Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kirana A Sampurna
"ABSTRAK
Tujuan untuk menilai hubungan antara respons elektrofisiologis makula menggunakan multifocal electroretinogram (MfERG), ketebalan makula sentral (KMS) menggunakan Spectral Domain Optical Coherence Tomography (SD-OCT) dan tajam penglihatan pasca-injeksi anti-VEGF intravitreal pada pasien edema makula diabetik (EMD). Desain penelitian studi prospektif, intervensi tanpa randomisasi. Total 33 mata dari 16 pasien non-proliferative diabetic retinopathy dan 17 pasien non-high-risk proliferative diabetic retinopathy yang memenuhi kriteria inklusi mendapatkan injeksi bevacizumab 1,25mg intravitreal, setelah melalui pemeriksaan tajam penglihatan dengan koreksi (TPDK) menggunakan ETDRS chart, pemindaian SD-OCT dan pemeriksaan 61-heksagon MfERG pada baseline, 1 minggu dan 1 bulan pasca-injeksi. Parameter MfERG yang dinilai adalah first-order MfERG (N1,N2 dan P1) pada daerah dua-derajat sentral makula. Hasil Terdapat perbaikan tajam penglihatan sebesar 2LogMar disertai 19% penurunan KMS pada satu bulan pasca-injeksi (p<0.05). Terjadi penurunan amplitudo P1 satu minggu pasca-injeksi (p<0.01) diikuti perbaikan amplitudo P1 satu bulan pasca injeksi (p>0.05). Tampak pemendekan waktu implisit P1 namun secara statistik tidak bermakna. Tidak didapatkan korelasi antara peningkatan TPDK, penurunan KMS, perbaikan amplitudo serta pemendekan waktu implisit gelombang P1 MfERG. Tidak ditemukan efek samping okular maupun sistemik yang berbahaya pasca-injeksi.. Simpulan Dalam jangka pendek, injeksi bevacizumab intravitreal dapat meningkatkan tajam penglihatan, mengurangi ketebalan makula sentral/KMS dan memperbaiki respons MfERG pasien DME namun tidak bermakna secara statistik. Perbaikan TPDK tidak memiliki korelasi dengan penurunan KMS dan respons MfERG secara statistik namun kombinasi penggunaan SD-OCT dan MfERG dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi makula pasien EMD yang mengalami perburukan tajam penglihatan.

ABSTRACT
Purpose To evaluate and investigate any possible correlation between changes of visual acuity (VA), central macular thickness/CMT using Spectral Domain Optical Coherence Tomography (SD-OCT) and electrophysiological responses using multifocal electroretinography (MfERG) in diabetic macular edema (DME) following intravitreal injection of bevacizumab Methods Prospective, non-randomized, interventional case study. Thirty-three eyes of 33 DME patients, consists of 16 non-proliferative diabetic retinopathy patients and 17 non-high-risk proliferative diabetic retinopathy patients, receives intravitreal bevacizumab 1,25mg. All patients underwent complete ophthalmic examination including ETDRS VA testing, Sixty-one scaled hexagon MfERG and SD-OCT scan at baseline, 1-week, and 1-month post-injection. Components of the first order kernel (N1, N2 and P1) in central 2o were measured. Results MfERG showed reduced P1 amplitude (P<0.05) at 1-week after injection followed by increased P1 amplitude (P>0.05) at 1-month after treatment as compared to the baseline in all subjects. Improvement were seen in the implicit time P1 but without statistical significance. There was 19% improvement in CMT and 0.2Logmar VA improvement 1-month post-injection compared to the baseline (P<005). This study showed no serious ocular adverse effects. Conclusion In this study intravitreal injection bevacizumab resulting in improved visual acuity, reduction in CMT and mild improvement in the MfERG amplitude and implicit time. Although VA changes did not correlate with reduced CMT nor with improved responses of MfERG, the combined use of SD-OCT and MfERG may be used to evaluate macular function in DME patient with worsened visual acuity post anti-VEGF injection."
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Perlita Kamilia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keluhan subjektif mata kering dan gangguan komponen air mata (lipid, akuos, mucin) pada pasien thalassemia mayor dengan riwayat transfusi darah jangka panjang, serta menganalisis hubungan antara kadar feritin serum, durasi, dan frekuensi transfusi darah dengan masing-masing parameter penilaian komponen lapisan air mata. Penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross sectional) pada pasien thalassemia mayor yang sudah berusia dan mengalami transfusi darah selama minimal 10 tahun. Penilaian mata kering terdiri dari pengisian kuesioner OSDI untuk menilai keluhan subjektif, pemeriksaan biomikroskopi lampu celah dan nilai tear break up time (TBUT) untuk menilai tingkat keparahan mata kering, pemeriksaan Schirmer basal, Ferning, dan sitologi impressi konjungtiva untuk menghitung jumlah sel goblet. Data perhitungan tingkat keparahan mata kering, nilai uji Schirmer basal, TBUT, dan jumlah sel goblet dianalisis dan dicari hubungannya dengan kadar feritin serum, durasi dan frekuensi transfusi. Pada 77 subyek, mata kering terjadi sebanyak 14.3%, penurunan nilai TBUT (39%), nilai Schirmer basal (37.7%), nilai Ferning (24.7%), dan jumlah sel goblet (45.5%). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat keparahan mata kering, nilai TBUT, nilai Schirmer basal, nilai Ferning, dan jumlah sel goblet dengan kadar feritin serum, durasi, dan frekuensi transfusi. Namun, terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat keparahan mata kering dan usia (p = 0.014), serta nilai TBUT (p = 0.012) dan Schirmer (p = 0.014) dengan jenis kelamin. Penelitian ini memperlihatkan 14.3% subyek thalassemia mayor mengalami mata kering berdasarkan kriteria DEWS 2007. Kejadian mata kering pada thalassemia mayor tidak dipengaruhi oleh faktor transfusi dan kadar feritin serum, melainkan dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin.

This study is aimed to understand subjective complaints for dry eyes and disruption of component of tear fluid (lipid, aqueous, mucin) in patients with major thalassemia with a history of long-term blood transfusions and to analyse the correlation between serum ferritin level, duration and frequency of blood transfusion. This study is a cross-sectional study. The subject of this study is patients with major thalassemia age minimum of 10 years old and have had blood transfusion for at least 10 years. OSDI questionnaire, slit-lamp biomicroscopy examination, tear break up time (TBUT), and basal Schirmer test was used to assess dry eyes severity. Ferning and conjunctiva impression cytology examination was used to assess mucin quality and count the amount of goblet cells. The correlation analysis between the result of these assessments and serum ferritin level and duration and frequency of blood transfusion was done. In 77 subjects, the prevalence of dry eyes is 14.3%. There is a decrease in TBUT (39%), basal Schirmer (37.7%), Ferning (24.7%), and goblet cells (45.5%). There is no significant correlation between dry eyes severity and TBUT, basal Schirmer, Ferning, and the amount of goblet cells with serum ferritin level, duration, and frequency of blood transfusion. There is a significant correlation between dry eyes severity and patient s age (p = 0.014); TBUT (p = 0.012), as well as, Schirmer (p = 0.014) with sex. This study showed that 14.3% of patients with major thalassemia suffer from dry eyes with severity level grade 2 according to DEWS 2007. The incidence of dry eyes is not influenced by transfusion and serum ferritin level but is influenced by age and sex."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library