Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Putri Indriany
Abstrak :
Abdurrahman Wahid adalah figur yang menarik dan pemikirannya tentang hubungan Islam dan negara yang disertai argumen-argumen dan praksis yang sering kontroversial, telah menjadi salah satu arus besar dalam khasanah intelektual dan perpolitikan kontemporer di Indonesia. Dalam hal ini, selain mempunyai implikasi secara normatif-substansial, Abdurrahman Wahid secara empirik-prosedural memainkan peran yang lebih besar dan berimplikasi luas dalam realitas politik. Hal ini dikarenakan Abdurrahman Wahid dalam aktivitasnya lebih kuat warna politiknya daripada warna akademisnya. Hal ini kemudian yang menyulitkannya untuk mewujudkan cita-citanya untuk menjadi seorang guru bangsa, yang dapat berdiri di atas semua golongan dan kelompok kepentingan. Penelitian yang dititikberatkan pada library research ini dimaksudkan untuk memetakan, menggambarkan dan menganalisis penolakan Abdurrahman Wahid terhadap negara Islam di Indonesia. Dari pemetaan ditemukan bahwa penolakan Abdurrahman Wahid tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam satu pemahaman, 'secara normatif-substansial atau secara empirik-prosedural; karena pemikiran Abdurrahman Wahid secara normatif dan empirik, ditemukan butir-butir pemikirannya yang berkelindan satu sama lain. Penerimaan Abdurrahman Wahid terhadap Pancasila sebagai ideologi kebangsaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk finalitas negara bangsa di Indonesia, dan masyarakat Indonesia demokratis yang dicita-citakannya; adalah wujud dari penolakannya terhadap gagasan masyarakat atau negara Islam di Indonesia dari kalangan Islam modernis. Walaupun secara umum, praktek politik Abdurrahman Wahid liberal dan sekuler, tetapi gagasannya tentang negara berakar dan dielaborasi dari keyakinan Abdurrahman Wahid terhadap Islam, baik Islam sebagai nilai-nilai ajaran maupun Islam sejarah. Sikap Abdurrahman Wahid yang moderat, inklusif, dan eklektis pada dasarnya adalah pengaruh ke-NU-annya yang sangat diwarnai oleh tradisi Sunni.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aay Muhammad Furkon
Abstrak :
Pemikiran al-Ikhwan al-Muslimun yang diwakili Hasan al-Fianna dan Sayyid Quthub di Mesir ternyata diadopsi ke dalam gerakan sosial politik Islam di berbagai negara, tanpa terkecuali di Indonesia. Salimat al-Agldcrlr al-Islamiyah yang jadi tema pemikiran Hasan al-Banna dan Sayyid Quthub merupakan fondasi bagi munculnya berbagai gerakan Islam. Dan implikasi dari salimat al-Agidah al-Islamiyah adalah terjadinya pengokohan terhadap Islam dan kenegaraan yang tidak memiliki keterpisahan. Sungguhpun demikian, pada tataran praktis ketidakterpisahan Islam dan politik acapkali diwarnai oleh kekacauan konsepsional, sehingga penyatuan Islam dan politik yang dianggap aksiomatik itu dalam pratiknya tidak serta merta menimbulkan kemaslahatan. Disinilah lalu, pentingnya konsep tarbiyah sebagaimana digagas al-Ikhwan al-Muslimun. Sebab tarbiyah dalam konsepsi al-Ikhwan al-Muslimun adalah upaya substansiasi untuk tujuan kemaslahatan dalam konteks hubungan yang tak terpisahkan antara Islam dan politik. Terjemahan karya-karya Hasan al-Banna dan Sayyid Quthub ke dalam bahasa Indonesia dan besarnya animo mahasiswa Indonesia belajar keislaman ke Timur Tengah merupakan faktor terjadinya transmisi di Indonesia. Di dalamnya termasuk juga tersedianya sarana masjid kampus untuk mempermudah para aktifis dakwah kampus untuk melakukan segala aktifitas keislaman. Seiring dengan berlangsungnya proses demokratisasi, maka gerakan Islam di kampus-kampus perguruan tinggi semakin leluasa mengembangkan kiprahnya. Kenyataan ini mengkondisikan berlangsungnya transmisi pemikiran Hasan al-Banna dengan intensitas yang tinggi. Menarik menelaah kenyataan di atas dalam kaitannya dengan eksistensi Partai Keadilan. Karena pemikiran al-Ikhwan al-Muslimun yang diwakili Hasan al-Banna dan Sayyid Quthub ketika diadopsi Partai Keadilan sebagai bagian pemikiran politik terjadi modifikasi. Bahkan beberapa demon tentang hubungan Islam dan politik berada pada posisi yang kontradiktif dibandingkan dengan hubungan Islam dan politik dalam perspektif Partai Keadilan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Herdiawanto
Abstrak :
Studi ini mengkaji pemikiran politik HAMKA mengenai Islam dan negara dalam perdebatan-perdebatan dasar negara yang berlangsung di Dewan Konstituante 1956-1959. HAMKA termasuk dalam kelompok pembela dasar negara Islam bersama Mohammad Natsir di fraksi Masyumi, memperjuangkan syariat Islam dihadapan fraksi-fraksi lain Nasionalis, Islam, Komunis dan Sosialis, Katholik-Protestan dan anggota Konstituante yang tidak berfraksi. Secara khusus mengkaji permasalahan tentang mengapa Islam diperjuangkan sebagai dasar negara oleh HAMKA dan bagaimana pemikiran HAMKA mengenai hubungan Islam dan negara serta bagaimana pandangan HAMKA tentang Pancasila. Metode penelitian ini adalah jenis penelitian pustaka dengan studi literatur atau dokumen yang terdiri dari data primer dan sekunder serta diperkuat dengan wawancara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori relasi agama (Islam) dan negara. Studi ini menemukan Panama, menurut HAMKA perjuangan Islam sebagai dasar negara adalah sebagai kelanjutan cita-cita sejarah pergerakan nasional Indonesia. Kedua, ditemukan bahwa perdebatan Konstituante adalah pengulangan debat ideologis Islam dan nasionalis dalam soal perumusan Piagam Jakarta. Ketiga studi ini juga menemukan pandangan HAMKA bahwa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu berarti Tauhid atau konsep meng-Esakan Allah SWT. Hal itu berarti sila pertama sebagai sumber moral dan etik sila lainnya, sekaligus menegaskan bahwa negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun implikasi teori penelitian ini adalah memperkuat pemikiran Islam secara legal formal yaitu pemikiran yang menghendaki agar Islam secara formal memainkan peran utama dalam kehidupan bernegara. Kesimpulannya adalah masyarakat Indonesia adalah masyarakat heterogen dari' segi agama. DaIam anti bahwa, secara konstitusional, negara mengakui keberagaman agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia dan menjamin kebebasan setiap individu untuk memeluk agama dan merealisasikan ajaran yang diyakininya, dalam segala aspek kehidupan sehingga HAMKA dalam Konstituante menyatakan perjuangan untuk mendirikan negara berdasarkan Islam bukan negara sekuler bagi kelompok Islam adalah kelanjutan cita-cita wasiat sejarah.
This study examines the political thought of Hamka on Islam and state in the debates on basis of the state in the Constituante 1956-1959. Hamka is one of the members of defender of Islam as basis of the state opposed to other factions such as Nationalist, Communist and Socialist, Catholic and Protestant, and non-faction members. This study focuses on the question of why Islam is fought as a basis of the state by Hamka and what is his idea on Pancasila. The method of the research is literature study based on primary and secondary data sources and strengthens by interview. In this study, the theory of relation of religion and state is applied. The study finds that 1) according to Hamka, the struggle for Islam as the state basis is the continuation of national struggle history; 2) it is found that the debates in Constituante is a repetition ideological debate between Islam and nationalism on Jakarta Charter; and 3) the study founds that Hamka's view on Oneness of the God in Pancasila is similar with tauhid in Islam. It means that the first item in Pancasila is a basis of moral and ethic for other items and confirms that Indonesia is based on Oneness of the God. Meanwhile, the theoretical implication of the study strengthens Islamic thought Iegally and formally which desires Islam as a formal basic value in the state. The conclusion is that Indonesian society is heterogenic in religion. It means that the state, constitutionally, acknowledges the heterogeneity of religion in Indonesian society and guarantees freedom of every individual to embrace and implement their religion in the whole aspects of life so that Hamka in Constituante stated that the struggle to make Islamic base of state and not secular state for Islamic group is a continuation of historical heritage.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21465
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Romli
Abstrak :
Tesis ini membahas tenlang kebangkitan kembali partai politik Islam cra reformasi kaitannya ciengan perjuangan Piagam Jakarta. Pada era reformasi ini ternyata partai politik Islam yang lahir iernyata cukup banyak, 42 parlni politik. Dari jumlah tersebut, yang ikut Pemilu |999 lmnya I7 parlai politik. Bnnyaknya parlai-panai polilik Islam tersebut sudah barang teniu melahirkan fragmentasi. Fragementasi juga lerjadi penggunaan asas, di-mana ada partai Islam yang menggunakan asas Islam, asas Pancasila, dan asas Islam dan Pancasila. Ada empat faktor yang menyebabkan bangkitnya kembali partai politik Islam dalam era reformasi ini. Keempat faktor itu terdiri dari faktor teologis, falctor sosiologis, faktor historis, dan faktor momentum reformasi yang melahirkan kcbebasan untuk I`l`lCl`!dil'ik2lD partai polilil-:_ Secara ideologis, partai-partai politik Islam yang ada pada era reformasi ini terbagi atas tiga kelompok, yaitu kelompok tradisionalis, modemis, dan fundamentalis. Kelornpok tradisonalis, antara lain, terdiri dari Partai Kcbangkitan Umat (PKU) dan Partai po|itik Panal NaEElatu|'Umat (PNU). K?lompok modernis, antara lain, tcrcliri dari Partai Bulan Bintang (PBB), Panai Pcrsaluaan Pembangunan (PPP), Partai Umat Islam (PUI), dan Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Sedangkan kelompok fundamentalis adalah Padai Keudi1an(1ยป1<). ` ~ Partai-partai poliiik Islam tcrscbut, tcmyata dalam Sidang Tahunan MPR 2000, yang mcmbahas Amandemen Kcdua UUD l945, berusaha mcmpcrjuangkan kembali Piagam Jakarta masuk dalam UUD 1945, khususnya Pasal 29. Namun, teruyata, yang memperjuangkan kembali Piagam Jakarta di MPR hanya dua partai politik Islam saja, yaitu PPP dan PBB. Sedangkan partai politik Islam iainnya yang ada di MPR tidak mendulumg. Sclain itu, ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah scrta lokoh-tokoh Islam juga tidak mcmbcrikan dukungan terhadap perjuangan PPP dan PBB lersebul. Bahkan mcrcka mcnemangnya. Dengan demikian, tantangan perjuangan PPP dan PBB bukan hanya dari kalangan Kristen dan Nasionalis sekuler, tetapi juga dari kalangan Islam scndiri. Dengan adanya perjuangan PPP dan PBB untuk memperjuangkan kembali Piagam Jakarta masuk dalam UUD 1945, mcskipun tidak mendapat dukungan yang kuat, menunjukkan bahwa persoalan hubungan agama dan negara di Indonesia belum selesai. Dengan demikian perlu kiranya dicari solusi yang tcpat sehingga persoalan itu tidak selalu muncul setiap ada momentum perubahan tcrhadap konstitusi.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T6087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ujang Komarudin
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban mengenai faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kemenangan Partai Keadilan Sejahtera pada Pemilu legislatif 2004 di Provinsi DKI Jakarta dan bagaimana strategi yang digunakan Partai Keadilan Sejahtera untuk memenangkan pemilu tersebut. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori partai politik, kampanye politik, dan teori elit. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik analisis data menggunakan deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggabungkan berbagai sumber, baik data primer maupun sekunder dan melalui wawancara. Sumber data utama, diambil dari wawancara mendalam dengan elit PKS yang menjabat sebagai pengurus DPP, DPW, dan DPD sebanyak 5 orang, ditambah wawancara dengan 1 orang akademisi sebagai pembanding. Dari pertanyaan penelitian di atas, ditemukan beberapa faktor penyebab kemenangan PKS di Provinsi DKI Jakarta yaitu: faktor citra partai meliputi citra partai yang bersih dan peduli, responsif, dan anti KKN. Faktor fungsi partai yang berjalan dengan baik, meliputi fungsi komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengatur konflik. Terakhir yaitu strategi partai yang meliputi konsolidasi, marketing, pengelolaan pemilih, dan optimalisasi leader di lapangan. Penemuan hasil penelitian di lapangan adalah bahwa faktor citra partai yang positif di masyarakat menjadi faktor yang dominan bagi kemenangan PKS pada Pemilu legislatif 2004 di Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan faktor fungsi partai dan strategi partai menjadi faktor pendwcung penyebab kemenangan PKS pada Pemilu legislatif 2004 di Provinsi DKI Jakarta. Implikasi teori menunjukan bahwa proses pencitraan PKS dilakukan melalui kampanye politik. Seperti dikemukakan Riswandha Imawan, bahwa ada tiga dimensi kegiatan kampanye politik, yaitu dimensi dagang, komunikasi politik, dan mobilisasi. Sebagai dimensi dagang, elit PKS hares pandai mengkemas tema kampanye secantik mungkin, sehingga dapat menarik perhatian pemilih. Kampanye politik digunakan PKS untuk memasarkan citra partai yang bersih dan peduli, politik pencitraan yang dilakukan PKS menghasilkan suara yang signifikan pada Pemilu legislatif 2004. Kesimpulannya, teori yang dikemukakan oleh Riswandha Imawan tentang kegiatan kampanye politik yang berdimensi dagang, sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh PKS di lapangan.
This research aims to find the answer of factors that stimulate the triumphant of Prosperous Justice Party (PKS) in the legislative election in 2004 in Jakarta and the strategy used by the party to win the election. As a theoretical framework, this research applies theory of political party, political campaign, and elite. This research also uses qualitative method, meanwhile the technique of data analysis is descriptive analytics. To collect data needed in the research, several sources, primary and secondary data, are combined and done through interview. Primary data sources are in-depth interview with five elites as the functionaries of the party from DPP, DPW and DPD. An interview with a scholar is added to compare the analysis. From the research questions, it is found that there are several factors as reasons for the triumphant of the party in Jakarta, which are image of the party as clean and responsive party, and against any form of corruptions; good implementation of the function of political party, such as political communication, political socialization, and political recruitment; and the strategy of the party such as consolidation, marketing, constituent management, and party cadre in the society. The finding or the research in the field is that positive image of the party is the dominant factor for the triumphant. Meanwhile, the function and the strategy of the party are the secondary factors. Theoretical implication of the research is that imagination process of the party is set through political campaign. As stated by Riswandha Imawan, there are three dimensions of political campaign, which are market dimension, political communication, and mobilization. According to the market dimension. Elite of the party must be good to cover up the campaign to attract the voters. The party developed its campaign as clean and responsive party; the politic of imagination of the party has obtained significant voters in the election of 2004. To conclude, theory stated by Riswandha Irnawan on market dimension is suitable with what PKS did in the election.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sarah Nuraini
Abstrak :
Dialog Antar Peradaban merupakan isu global dan menjadi tema pokok bagi wacana hubungan antara negara-negara Islam dan Barat era tahun 1990-2000. Tema ini dicetuskan oleh Muhammad Khatami dan popular di tataran internasional, terutama saat terbentuk opini bahwa negara Islam selalu terkait dengan kekerasan dan sifat masyarakatnya yang eksklusif. Oleh karena itu, Khatami mencoba membuat formulasi baru dalam menghadapi mantas tersebut melalui pemikiran Dialog Antar Peradaban. Konteks di atas memperlihatkan beberapa permasalahan yang perlu dibahas dalam kajian ini. Antara lain prinsip-prinsip yang terkandung dalam tema Dialog Antar Peradaban, pengaruhnya terhadap kondisi perpolitikan Iran era tahun 1990-2000, dan analisa secara mendalam mengapa Dialog Antar Peradaban dinilai penting oleh Khatami agar dipraktekkan dalam membangun relasi antara dunia Barat dan Islam. Dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan tehnik analisa deskriptif eksploratif, pembahasan beberapa permasalahan tersebut dipaparkan lebih mendalam melalui penelusuran studi kepustakaan dan beberapa dokumen ilmiah yang terkait langsung dengan pernyataan orisinalitas Khatami. Berdasarkan metode tersebut dapat disimpulkan bahwa Dialog Antar Peradaban bertujuan untuk mencari dan membuka peluang peradaban Islam, khususnya Iran, agar dapat melangkah sejajar bersama-sama dengan peradaban lainnya (Barat) tanpa menghilangkan identitas peradaban Islam itu sendiri. Selain itu, dialog antar peradaban juga menjamin kebebasan individu, terutama-dalam mengembangkan kreativitasnya. Prinsip kebebasan harus dijalankan sehingga relasi dan interaksi antar peradaban dapat semakin terbuka dan berjalan dengan damai. Semuanya ini demi mengangkat kembali penilaian masyarakat internasional terhadap dunia Islam secara umum. Formulasi ide Khatami dapat terlihat ketika suatu negara menjalin interaksi dengan negara lain, demi kebutuhan negara bersangkutan. Temuan-temuan penelitian menunjukkan ternyata ide Dialog Antar Peradaban dapat menciptakan reorientasi baru, khususnya bagi negara-negara Islam ketika mengembangkan interaksinya dengan negara lain. Secara teoritis, implikasi terhadap perkembangan teoritik menunjukkan bahwa demokrasi dan prinsip nilai Islam dalam suatu negara dapat berjalan beriringan, terutama saat peradaban Islam berhadapan dengan tantangan globalisasi. Namun yang perlu diperhatikan, sebuah pemikiran akan selalu berujung pada level wacana. Ini merupakan kritikan tersendiri terhadap telaah pemikiran Khatami, mengingat Iran masih menerapkan struktur politik yang hirarkis-dominatif.
Dialogue among civilization is a global issue and has created political discourse for the relation between Islamic and Western country during 1990-2000. Khatami proposed this idea and since then became popular on international stage, especially when some opinions always associated Islamic country with violence and the exclusiveness of Islamic society. Therefore, Khatami tried to make a new formulation through his idea-Dialogue among Civilization-to response that reality. According Khatami's thought, there are several problems need more explanation. Those are some principles on dialogue among civilization, the influence of this idea to Iran's political condition during 1990-2000, and analysis for the importance of this idea, mainly when Khatami strongly believed his idea as an alternative paradigm for international relationships between Islamic and Western world. The research will be analyzed by qualitative methods, based on descriptive-explorative technical analysis. The research concludes that dialogue among civilization has some purposes. First, this idea can obtain an opportunity far--Islamic civilization mostly Iran-for balancing other civilization (Western). Second, it also ensures individual freedom to develop their creativity. This principle must be carried out in order that the relation and interaction among civilization become wider and peaceful. The manifestation of Khatami's thought can be observed from interaction of many nations in the world. Dialogue among civilization also formed new orientation for Islamic countries when raised its relation with other country. From theoretical influence, it shows that democracy and Islamic principles can bring together, especially when Islamic civilization confronting globalization's challenges.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Nasih
Abstrak :
Tesis ini menganalisis tentang evolusi gagasan politik Muhammadiyah dari negara Islam ke negara nasional (1945-2000) dengan mengangkat gagasan-gagasan tokoh-tokoh yang merupakan representasi institusi Muhammadiyah. Gagasan tentang negara Islam dikemukakan oleh Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Kahar Muzakkir, dan Hamka. Sedangkan gagasan tentang negara nasional dikemukakan oleh Amien Rais dan Syafii Maarif. Akar genealogis gagasan politik Muhammadiyah tentang negara. Islam atau Islam sebagai dasar negara adalah pandangan bahwa Islam dan negara merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sedangkan negara nasional yang dimaksud adalah negara Indonesia berdasar Pancasila yang dipandang kompatibel dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga sesungguhnya negara nasional yang dimaksud di sini bukanlah negara nasional yang bersifat sekuler seperti konsep politik Barat. Evolusi gagasan politik Muhammadiyah terjadi dalam konteks sosiopolitik yang sangat dinamis dan rentang waktu yang panjang. Dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan teknik analisis deskriptif, pembahasan mengenai evolusi gagasan politik Muhammadiyah ini dapat dijelaskan secara komprehensif dan mendalam melalui kajian kepustakaan terhadap dokumen-dokumen ilmiah terutama yang memuat pernyataan-pernyataan orisinal tokoh-tokoh Muhammadiyah tersebut di atas. Berdasarkan metode tersebut, kesimpulan yang bisa ditarik adalah bahwa telah terjadi evolusi gagasan politik Muhammadiyah dari negara Islam ke negara nasional yang disebabkan oleh represi negara, tradisi kultural-intelektual, dan pragmatisme politik pars aktivis Muhammadiyah. Perubahan gagasan politik Muhammadiyah menandakan lahirnya sebuah orientasi gagasan politik baru dari formalisme Islam kepada substansialisme Islam.
This thesis analyzed the evolution of Muhammadiyah political idea, from Islamic state to nation state (1945-2000). This idea came from prominent figures in Muhammadiyah institutions; by Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Mahar Muzakkir, and Hamka on the idea of Islamic state and by Amien Rais and Syafii Ma'arif on the idea of nation state. The gynecological basis of Muhammadiyah political idea on Islamic state or Islam as the principle of state lay in the perspective of Islam and the state as two things which cannot be separated. On the other hand, the idea of a nation state is based on the perspective that Indonesia has Pancasila as the principle of the nation, meaning that Pancasila is compatible with Islamic doctrine. However, the nation state in this matter does not mean a secular nation state in the political concept of western country as such. The evolution of Muhammadiyah political idea took place in a dynamic socio political context during a long period. By using a qualitative method based on descriptive analytical technique, the discussion of the idea of Muhammadiyah political idea can be explained comprehensively and deeply through literature studies of scientific document, especially the documents which quote the original statement of the Muhammadiyah prominent figures mentioned above. In conclusion, there was an evolution of Muhammadiyah political idea, from Islamic state to nation state. It happened because of the nation representation, cultural-intellectual tradition, and political pragmatism of the Muhammadiyah activists. The alteration of Muhammadiyah political idea is a sign of a new political idea orientation from Islamic formalism to Islamic substantialism.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Ridwansyah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5951
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Muta`ali
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh upaya mencari jawaban mengenai sejarah yang mempengaruhi awal berdirinya sebuah negara dan faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pondasi untuk membangun negara yang kuat dalam perspektif Ibnu Khaldun ((1332-1406) dan Niccolo Machiavelli (1467-1527). Sebagai landasan teoritis, penelitian ini menggunakan teori nasionalisme dari Stevan Grosby. Dalam teori ini Grosby mengatakan, bahwa negara akan kuat jika tipologi pemerintahan yang dianut adalah tipologi monarki. Teori Grosby ini digunakan sebagai alat analisa untuk memahami empat faktor utama bangunan negara yang kuat menurut pandangan Ibnu Khaldun dan Niccolo Machiavelli. Ada kecenderungan negara-negara transisi menuju demokrasi sulit meraih keadilan dan kesejahteraan dengan menerapkan sistem Republik. Tidak sedikit kalangan di antaranya Stevan Grosby yang berpandangan bahwa Monarki system yang cocok untuk membangun negara yang kuat. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode kualitatif. Temuan data didapatkan melalui pendekatan studi kepustakaan atau library research dengan membaca, memahami, menganalisa dan menginterpretasi data-data berupa pemikiran politik negara Ibnu Khaldun yang termuat dalam karya-karyanya seperti Muqaddimah, Al-I?bar, Ta?rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan serta pemikiran politik Niccolo Machiavelli yang termuat dalam The Prince, Discourse, dan The Art of War. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan sejarah awal berdirinya negara dengan pertimbangan Ashabiyah-nya Ibnu Khaldun dan nasionalismenya Niccolo Machiavelli serta menganalisa faktor-faktor utama tentang membangun negara yang kuat dari kedua tokoh tersebut. Hasil penelitian menemukan adanya kesamaan pandangan baik Khaldun maupun Machiavelli mengenai empat faktor tersebut yaitu peran agama, pemimpin yang kuat, angkatan perang sendiri bukan bayaran dan ekspansi militer. Walaupun kesamaan empat faktor ini tidak terlepas dari variasi sudut pandang dan interpretasi yang sedikit berbeda. Implikasi teoritis menunjukkan bahwa pandangan Khaldun dan Machiavelli tentang empat faktor utama negara yang kuat jauh melampaui gagasan nasionalisme Stevan Grosby yang mengatakan bahwa monarki merupakan tipologi utama agar terbangunnya negara kuat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library