Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Fuad Amin Ruhuputty
"Insurgensi merupakan suatu bentuk gerakan kelompok yang bertindak berlawanan dengan negara. Meski sering diperdebatkan mengenai hakikat dari insurgensi, definisi paling kuat yang dapat menjelaskan insurgensi yakni sebagai suatu bentuk pemberontakan yang dilakukan secara (para)militer atau politik, yang memiliki tujuan untuk mengganti dan atau menggulingkan pemerintahan yang terlegitimasi dan berkuasa pada suatu negara, kemudian menggantinya dengan pemerintahan dari insurgensi tersebut. Pendefinisian insurgensi ini berkembang makna dan definisinya sesuai dengan perubahan yang ada. Negara sebagai aktor yang ditantang otoritas dan legitimasinya oleh insurgensi, sekiranya dapat merespon aksi insurgensi tersebut. Berkenaan dengan respon oleh negara tersebut, penulis dengan menggunakan metode taksonomi, mengklasifikasi sekurangnya tiga macam kelompok literatur yang berkenaan dengan respon dan kebijakan yang dilakukan oleh negara terhadap aksi-aksi insurgensi. Terdapat kelompok literatur respon dengan pendekatan keamanan, dan respon dengan pendekatan politik, dan respon dengan pendekatan ekonomi. respon tersebut dapat dilakukan sebagai bentuk tindakan tunggal, namun dapat pula dilakukan secara kolaboratif. Dalam penulisan TKA ini, penulis memiliki tujuan untuk mengelaborasi secara jelas ragam respon yang dilakukan oleh negara tersebut. Poin utama dari ragam respon negara tersebut adalah respon negara dengan pendekatan keamanan merupakan ragam respon yang paling sering digunakan oleh negara, baik militer sebagai perang kontrainsurgensi maupun tindakan polisionil. Adapun respon politik diplomasi dan negosiasi digunakan apabila negara tidak dapat mengakhiri konflik dengan kekuatan yang dimilikinya, dan respon dengan ekonomi dilakukan sebagai proses rekonstruksi paska terjadinya insurgensi.

Insurgence is a form of group movement that acts contrary to the state. Although it is often debated about the nature of insurgence, the most powerful definition that can explain insurgence is as a form of rebellion carried out in a military or political way, which has the aim of replacing and or overthrowing a legitimized and powerful government in a country, then replacing it with the government of the insurgency. This definition of insurgence evolves its meaning and definition according to existing changes. The state as an actor whose authority and legitimacy challenged by insurgent, had to respond to such insurgence actions. Regarding to the responses by the states, the authors used taxonomy methods, classifying at least three different literature groups relating to the responses and policies made by the state against the actions of the insurgency. There are groups of literature consist of security aprroaches which can be divided into military operations and police action, and political responses, and economic responses. The response can be done as a single action, but it can also be done collaboratively. In writing this final project, the author has the aim to clearly elaborate on the variety of responses carried out by the country. The main point of the various state’s responses is that the response by the state is found to be more in the form of military operations as the main effort, and police actions, which all of those are advocated in security aproaches, and the politics of diplomacy and negotiation if the state cannot end the conflict with its power, and the response with the economy is carried out as a process of reconstruction after the occurrence of insurgence"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aldilla Indah Prihantini
"ABSTRAK
Tulisan ini berusaha mengkaji perkembangan literatur mengenai perluasan pengaruh Cina di kawasan Oseania pasca Perang Dingin dengan melihat respons Australia sebagai regional power. Tulisan ini mengelompokkan literatur-literatur tersebut dengan menggunakan metode taksonomi ke dalam dua tema besar yang menjadi permasalahan akademisi, yaitu: perluasan pengaruh Cina di kawasan Oseania, dan respons Australia terhadap perluasan Cina. Dalam tema besar pertama, para akademisi melihat adanya kepentingan ekonomi dan politik Cina sehingga melakukan pendekatan terhadap negara kawasan Oseania. Cina dilihat memperluas pengaruhnya hingga ke kawasan Oseania seiring dengan konteks kebangkitan Cina (the Rise of China). Literatur menunjukkan bahwa Cina berupaya meningkatkan kekuatan ekonominya tersebut melalui perluasan pengaruh ke kawasan Oseania. Cina melakukan optimalisasi potensi-potensi kawasan Oseania guna meningkatkan kekuatannya di tingkat global. Perluasan tersebut dilakukan Cina dengan membentuk upaya penempatan diri terhadap negara kawasan. Pada tema besar kedua, sebagai regional power, Australia memiliki pandangan tersendiri mengenai perluasan pengaruh Cina di kawasan Oseania dan merespons upaya perluasan pengaruh Cina tersebut. Australia melihat upaya perluasan pengaruh Cina di kawasan Oseania sebagai ancaman tetapi potensial secara ekonomi, sehingga Australia melakukan kerja sama bilateral dengan Cina serta melakukan hedging dengan Amerika Serikat. Oleh karena itu, secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi proses pendekatan Cina ke negara kawasan Oseania dalam rangka memperluas pengaruhnya ke kawasan. Akan tetapi, pandangan mengenai perluasan pengaruh Cina di kawasan Oseania di dominasi oleh akademisi Australia dan kurangnya tulisan akademisi dari negara kawasan Oseania sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut di masa depan.

ABSTRACT
This paper seeks to discuss the literature about the extent of Chinas influence in the Oceania post-Cold War era with the back of Australia as a regional power. This paper organizes the literatures based on the taxonomy classification method and finding two big themes: the expansion of Chinas influence in Oceania and the response of Australia as a regional power. For the first one, scholars regard the economic and political motives of China so that she is approaching the Oceanian countries. China has been seen to extend her influence into Oceania within the context of the Rise of China. The literature shows that China is gaining her economic power through optimizing the Oceanian potentials. By that, China is laying a connection with the Oceanian countries. For the second one, as the regional power, Australia has her own perspective towards Chinas influence in Oceania. Australia has seen Chinas influence in Oceania as a threat and economically potential, so Australia does cooperation bilaterally with China and hedging with the United States. Therefore, this paper concludes that in general there have been certain processes undertaken by China in approaching Oceanian countries in order to extend her influence. However, this the perspective of Chinas influence extension has been dominated by Australian scholars and the needs of other perspective leads to further research needed."
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Dias Rizaldy
"ABSTRAK
Status United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai pengamat di Melanesian Spearhead Group (MSG) melambangkan pengakuan internasional dari negara-negara Melanesia. Berdasarkan tinjauan pustaka, tidak banyak penelitian yang mencoba mengeksplorasi respons Indonesia tentang internasionalisasi konflik Papua Barat, lebih khusus dari perspektif Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses pemisahan diri dan pencegahan pengakuan entitas Papua Barat di ranah internasional oleh Indonesia. Untuk menganalisis fenomena ini, penulis menggunakan konsep kontra-pemisahan & pengakuan yang pendekatannya berasal dari perspektif liberalisme. Penelitian ini menemukan bahwa kegigihan dalam melindungi integritas nasionalnya dan banyaknya diplomasi yang dilakukan adalah kunci dari kurangnya dukungan internasional yang diberikan kepada entitas Papua Barat. Selain itu, tidak adanya dukungan dari negara-negara kekuatan utama meningkatkan peluang keberhasilan bagi Indonesia dalam mencegah pengakuan internasional terhadap entitas de facto.

ABSTRACT
The status of the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) as an observer in the Melanesian Spearhead Group (MSG) symbolizes international recognition from Melanesian countries. Based on a literature review, not much research has tried to explore Indonesia's response to the internationalization of the West Papua conflict, more specifically from an Indonesian perspective. This study aims to analyze the process of secession and prevention of recognition of West Papuan entities in the international sphere by Indonesia. To analyze this phenomenon, the author uses the concept of counter-separation & recognition whose approach is derived from the perspective of liberalism. This research found that persistence in protecting its national integrity and the amount of diplomacy undertaken is the key to the lack of international support given to West Papuan entities. In addition, the lack of support from major power countries increases the chances of success for Indonesia in preventing international recognition of de facto entities."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Bangun Witono
"

 

ASEAN merupakan organisasi regional yang mempunyai kerja sama di bidang ekonomi, politik dan keamanan serta sosial budaya. Salah satu fokus utama dalam kerja sama sosial budaya adalah pada bidang ketenagakerjaan khususnya permasalahan pekerja migran. Negara di kawasan Asia Tenggara menyadari bahwa permasalahan migrasi tenaga kerja merupakan salah satu prioritas yang harus segara ditangani sebelum integrasi ASEAN dapat diwujudkan. Komitmen tersebut diwujudkan dengan adanya Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers yang diikuti dengan adanya ASEAN Consensus on Promotion and Protection of the Rights of Migrant Workers sebagai instrumen perlindungan pekerja migran di ASEAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana proses pembentukan ASEAN Consensus on Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers menggunakan pendekatan kualitatif analisis wacana yang berkaitan dengan perspektif konstruktivisme. Analisis wacana digunakan untuk menelaah perkembangan wacana perlindungan pekerja migran di kawasan Asia Tenggara. Dengan menggunakan perspektif konstruktivisme, maka penelitian ini menunjukkan bahwa ASEAN Consensus on Protection dan Promotion of the Rights of Migrant Workers sebagai instrumen perlindungan pekerja migran di Asia Tenggara dihasilkan melalui sebuah proses sosialisasi norma oleh norm entrepreneur yang melewati tahapan norm translation. Dengan demikian, pembentukan instrumen perlindungan pekerja migran di ASEAN mempunyai keterkaitan dengan dinamika wacana perlindungan hak asasi manusia pada level global.


ASEAN is a regional organization that has cooperation in the fields of economy, politics and security and socio-culture. One of the main focuses in socio-cultural cooperation is in the field of employment, especially the problem of migrant workers. ASEAN member states realize that the problem of labor migration is one of the priorities that must be immediately addressed before ASEAN integration can be realized. This commitment is manifested by the Declaration of Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers, followed by the ASEAN Consensus on Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers as an instrument for the protection of migrant workers in ASEAN. This study aims to analyze how the process of establishing the ASEAN Consensuson Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers uses a qualitative approach to discourse analysis related to the perspective of constructivism. Discourse analysis is used to examine the development of discourse on the protection of migrant workers in the Southeast Asia region. By using a constructivism perspective, this study shows that the ASEAN Consensus on Protection and Promotion of Rights of Migrant Workers as an instrument of protection for migrant workers in Southeast Asia is produced through a normalization process by entrepreneur norms that go through the norm translation stage. Thus, the establishment of instruments for the protection of migrant workers in ASEAN has to do with the dynamics of the discourse on the protection of human rights at the global level.

"
2019
T53176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnan Hadi Mochtar
"Perempuan ulama dapat disebut sebagai aktor non negara dalam kajian Hubungan Internasional. Secara lebih spesifik, mereka termasuk dalam kaum feminis Islam karena adanya prinsip keadilan gender yang dijunjung dalam mengadvokasi hak perempuan. Tesis ini menganalisis dua hal yakni mekanisme advokasi oleh perempuan ulama progresif dan tantangan yang dihadapi mereka untuk konteks Indonesia. Dalam menganalisis mekanisme advokasi yang dilakukannya, peneliti menggunakan kerangka konseptual jaringan feminis transnasional berupa politik informasi, simbolik politik, leverage politic, dan akuntabilitas politik. Pada konteks politik informasi, peneliti menemukan penggunaan teknologi komunikasi dan informasi seperti internet sebagai alat dalam mengedukasi nilai-nilai hak perempuan. Pada level simbolik politik, tokoh perempuan Muslim salah satunya seperti Aisyah digunakan oleh perempuan ulama Indonesia untuk mengadvokasi nilai kesetaraan perempuan dalam dunia politik. Selain politik informasi dan simbolik politik, para aktivis juga menggunakan strategi leverage dan akuntabilitas politik sebagai bentuk penggalangan dukungan dari organisasi internasional maupun forum dunia dalam upaya advokasi hak perempuan. Meskipun dukungan hadir dari berbagai pihak, tantangan tetap dihadapi oleh perempuan ulama. Peneliti menemukan tiga tantangan yakni adanya peningkatan kekuatan kelompok Muslim konservatif yang cenderung menolak prinsip keadilan gender, ketidakmampuan pemerintah dalam membuat kebijakan pro perempuan, serta adanya stereotipe buruk dari sebagian kalangan mengenai nilai kesetaraan perempuan. Sebagai aktor non negara, perempuan ulama progresif menjadi menarik untuk diteliti. Adapun beberapa alasannya adalah sebagai kritik terhadap kajian HI yang cenderung state centric dan abai terhadap perempuan dan isu moralitas, serta untuk mengisi kekosongan literatur pada isu jaringan advokasi transnasional yang cenderung sekular.

Women ulama is one of non-state actor in International Relations. For more specific, women ulama could be categorized as Islamic feminist because upholds gender equality value within Islam as a strategy to advocate womens rights. This research analyses two things. First, on how they advocate womens rights in Indonesia through transnational advocacy networks perspective. Information politics, symbolic politics, leverage politics, and accountability politics are used by them to pursue their goal. In term of information politics, the role of technology such as internet is significant to disseminate gender equality value. Symbolic politics refers to how women ulama use some women figures in politics to narrate that they have equal capability in leadership and public sphere. Meanwhile leverage and accountability politics refers to transnational networking between women ulama Indonesia some international organizations and world forum to gain more power and support. Even though they gain support, we could not negate the challenges. First, the emerging of conservative Islamic populism in any part of the world that affects Indonesia. It does not only threaten democracy but also the value of gender equality. Second, the lack of political will coming from Indonesian government to promotes womens rights. Third, the presence of bad stereotype about gender equality becomes another issues for women Ulama. As one of non-state actors, women ulama is significant to discuss. Their presence has three critical points for International Relations subject. First, the significant of women Ulama as non-state actors in global politics. Second, the matter of morality that tends to be neglected by IR. Three, the matter of religious dimension in transnational advocacy networks
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Chatherine
"Sejak pembentukannya, ASEAN berdiri dengan tingkat institusionalisasi yang berbeda dengan institusi keamanan kawasan lainnya. Tingkat institusional yang informal dan bersifat inklusif serta prinsip ASEAN yang tidak intrusif memunculkan banyak perdebatan di dalam kalangan akademisi. Institusionalisasi di ASEAN menjadi penting karena menyangkut penilaian bagaimana ASEAN berjalan secara efektif terutama sebagai cara untuk mencapai integrasi keamanan kawasan ASEAN. Oleh karenanya, tulisan ini bertujuan untuk memetakan dan menganalisis perkembangan literatur mengenai sejauh mana tingkat institusionalisasi ASEAN sebagai institusi keamanan kawasan. Terdapat lebih dari 30 literatur yang dipilih untuk dipetakan dalam meninjau dinamika institusionalisasi institusi keamanan ASEAN. Tulisan ini akan menggunakan metode taksonomi yang mengelompokkan literatur kedalam empat tema besar yakni, (1) kerangka institusionalisasi dan prinsip ASEAN Way sebagai penggerak institusionalisasi keamanan
ASEAN, (2) peran eksternal dalam institusionalisasi institusi keamanan ASEAN, (3) peran isu Demokrasi dan HAM serta ekonomi sebagai penggerak institusionalisasi keamanan ASEAN, dan yang terakhir (4) koordinasi kebijakan pengaturan kerja sama keamanan ASEAN. Selain itu, pemetaan literatur ini berupaya untuk mengungkapkan persebaran konsensus, perdebatan, serta kesenjangan di dalam topik ini. Tinjauan pustaka ini juga berusaha untuk mengidentifikasi arah tren pemikiran penulis dalam persebaran literatur. Tinjauan pustaka ini menunjukkan bahwa dominan tren literatur berpusat pada perbedaan pandang dan sikap skeptis dan optimis akademisi yang didasari atas perspektif realis dengan konstruktivis. Tinjauan pustaka ini menggarisbawahi bahwa penting untuk menganalisis dinamika perkembangan institusionalisasi keamanan ASEAN sebagai rekomendasi penelitian lanjutan dan arah kebijakan serta mekanisme yang tepat untuk menghadapi tantangan keamanan ASEAN di masa yang akan datang.

Since its formation, ASEAN has stood at a different level of institutionalization from other regional security institutions. The institutional level which is not rigid and inclusive and the principle of non- binding ASEAN raises many considerations among the academics. Institutionalization in ASEAN is important because it is related to how ASEAN works in an effective way as a regional security cooperation. Therefore, this paper is aim to map and analyze the development of literature on to what extent institutionalisation in ASEAN will improve its role as regional security cooperation. There are more than 30 literatures were selected to be mapped in the ASEAN security dynamics transition. This paper will use a taxonomic method that classifies the literature into four major themes, (1) the literature`s worldview on institutional framework and the ASEAN Way as a driver of institutionalization of ASEAN security, (2) The external role in the institutionalization of security cooperation in ASEAN, (3) the role Democracy and Human Rights issues and the economy as the drivers of the institutionalization of ASEAN security, and (4) policy coordination of ASEAN security cooperation arrangements. In addition, literature mapping is taken to reveal the distribution of discussed consensus, debate, and gaps in this topic. This literature review also seeks to discuss the direction of trends that drive authors in the distribution literature. This literature review shows the dominant trend of literature centered on differences in views of skeptics and optimistic and also the attitudes of academics based on a realist and constructivist perspective. This literature review underlines important reasons for analyzing the dynamics of the development of ASEAN security institutionalization as a discussion of further research and appropriate policy directions and safeguards for ASEAN security challenges in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Denisward Eurico Rathany
"Kota-kota di seluruh dunia memperluas peran mereka di luar pemerintah pusat. Melalui Transnational Municipal Networks (TMNs), kota-kota ini terhubung dan mampu berkolaborasi satu sama lain, mengatasi masalah untuk kepentingan semua pihak yang terlibat. Kehadiran TMNs sejak 1913 tampaknya terus meningkat seiring perkembangan zaman. Peningkatan tersebut tercermin dalam berbagai literatur akademik yang muncul sebagai respon atas fenomena tersebut sehingga perlu dilakukan peninjauan melalui sebuah tinjauan pustaka. Tulisan ini bertujuan untuk meninjau perkembangan literatur mengenai TMNs. Tulisan ini meninjau 41 literatur terakreditasi internasional mengenai TMNs. Berdasarkan pada metode taksonomi, literatur-literatur tersebut terbagi ke dalam tiga kategori tema yakni (1) Konseptualisasi TMNs, (2) Area Kerja Sama dalam TMNs, dan (3) Persebaran dan Aktualisasi TMNs sebagai Aktor Transnasional. Tinjauan pustaka ini berupaya untuk menyingkap konsensus, perdebatan, dan kesenjangan dalam topik TMNs. Selain itu, tulisan ini turut menunjukkan sejumlah tren dalam pengkajian TMNs seperti persebaran tema, disiplin penulis, dan asal penulis literatur. Tinjauan pustaka ini mengidentifikasi bahwa TMNs telah memenuhi kriteria untuk disebut sebagai aktor dalam Studi Hubungan Internasional dan paradgima liberalisme dianggap mampu menjelaskan fenomena TMNs. Sebagai fenomena global, TMNs dapat dikaji secara kolaboratif oleh berbagai disiplin ilmu dengan Studi Hubungan Internasional. Tinjauan juga menggarisbawahi dominasi perspektif barat khususnya Eropa dalam pengkajian TMNs. Tulisan ini kemudian merekomendasikan sejumlah agenda penelitian lanjutan dan pentingnya untuk melakukan penelitian TMNs dalam perspektif Indonesia.

Cities all throughout the world are extending their roles outside of the federal government. Through Transnational Municipal Networks (TMNs), these cities are linked and are able to collaborate with one another, addressing issues for the benefit of all parties involved. Since its first appearance in 1913, the existence of TMNs have increased positively alongside the world's development. This reality is reflected through the numerous writings and literature dedicated to respond towards this particular topic. Hence why it is essential to conduct a literature review on this topic. The purpose of this essay is to examine how literature regarding TMN has evolved. This research analyzes 41 literatures on TMNs that have received international acclaim, and is classified into three theme groups based on the taxonomic method: (1) Conceptualization of TMNs; (2) Areas of Cooperation within TMNs; and (3) TMNs' Distribution and Actualization as Global Actors. This literature assesses for areas of agreement, disagreement, and gaps related to TMNs. The distribution of themes, the author's field of study, and the authors' places of origin are only a few of the trends this work also demonstrates in the study of TMNs. In accordance to the expose's findings, TMNs have proven to be players in the field of international relations studies, and the liberal paradigm is thought to be able to explain the phenomena of TMNs. Multiple disciplines within International Relations Studies can work together to study TMNs. The paper also emphasizes on how the western viewpoint dominates the study of TMNs, particularly in Europe. For following research regarding this interesting topic, this review then makes a number of recommendations for future research objectives and emphasizes how crucial it is to perform TMN research from an Indonesian perspective.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Ghardina Anindya Putri
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peran perusahaan multinasional (MNC) dalam kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Studi tersebut akan fokus pada kebijakan perdagangan AS selama pemerintahan Presiden Donald Trump yang menyebabkan eskalasi Perang Dagang dengan China. Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang hubungan antara state actor dan MNCs serta proses politik yang terjadi dalam perumusan kebijakan perdagangan internasional AS. Penelitian ini mengimplementasikan teori pendekatan yang berpusat pada masyarakat dalam perdagangan internasional yang dikembangkan oleh Thomas Oatley. Makalah ini akan menggunakan metode kualitatif dengan studi dari salah satu MNC Amerika Serikat, Apple. Melalui analisis yang dilakukan, peneliti akan memetakan pemenang dan pecundang dari kebijakan tarif sebagai salah satu instrumen kebijakan perdagangan AS yang digunakan untuk membatasi impor produk China yang dikeluarkan oleh Presiden Trump. Peneliti juga akan fokus untuk mengidentifikasi hubungan antara aktor negara dan MNC, serta kepentingan Amerika Serikat dan China dalam masalah Perang Dagang ini.

This paper aims to analyze the role of multinational companies (MNCs) in United States trade policy. The study will focus on US trade policies during President Donald Trump's administration that led to the escalation of the Trade War with China. This paper is expected to provide an overview of the relationship between state actors and MNCs as well as the political processes that occur in the formulation of US international trade policy. This study implements the theory of a community-centered approach to international trade developed by Thomas Oatley. This paper will use a qualitative method with a study from one of the United States MNCs, Apple. Through the analysis conducted, researchers will map the winners and losers of the tariff policy as one of the US trade policy instruments used to limit imports of Chinese products issued by President Trump. Researchers will also focus on identifying the relationship between state actors and MNCs, as well as the interests of the United States and China in this Trade War issue."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haikal Putra Samsul
"Independensi bank sentral sebagai bentuk hubungan bank sentral dan negara mengalami tren peningkatan yang signifikan pasca runtuhnya Sistem Bretton Woods. Tulisan ini berupaya untuk menganalisis fenomena peningkatan bank sentral yang independen dari negara melalui kajian terhadap perdebatan konsep independensi bank sentral di antara dua paradigma dominan, yaitu Keynesianisme dan Neoliberalisme. Dalam prosesnya, tulisan ini memanfaatkan metode tipologi dan taksonomi dalam melakukan survei literatur. Argumen utama yang muncul dari analisis tersebut adalah bahwa narasi literatur yang berkembang dan diterima secara masif di tingkat global dalam isu hubungan bank sentral dan negara telah didominansi oleh perspektif paradigma Keynesianisme dan Neoliberalisme. Berdasarkan survei literatur dengan mengandalkan dua metode utama tersebut, tulisan ini juga menemukan kalau narasi independensi bank sentral masih lebih terbatas hanya pada negara maju dan negara Barat yang kemudian menjadi kesenjangan literatur. Oleh karena itu, terdapat tiga poin yang disasar dalam mendalami topik ini, yaitu pemahaman terhadap interpretasi independensi bank sentral, argumentasi kritis sebagai justifikasi independensi bank sentral, dan peranan bank sentral yang independen dalam arsitektur finansial dan moneter global dilihat dari sudut pandang Keynesianisme dan Neoliberalisme.

Central bank independence as a form of central bank-state relations experienced a significant increase after the collapse of the Bretton Woods System. This paper seeks to observe the phenomenon of increasing central bank that is independent from the state through deep analyzes to the debate over the concept of central bank independence among two dominant paradigms, Keynesianism and Neoliberalism. Using typology and taxonomy as the main methods, this paper argues that Keynesianism and Neoliberalism have dominated academic narratives in mainstream literatures over this debate. Literature review also found that the concept of central bank independence within these two paradigms is still limited only from developed and Western countries which later became literature gaps. Therefore, there are three main points elaborated in this paper, which are the interpretation of central bank independence, critical arguments as justification for central bank independence, and the role of independent central bank in global financial and monetary architecture from the perspective of Keynesianism and Neoliberalism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library