Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Larasati
"ABSTRAK
Pembahasan mengenai gender masih jarang terlihat pada studi arus utama ilmu hubungan internasional. Selain itu SRHR (Sexual and Reproductive Health Rights) sebagai topik, juga masih kurang banyak mendapatkan perhatian. Karenanya, tulisan ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan mengkaji SRHR atau lebih khususnya, hak reproduktif perempuan dan bagaimana perempuan membuat pilihan mengenai hal tersebut. Analisis dilakukan dengan pembahasan dari beberapa topik, yakni dari kerangka ekonomi politik internasional, keamanan, kewarganegaraan, identitas, dan politik tubuh.
Hasilnya, pembacaan literatur menunjukkan bahwa perempuan memang memiliki kemampuan biologis untuk kehamilan yang dibarengi dengan resikonya tersendiri. Namun di luar hal itu, terdapat pula faktor-faktor eksternal yang memberikan pengaruh, membentuk, dan membatasi pilihan yang dimiliki dan dibuat oleh perempuan. Baik itu keterbatasan ekonomi, ketidakamanan bergender, kewarganegaraan yang tidak sempurna, bias rasial/etnis, ataupun pemberlakuan kontrol atas tubuh. Kerentanan biologis dan sosial perempuan terkait dengan permasalahan SRHR itu menjadikan pemenuhannya krusial dan merupakan tanggung jawab internasional. Sepatutnya perempuan memiliki pilihan dan kontrol terkait dengan tubuh dan kehidupan mereka sendiri. Aplikasi perspektif feminis dan hubungan internasional dalam mengkaji isu SRHR ini memungkinkan pemahaman yang lebih utuh pada persoalan yang awalnya lebih dipandang sebagai persoalan individual.

ABSTRACT
Discussion regarding gender is still scarce in the field of mainstream international relations. Moreover SRHR (Sexual and Reproductive Health Rights) suffer from lack of priority in the discussion. Because of such scarcity, this study intends to fill the gaps by assessing SRHR or more specifically, women?s reproductive rights and how women make decisions regarding them. Analyses are performed with the discussions of several topics, such as international political economy, security, citizenship, identity, and body politics.
The result of the literature review shows that women do possess the biological capacity for pregnancy along with other related risks, but beyond that, there also exist external factors that influence, shape, and limit the choices that are owned and made by women. Such as constricting economical circumstances, gendered insecurity, imperfect citizenship, racial/ethnic bias, or even the imposition of control over the female body. The biological and social vulnerability of women regarding sexual and reproductive health then, make its fulfillment even more crucial and become a matter of international responsibility. Women should acquire the capability to have control and make choices regarding their own bodies and lives. By using feminist and international perspectives, it becomes possible to study the issue of SRHR more fully, rather than simply accepting it as an individual?s problem.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aprianisah Fitri
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai gerakan perempuan radikal asal Ukraina bernama
Femen yang melakukan protes dengan menggunakan strategi topless. Hal menarik
dalam penelitian ini adalah bahwa ide dan strategi topless tersebut mampu
membawa Femen memperluas jejaring gerakan secara transnasional, khususnya di
negara-negara Eropa. Dalam proses internasionalisasi gerakan, penelitian ini
menggunakan teori dari Keck & Sikkink tentang Advocacy Networks dan
Finnemore & Sikkink tentang International Norms. Hambatan dan tantangan
sering dialami selama proses internasionalisasi Femen untuk tetap
mempertahankan ide dan strategi gerakan yang menganggap musuh utamanya
adalah patriarki dengan tiga manifestasinya, yaitu; kediktatoran, agama dan
industri seks. Hasil penelitian ini adalah bahwa kemunculan Femen
mengindikasikan dua hal. Pertama, bahwa kesadaran perempuan terhadap opresi
tubuh karena sistem patriarki telah sampai pada level radikal. Kedua, bahwa
gerakan-gerakan yang bertujuan mengembalikan peran perempuan sebagai subjek
otonom dan terlepas dari pengaruh dominasi telah menemukan titik pentingnya.

ABSTRACT
This thesis discusses Ukraine radical women's movement named Femen which
employs “topless” strategy in their protests. The interesting point in this study is
that “topless” as the idea and strategy capable of conveying Femen to expand its
influence to transnational networks, particularly in European countries. In the
process of movement internationalization, this study uses theories by Keck &
Sikkink about “Advocacy Networks” and Finnemore & Sikkink about
“International Norms.” The obstacles and the challenges are often experienced
during the process of internationalization of Femen to retain the idea and strategy
that consider patriarchy as the main enemy, with three manifestations, namely:
dictatorship, religion and sex industry. Result of the study shows that the
emergence of Femen indicates two things. First, the awareness of women against
oppression of the body because of the patriarchal system has arrived at the radical
level. Second, the movements that aim to restore the role of women as
autonomous subjects and aside from the influence of dominance have
reached the important point., This thesis discusses Ukraine radical women's movement named Femen which
employs “topless” strategy in their protests. The interesting point in this study is
that “topless” as the idea and strategy capable of conveying Femen to expand its
influence to transnational networks, particularly in European countries. In the
process of movement internationalization, this study uses theories by Keck &
Sikkink about “Advocacy Networks” and Finnemore & Sikkink about
“International Norms.” The obstacles and the challenges are often experienced
during the process of internationalization of Femen to retain the idea and strategy
that consider patriarchy as the main enemy, with three manifestations, namely:
dictatorship, religion and sex industry. Result of the study shows that the
emergence of Femen indicates two things. First, the awareness of women against
oppression of the body because of the patriarchal system has arrived at the radical
level. Second, the movements that aim to restore the role of women as
autonomous subjects and aside from the influence of dominance have
reached the important point.]"
2015
T44560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Prabawidya Pusparani
"Migrasi perempuan sebagai pekerja rumah tangga PRT telah menjadi sebuah fenomena hubungan internasional yang masih minim dibahas dalam literatur akademis. Pembahasan dalam literatur mengenai migrasi perempuan sebagai PRT seringkali terfokus kepada bagaimana mereka merupakan korban yang rentan terhadap berbagai subordinasi dan opresi. Perempuan PRT migran telah dijuluki sebagai pahlawan devisa dalam istilah populer di Indonesia, namun mereka masih direpresentasikan sebagai korban yang tidak berdaya. Tinjauan pustaka dalam tulisan ini memperlihatkan bahwa terdapat kesenjangan literatur dalam membahas keberdayaan yang dimiliki para perempuan PRT selama proses migrasi. Penelitian ini berupaya untuk mengisi kesenjangan tersebut dengan menyorot agensi yang dimiliki para perempuan PRT migran. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus feminis terhadap pengalaman enam perempuan PRT migran yang telah kembali ke Indonesia. Dengan menganalisis perjuangan para perempuan tersebut dalam memberdayakan diri mereka pada saat maupun setelah mengalami berbagai bentuk opresi, akan terlihat bagaimana agensi telah dimanifestasikan oleh para perempuan PRT migran selama migrasi. Pada akhirnya, penelitian ini mengungkapkan bagaimana perempuan PRT migran telah memanifestasikan keberdayaan mereka melalui pembuatan keputusan bermigrasi dalam struktur patriarkis, kemampuan untuk melawan struktur dengan aktivisme, serta dengan menjadi agen pembangunan dan perubahan bagi komunitasnya.

The migration of women as domestic workers has become an international relations phenomenon that still lacks academic attention. The literatures discussing about migration of women as domestic workers has focused on representing them as victims who are vulnerable towards many forms of subordination and oppression. Women migrant domestic workers have been commonly addressed as ldquo heroes of foreign exchange rdquo in Indonesia, yet they are also still represented as powerless victims. The literature review in this research shows that there is a literature gap in the discussion of women migrant domestic workers during the migration process. This research seeks to fill in that gap by highlighting the agency of women migrant domestic workers. This research uses the feminist case study method towards the experience of six women migrant domestic workers who have returned to Indonesia. The author believes that by analyzing the struggle of those women in empowering themselves both during and after oppression, it will show how agency is manifested by these women migrant domestic workers throughout the migratory process. Through this research, it will be revealed how women migrant domestic workers have manifested their empowerment through their decision to migrate in a patriarchal structure, their capability in defying structure through activism, and also through becoming agents of development and change for their communities. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrahdilla
"Kekerasan seksual terhadap perempuan di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan merupakan isu yang jarang didiskusikan dalam lingkup publik dan akademik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan menyelidiki aspek-aspek yang relevan, seperti faktor penyebab, respons penyintas, hingga respons organisasi kemanusiaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriminologi feminis-kualitatif dalam bentuk studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan semi-terstruktur dengan dua perempuan penyintas. Penelitian ini menggunakan teori feminis radikal untuk menjelaskan bagaimana kekerasan seksual terhadap perempuan tidak terlepas dari peran sistem patriarki dalam mewujudkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur patriarki di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan muncul dalam bentuk dominasi laki-laki dan sistem seks/gender yang kemudian melanggengkan kekuasaan laki-laki atas perempuan. Hal tersebut melemahkan perempuan dan menyebabkan berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan, seperti seksisme dan misogini yang kemudian menghasilkan rape culture. Penelitian ini menemukan bahwa rape culture merupakan penyebab utama kekerasan seksual di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan. Salah satu bentuk rape culture terlembaga yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pembungkaman terhadap perempuan penyintas kekerasan seksual. Pembungkaman yang ditemukan dalam penelitian ini dilakukan oleh organisasi kemanusiaan dalam berbagai strategi dan bentuk. Hal ini kemudian mendorong para perempuan penyintas kekerasan seksual untuk melakukan resistensi terhadap rape culture yang terlembaga sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ketidakadilan.

Sexual violence against women in the work environment of humanitarian activists is an issue that is rarely discussed in public and academic spheres. Therefore, this study aims to fill this gap by investigating relevant aspects, such as the contributive factors, survivors' responses, and humanitarian organizations’ responses. The method used in this research is feminist-qualitative criminology in the form of a case study. The data was collected through in-depth and semi-structured interviews with two women survivors. This research utilized radical feminist theory to explain how sexual violence against women is inseparable from the patriarchal system’s role in perpetuating inequality between men and women. The results of this research show that the patriarchal structure in the work environment of humanitarian activists manifests in the form of male dominance and the sex/gender system, which then perpetuates men’s power over women. This weakens women and leads to various forms of discrimination against women in the work environment of humanitarian activists, such as sexism and misogyny, which then caused rape culture. This research reveals that rape culture is the main cause of sexual violence in the work environment of humanitarian activists. One form of institutionalized rape culture found in this study is the silencing against women survivors. The silencing found in this study is carried out by humanitarian organizations through various strategies and forms. This subsequently encourages women survivors of sexual violence to resist the institutionalized rape culture as a way to fight against injustice."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library