Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariadna Adisattya Djais
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara Penelitian : Umumnya pada masyarakat Indonesia pencabutan gigi masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan gigi. Pasca pencabutan gigi seringkali menimbulkan bakteremia, yang dapat melanjut menjadi endokarditis atau infeksi pada organ lain. Profilaksis yang dilakukan berupa pemberian antibiotika dan upaya profilaksis lain yaitu berkumur, untuk mengurangi jumlah bakteri oral yang dapat masuk dalam darah akibat tindakan pencabutan gigi. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan Hexetidine 0,1% dalam mereduksi jumlah bakteri oral, dan juga daya Hexetidine 0,1% dalam mencegah kasus bakteremia pasca pencabutan gigi terhadap bakteri aerob maupun anaerob. Telah diteliti empat puluh subyek penelitian yang dibagi dalam dua kelompok. Sebelum pencabutan gigi kelompok kontrol berkumur dengan air garam faal steril dan kelompok perlakuan dengan Hexetidine 0,1%, dilakukan pemeriksaan terhadap hasil kumuran, plak gigi dan darah peserta yang diambil dari vena cubitis.
Hasil dan kesimpulan : Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa besar reduksi bakteri oral setelah berkumur dengan Hexetidine 0,1% dan air garam foal steril, terdapat perbedaan yang bermakna dengan p < 0,05. Pada pemeriksaan darah lima menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia sebesar 85% dan pada kelompok perlakuan sebesar 50%. Pada pemeriksaan darah sepuluh menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia 40% dan kelompok perlakuan sebesar 25%. Disimpulkan bahwa dengan berkumur Hexetidine 0,1% sebelum pencabutan gigi, akan mereduksi bakteri oral dengan persentasi tinggi dan menurunkan insidens kasus bakteremia pasca pencabutan gigi. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustin Indrawati
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Adanya imunoglobulin M (IgM) pada serum merupakan salah satu tanda terjadinya suatu infeksi awal, sehingga dengan ditemukannya suatu bahanl metode yang bisa mendeteksi adanya IgM secara tepat dan cepat, penyakit dapat segera terdeteksi. Pada penelitian ini ,dicoba membuat antibodi monoklonal terhadap IgM manusia dengan cara memfusikan sel splenosit mencit imun dengan sel mieloma NS1 yang dibantu dengan fusogen Poly Ethylene Glycol 4000,50%. Hasil fusi kemudian didistribusikan kedalam pelat mikrotiter dan sel hibrid diseleksi dengan mengunakan medium Hypoxantine, Aminopterine , Tymidine. Setelah terbentuk koloni sel hibrid kemudian dilakukan penapisan antibodi dengan cara ELISA dengan IgM manusia sebagai antigen. Sel hibrid dengan nilai optical density tinggi dilakukan kloning dan subkloning.
Hasil dari subkloning dengan nilai OD tinggi dilakukan uji reaksi silang dengan imunoglobulin lain yaitu IgG, IgA dan serum minus IgG, IgM dan IgA. Untuk menguji ada tidaknya reaksi silang dengan imunoglobulin lain pembuktian adanya reaksi silang dilakukan uji kompetitif dan uji dengan menggunakan berbagai konsentrasi dari IgG,IgM dan IgA. Uji lain yang dilakukan adalah uji untuk menentukan klas dan subklas dari antibodi monoklonal yang dihasilkan.
Hasil : Sel splenosit yang digunakan untuk fusi adalah 1,2x108 clan 3x107 sel mieloma dengan perbandingan 1 : 4. Dari 576 sumur pelat milcrotiter didapatkan pada 333 sumur tumbuh koloni set hibrid, 93 sumur tidak terdapat koloni dan 150 sumur kontaminasi. Setelah dilakukan penapisan antibodi, koloni sel hibrid dengan nilai OD tinggi disubkloning dan diambil 5 untuk disubkloning kembali. Dan 5 klon awal tersebut diambil 8 klon dengan nilai OD tinggi untuk uji reaksi silang. Dui kedelapan klon tersebut setelah diuji reaksi silang masih mengenali IgG clan IgA, kemudian diuji dengan uji kompetitif dan uji dengan berbagai konsentrasi. Dari kedua uji tersebut, kedelapan klon menunjukkan tidak adanya reaksi silang dengan imunoglobulin lain yaitu IgG, IgA dan serum minus. Pada uji penentuan klas dan subklas diperoleh basil 6 klon merupakan klas dan subklas IgG2a dan 2 klon tidak diidentifikasi.
Kesimpulan : Diperoleh 8 klon yang spesifik terhadap imunoglobulin M manusia. Dan kedelapan klon tersebut 6 klon merupakan klas dan subklas IgG2a dan 2 klon tidak diidentifikasi. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan perlu dilakukan pengujian terhadap rantai ringan dari 1gM dan dilakukan tahap produksi dan pemurnian."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.M.B. Sunarti
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Dalam upaya mencari vaksin dengue yang aman, efisien dan ekonomis maka diperlukan peta epitop yang lengkap sehingga dapat diketahui fraksi virus yang bersifat imunogen kuat. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan panel antibodi monoklonal. Karena dengue tipe 2 merupakan salah satu tipe yang banyak dihubungkan dengan kasus - kasus berat dan fatal di Indonesia maka dalam penelitian ini akan dicoba untuk membuat antibodi monoklonal terhadap virus dengue tipe 2 galur NGC dengan jalan memfusikan sel mieloma mencit P3U1 dengan splenosit mencit yang sebelumnya diimunisasi dengan virus dengue tersebut.
Proses fusi dibantu dengan penambahan polietilen glikol 4000 50 % dan sel disebar pada sumur mikrotiter. Seleksi sel hibrid dilakukan dengan cara menam bahkan medium yang mengandung hiposantin, aminopterin dan timidin. Selanjutnya dilakukan pemilahan antara hibrid yang mensekresi antibodi dan tidak dengan cara ELISA. Karakterisasi supematan hibrid terpilih dilakukan dengan cara ELISA dan HI dengan ke - 4 tipe virus dengue sedangkan reaktiiiasnya terhadap virus ensefalitis Jepang diuji dengan cara ELISA.
Hasil : Splenosit mencit Balb C betina yang sebelumnya diimunisasi dengan virus dengue tipe 2 galur NGC difusikan dengan 2,3 x 10 6 P3U1 dengan perbandingan 2 : 1. Seleksi dari 532 sumur mikrotiter yang berisi hasil fusi memperlihatkan pertumbuhan hibrid pada 383 sumur yang berisi 2 - 15 klon. Daripadanya hanya 201 sumur yang dapat ditapis dan setelah proses kloning - sub kloning dipilib 15 klon yang bereaksi kuat dengan D2 NGC.
Hasil uji dengan ke - 4 serotipe virus dengue dan virus ensefalitis Jepang menunjukkan adanya 1 klon yang bersifat spesifik tipe dan 6 klon yang Flavivirus sub group reactive. Dua klon tidak diuji secara lengkap karena jumlahnya kurang. Sebanyak 6 Mon tidak memenuhi kriteria penggolongan antibodi monoklonal yang diajukan oteh Henchal. Ditemukan juga 1 Mon yang merupakan sekretor labil.
Kesimpulan : Hasil yang didapatkan tidak memenuhi harapan. Adanya kontaminasi dihubungkan dengan sedikitnya jumlah antibodi monoklonal spesifik tipe yang dapat ditemukan. Klon yang berhasil ditemukan berupa Mon yang bersifat spesifik tipe, Flavivirus sub group reactive dan klon yang tidak dapat diklasifkasikan. Ditemukan pula klon yang termasuk sekretor labil .Rendahnya harga serapan yang didapatkan dari tampilan ELISA memerlukan beberapa cara untuk memperbaikinya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T8346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Yuwono
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Resistensi obat pada Salmonella merupakan masalah kesehatan yang menarik dan perlu selalu dilakukan pemantauan mengenai pola resistensi Salmonella terhadap antibiotik yang digunakan pada masyarakat. Di berbagai negara telah banyak dilaporkan adanya resitensi obat terhadap Salmonella non typhi maupun Salmonella typhi. Resistensi tersebut sebagian disebabkan oleh adanya plasmid dengan BM 40,0kb-95,0kb, akibatnya terjadilah kuman Salmonella yang multiresisten obat. Penelitian ini merupakan suatu studi awal mengenai pola resistensi terhadap koleksi isolat Salmonella dari beberapa daerah: Jakarta, Tangerang dan Palembang selama th. 1994-1996. Diteliti sebanyak 86 isolat Salmonella yang merupakan koleksi dari Jakarta: Pel. Mas. Bag. Mikrobiologi FKUI dan NAMRU-2 Jakarta, dari Tangerang: RSUD Tangerang dan dari Palembang koleksi Puslit. Penyakit Menular Badan Litbang. Kesehatan. Telah dilakukan pemeriksaan sensitivitas obat dengan metode mikrodilusi terhadap antibiotik yang biasa digunakan yaitu: ampisilin dan kloramfenikol.
Untuk mengetahui apakah ada peranan plasmid sebagai penyebab terjadinya resistensi dan kemungkinan penyebarannya di alam, dilakukan isolasi plasmid dan uji konjugasi terhadap kuman Escherichia coli JM 109 (lac+, F-, Pen+) serta transformasi plasmid ke sel kompeten E. coli JM 109.
Hasil dan kesimpulan: Dengan uji mikrodilusi dari 86 isolat Salmonella ditemukan 11 (12,8%) isolat yang resisten, yaitu 11,5% terhadap ampisilin dan 10,0% terhadap kloramfenikol. Titer KHM/MIC terhadap ampisilin ditemukan titer terendah sebesar 3,12 μg/ml dan tertinggi 25,0 μg/ml, sedangkan terhadap kloramfenikol titer terendah 6,2 μg/ml dan tertinggi 50,0 μg/ml. Hasil identifikasi isolat menunjukkan bahwa 5 (5,6%) adalah S. typhi dan 6 (6,9%) S. non typhi. Pada S. typhi ditemukan 4 (5,7%) telah resisten terhadap ampisilin atau 3 (4,6%) terhadap kloramfenikol. Isolasi plasmid dari kuman yang resisten obat ditemukan 3(tiga) jenis plasmid, satu plasmid dengan BM 23,0kb dan dua plasmid kecil dengan BM 0,Skb-2,0kb. Hasil konjugasi kuman dengan E.coli JM 109 menunjukkan bahwa plasmid dengan BM 23,0kb dan 0,5-2,0kb dapat ditransfer ke kuman resipien, sehingga tidak dapat diketahui plasmid mana yang membawa gen resisten terhadap antibiotik.
Dengan transformasi dapat diketahui bahwa plasmid dengan BM 23,0 kb pada koloni Tf-6b merupakan plasmid yang membawa gen determinan r, antara lain terhadap kloramfenikol. Sedangkan plasmid 0,5-2,0 kb pada koloni transforman Tf-4k, Tf-6k dan Tf-7k merupakan plasmid yang membawa gen resisten bukan kloramfenikol. Plasmid 23,0 kb tidak dapat dipotong oleh ensim Hind III, sebaliknya plasmid 0,5-2,0 kb terpotong oleh ensin Hind III menjadi 2 pita.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui determinan r yang terdapat di dalam suatu DNA plasmid, penggunaan transformasi lebih spesifik dibanding cara konjugasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Haryanto
"Latar Belakang : Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri intraselular fakultatif penyebab Tuberkulosis (TB). Jumlah penderita 1,7 milyar orang di seluruh dunia dan terdapat penambahan 3 juta kasus baru setiap tahunnya. Prevalensi TB di Indonesia tahun 2013 sebesar 297 per 100.000 penduduk dengan kasus baru setiap tahun mencapai 460.000 kasus. Total kasus hingga 2013 mencapai sekitar 800.000-900.000 kasus. Faktor yang menghambat diagnosis TB dapat ditegakkan adalah lamanya waktu menunggu hasil kultur dan uji identifikasi penyebab TB. Menumbuhkan kuman penyebab TB berkisar 6-8 minggu. Pemeriksaan identifikasi membutuhkan waktu 3 hari sampai 1 minggu. Total waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan kultur yaitu 7-9 minggu. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang dapat mengidentifikasi lebih cepat dan akurat.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan mendapatkan data keberhasilan identifikasi MTB dan MOTT menggunakan alat tes berupa Kit (SD TB AgMPT64®). Mengetahui nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif (NPP) dan Nilai prediktif negative (NPN) dari uji imonochromatograpic (SD TB AgMPT64®).
Metode : Menggunakan uji diagnostik, baku emas yang digunakan dalam penelitian ini dengan pemeriksaan PCR TB. Sampel Penelitian ATCC Mycobaterium non tuberculosis ( MOTT ), isolate Mycobacterium tuberculosis H37RV dan isolat Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bahan biologi tersimpan milik Departemen Mikrobiologi FKUI.
Hasil : Dengan sampel 46 isolat, nilai sensitivitas dan spesifisitas ICT TB Ag MPT64 yang diperoleh 100%(IK95%: 90,4%-100%) dan 100%,(IK95%: 66,2%-100%) NPP 100% (IK95%: 90,4%-100%). NPN 100%,(IK95%: 66,2%-100%) pemeriksaan niacin dan PNB nilai sensitivitasnya 100%(IK95%: 90,4%-100%), spesifisitas 88,8%(IK95%: 51,7%-98,1%). dan NPP 97,3% (IK 95%: 86,1%-99,6%), NPN 100% (IK95%: 62,9%-100%).
Kesimpulan : Analisis hasil penelitian ini menunjukkan uji identifikasi ICT TB AgMPT64 memiliki nilai sensitivitas yang sama dengan uji Niasin paper strip, uji PNB LJ dan nilai spesifisitas yang lebih tinggi.

Background: Mycobacterium tuberculosis is a facultative intracellular bacterium causes tuberculosis (TB).The number of patients 1.7 billion people around the world and there is an addition of 3 million new cases each year. The prevalence of TB in Indonesia besad on surveillance in 2013 was to 297 per 100,000 population with new cases every year reach in 460,000 cases. Thus, the total number of cases to 2013 reached approximately 800000-900000 cases. One of the efforts to control the spread of infection is to diagnose TB quickly and accurately so it can be reach all levels of society. There are several factors that hamper the diagnosis of TB one of them is the time of culture and species identification. The identification Mycobacterium is important to determine the approproate treatment. Growing the bacteria that causes TB ranges from 6-8 weeks. Identification takes 3 days to 1 week. So the total time required for culture is 7-9 weeks. Therefore, it needs a method that can do identification more quickly and accurately.
Objective: Knowing the value of the sensitivity, specificity, positive predictive value (NPP) and negative predictive value (NPN) of an imonochromatograpic (SD TB AgMPT64®) test with the gold standard TB PCR.
Methods: This study used a diagnostic test, the gold standard used in this study was TB PCR. Sample Research ATCC mycobaterium non tuberculosis (MOTT) and isolates of Mycobacterium tuberculosis H37Rv stock, M.tuberculosis isolate which is stored biological materials belong to Department of Microbiology, Faculty of Medicine.
Results: the sensitivity and specificity of ICT TB Ag MPT64 were 100%(CI95%: 90,4%-100%) dan 100%,(CI95%: 66,2%-100%) NPP 100%(CI95%: 90,4%-100%). NPN 100%,(CI95%: 66,2%-100%) sensitivity of niacin paper strip dan PNB LJ were 100%(CI95%: 90,4%-100%), spesificity 88,8%(IK95%: 51,7%-98,1%). and NPP 97,3% (IK 95%: 86,1%-99,5%), NPN 100% (IK95%: 62,9%-100%).
Conclusion: Analysis of the results of this study indicate the identification of ICT TB test AgMPT64 have the same sensitivity as niacin paper strip test, PNB LJ and had higher specificity values.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurleny Sutanto
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Demam tifoid merupakan penyakit endemic di Indonesia. Salah satu masalah utama dalam penanggulangan penyakit ini adalah belum adanya cara diagnosis pemasti yang dapat diandalkan, terutama untuk pengelolaan penderita. Saat ini laboratorium Mikrobiologi FKUI sedang mengembangkan suatu cara diagnosis dengan menggunakan protein membran luar (PML) S.typhi. Untuk itu diperlukan PML dalam jumlah banyak, sehingga perlu dicari cara isolasi yang cepat,mudah dan efisien. Dicoba 2 cara isolasi yaitu menggunakan dapar Hepes dan dinatrium hidrofosfat (Na2HPO4). Kuman dikultur selama 18-24 jam dalam medium kaldu nutrien yang ditambahkan ekstrak ragi 0,2% dan glukosa 1,257 Dengan sentrifugasi 1400xg sus.pensi 1/1000 volume kuman dipanen pada -lase "late logarithmic" dan disonikasi. Pemisahan protein membran Iuar dan protein membran dalam dilakukan dengan sentrifugasi 100.000>:g, selanjutnya dilakukan elektroforesis pada SDS-PAGE untuk membandingkan profil proteinnya. Karakterisasi protein tersebut dilakukan dengan "Western blot".
Hasil dan kesimpulan: Jumlah protein yang dihasilkan dengan menggunakan dapar Na2HPO4 rata-rata 0,084x10-7 ug per sel kuman,sedangkan ekstraksi dengan menggunakan dapar Hepes menghasi l kan protein rata--rata 0, 051X10-7 ug per sel kuman. Profil protein pada SDS-PAGE dapat dilihat dengan jelas pada konsentrasi protein 50 ug/ml untuk ekstraksi PML menggunakan dapar Hepes dan 30 ug/ml dengan Na2HPO4. Fraksinasi pada SDS-PAGE dengan kedua cara diatas memperlihatkan pita-pita protein dengan berat molekul antara 26-116 kDA dengan pita protein mayor terletak antara 36-38 kDa . Hasil "Western blot" menggunakan serum pasien tifoid dan serum kelinci yang telah diimunisasi kuman S.typhi menunjukkan adanya reaktivitas yang kuat dengan protein 38 kDa. Tidak ditemukan reaksi silang dengan serum kelinci yang diimmunisasi dengan kuman S.paratyphi A atau B. Dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa isolasi PML dengan menggunakan dapar Na.2HP04 lebih cepat,mudah dan praktis karena prosedurnya lebih singkat. Selain itu ektraksi cara ini lebih efisien dare pada cara Hepes karena jumlah protein yang diperoleh lebih banyak, dan dibLLtuhkan jumlah yang lebih sedikit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T8256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erie Yuwita Sari
"Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) merupakan coronavirus baru, pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina. Tingginya jumlah kasus dan cepatnya proses infeksi membutuhkan deteksi cepat dan akurat untuk menegakan diagnosis COVID-19. Studi bertujuan memperoleh sensitivitas dan spesifisitas uji serologi IgG SARS-CoV-2 Architect dibandingkan dan RT-PCR pada pasien COVID19. Studi ini menggunakan pendekatan potong lintang uji diagnostik, dengan menggunakan 128 pasien yang diperoleh di RSUP Persahabatan. Studi ini berlangsung sejak bulan April sampai Juli 2021 di RSUP Persahabatan. Sampel berupa swab nasofaring diambil dari pasien untuk diperiksa dengan uji RT PCR dan darah untuk uji serologi menggunakan Architect ® i2000SR Abbott. Hasil uji sensivitas Architect sebesar 27.37% (18.72%-37,48%) dan spesifisitas 63.64% (45,12% - 79,60%). NPV 23,33% dan PPV 68,42%. Kesimpulan: Secara keseluruhan uji serologi SARS-CoV-2 IgG Architech memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dibanding dengan RTPCR. Architect dapat digunakan untuk screening, dapat digunakan pada fase akut, hasil negatif perlu dikonfirmasi dengan RT-PCR. Tidak ada hubungan antara Ct-value RTPCR dengan derajat keparahan COVID-19, dan terdapat hubungan antara titer Architect dengan derajat keparahan COVID-19. Tidak ada hubungan onset COVID-19 dengan hasil pemeriksaan RT-PCR dan Architect

Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) is a new coronavirus, which was first detected in Wuhan, China. The high number of cases and the rapid process of infection require fast and accurate detection to establish the diagnosis of COVID-19. The study aimed to obtain the sensitivity and specificity of the SARS-CoV2 Architect IgG serological test compared to RT-PCR in COVID-19 patients. This study used a cross-sectional approach to diagnostic testing, using 128 patients obtained from Persahabatan Hospital. This study took place from April 2021 to July 2021 at the Persahabatan Hospital. Nasopharyngeal swab samples were taken for RT-PCR and blood was drawn for serological testing using the Architect® i2000SR from Abbott. The sensitivity of Architect test was 27.37% (18.72–37.48%), specificity was 63.64% (45.12–79.60%), whereas NPV was 23.33% and PPV was 68.42%. Conclusion: Architech's SARS-CoV-2 IgG serological test has low sensitivity and specificity compared to RT-PCR. Architect can be used for screening, can be used in the acute phase, negative results need to be confirmed by RT-PCR. There is no relationship between the Ct-value RT-PCR and the severity of COVID-19, and there is a relationship between Architect titers and the severity of COVID-19. There is no relationship between the onset of COVID-19 and the results of the RT-PCR and Architect examinations."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Seto Prasetyo
"Latar Belakang: Infeksi Dengue virus (DENV) masih menjadi masalah besar di Indonesia. Manifestasi infeksi DENV yang berat umumnya ditemukan pada infeksi sekunder. Modalitas diagnosis yang cepat dan akurat dibutuhkan dalam tata laksana infeksi DENV. Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan pada tingkat komunitas adalah pemeriksaan serologi menggunakan rapid immunochromatographic test. Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan antara Bioline SD Dengue Duo yang diperiksa serial selama 7 hari dengan uji hemagglutination inhibition (HI) dalam hal penentuan jenis infeksi dengue.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara Bioline SD Dengue Duo dengan HI. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengetahui apakah pada pemeriksaan Bioline SD Dengue Duo secara serial terdapat konsistensi hasil dari hari ke hari.
Metode: Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi penelitian sebelumnya berjudul "International Study on Biomarkers and Gene Expression Patterns in Patients with Dengue Virus Infection (The Indonesian Study Center, Jakarta)" oleh dr.Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI. Serum pasien yang didiagnosis infeksi dengue dengan hasil NS1 positif ditentukan jenis infeksi menurut HI. Hasil NS1, IgM, IgG, serotipe virus, dan gambaran klinis pasien didapatkan sebagai data sekunder dari penelitian sebelumnya. Pada analisis, perbandingan antara Bioline SD Dengue Duo dengan HI, variabel hasil dari kedua pemeriksaan tersebut diklasifikasikan menjadi "Sekunder" dan "Nonsekunder".
Hasil: Terdapat 25 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Infeksi primer dan sekunder menurut Bioline SD Dengue Duo adalah 44% dan 56%. Menurut HI, terdapat 8% infeksi primer dan 92% infeksi sekunder. Kesesuaian Bioline SD Dengue Duo dengan HI tertinggi (68%) dalam 7 hari pemeriksaan dicapai pada hari demam ketujuh. Ketidaksesuaian hasil antara Bioline SD Dengue Duo dengan HI adalah 36%. Hampir seluruh sampel (98%) mengalami perubahan interpretasi hasil bila Bioline SD Dengue Duo diinterpretasikan secara harian. Perubahan interpretasi hasil tersebut terutama ditemukan pada demam hari kelima.
Kesimpulan: Hasil Bioline SD Dengue Duo cukup sesuai dengan HI bila dilakukan pemeriksaan pada hari demam ketujuh dan dapat menggantikan HI untuk menentukan jenis infeksi dengue karena hasilnya lebih cepat. Namun penggunaannya perlu mempertimbangkan klinis pasien karena adanya fenomena perubahan interpretasi hasil. Penentuan jenis infeksi terbaik dilakukan pada hari demam ketujuh, namun paling dini dapat dilakukan pada hari demam ketiga.

Background: Dengue virus (DENV) infection is still a burden in Indonesia. Severe DENV manifestations commonly occur in secondary infections. A rapid and accurate diagnostic tool is needed in patient management. DENV serology assay using rapid immunochromatographic test is one of DENV diagnostic modalities that is applicable in community setting. In this research, serial rapid immunochromatographic test Bioline SD Dengue Duo was compared with hemagglutination inhibition (HI) in determining type of DENV infection.
Objective: This research was conducted to observe agreement between Bioline SD Dengue Duo and HI in determining type of DENV infection. Beside that, this research was also performed to observe the consistency of serial Bioline SD Dengue Duo when interpreted daily.
Methods: This study was done to complete the previous study entitled "International Study on Biomarkers and Gene Expression Patterns in Patients with Dengue Virus Infection (The Indonesian Study Center, Jakarta)" by dr.Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI. All paired stored sera from dengue patient with positive NS1 result were subjected to HI assay, according to Igarashi. Serial NS1, IgM, IgG, clinical features, and virus serotype result from previous study were taken as secondary data and would be compared with HI assay. For RDT vs HI analysis, RDT and HI results were classifed as "Secondary" and "Nonsecondary".
Results: A total of 25 samples fulfilled the inclusion criteria. The proportion of primary and secondary infection according to Bioline SD Dengue Duo was 44% and 56%, respectively. In the other side, 92% classified as secondary infection by mean of HI assay; the rest was primary infection. The highest agreement rate between serial Bioline SD Dengue Duo and HI was 68%, which achieved in 7th day of fever. Almost all samples experienced changing of result interpretation when Bioline SD Dengue Duo was interpreted daily. This was mainly observed in 5th day of fever.
Conclusion: The result of Bioline SD Dengue Duo was in accordance with HI if it was examined in 7th day of fever and can replace HI for determining type of infection because of the rapid result. But its use should consider patient’s clinical condition due to the changing of result interpretation phenomenon. Type of infection is best determined on 7th day of fever, but it can also be done as early as on 3th day of fever.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Angky Budianti
"Latar belakang: Infeksi virus dengue masih menjadi masalah di negara tropis seperti Indonesia. Infeksi virus dengue menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Belum ada obat ataupun vaksin yang telah disetujui penggunaannya dan tersedia di dunia untuk penyakit infeksi dengue. Pencegahan infeksi dengue masih terbatas pada pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe virus dengue beredar di Indonesia. Dua genotipe dari virus dengue tipe 1 (DENV-1) yaitu genotipe I dan IV lebih dominan bersirkulasi di Indonesia. Pada tahun 2012, kami mengembangkan kandidat vaksin DNA DENV-1 pUMVC RDS 59/09. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 yang dihasilkan mencit ddY setelah imunisasi sebanyak tiga kali dengan pUMVC RDS 59/09 dan untuk mengetahui kemampuan antibodi tersebut dalam menetralkan beberapa genotipe DENV-1 yang diisolasi di Indonesia.
Metode: Penelitian eksperimental ini dimulai dari perbanyakan pUMVC RDS 59/09 di sel E.coli untuk mendapatkan konsentrasi yang tinggi. Imunisasi dilakukan pada 12 mencit strain ddY dengan pUMVC RDS 59/09 25 µg/100 µl menggunakan needle-free injector, sebanyak tiga kali dengan interval waktu 3 minggu. Sebanyak 12 mencit disediakan sebagai kontrol yang tidak diimunisasi. Antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 pada masing-masing serum mencit diperiksa dengan ELISA dan dibaca pada panjang gelombang 450 nm. Berikutnya, pooled serum mencit pasca imunisasi ke 3, digunakan untuk netralisasi 13 isolat DENV-1 dengan metode focus reduction neutralization test (FRNT). Fokus yang didapatkan dari FRNT diwarnai dengan tehnik imunoperoksidase dan dihitung secara manual.
Hasil: Rerata nilai OD ELISA antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari serum mencit kelompok imunisasi yang diambil sebelum imunisasi, pasca imunisasi 1, pasca imunisasi 2 dan pasca imunisasi 3 adalah 0,329;0,843;1,524 dan 1,598, secara berurutan. Terdapat peningkatan nilai OD ELISA antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari pooled serum mencit kelompok imunisasi pasca imunisasi pertama, kedua dan ketiga dibandingkan dengan baseline. Titer FRNT antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari pooled serum mencit pasca imunisasi 3 dan pooled serum mencit kontrol terhadap strain DV-1 RDS 59/09 adalah 1/320 dan < 1/10. Titer FRNT 13 isolat DENV-1 oleh antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dari pooled serum mencit pasca imunisasi 3 berkisar dari 1/320 sampai lebih dari 1/1280.
Kesimpulan: Variasi genotipe DENV-1 tidak menyebabkan perbedaan titer antibodi netralisasi yang bermakna (p = 0,222), sehingga dapat diuraikan bahwa antibodi anti-membran dan envelop DENV-1 dapat menetralkan 13 isolat DENV-1 Indonesia yang diuji.

Introduction: Dengue virus infection is still a burden in tropical country such as Indonesia. Dengue virus infection causes high mortality and morbidity. No drugs or vaccines are approved and available in the world for this disease. Dengue prevention is still limited to vector control. Four dengue serotypes are circulated in Indonesia. Two genotypes of Dengue virus type 1 (DENV-1), namely genotypes I and IV are found predominantly in Indonesia. Previously in 2012, we constructed pUMVC RDS 59/09, the DENV-1 DNA vaccine candidate. The objective of this study is to assess antibody level produced in ddY strain mice after three times immunization with pUMVC RDS 59/09 and to assess the antibody ability to neutralize genotypes of DENV-1 isolated in Indonesia.
Methods: This experimental study was started with propagation of pUMVC RDS 59/09 in E. coli cells to produce high concentration of the DNA. Immunization was carried out with 25 µg/ 100 µl pUMVC RDS 59/09 by needle-free injector, three times in 3 weeks interval. Twelve mice were provided for control without immunization. Anti-DENV-1 membrane and envelope antibody of individual sera were examined by ELISA and absorbance value was measured by ELISA reader in 450 nm wave length. Further, pooled sera of 3rd immunization were used to neutralize 13 DENV-1 isolates by focus reduction neutralization test (FRNT) method. The focus obtained in FRNT was stained by immune-peroxides technique and counted manually.
Results: ELISA OD value mean of anti-DENV-1 membrane and envelope antibody in individual ddY mice sera of immunized group before immunization, post first immunization, after second immunization and post third immunization were 0.329; 0.843; 1.524 and 1.598, respectively. An increase in ELISA OD value of anti-DENV-1 membrane and envelope antibody in ddY mice pooled sera of immunized group after first, second and third immunization compared to baseline was observed. FRNT titre of anti-DENV-1 membrane and envelope antibody from third immunization pooled sera compared to control mice pooled sera in RDS 59/09 isolate neutralization was 1/320 compared to < 1/10. Neutralization titre of 13 DENV-1 isolates by anti-DENV-1 membrane and envelope antibody from third immunization pooled sera ranged from 1/320 to more than 1/1280.
Conclussions: DENV-1 genotype variation did not lead to significant neutralization antibody titre difference (p = 0,222), so it can be explained that anti-DENV-1 membrane and envelope antibody was able to neutralize 13 strains of Indonesia DENV-1 isolates examined.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Khoirotun Nisa
"ABSTRAK
Infeksi DENV masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia, karena angka kesakitan semakin meningkat, masih menimbulkan kematian dan sering terulangnya kejadian luar biasa (KLB). Salah satu permasalahan terbesar pada manajemen pasien yang terinfeksi adalah untuk memperoleh hasil diagnosis yang cepat dan spesifik dari infeksi DENV pada fase akut. Deteksi NS1 virus dengue merupakan solusi untuk deteksi dini infeksi dengue. Pada penelitian ini dilakukan produksi antibodi anti-NS1 DENV 2 berlabel HRP untuk mendeteksi antigen NS1 DENV. Untuk mendapatkan antibodi anti-NS1 DENV 2, protein NS1 sebanyak 500µg disuntikkan ke kelinci. Booster dilakukan sebanyak tiga kali dengan menyuntikkan NS1 500µg. Antibodi anti-NS1 yang dihasilkan oleh kelinci kemudian dilabel menggunakan horseradish peroxidase (HRP) dan dilakukan optimasi slot blot immunoassay. Setelah antibodi anti-NS1 DENV 2 berlabel HRP dikonfirmasi dengan direct ELISA, dilakukan uji reaksi silang. Pada penelitian ini digunakan 15 plasma pasien positif dengue yang terdiri dari serotipe 1, 2, 3 dan 4, 3 plasma negatif dengue, 1 plasma orang sehat dan 1 kontrol positif yaitu protein NS1 DENV 2. Hasil menunjukkan, antibodi anti-NS1 DENV serotipe 2 dapat mengenali NS1 yang berasal dari serotipe 1,2,3, dan 4. Hal ini disebabkan karena protein NS1 merupakan glikoprotein yang sangat terkonservasi diantara keempat serotipe dengue. Adanya kemiripan epitop NS1 DENV 2 dengan serotipe lainnya membuat antibodi anti-NS1 DENV 2 dapat mengenali protein NS1 dari serotipe dengue yang lain. Sedangkan hasil negatif ditunjukkan pada plasma pasien orang sehat. Untuk sampel 3 plasma negatif dengue, hasil slot blot menunjukkan 2 negatif dan 1 indeterminate. Disimpulkan bahwa antibodi anti-NS1 DENV 2 berlabel HRP dapat digunakan untuk dalam uji slot blot untuk mendeteksi keempat serotipe virus dengue.

ABSTRACT
DENV infection remains a public health problem in Indonesia, as the number of illnesses is still increasing, causing death and frequent recurrence of outbreaks. One of the biggest problems in managing infected patients is how to get a rapid and specific diagnosis of DENV in the acute phase. Detection of dengue virus is a solution for early detection of dengue infection. In this study, production of labelled anti-NS1 DENV 2 antibody to be used for dengue antigen detection. To get anti-NS1 DENV 2 antibody, protein NS1 500 μg was injected into rabbit. Booster is done three times by injecting NS1 500 μg. Anti-NS1 antibodies produced by rabbits then were labeled by horseradish peroxidase (HRP). After confirmation of labelled anti-NS1 DENV antibody and optimation of in-house slot blot immunoassay, cross reactivity between DENV serotype was performed. In this study, 15 dengue positive patients serotypes 1, 2, 3 and 4, three dengue negative plasma, 1 healthy person plasma and 1 positive control on NS1 DENV 2 were used. The results showed that anti-NS1 DENV serotype 2 antibody could recognize NS1 from serotypes 1,2,3, and 4. This may be because the NS1 protein is a highly conserved glycoprotein among four dengue serotypes. The similarity of NS1 DENV 2 epitopes with other serotypes makes NS1 DENV 2 antibody can recognize NS1 protein from other dengue serotypes. While negative results are shown on the plasma of healthy patients. For a sample of 3 negative plasma dengue, the result of the blot slot showed 2 negatives and 1 indeterminate. An HRP-labelled anti-NS1 DENV 2 antibody could be used in slotblot immunassay to detect NS1 of four serotype of dengue infection."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>