Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ritfa Sari
"Marasi (Curculigo latifolia) merupakan salah satu tanaman dari famili Hypoxidaceae yang terdapat di Indonesia, Semenanjung Malaya hingga Indo-China. Tanaman ini secara tradisional digunakan untuk mengobati kanker, diabetes melitus, demam, infeksi mata, infeksi bakteri. Curculigo latifolia mengandung senyawa curculigine, norlignane, terpenoid, flavonoid, tannin, glikosida fenol dan turunannya yang bersifat antioksidan dan antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk standardisasi dan mengkaji aktivitas antimikroba dari ekstrak terpilih tanaman Curculigo latifolia terhadap bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi, uji zona hambat, uji KHM dan KBM, serta standardisasi ekstrak terpilih. Bagian tanaman yang digunakan antara lain daun, batang dan akar. Masing-masing bagian tanaman diekstraksi secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% v/v memberikan rendemen tertinggi di semua bagian tanaman, dengan nilai berkisar antara 9,3% hingga 12,64%. Uji zona hambat dari semua ekstrak yang dihasilkan, dilakukan dengan metode difusi cakram. Uji KHM dan KBM dilakukan dengan metode dilusi. Berdasarkan hasil uji antibakteri, ekstrak etil asetat dari bagian batang menunjukkan aktivitas antibakteri paling signifikan terhadap S. aureus dan S. epidermidis, sedangkan ekstrak n-heksana dari bagian akar memberikan hasil terbaik terhadap S. epidermidis. Ekstrak terpilih ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat dari daun karena memiliki aktivitas antibakteri pada ketiga bakteri serta menjadi ekstrak dengan aktivitas tertinggi terhadap P. acne. Zona hambat ekstrak terpilih terhadap P. acne sebesar 11±1.4mm, nilai KHM sebesar 2.5%, dan KBM sebesar 5%. Analisis kualitatif menggunakan LC-HRMS menunjukkan terdapat 462 senyawa terdeteksi di dalam ekstrak terpilih Curculigo latifolia, termasuk senyawa kimia ursolic acid. Hasil standardisasi mutu menunjukkan bahwa ekstrak terpilih memenuhi standar keamanan dan kualitas, dengan kadar air kurang dari 10%, kadar abu total yang rendah, dan tidak terdeteksi adanya cemaran logam berat maupun mikroba.

Marasi (Curculigo latifolia) is one of the plants from the family Hypoxidaceae, found in Indonesia, the Malay Peninsula, and Indo-China. Traditionally, this plant is used to treat cancer, diabetes mellitus, fever, eye infections, and bacterial infections. Curculigo latifolia contains compounds such as curculigine, norlignane, terpenoids, flavonoids, tannins, phenolic glycosides, and their derivatives, which have antioxidant and antimicrobial properties. This study aims to standardize and evaluate the antimicrobial activity of the most active extract of Curculigo latifolia against Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, and Staphylococcus epidermidis. The research involved extraction, inhibition zone testing, minimum inhibitory concentration (MIC), minimum bactericidal concentration (MBC), and standardization of the most active extract. The plant parts used include leaves, stems, and roots. Each part of the plant was subjected to multilevel maceration extraction using solvents n-heksanae, ethyl acetate, and 70% ethanol. Extraction with 70% ethanol (v/v) provided the highest yield across all plant parts, with values ranging from 9.3% to 12.64%. The inhibition zone test for all extracts was performed using the disk diffusion method. MIC and MBC tests were conducted using the dilution method. Based on the antibacterial tests, the ethyl acetate extract of the stem showed the most significant antibacterial activity against S. aureus and S. epidermidis, while the n-heksanae extract of the root showed the best results against S. epidermidis. The most active extract was identified as the ethyl acetate extract of the leaves, as it exhibited antibacterial activity against all three bacteria and showed the highest activity against P. acnes. The inhibition zone of the most active extract against P. acnes was 11±1.4mm, with an MIC value of 2.5%, and an MBC value of 5%. Qualitative analysis using LC-HRMS detected 462 compounds in the most active extract of Curculigo latifolia, including the chemical compound ursolic acid. The quality standardization results indicated that the most active extract met safety and quality standards, with a moisture content of less than 10%, low total ash content, and no detectable contamination from heavy metals or microbes."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihani Putri Dayati
"Pembuatan hewan model gangguan reseptivitas endometrium diperlukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai patofisiologi gangguan reseptivitas endometrium pada manusia. Pemberian hidroksiurea pada hewan coba diketahui berpotensi menggambarkan berkurangnya kemampuan penempelan embrio pada uterus akibat reseptivitas endometrium yang terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan percobaan pembuatan hewan model gangguan reseptivitas endometrium dengan pemberian hidroksiurea-adrenalin dan melihat pengaruhnya terhadap keberadaan pinopod sebagai salah satu parameter penilaian komponen reseptivitas endometrium. Studi dilakukan terhadap tiga kelompok, terdiri dari kelompok normal (N: pemberian CMC Na 0,5%), model (M: pemberian hidroksiurea 450 mg/kgBB-adrenalin 0,3mg/kgBB), dan kontrol positif (KP: kelompok model ditambah pemberian progesteron 0,9 mg/200gBB/hari pada hari ke-9 induksi hidroksiurea). Induksi hidroksiurea diberikan secara peroral sekali sehari selama 10 hari disertai dengan injeksi subkutan adrenalin selama 7 hari sejak hari ke-4 induksi hidroksiurea. Tikus dibedah, diambil uterus pada hari ke-8 kehamilan. Pemberian hidroksiurea-adrenalin tidak secara memadai mengganggu keberadaan pinopod pada membran apikal lumen endometrium tikus. Hasil ini dapat disebabkan karena lamanya pengawinan yang terjadi pada tikus. Terdapat pinopod pada 3 kelompok perlakuan, yaitu model, kontrol positif, dan kontrol normal. Namun, terdapat perbedaan jumlah dan morfologi pinopod pada tiap kelompok. Sebagai tambahan, terdapat data dari beberapa bahan alam yang digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan klaim peningkat fertilitas wanita. Sehingga, database yang ada dapat menjadi kandidat obat untuk pengujian efikasi saat hewan model gangguan reseptivitas endometrium berhasil terbentuk.

Animal models of endometrial receptivity disorders are needed to provide a better understanding of the pathophysiology of endometrial receptivity disorders in humans. Administration of hydroxyurea in experimental animals is known to have the potential to describe the reduced ability of the embryo to attach to the uterus due to impaired endometrial receptivity. This study aims to conduct an experimental animal model of endometrial receptivity disorders by administering hydroxyurea-adrenaline and to see its effect on the presence of pinopods as one of the parameters for assessing endometrial receptivity components. The study was conducted on three groups, consisting of the normal group (N: administration of CMC Na 0.5%), the model (M: administration of hydroxyurea 450 mg/kgBW-adrenaline 0.3mg/kgBW), and positive control (KP: model group plus progesterone 0.9 mg/200gBW/day on day 9 of hydroxyurea induction). Induction of hydroxyurea was administered orally once a day for 10 days accompanied by subcutaneous injection of adrenaline for 7 days from the 4th day of hydroxyurea induction. The rats were dissected, the uterus was taken on the 8th day of gestation. Administration of hydroxyurea-adrenaline did not adequately interfere with the presence of pinopods in the apical membrane of the rat endometrial lumen. This result could be due to the length of mating that occurred in rats. There were pinopods in 3 treatment groups, namely the model, positive control, and normal control. However, there were differences in the number and morphology of pinopods in each group. In addition, there is data on several natural ingredients used by Indonesian people with claims to increase female fertility. Thus, the existing database can be a candidate drug for efficacy testing when animal models of endometrial receptivity disorders are successfully established.
"
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S70518
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library