Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pardamean, Robinson
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22153
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Jenti Oktavia
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22563
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Herbudi Arifianto
"Salah satu fungsi hukum adalah menegakkan dan menemukan kebenaran. Dalam menegakkan dan menemukan kebenaran tersebut di bentuklah apa yang dinamakan hukum. Hukum adalah aturan ciptaan manusia untuk menjaga agar masyarakat dapat hidup tertib dan nyaman. Hukum dalam perkembangannya ada yang tertulis dan tidak tertulis. Dalam mewujudkan kepastian hukum, hukum oleh manusia dimanifestasikan dalam bentuk tertulis berupa peraturan perundang-undangan. Manusia adalah mahluk yang tidak sempurna dan dapat saja khilaf. Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum dapat saja berbuat kesalahan atau kekhilafan saat menerapkan hukum yang berakibat kepada dirugikannya para pihak yang bersengketa. Selain itu, dimungkinkan pula hal yang sama terjadi pada tidak sempurnanya produk yang dibuat oleh manusia dalam hal ini suatu produk perundang-undangan. Dalam meminimalisasi efek kekhilafan hakim tersebut dan untuk menemukan kebenaran dan keadilan seadil-adilnya maka dalam kitab hukum acara pidana diatur tentang upaya hukum. Upaya hukum menurut KUHAP terdiri atas upaya hukum biasa dan luar biasa.
Upaya hukum biasa dilakukan pada saat kekuatan hukum atas suatu putusan belum berkekuatan hukum tetap, sedangkan upaya hukum luar biasa dilakukan bila suatu putusan telah berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum biasa terdiri atas banding dan kasasi, sedang upaya hukum luar biasa terdiri atas Kasasi demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali. Dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dengan terdakwa pollycarpus, ia diputus bebas oleh majelis hakim pada tingkat kasasi, sebelumnya pada tingkat I ia diputus bersalah atas tuduhan pembunuhan Munir dan divonis 14 tahun penjara demikian pula ketika mengajukan banding di Pengadilan Tinggi, hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat I dengan memberikan hukuman yang sama yaitu 14 tahun penajara. Atas putusan bebas tersebut, jaksa penuntut umum yang mewakili kepentingan korban mengajukan upaya hukum Peninjauan kembali karena menganggap telah terjadi kesalahan penerapan hukum (kekhilafan hakim) serta ditemukannya bukti baru (novum) yang mana bila saja hal tersebut diketahui sebelum putusan dibacakan maka akan mempengaruhi hasil putusan hakim tersebut. Pengajuan upaya hukum peninjauan kembali oleh jaksa penuntut umum hingga kini masih mengundang pro dan kontra dikalangan masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margie Marina Syam
"ABSTRAK
Pesatnya perkembangan teknologi, terutama teknologi
komunikasi telah membawa kita memasuki era baru yang
disebut sebagai era digital (digital age). Surat
Elektronik, baik dalam bentuk e-mail, layanan pesan
singkat (SMS) ataupun hasil cetak komunikasi yang telah
dilakukan dengan menggunakan alat elektronik telah
memiliki andil yang besar dalam setiap kehidupan manusia.
Perkara pidana yang diatur dalam KUHP dan yang diatur
diluar KUHP yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak
Pidana Korupsi, memerlukan suatu upaya yang maksimal
dalam hal penanganan dan pemberantasan. Beberapa perkara
pidana akhir-akhir ini ditemukan karena adanya surat
elektronik antara para pihak yang terkait. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi pasal 26 A dan Undang-undang No. 25 Tahun 2003
Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah mengatur
tentang alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk, selain
yang diatur dalam KUHAP, juga termasuk alat bukti lain
yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, semakin
maraknya perkara pidana dan sesuai dengan yang telah
diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan
Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka surat
elektronik adalah sebagai salah satu alat bukti petunjuk.
Penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
kepustakaan dengan metode penulisan menggunakan
pendekatan kualitatif dengan hasil penelitian yang bersifat
Evaluatif-Deskriptif-Analitis."
2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Rahma Fauziah
"Penanganan barang bukti narkoba pada tahap penyidikan merupakan proses pemeriksaan tindak pidana narkotika dan psikotropika yang sangat rentan dengan penyimpangan. Pembahasan dalam penelitian ini setidak-tidaknya mencakup tiga masalah penting, yaitu: (1) bagaimana penanganan barang bukti narkoba pada tahap penyidikan menurut ketentuan Undang-undang Narkotika dan Psikotropika, (2) bagaimana penanganan barang bukti Narkoba pada tahap penyidikan dalam praktik di lapangan, dan (3) penyimpangan apa saja yang terdapat dalam penanganan barang bukti narkoba pada tahap penyidikan dalam praktik di lapangan.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara, pengamatan, dan kepustakaan. Sementara itu, pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Penanganan barang bukti Narkoba pada tahap penyidikan menurut ketentuan Undang-undang Narkotika dan Psikotropika dimulai dari saat penyitaan sampai dengan berakhirnya tanggung jawab penyidik atas barang bukti. Penyitaan barang bukti narkoba dilakukan berdasarkan KUHAP kecuali beberapa ketentuan yang ditentukan secara khusus dalam Undang-undang Narkotika dan Psikotropika. Penanganan barang bukti dalam praktik di lapangan yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara pada Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa alur penanganan barang bukti narkoba sama dengan ketentuan dalam undangundang, yaitu mulai dari penyitaan barang bukti sampai dengan berakhirnya tanggung jawab penyidik atas barang bukti. Beberapa penyimpangan terhadap undang-undang yang terdapat di lapangan antara lain adalah tindakan penyidik yang mencicipi barang bukti pada saat pemeriksaan awal, tidak mengirimkan seluruh barang bukti untuk pemeriksaan laboratorium, menyimpan barang bukti narkoba di tempat penyidik (bukan di RUPBASAN), pelimpahan perkara yang tidak disertai dengan pelimpahan seluruh barang bukti, dan pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dilakukan tidak sesuai pada waktunya. Untuk mengatasi hal ini pembentukan Undang-undang Narkotika dan Psikotropika seharusna memperhatikan kondisi di lapangan sehingga pelaksanaannya dapat didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Di samping itu, diperlukan juga kerjasama yang baik antar lembaga penegak hukum serta pengawasan terhadap aparat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S22344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu K
"Dalam menangani kasus anak yang berkonflik dengan hukum, aparat penegak hukum masih menggunakan asumsi sebagaimana penanganan orang dewasa. Proses penangkapan, penahanan, dan prosedural administrasi penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di pengadilan kasus anak nakal masih sama dengan delik orang dewasa. Padahal kondisi anak berbeda dengan orang dewasa, terutama sekali dari sudut fisik, mental dan sosial. Selain itu, aparat penegak hukum masih beranggapan bahwa pengadilan adalah jalan keluar yang terbaik dalam menyelesaikan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak untuk membuat anak tersebut menjadi baik kembali. Bahwa pidana yang dijatuhkan baruslah cukup berat sehingga anak tidak berani lagi mengulangi perbuatannya. Tidak jarang proses pengadilan yang diasumsikan oleh aparat penegak hukum sebagai jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan perkara anak nakal, ternyata menghasilkan putusan yang kontradiksi dengan aturan perundang-undangan. Hal ini terbukti dengan adanya putusan PN. Jak.Sel. No. 1673/PID/B/2003/PN.Jak.Sel. dalam kasus Peri Uripno al. Peri, seorang anak berumur 10 (sepuluh) tahun, yang diputus oleh Hakim PN.Jak.Sel., dengan putusan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian, pasal 362 KUHP, dan di hukum penjara selama 3 (tiga) bulan 15 (lima belas) hari. Menurut Pasal 26 jo. pasal 24 UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menentukan, bahwa pemberian sanksi terhadap anak nakal didasarkan pada perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang berusia 8 tahun hingga 12 tahun, hanya dikenakan tindakan seperti, dikembalikan kepada orang tua, ditempatkan pada organisasi sosial, atau diserahkan kepada negara; sedang anak yang telah berusia di atas 12 tahun sampai dengan 18 tahun dijatuhkan sanksi pidana. Melihat hal itu, keberadaan UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam prakteknya tidak memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi anak secara maksimal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pamela Bianca. L
"Kasus Buloggate II bukanlah kasus yang istimewa, namun dalam kenyataannya mampu menyedot perhatian publik secara luas, sehinga publik pers/media massa cetak maupun elektronika turut meliputnya secara meluas pula. Hal ini disebabkan karena kasus ini melibatkan salah seorang terdakwa sebagai publik figur, yaitu Ir. Akbar Tandjung selaku Terdakwa I. Permasalahan kasus Buloggate II ini sebenarnya bermasalah hanya pada pelaksanaannya. Pihak yang paling bersalah dalam kasus ini sesungguhnya adalah Wimfred Simatupang, Dadang Sukandar dan orang yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap penyaluran sembako ini, yaitu Mensesneg Akbar Tandjung. Hal ini disebabkan pada mereka tersebut orang yang dipercaya namun tidak menjalankan tugasnya. Masalahnya juga, ini sangat sulit sebab Mensesneg Akbar Tandjung sebelum proses pembagian sembako ini selesai beliau sudah diganti dengan Muladi. Namun Muladi pun tidak tahu karena beliau mengatakan tidak pernah menerima laporan. Problem ini sebenarnya Akbar Tandjung tidak bersalah, bersalah dalam kapasitas dia tidak melakukan pengawasan secara administratif dia bersalah tetapi secara pidana dia tidak bersalah, tidak bisa dikatakan atau didakwa melakukan tindak pidana korupsi karena tidak menikmati keuntungan dan tidak mempunyai niat menguntungkan diri sendiri. Skripsi ini mencoba melakukan pembahasan mengenai kasus Akbar Tandjung ini dengan memberikan paparan mengenai bebasnya Akbar Tandjung dari segi hukum pidana dan mencoba untuk melakukan penelaahan terhadap sejumlah persoalan hukum yang muncul dalam kaitannya dengan hukum acara pidana di Indonesia. Untuk menganalisis data yang diperoleh, dipergunakan pendekatan kualitatif. Dengan demikian hasil penelitian ini berbentuk Evaluatif-Preskriptif-Analitis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>