Kanker hati merupakan penyebab utama kematian akibat kanker di seluruh dunia. Di Indonesia, kanker hati menempati angka kejadian tertinggi kedua untuk laki laki yaitu sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk. Pada tugas akhir ini, dibahas mengenai kanker hati primer dengan jenis hepatocellular carcinoma. Metode Twin Support Vector Machines (Twin SVM) diimplementasikan untuk mengklasifikasikan data kanker hati berdasarkan hasil CT scan. Data yang digunakan adalah data numerik hasil CT scan pasien yang menderita kanker hati dan diperoleh dari Laboratorium Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo. Metode Twin SVM adalah pengembangan dari metode SVM yang menggunakan dua hyperplane dalam mengklasifikasikan sampel. Pada tugas akhir ini, kernel yang digunakan pada metode Twin SVM adalah polinomial dan radial basis function (RBF). Berdasarkan hasil perbandingan, klasifikasi data kanker hati menggunakan metode Twin SVM dengan kernel Polinomial menghasilkan akurasi tertinggi sebesar 77,30% pada penggunaan data testing sebesar 10% dan data training 90%. Selain itu, nilai akurasi terendah terdapat pada kernel RBF menghasilkan sebesar 60,10% pada penggunaan data testing sebesar 90% dan data training 10% dan nilai parameter ð¶ = 1. Jika dibandingkan, klasifikasi data kanker hati dengan menggunakan metode Twin SVM dengan kernel polinomial menghasilkan nilai akurasi yang lebih baik.
Liver cancer is the main cause of cancer death in the worldwide. In Indonesia, the incidence rate of liver cancer is the second highest for men, that is 12.4 per 100,000 population with the average death rate is 7.6 per 100,000 population. This final project discusses primary liver cancer with a type of hepatocellular carcinoma. The Twin Support Vector Machines (Twin SVM) method was implemented to classify liver cancer data based on CT scan results. The data used are numerical data from CT scan results of patients suffering from liver cancer and obtained from the Radiology Laboratory of Cipto Mangunkusumo Hospital. The Twin SVM method is the development of the SVM method that uses two hyperplane in classifying samples. In this final project, the kernel used in the Twin SVM method is polynomial and radial basis function (RBF). Based on the comparison results, the classification of liver cancer data using the Twin SVM method with a polynomial kernel produces the highest accuracy of 77.30% on the use of testing data of 10% and training data of 90%. In addition, the lowest accuracy value is found in the RBF kernel resulting in 60.10% on the use of testing data of 90% and training data of 10% and the parameter value of C=1. When compared, the classification of liver cancer data using the Twin SVM method with a polynomial kernel produces better accuracy values.
"Flexible riser (FR) merupakan salah satu komponen pada struktur anjungan lepas pantai yang berfungsi untuk mendistribusikan minyak/gas dari reservoar menuju struktur apung. FR memiliki konfigurasi cukup kompleks karena selalu melibatkan analisis mid water arch (MWA). MWA sendiri berperan dalam membentuk konfigurasi-S sekaligus menyediakan gaya apung yang cukup guna mengendalikan tegangan pada sistem FR. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai perbandingan performa antara single dan twin buoy bagi konfigurasi FR. Parameter yang digunakan adalah displacement dan frekuensi alami keduanya, tegangan tarik kedua ujung sambungan FR, serta clearance antara FR dengan dasar laut. Lokasi penelitian mengacu pada kondisi perairan Blok Natuna, Indonesia, dengan kedalaman 84.6 m, sedangkan data metocean yang digunakan mengacu pada data-data metocean perairan North Sea (periode ulang 1, 10, dan 100 tahun). Model gelombang yang diterapkan berupa single airy dengan 5 flow direction (0°, 45°, 90°, 135° dan 180°). Analisis dilakukan dengan bantuan software Orcaflex 9.2 dan perhitungan manual. Hasil analisis menunjukkan bahwa performa twin buoy lebih baik, dilihat dari nilai tegangan tarik kedua ujung sambungan FR dan clearance yang relatif kecil. Keabsolutan nilai pada parameter-parameter tersebut dibuktikan dengan korelasinya terhadap nominal displacement dan frekuensi alami. Adapun persentase error-displacement antara analisis manual dan Orcaflex 9.2 cukup kecil, yaitu 2.533%.
Flexible riser (FR) is one of many components in offshore platform that serve to distribute oil/gas from reservoirs to floating. FR has complex configuration because always use mid water arch (MWA). MWA itself play role in forming S-configuration and also providing adequate buoyancy force to control stresses that occur in FR system. This research will be discussed performance between single and twin buoy for FR configuration. The parameters used are displacement and natural frequency both single or twin buoy, tension at both ends of FR connection, also clearance between FR and seabed. Resarch location refers to Natuna Block, Indonesia, with 84.6 m depth, whereas metocean data used refers to North Sea (return period 1, 10, and 100 years). Wave model used is single airy with 5 flow direction (0°, 45°, 90°, 135°, dan 180°). Analysis will be using Orcaflex 9.2 and manual calculation. Analysis result showed that performance of twin buoy is better, presented by tensile stress values in both ends of FR connection and clearance which relatively small. The absolute value of these parameters is proven by its correlation to nominal displacement and natural frequency. The percentage of error-displacement between manual analysis and Orcaflex 9.2 is small, i.e 2.533%.
"Pembangunan Ibu Kota Negara yang terletak di Kalimantan Timur mengusung konsep Future Smart Forest City. Untuk mendukung pembangunan konsep kota ini diperlukan integrasi antara konstruksi dengan digitalisasi seperti teknologi Digital Twin. Namun konsep Digital Twin ini masih dalam tahapan pengembangan di seluruh dunia dan belum banyak diketahui efek dan manfaatnya pada tahapan konstruksi terutama pekerjaan monitoring. Oleh karena ini, penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui apa saja perbedaan yang terdapat pada monitoring konvensional dengan monitoring digital untuk kemudian dilihat seberapa besar efektivitas waktu dan efisiensi biaya yang digunakan. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis studi literatur dari penelitian yang telah ada dan penyesuaiannya dengan pembangunan IKN yang kemudian didiskusikan dan validasi oleh pakar/ahli melalui wawancara. Diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa perbedaan yang terdapat antara kedua jenis monitoring ditinjau dari tahapan Construction Progess Monitoring. Dari perbedaan tersebut juga diperoleh daftar tenaga ahli atau SDM yang digunakan serta peralatannya. Tenaga ahli dan peralatan yang digunakan pada kedua jenis monitoring kemudian di analisis dengan hasil yaitu efektivitas waktu sebesar 68.97-78.57% serta efisiensi biaya sebesar 58.55-71.60%.