the expected contract price. This thesis describes the application of Article 22 of Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition in the oil and gas industry, especially in the case of procurement of oil exploration and drilling tools natural gas reserve.
The method used is to use the method of normative juridical research that refers to the legal norms contained in laws, especially Law No. 5 of 1999 . The problem is how to implement Article 22 of Law No. 5 of 1999 by the Commission on the tender in Madura , Consideration of District Judges and the Supreme Court on the Commission 's decision on the tender in Madura, and the constraints obtained by the Commission under Article 22 proves. District Court and the Supreme Court, but the verdict was overturned by both the Commission, because of insufficient evidence. Application of Article 22 of Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition in consideration of the Central Jakarta District Court Case No. 44/PDT/KPPU/2011/PN.Jkt with Pst About Tender in the Oil and Gas Industry In Madura and Supreme Court case No. 03K/PDT.SUS/201 , in which both the decision is a continuation of the case with decision No. 31/KPPU-L/2010.
Based on consideration of the District Court and the Supreme Court on the application of Article 22, the two judges did not menumukan bid rigging elements contained in Article 22, while the decision by the Commission Decision No. 31/KPPU-L/2010 canceled by the District Court and the Supreme Court. Due to the lack of evidence hint Commission decision, the Commission also not menejelaskan clearly the circumstantial evidence, and no evidence of indirect rule, especially in Indonesia. Constraints obtained by the Commission resulted in yet optimally carry out its authority. In addition to addressing the issues, challenges that need to be answered next is to clarify the status of the Commission's institution in the state system led to the commission be susceptible to debate its existence, especially when the commission perform its functions and duties. In addition, the Commission obtained constraints in the proof is a difficult subject whistleblower in the proof, as the whistleblower has not been set out clearly in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library