Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indriani
"Penumpatan gigi yang berlubang dengan menggunakan bahan tumpat gigi sering dilakukan. Alasan dilakukannya penumpatan lubang gigi adalah mencegah perluasan lubang menjadi lebih besar dan juga menjaga kesehatan struktur gigi yang tersisa. Jenis bahan tumpat gigi yang paling sering digunakan di rumah sakit, puskesmas, dan klinik pribadi ialah bahan tumpat amalgam, GIC, dan resin komposit.
Tujuan : Tujuan dari survei ini adalah untuk memaparkan penggunaan bahan tumpat amalgam, GIC, dan resin komposit di RSGMP FKG UI pada tahun 2005, 2006, dan 2007.
Metode : Survei ini merupakan survei deskriptif dengan melakukan pengambilan data sekunder dari kartu status pasien konservasi RSGMP FKG UI pada tahun 2005, 2006, dan 2007. Jumlah subyek survei yang diambil adalah 364 kartu status, yang kemudian dikategorikan menurut waktu penumpatan, usia pasien, jenis kelamin, dan regio gigi yang ditumpat.
Hasil : Didapatkan informasi bahwa pasien dewasa paling sering mendapatkan perawatan restorasi, pasien wanita lebih banyak mendapatkan perawatan restorasi, regio posterior lebih banyak direstorasi, dan tahun 2007 merupakan waktu penumpatan paling banyak dilakukan.

Teeth restorations using restorative materials are often implemented. The reasons of restoring caries are to prevent it become larger and to conserve tooth structure remains. Restorative materials which are most often used in hospitals, public health center, and private clinic are amalgam, GIC, and composite resin.
Objective : Objective of this survey is to describe the usage of amalgam, GIC, and composite resin at RSGMP FKG UI in 2005, 2006, and 2007.
Method : This survey is a descriptive survey by collecting secondary data from restored patients?s dental status at RSGMP FKG UI in 2005, 2006, and 2007. Total of survey subjects taken are 364 dental status, which are then categorized based on time of restoration, patients?s age, sex, and restored tooth region.
Result : It is known that there are differences between the usage of amalgam, GIC, and composite resin based on time of restoration, patients?s age, sex, and restored tooth region ; adults are more often to get teeth restorations than children, teenagers, and elderly persons ; women are more often to get teeth restorations than men ; posterior teeth are more often to be restored than anterior teeth ; and year 2007 is a year when the most restorations are implemented.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Margaret Magdalena
"Rosela mengandung zat warna berupa antosianin. Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman terhadap perubahan warna email, digunakan 10 buah spesimen gigi sapi yang direndam dalam larutan ekstrak kelopak bunga rosela selama 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Nilai perubahan warna diperoleh dengan menggunakan VITA Easyshade dan rumus CIEL*a*b*. Hasil uji Repeated ANOVA menunjukkan nilai ?L*, ?a*, ?b*, dan perubahan warna (?E) yang bermakna antara perendaman 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit (p<0,05). Larutan ekstrak kelopak bunga rosela dapat menyebabkan perubahan warna email.

Roselle contains anthocyanins, a group of color pigment . This research was conducted to determine the effect of tooth immersion duration in roselle extract solution on enamel discoloration using 10 bovine teeth for 15 minutes, 30 minutes, 45 minutes, and 60 minutes of exposure. Color was measured using VITA Easyshade and CIEL*a*b* color scale. Differences in ?L*, ?a*, ?b*, and ?E were analyzed using repeated ANOVA. There were significant differences between control and treatment groups (p<0,05). Roselle extract solution could cause discoloration of enamel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Juwita
"Sodium hipoklorit (NaOCl) 0,5% merupakan larutan yang digunakan sebagai desinfektan pada resin akrilik polimerisasi panas. Untuk mengetahui keefektivitasan larutan yang mengandung NaOCl 0,5% dalam mengurangi noda teh pada resin akrilik polimerisasi panas, dilakukan perendaman dalam larutan yang mengandung NaOCl 0,5% dan akuades (kontrol) selama 5 dan 10 menit. Total pengurangan noda teh pada resin akrilik dalam perendaman larutan yang mengandung NaOCl 0,5% selama 5 menit yaitu 98,5%, sedangkan selama 10 menit yaitu 106,9%. Disimpulkan bahwa perendaman dalam larutan yang mengandung NaOCl 0,5% efektif menghilangkan noda teh pada resin akrilik polimerisasi panas dalam waktu 5 menit.

Sodium hypochlorite (NaOCl) 0,5% is a solution that can be used as disinfectant on heat – cured acrylic resin. To know the effectiveness of solution containing NaOCl 0,5% in removing tea stain on heat - cured acrylic resin, specimens were immersed in solution containing NaOCl 0,5% and aquadest (control) for 5 and 10 minutes. The percentage of stain removal on acrylic resin which immersed in a solution containing NaOCl 0,5% for 5 was 98,5% while for the 10 minute immersion was 106,9%. It has concluded that solution containing NaOCl 0,5% was effective in removing tea stain on heat – cured acrylic resin for 5 minutes of immersion."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handoko Tirta
"Xanthorrhizol yang di isolasi dari Temulawak dapat mempertahankan pH model biofilm in vitro selama 4 jam. Diketahui KBM ekstrak Temulawak terhadap S. mutans 25%.
Tujuan : Menganalisis efek ekstrak Temulawak 25% terhadap demineralisasi email yang terpapar biofilm S.mutans.
Metode : Model biofilm diperoleh dengan mengkultur S.mutans yang sudah ditanam dalam TYS broth selama 24 jam pada 6 well ?plate yang telah dilapisi pelikel. Ekstrak Temulawak dipaparkan pada model biofilm pada berbagai durasi antara 1-48 jam. Pengukuran pH menggunakan pH universal indicator. Model biofilm juga ditumbuhkan pada permukaan sample gigi. Pemaparan Ekstrak Temulawak dilakukan pada jam ke 16-20. Uji kekerasan mikro menggunakan indenter Knoop sebelum dan sesudah perlakuan.
Hasil : Sampai dengan jam ke 4, pH model biofilm yang terpapar Ekstrak Temulawak 25% tidak mengalami penurunan pH. Tidak terlihat efek Ekstrak Temulawak terhadap kekerasan permukaan email.
Kesimpulan : Ekstrak Temulawak 25% mampu menghambat penurunan pH biofilm, tetapi tidak berpengaruh terhadap demineralisasi email.

Xanthorrhizol isolated from Java turmeric is able to maintain the pH of biofilm model in vitro for 4 hours. It was known that MBC of Java turmeric extract was 25%.
Purpose: To analyse the effect of 25% Java turmeric extract on email demineralization exposed to S. mutans biofilm.
Methods: Biofilm model was obtained by culturizing S. mutans which was cultured on TYS Broth during 24 hours on 6 well- plates which was layered by pellicle. Java turmeric Extract was added to biofilm model at various duration between 1-48 hours. pH measurement using pH universal indicator. Biofilm model was also cultured at tooth sample surface. Java turmeric extract was added at 16-20 hours. Micro hardness test was conducted using Knoop indenter before and after the intervention.
Result : After 4 hours, the pH of biofilm model which was exposed to Java turmeric 25% was not decreasing. No difference was found on the enamel micro hardness between experiment and control groups.
Conclusion : Java turmeric 25% is able to prevent reduction of biofilm pH, but does not have effect on enamel demineralization.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31042
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Made Martadewi Badung. author
"Pada praktek kedokteran gigi sehari-hari sering ditemukan kondisi pasien yang kehilangan gigi posterior dan ingin dirawat dengan gigi tiruan jembatan (GTJ), namun pasien tidak menginginkan banyak dilakukan pengasahan pada gigi tetangganya yang akan dijadikan penyangga (abutment). Sehingga dibuatkan alternatif GTJ dengan desain menggunakan bahan fiber reinforced composite yang dapat membantu meminimalisir pengasahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa perbedaan besar beban maksimum yang dapat diterima dan gambaran fraktur yang terjadi pada restorasi Fiber Reinforced Composite Rigid Fixed Bridge (FRCRFB) inlay retainer dengan pemakaian 1 lapis, 2 lapis, dan 3 lapis fiber yang menggantikan kehilangan satu gigi posterior (premolar 2/P2). Penelitian eksperimen laboratorium dilakukan pada bulan Juni 2012 di Laboratorium Ilmu Material Kedokteran Gigi (PPMKG) dan Klinik Prostodonsia FKG UI. Spesimen terdiri dari 27 restorasi FRCRFB dengan inlay retainer yang dibuat di atas master model yang terdiri dari abutment premolar 1 dan molar 1 kanan atas, yang sudah dipreparasi dengan ukuran panjang mesio-distal kavitas inlay pada gigi P1 4mm, lebar bukal-lingual 4mm, dan kedalaman 3mm; panjang mesio-distal kavitas inlay pada gigi M1 6mm, lebar bukal-lingual 4mm, dan kedalaman 3mm. Panjang span / celah interdental sebesar 7mm sebagai ruang bagi P2. Uji tekan dilakukan dengan Universal Testing Machine Shimadzu AG 5000 E, crosshead speed 1mm/menit. Hasil penelitian menunjukkan ketahanan terhadap fraktur dengan rerata besar beban maksimum yang dapat diterima oleh restorasi dengan 1 lapis fiber 607,16N, rerata terbesar yaitu 694,10N yang diterima oleh resotrasi dengan 2 lapis fiber, dan rerata terkecil yaitu 587,58N yang diterima oleh restorasi dengan 3 lapis fiber, dengan nilai p>0,05. Sehingga disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ketahanan fraktur dari restorasi FRCRFB dengan inlay retainer baik pada pemakaian 1 lapis, 2 lapis, maupun 3 lapis fiber. Gambaran fraktur terjadi mayoritas pada daerah pontik.

In dental practice, it is frequently found patient with missing one posterior teeth that need rehabilitation with Fixed Partial Denture (FPD), but the patient request minimal tooth preparation on the abutment. Therefore the alternative restoration with fiber reinforced composite was introduced, that only require minimal tooth preparation. The purpose of this study was to evaluate fracture resistance and fracture path of Fiber Reinforced Composite Rigid Fixed Bridge (FRCRFB) with inlay retainer with different quantity of fiber application as reinforcement. The specimen were divided into three groups (n=27) which are restored with1, 2, and 3 layers of fiber application to rehabilitate missing one posterior teeth (2nd premolar). The specimen consist of 27 restoration FRCRFB with inlay retainer that has been made upon master model which consist of 1stupper right premolar and 1stupper right molar abutment. The master model preparation was as followed: inlay cavity on 1st premolar was 4mm in width of mesio-distal, 4mm in width of bucal-lingual, and 3mm deep; inlay cavity on 1st molar was 6mm in width of mesio-distal, 4mm in width of bucal-lingual, and 3mm deep; the interdental gap was 7mm. Compressive test was done by Universal Testing Machine Shimadzu AG 5000 E, crosshead speed 1mm/minutes. The result shown fracture resistance of 2 layers of fiber application was the highest with mean 694,10N, followed by 1 layer of fiber application (mean 607,16N), and 3 layers of fiber application (mean 587,58N), with p>0,05. The majority fracture path was on the pontic site. Therefore it could be concluded that there was no significant difference of fracture resistance of restoration FRCRFB with inlay retainer with different quantity of fiber application. The fracture part mostly found in pontic area."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T40845
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library