Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aji Kadarmo
"Dengan semakin majunya ilmu dan teknologi di dunia di segala aspek kehidupan turut memberikan konsekuensi semakin majunya ilmu kedokteran yang ada di dunia. limu Kedokteran Forensik adalah salah satu dari ilmu kedokteran tersebut. Adapun Ilmu Kedokteran Forensik terdefinisikan sebagai salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran dan bermanfaat untuk membantu penegakkan hukum dan masalah-masalah hukum. Pada mulanya ilmu kedokteran forensik hanya diperuntukkan bagi kepentingan peradilan, namun perkembangan jaman mengakibatkan pemanfaatannya juga di bidang-bidang yang bukan peradilan.
Pada masyarakat kita, pemanfaatan ilmu kedokteran forensik Iebih banyak dikenal dalam pelayanan pembuatan visum et repertum yakni melalui pemeriksaan mayat atau bedah mayat. Meskipun sebenarnya masih banyak pelayanan yang bisa diberikan dari ilmu kedokteran forensik, seperti pemeriksaan korban perkosaan, pencabulan, paternitas dan lain sebagainya, namun sepertinya hal tersebut masih belum "familiar" atau karena memang belum dikenal. Jika boleh dikatakan saat ini masyarakat Iebih cenderung memberikan istilah dari ilmu kedokteran forensik adalah lama halnya dengan "ilmu bedah mayat" dan dokter forensik adalah "dokter mayat" atau "dokter bedah mayat", atau istilah-istilah semakna lainnya.
Di Indonesia, sejak abad 19 pemanfaatan kedokteran forensik sudah dilakukan oleh dokter Belanda untuk kepentingan peradilan dan Iebih banyak dikenal berkaitan dengan bedah mayat atau pelayanan otopsinya saja. Sedangkan pemanfaatan pembuatan visum untuk orang hidup nampaknya belum lama dikenal oleh masyarakat atau konsumen pemintanya (penyidik).
Dengan semakin majunya negara, akan menimbulkan konsekuensi meningkatnya kompleksitas pada setiap bidang kehidupan. Di negara berkembang kompleksitas ini mengakibatkan persaingan yang masingmasing berusaha untuk dapat mempertahankan kehidupannya, sehingga akhirnya mengakibatkan meningkatnya angka kriminaiitas. Sebagai gambaran maka jumlah kasus kejahatan di Indonesia terhadap tubuh dan jiwa manusia berfluktuasi sekitar 10.000 per tahunnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Christin Naenak
"Saat ini sengketa medik marak terjadi. Penyelesaian sengketa medik dapat dilakukan dengan banyak cara, dimana penyelesaian melalui jalur hukum dan etika adalah dua cara yang sering digunakan. Skripsi ini akan membahas mengenai pelaksanaan profesi kedokteran dilihat dari segi hukum maupun etika kedokteran. Selanjutnya skripsi ini akan membahas mengenai kekuatan putusan MKEK dalam penyelesaian sengketa medik melalui peradilan secara perdata. Untuk melihat bagaimana praktiknya, maka bagian skripsi selanjutnya akan membahas kekuatan putusan MKEK dalam peradilan perdata pada kasus Marliana Tanadi melawan dr. Henk Kartadinata. Pada kasus Marliana Tanadi melawan dr. H. Kartadinata, penyelesaian sengketa medik dilakukan secara etika melalui MKEK dan juga secara hukum melalui peradilan perdata. Sengketa ini terjadi karena dr. H. Kartadinata telah membiarkan mata bor tertinggal dalam lengan M. Tanadi pada saat operasi dan tidak memberitahukan hal tersebut kepada M. Tanadi maupun keluarganya. Sebelum kasus ini diajukan ke pengadilan, MKEK telah membuat keputusan dimana dr. H. Kartadinata tidak bersalah secara etika. Di pengadilan, Majelis Hakim justru menggunakan putusan MKEK yang tertuang dalam dua buah surat, yaitu surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan DKI Jakarta kepada Menteri Kesehatan R.I u.p Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan RI dan surat keterangan dari Departemen Kesehatan Kantor Wilayah Propinsi DKI Jakarta sebagai alat bukti yang dominan. Pada dasarnya putusan MKEK tidak memiliki kekuatan sebagai alat bukti yang mengikat karena putusan MKEK tidak dibuat sebagai alat bukti di pengadilan. Surat keputusan MKEK yang dibuat berdasarkan etika tidak bisa dijadikan patokan bagi Majelis Hakim untuk menyelesaikan sengketa medik secara hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Hamzah
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S24547
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratri Wahyu Mulyani
"Usaha-usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum belum berhasil memberantas peredaran jamu berbahan Kimia Obat (BKO). Salah satu penyebabnya adalah penindakan yang bersifat reaktif sporadis, membuka kesempatan pelanggar hukum untuk beradaptasi dan terus berinovasi dalam melaksanakan modus operandinya demi menghindari tekanan dari penegak hukum. Untuk mengatasi hal ini diperlukan kewaspadaan nasional terhadap ancaman peredaran jamu BKO sebagai dasar penyusunan dan pelaksanaan suatu sistem peringatan dini. Yaitu serangkaian teknologi, kebijakan dan prosedur yang disusun khusus untuk pemprediksi dan memitigasi dampak peredaran jamu BKO. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode collection and analysis dalam pengolahan data. Teknik triangulasi digunakan untuk memastikan validitas data baik primer maupun sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelibatan komponen intelijen negara dan partisipasi aktif masyarakat menjadi hal yang mutlak dibutuhkan demi keberhasilan sistem peringatan dini atau early warning terkait peredaran jamu BKO. Badan intelijen negara selaku coordinator dari seluruh intelijen yang ada di instansi negara wajib menjalankan fungsi sebagai komite intelijen pusat (kominpus). Dalam satu system yang dibangun seharusnya Indonesia National Single Window (INSW) seharusnya didapat kerjasama kontrol antar lembaga yaitu BPOM, BIN, Bea dan Cukai, Kepolisian dan masyarakat. Early warning system menghadirkan 4 komponen utama sistem peringatan dini yaitu pengetahuan resiko, layanan pemantauan dan peringatan, diseminasi dan komunikasi serta kemampuan respons. Saran untuk melakukan pemberantasan dan pencegahan peredaran jamu BKO adalah melakukan studi untuk menilai potensi kerugian negara akibat peredaran BKO. Hasil studi tersebut dijadikan dasar untuk membangun kewaspadaan nasional dan ditindak lanjuti dengan penyusunan sistem peringatan dini yang melibatkan berbagai instansi terkait dan dukungan masyarakat.

Efforts by law enforcement officers have not succeeded in eradicating the circulation of medicinal chemicals-contained herbal medicine or also known as Jamu Berbahan Kimia Obat (BKO). One of the causes is sporadic reactive action, which gives opportunities for law offenders to adapt and continue to innovate in carrying out their operational mode to avoid pressure from law enforcement. In order to overcome this issue, national awareness as an early warning system regarding the threat of BKO herbal medicine distribution is required. Such early warning system comprises a series of technologies, policies and procedures devised specifically for predicting and mitigating the impact of BKO herbal medicine circulation. This research uses the qualitative approach with collection and analysis method in data processing. Triangulation techniques are used to ensure the validity of both primary and secondary data. The results showed that the involvement of state intelligence components and the active participation of the community becomes absolutely necessary for the success of early warning system or early warning related to the circulation of BKO herbal medicine. National Intelligence Agencies (BIN) as the coordinator of all intelligences in state institutions must perform the function as central intelligence committee (Kominpus). The one-stop integrated system namely Indonesia National Single Window (INSW) should maintain cooperation between institutions such as BPOM, BIN, Customs and Excise, Police and society. Early warning system presents 4 main components, such as risk knowledge, monitoring and warning service, dissemination and communication, as well as response capability. As a suggestion, in eradicating and preventing the circulation of BKO herbal medicine, a study to assess the potential loss of the state due to the circulation of BKO herbal medicine should be conducted. The results of these studies serve as a basis for building national awareness and are followed up by the preparation of an early warning system involving various relevant agencies and community support."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tofa Apriansyah
"ABSTRAK
Potensi ancaman terhadap masuknya Obat dan Makanan impor tanpa izin edar (TIE), masih menunjukan tren yang sangat dominan pada temuan pengawasan dan penyidikan BPOM dan DJBC. Paket Kebijakan Ekonomi XV membawa konsekwensi pengawasan post border, yang menyertakan gap pengawasan masuknya Obat dan Makanan mengarah pada kondisi lawlessness. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kerjasama BPOM dan DJBC dalam lingkup pertukaran data dan informasi intelijen yang mendukung kebijakan pengawasan post border dan merumuskan rekomendasi model collaborative/fusion
intelligence untuk memperkuat ketahanan nasional dari hakekat ancaman tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode kombinasi (mix method) yaitu metode kuantitatif menggunakan kuisioner, dan kualitatif melalui studi literatur, wawancara mendalam, dan focus group discussion, yang dianalisa menggunakan Analisa SWOT, software Discourse Network Analysis, serta Alternative Future Analysis. Untuk memperkuat analisa digunakan Delphi Methods dengan menyimpulkan opini Ahli. Informan ditentukan berdasarkan kompetensi intelijen dan keterwakilan wilayah kerja dalam beberapa skema impor, serta Ahli dari
BPOM, DJBC, SKSG-UI, dan BIN. Hasil penelitian menunjukan bahwa kerjasama BPOM dan DJBC yang telah ada perlu direvitalisasi dengan melakukan integrasi fungsi intelijen dalam konteks pengawasan post border. Model collaborative intelligence dapat diterapkan dengan implementasi Siklus Analisa Intelijen Terintegrasi yang terbagi dalam tahap pengumpulan internal, analisa terintegrasi dan diseminasi terintegrasi. Efektifitas collaborative intelligence dibangun dan
dievaluasi menggunakan lima faktor pendukung: tata kelola; riset analitik tradecraft; regulasi; SDM; dan pemanfaatan teknologi informasi. Struktur organisasi yang disesuaikan dengan lingkungan pengawasan post border berbentuk adhocracy.

ABSTRACT
The findings of Indonesian-FDA (Indonesian-Food and Drug Authority) and DGCE (Directorate General of Customs and Excise) control and investigation showed dominance of potential threat of entry of imported Drug and Food without registration number. The XV Economic Policy Package carries consequences in post border control which includes gap in control of the entry of Drug and Food leading to a state of lawlessness. This study aims to analyse the collaborative implementation of Indonesian-FDA and DGCE in the scope of data exchange and intelligence information that supports post border control policy and formulate recommendations of collaborative/fusion intelligence models to strengthen national resilience from the nature of the threat. The research was conducted by mix method, quantitatively method using questionnaires and qualitatively through literature studies, in-depth interviews, and focus group discussions, which were analysed using SWOT Analysis, Discourse Network Analysis software, and Alternative Future Analysis. Further, the Delphi Methods by concluding Expert opinion was used to strengthen the analysis. Informants were determined based on intelligence competence and work area representation in several import schemes, as well as experts from Indonesian-FDA, DGCE, SKSG-UI, and BIN. The results showed tha the existing collaboration between Indonesian-FDA and DGCE needs to be revitalized by integrating the intelligence function in the context of post border control. The collaborative intelligence model can be implemented by means of Integrated Intelligence Analysis Cycle which is divided into stages of internal collection, integrated analysis and integrated dissemination. The effectiveness of collaborative intelligence is built and evaluated using five supporting factors: governance; tradecraft analytic research; regulation; human resources; and the use
of information technology. The organizational structure that is adapted to the postborder control environment is in the form of adhocracy."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Kajian Ketahanan Nasional, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhi Bahtiar
"Pandemi wabah novel coronavirus SARS-CoV-2 (Covid-19) merupakan salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang dampaknya menyebar ke berbagai sektor bernegara lainnya, seperti politik, ekonomi dan sosial budaya. Menghadapi ancaman tersebut, Pemerintah Indonesia memanfaatkan segala unsurnya dalam upaya menekan penyebaran Covid-19, diantaranya melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai salah satu aktor keamanan nasional. Pada prosesnya, berbagai aktifitas BIN seperti swab massal, edukasi, pengadaan alat laboratorium dan terutama keterlibatannya pada penelitian obat Covid-19 dianggap tidak sesuai dengan fungsi intelijen sebagai penyampai informasi melalui cegah dini dan deteksi dini. Berbagai kontra narasi juga mengemuka, terutama menganggap bahwa wabah Covid-19 bukan menjadi ranah intelijen, sehingga pelibatan BIN dalam penanganan wabah mematikan tersebut melahirkan adanya tumpang tindih kewenanganan (overlapping) sekaligus pengerdilan lembaga pemerintah lain yang lebih berkompeten dalam sektor kesehatan masyarakat. Melalui pendekatan konstruktivisme, hasil penelitian berupa wawancara dan studi pustaka telah diverifikasi melalui Teori Kesiapsiagaan Pandemi dan Teori Intelijen Strategis serta keterkaitannya dengan beberapa regulasi mengenai keterlibatan multisektor dalam penanganan pandemi dan kedaruratan kesehatan. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa BIN mempunyai wewenang untuk menangani pandemi Covid-19 karena didukung oleh urgensi, peran dan fungsinya dalam deteksi dini, peringatan dini, pencegahan, penangkalan dan penanggulangan setiap hakikat ancaman. Namun begitu, berbagai irisan dan tumpang tindih kewenangan dengan otoritas kesehatan masyarakat, menjadikan berbagai aktifitas BIN tersebut berpotensi menghasilkan penyimpangan (bias) yang justru kontra produktif terhadap penanganan pandemi dan ancaman terhadap kesahatan masyarakat di masa depan.

The pandemic of the novel coronavirus SARS-CoV-2 (Covid-19) is one of the public health threats whose impact has spread to various other sectors of the country, such as politics, economy and socio-culture. Facing this threat, the Government of Indonesia is using all its elements in an effort to suppress the spread of Covid-19, including involving the State Intelligence Agency (BIN) as one of the national security actors. In the process, various BIN activities such as mass swabs, education, procurement of laboratory equipment and especially its involvement in Covid-19 drug research were deemed incompatible with the intelligence function as a transmitter of information through early prevention and early detection. Various counter-narratives have also emerged, especially considering that the Covid-19 outbreak is not the realm of intelligence, so that the involvement of BIN in handling the deadly outbreak has resulted in overlapping powers (overlapping) as well as dwarfing other government institutions that are more competent in the public health sector. Through a constructivist approach, research results in the form of interviews and literature studies have been verified through Pandemic Preparedness Theory and Strategic Intelligence Theory and their relationship to several regulations regarding multi-sectoral involvement in handling pandemics and health emergencies. The conclusion of this study shows that BIN has the authority to handle the Covid-19 pandemic because it is supported by the urgency, its role and function in early detection, early warning, prevention, deterrence and countermeasures any nature of threats. However, various slices and overlaps of authority with public health authorities have made BIN's various activities have the potential to produce biases that are actually counter-productive to handling the pandemic and threats to public health in the future."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Alfa Antariksa
"ABSTRAK
Wabah penyakit Ebola di Afrika Barat yang meledak pada tahun 2014 menyebabkan dampak
kerugian yang besar pada bidang ekonomi, politik dan sosial sehingga mendorong PBB
mengeluarkan Resolusi 2177. Disusul pada tahun 2015, terjadi peningkatan penularan penyakit
MERS dari Timur Tengah sampai ke wilayah Korea Selatan dan ASEAN. Ebola dan MERS
merupakan jenis penyakit Zoonosis, yaitu penyakit (infeksi) yang dapat menular dari hewan ke
manusia dan sebaliknya. Untuk mencegah masuknya penyakit Zonosis dari luar negeri ke Indonesia
diperlukan kondisi Biosecurity disertai dengan Sistem Kesehatan Nasional yang kuat. Hal tesebut
disebabkan karena perang Asimetrik (Asymetric Warfare) dewasa ini tidak hanya melibatkan senjata
konvensional, namun juga wabah penyakit dan penguasaan ekonomi.
Kebarhasilan penanganan penyakit Zoonosis juga dipengaruhi oleh kemampuan industri
vaksin nasional suatu negara. Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi penyakit
zoonosis (terutama tropical disease) yang besar. Kemandirian suatu negara untuk membuat vaksin
sendiri dari penyakit-penyakit zoonosis yang mewabah akan meningkatkan kemampuan Biosecurity
negara tersebut, sehingga tidak terlalu bergantung dan dapat ?disetir? oleh industri vaksin global.
Tesis ini membahas mengenai penilaian terhadap ancaman dan peluang Biosecurity di Indonesia,
yang salah satunya melibatkan kemampuan industri vaksin nasional. Melalui faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap obyek penelitian, penelitian ini memberikan penjelasan (eksplanasi) terhadap
kondisi kemampuan Biosecurity Nasional. Penilaian terhadap kondisi Biosecurity Nasional ini
diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi stakeholder terkait untuk melihat dan
mengevaluasi bagaimana peluang dan ancaman pengembangan industri vaksin di masa mendatang

ABSTRACT
Ebola Virus Disease (EVD) outbreaks in West Africa that was exploded in 2014 causing
huge impact on economic, political and social. The spread of Ebola and this impact encouraged the
United Nations to adopt Resolution 2177. One year after Ebola outbreak, in 2015, the case number
of another zoonotic disease like Middle East Respiratory Syndrome (MERS) have increased, and
transmitted to South Korea and also to ASEAN region. Ebola and MERS are zoonotic disease that
can be transmitted from animals to human. Indonesia needs strong Biosecurity to prevent zoonotic
disease from another country or region. Biosecurity condition is accompanied by a strong National
Health System. Asymmetric warfare involves not only conventional weapons, but also the uses of
diseases and control of the economy.
The ability of handling zoonotic diseases in a country is also affected by the condition of
their national vaccine industry. Indonesia is one country with the potential for zoonotic diseases
(called tropical disease country). The independence of a country to make its own vaccine will
increase the ability of Biosecurity of the country, so it is not too dependent and can be "driven" by
the global vaccine industry. This thesis discusses the assessment of the threats and opportunities for
Biosecurity in Indonesia, one of which involves the ability of national vaccine industry. This research
also provides an explanation of the condition of the ability of the National Biosecurity. An
assessment of the condition of the National Biosecurity is expected to be used as recommendations to
the relevant stakeholders to see and evaluate how the opportunities and threats in Indonesian
Biosecurity in the future."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retty Dwi Handayani
"ABSTRAK
Tujuan dari Pembangunan Berkelanjutan poin ketiga adalah memastikan kesehatan bagi seluruh masyarakat pada segala usia. Peredaran obat palsu dalam jumlah yang signifikan masih merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Penerapan kebijakan pemberantasan obat palsu oleh BPOM di Indonesia masih menghadapi banyak hambatan. Keterlibatan dalam kerja sama internasional belum memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya tersebut. Penelitian ini mengidentifikasi hambatan dominan pada implementasi kebijakan pemberantasan obat palsu. Selanjutnya dari hambatan tersebut dibuat rekomendasi pemberantasan obat palsu dengan melibatkan kerja sama berbagai pemangku kepentingan, baik dari pemerintah maupun non-pemerintah, yakni industri farmasi, profesi kefarmasian dan kesehatan juga masyarakat. Kerangka kerja sama ini dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas kebijakan. Selain itu, rekomendasi model satgas pemberantasan obat palsu dengan melibatkan pemangku kepentingan lintas sektoral termasuk dari kalangan non-pemerintah dapat dipandang sebagai bagian dari katalisator perwujudan tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan.Konsep yang digunakan pada penelitian ini adalah kerja sama internasional, analisis pemangku kepentingan, teori kelembagaan, civil society dan pemberdayaan masyarakat serta analisis implementasi kebijakan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif melalui studi literatur, observasi dokumen dan wawancara mendalam dengan informan. Dari hasil penelitian ini diketahui pula bahwa pengawasan yang paling efektif adalah pengawasan dari masyarakat dan kerja sama berbagai pemangku kepentingan terkait.

ABSTRACT
Ensuring healthy lives and promoting well being for all at all ages are the third goal of Sustainable Development Goals. Significant availability of substandard and falsified medical product has still become one of the threats for health resilience in Indonesia. Policy implementation by BPOM has still faced many obstacles to the eradication of counterfeit drugs in Indonesia. However, the involvement in international cooperation has not made a significant contribution in the effort. This study identifies the dominant obstacles in the implementation of policies. Furthermore, these obstacles are used to develop recommendations for the eradication of substandard and falsified product. The recommendation involves the cooperation of multi stakeholders, both from government and non government, namely the pharmaceutical industry, the pharmacist and health professionals and also civil society. This framework is considered as an effort to improve the effectiveness of the policy. The concepts used in this study are the international collaboration, stakeholder analysis, institutional theory, civil society and community development and analysis of policy implementation. This research was conducted using a qualitative method through the study of literature, observation of documents and interviews with informants. From this research known that the most effective effort in combating substandard and falsified medical product is increasing public awareness and create multi stakeholders collaboration. "
2018
T51454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>