Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aida Rumaisha
"Setiap profesi kesehatan memerlukan suatu reugulasi yang mengatur mengenai standar dari pelayanan yang harus mereka berikan di Rumah Sakit. Sebagai salah satu dari profesi yang bekerja di bidang kesehatan, farmasis juga memerlukan standar pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, dimana stadanda tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 (PMK RI). Peraturan tersebut ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, serta untuk melindungi pasien dari kesalahan terkait penggunaan obat. Peraturan tersebut memuat berbagai hal yang harus dilakukan dan dipenuhi oleh Instalasi Farmasi di Rumah Sakit terkait pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik serta mengenai kewabijan melakukan evaluasi pelayanan dalam rangka mengendalikan mutu pelayanan kefarmasian yang sudah diberikan. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian dilakukan dengan tujuan untuk mengentahui sudah sejauh mana kesesuaian antara implementasi pelayanan dengan yang tertuang dalam regulasi. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, salah satunya adalah dengan melakukan gap analysis. Unit Farmasi dan CSSD, termasuk didalamnya depo farmasi rawat jalan dan depo Instalasi Gawat Darurat (IGD), perlu melakukan gap analysis mengenai penyimpanan dan penyerahan obati, hal tersebut karena gap analysis akan memberikan gambaran mengenai kesesuaian antara implementasi yang telah dilakukan oleh kedua depo farmasi tersebut dengan regulasi yang berlaku. Selain itu, jika terdapat gap antara implementasi dengan regulasi maka dapat dibuat penyelesaian agar Unit Farmasi dan CSSD RSUI dapat senantiasa melakukan peningkatan pelayanan kefarmasian di kedua depo Farmasi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi dan diskusi dengan apoteker mengenai implementasi penyimpanan dan penyerahan obat di depo farmasi rawat jalan dan IGD RSUI, kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 dan dihitung persentase kesesuaiannya. Hasil yang didapat adalah bahwa Nilai kesesuaian terhadap penyimpanan obat yang diperoleh oleh kedua depo farmasi tersebut adalah 93,75% sedangkan nilai kesesuaian terhadap penyerahan obat adalah 80%
Every health profession needs a regulation that regulates the standard of service they must provide in hospitals. As one of the professions working in the health sector, pharmacists also need health service standards in hospitals, where these standards are contained in the Regulation of the Minister of Health Number 72 of 2016 (PMK RI). The regulations are aimed at improving the quality of pharmaceutical services, guaranteeing legal certainty for pharmaceutical personnel, and protecting patients from errors related to drug use. The regulation contains various things that must be carried out and fulfilled by Pharmacy Installations in Hospitals related to the management of pharmaceutical supplies and clinical pharmacy services as well as regarding the obligation to evaluate services in order to control the quality of pharmaceutical services that have been provided. Pharmaceutical service quality control is carried out with the aim of knowing how far the implementation of services is in conformity with what is contained in regulations. There are several methods that can be used to evaluate service quality, one of which is to do a gap analysis. The Pharmacy Unit and CSSD, including the outpatient pharmacy depot and the Emergency Room (IGD) depot, need to carry out a gap analysis regarding the storage and delivery of medicines, this is because the gap analysis will provide an overview of the suitability between the implementations that have been carried out by the two pharmacy depots with the regulations in force. In addition, if there is a gap between implementation and regulations, a settlement can be made so that the RSUI Pharmacy Unit and CSSD can continuously improve pharmaceutical services at the two Pharmacy depots. This research was conducted by observing and discussing with pharmacists regarding the implementation of drug storage and delivery at outpatient pharmacy depots and the RSUI emergency room, then the results will be compared with the Regulation of the Minister of Health Number 72 of 2016 and the percentage of conformity is calculated. The results obtained were that the suitability value for drug storage obtained by the two pharmacy depots was 93.75% while the suitability value for drug delivery was 80%"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pensa Resta Grahmidri
"Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 disebutkan bahwa puskesmas harus melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar. Saat ini belum semua puskesmas memenuhi standar pelayanan kefarmasian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepatuhan implementasi standar pelayanan kefarmasian di puskesmas Kota Bekasi sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan agar pelayanan kefarmasian di puskesmas berjalan sesuai standar. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan unit analisis pelayanan kefarmasian meliputi pelayanan resep, pelayanan informasi obat, dan konseling. Untuk memperkuat pembahasan dilakukan pengumpulan data kualitatif. Sampel sebanyak 100 pelayanan kefarmasian diambil dari 10 puskesmas di Kota Bekasi. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, pengisian lembar kuesioner, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan hasil bahwa puskesmas telah melaksanakan pelayanan resep dan pelayanan informasi obat namun belum sesuai standar sedangkan konseling belum dilaksanakan di semua puskesmas. Puskesmas yang memiliki apoteker sebagai penanggung jawab, fasilitas kefarmasian yang baik, standar prosedur operasional, uraian tugas dan mendapatkan komunikasi kebijakan dan supervisi yang baik lebih patuh terhadap standar pelayanan kefarmasian.
Pemerintah disarankan untuk merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, menetapkan apoteker sebagai tenaga kesehatan strategis, program internsip dan kebijakan pegawai tidak tetap untuk apoteker. Dinas Kesehatan Kota Bekasi disarankan untuk melakukan advokasi kebijakan penempatan apoteker di puskesmas sesuai analisis beban kerja, pelatihan berkelanjutan, sosialisasi kebijakan kepada tenaga kefarmasian di puskesmas, penyusunan petunjuk teknis pelayanan farmasi klinik, supervisi rutin, dan menetapkan sistem penilaian kinerja perorangan untuk pemberian kompensasi dan sanksi. Puskesmas disarankan untuk merencanakan kebutuhan apoteker sesuai analisis beban kerja, menempatkan apoteker sebagai penanggungjawab pelayanan kefarmasian, menyediakan fasilitas kefarmasian sesuai standar, menyusun standar prosedur operasional, menyusun uraian tugas, supervisi internal, dan menerapkan penilaian kinerja perorangan dan memberikan insentif berbasis kinerja perorangan.

Regulation of the Minister of Health Number 74 of 2016 states that primary health centers must perform pharmaceutical services according standard. Currently, not all community health centers meet the standard of pharmaceutical service. This study aims to analyze the compliance in the implementation of pharmaceutical services standard in primary health centers in Bekasi so it is expected to provide an input to the pharmaceutical services at primary health centers in order to be implemented in accordance with the standards. This research was conducted with quantitative approach with pharmaceutical services as unit of analysis which including prescription service, drug information service, and counseling. To strengthen the results discussion then in this study also conducted qualitative data collection. Samples of 100 pharmaceutical services were taken from 10 in primary health centers in Bekasi. The data were collected by observation, filling in questionnaire, and in depth interviews. The results showed that the primary health center had performed prescription and medication services but not yet meet with the standard while counseling had not been implemented in all primary health centers. Primary health center that have pharmacists, good pharmacy facilities, standard operating procedures, job descriptions and good policy communication and supervision are more obedient to the standard of pharmaceutical services.
The Government is advised to revise Regulation of the Minister of Health Number 75 of 2014 on Primary Health Center and Regulation of the Minister of Health Number 74 of 2016 on Standard of Pharmaceutical Service in Primary Health Center, establishing pharmacist as strategic health officer, internsip program and non permanent employee policy for pharmacist. Bekasi City Distric Health Office is advised to advocate placement of pharmacist in community health center policy according to work load analysis, continuing professional development, policy communication to pharmacy staff at community health center, preparation of clinical pharmaceutical services technical guidance, routine supervision, and set individual performance appraisal system for reward and punishment. Primary health centers are advised to plan the pharmacist 39 s needs in accordance with workload analysis, placing pharmacists as responsible pharmaceutical services, providing pharmaceutical facilities according to standards, developing standar operating procedures, preparing job descriptions, internal supervision, and applying individual performance assessments and give incentive based on individual performance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian, David Alberto
"Apotek Safa sebagai tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker merupakan bagian dari saranan pelayanan kesehatan memegang peranan penting dalam hal pelayanan kefarmasian. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pekerjaan kefarmasian terdiri atas kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di apotek meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan. Untuk kegiatan pelayanan farmasi klinik terdiri dari kegiatan pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian dan kesehatan telah terjadi pergeseran paradigma dari pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pengelolaan obat sebagai komoditi (drug oriented) menjadi pelayanan kefarmasian yang berorientasi ke pasien (patient oriented) dengan mengacu pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Apoteker sebagai pelaku utama pelayanan kefarmasian memiliki wewenang untuk memberikan pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi, sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Apotek Safa, which is a place for pharmacist to do their pharmaceutical practices, is part of the proposition of healthcare and plays an important role in terms of pharmacy services. According to the Minister of Health Regulation no. 35 on 2014 about the standards of pharmaceutical services in drugstore, pharmacy practice are consisted of pharmaceutical supply management and clinical pharmacy services. Management of pharmaceuticals supplies in drugstore includes planning, procurement, receipt, storage, destruction, control, recording and reporting. For clinical pharmacy service activities are consisted of prescription assesment, dispensing, drug information service (PIO), counseling, home pharmacy care, therapeutic drug monitoring (PTO), and drug side effects monitoring (MESO). Along with the development of science and technology in the field of pharmacy and health, there has been a shift in the paradigm of pharmaceutical care from the orientation to the management of the drug as a commodity (drug oriented) into pharmaceutical services oriented to the patient (patient-oriented) in which refer to the pharmaceutical care. Pharmacists as the main perpetrators of pharmaceutical care have the authority to provide direct services and responsible to the patient associated with a pharmaceutical preparation, according to their educational competence, with the intention of reaching a definitive result to improve the quality of life of patients."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Friscilia Nindita Pamela
"Evaluasi kesesuaian pelayanan kefarmasian di apotek mulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error). Pelayanan dan pengkajian resep di Apotek Roxy Biak aspek administratif, farmasetika, dan klinis serta pengelolaan sediaan farmasi di Apotek Roxy Biak mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan disertai stok opname yang dilakukan setiap hari, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan telah memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016.

Evaluation of the suitability of pharmaceutical services in pharmacies starts with acceptance, checking availability, preparation of pharmaceutical preparations, medical devices and consumable medical materials including drug dispensing, inspection, delivery accompanied by provision of information. At each stage of the prescription service flow, efforts are made to prevent medication errors. The service and review of prescriptions at the Roxy Biak Pharmacy in administrative, pharmaceutical and clinical aspects also management of pharmaceutical preparations at the Roxy Biak Pharmacy starting from planning, procurement, receipt, storage with stock taking which is carried out every day, destruction, recording and reporting has met the requirements of Minister of Health Regulation No. 73 of 2016. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Badriyanti Sutantoputri
"Apotek jaringan merupakan sekelompok apotek yang dikelola oleh suatu perusahaan dan memiliki cabang dengan nama yang sama, yang digunakan sebagai sarana pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Gambaran pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik selama masa pandemi COVID-19 belum diketahui pada apotek jaringan di Indonesia. Penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pola pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan Pulau Jawa dan Sumatera selama masa pandemi COVID-19. Metode perolehan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer dari total 60 sampel penelitian melalui online kuesioner yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan IBM® SPSS® versi 22. Dilakukan skoring data penelitian untuk memperoleh rerata skor pelaksanaan kegiatan dengan rentang skor 0-100, dimana rerata skor pelaksanaan menggambarkan seberapa baik pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di apotek jaringan.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui melalui hasil skoring bahwa pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan secara keseluruhan mengalami penurunan selama masa pandemi COVID-19. Pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan memiliki rerata skor pelaksanaan sebelum masa pandemi sebesar 82,63 ± 16,16, sedangkan selama masa pandemi sebesar 73,99 ± 15,60. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik dalam pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan Pulau Jawa dan Sumatera saat sebelum dan selama masa pandemi COVID-19 (p < 0,1) terutama pada kegiatan PIO, konseling, pelayanan kefarmasian di rumah, PTO, dan MESO. Selama masa pandemi COVID 19, secara keseluruhan terjadi perubahan pada pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan Pulau Jawa dan Sumatera dengan adanya penerapan protokol kesehatan, pengimplementasian metode telefarmasi, dan pelayanan pengantaran obat ke rumah.

A chain pharmacy is a group of pharmacies under a certain company divided into several branches with the same name, in which the practice of clinical pharmacy service is carried out to improve the quality of life of patients. The implementation of clinical pharmacy service standards during the COVID-19 pandemic is still unknown at chain pharmacies in Indonesia. This analytical descriptive study with a cross-sectional research design aimed to determine changes in the pattern of clinical pharmacy services in chain pharmacies in Java and Sumatra during the COVID-19 pandemic. The sampling method used was convenience sampling technique. Primary data was collected from a total of 60 research samples through online questionnaires and analyzed using IBM® SPSS® version 22. Scoring of research data is carried out to obtain an average score for the implementation of activities with a score range of 0-100, where the average score of implementation describes how well the implementation of clinical pharmacy service activities carried out in chain pharmacies.
The scoring results show that the implementation of clinical pharmacy services in chain pharmacies as a whole has decreased during the COVID-19 pandemic. Clinical pharmacy services at chain pharmacies have an average implementation score of 82,63 ± 16,16 before the pandemic period and 73,99 ± 15,60 during the pandemic period. There was a statistically significant difference in the implementation of clinical pharmacy services at chain pharmacies in Java and Sumatra before and during the COVID-19 pandemic (p < 0,1), especially in drug information services, counseling, home pharmacy care, drug therapy monitoring, and adverse drug reaction monitoring activities. During the COVID-19 pandemic, there was a change in the overall implementation of clinical pharmacy service activities in chain pharmacies across Java and Sumatra with the implementation of health protocols, telepharmacy methods, and home delivery services.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Innes Apriliani Dewi
"Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bahwa pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelakasanaan upaya kesehatan. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, yaitu standar pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai meliputi kegiatan perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan, pengarsipan, dan pemantauan serta evaluasi pengelolaan. Sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap); pemantauan dan pelaporan efek samping obat; pemantauan terapi obat; dan evaluasi penggunaan obat. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Community Health Center (Puskesmas) is a technical unit of district health offices / city responsible for organizing health development in a work area. Based on the Ministry of Health Regulations No. 30 of 2014 on Standards of Pharmaceutical Services in the Health Center that pharmacy services in primary health care is an integral part of exercising health efforts. Standards of Pharmaceutical Services at the health center, which is the standard management of drugs and medical materials consumables and clinical pharmacy services. Management of drugs and medical consumables material includes planning needs, request, receipt, storage, distribution, control, record keeping, reporting, archiving, and monitoring and evaluation of management. While clinical pharmacy services include the assessment of prescriptions, drug delivery, and the provision of drug information; Drug Information Service (PIO); counseling; round / visite patients (inpatient specialized health centers); monitoring and reporting drug side effects; monitoring drug therapy; and evaluation of drug use. Pharmacy services at the health center must support the three main functions of the health center, which is a central driver of health oriented development, community development centers, and health care centers that includes the first strata of personal health services and community health services.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Utaminingsih
"Salah satu standar kompetensi apoteker Indonesia yang ditetapkan oleh IAI, yaitu kompetensi dalam hal dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan. Kegiatan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan terkait dengan peran apoteker di apotek. Dalam menajalankan perannya di apotek, apoteker harus berpedoman pada standar pelayanan kefarmasian di apotek yang telah ditetapkan oleh kementerian. Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker PKPA di apotek sangat diperlukan oleh calon apoteker sebagai sarana penunjang dalam hal memahami kegiatan dispensing sediaan farmasi dan memahami penerapan dari standar pelayanan kefarmasian di apotek. Apotek Kimia Farma Nomor 366 Depok merupakan salah satu tempat pelaksanaan kegiatan PKPA yang berlangsung selama satu bulan. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh selama kegiatan PKPA, Apotek Kimia Farma Nomor 366 Depok secara umum sudah menerapkan standar pelayanan kefarmasian di apotek, namun ada beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan terutama dalam hal fasilitas dan pelayanan farmasi klinik.

One of the competency standards for pharmacist in Indonesia, according to IAI, is the ability to dispense drugs and medical devices. Dispensing drugs and medical devices is related to the role of a pharmacist in pharmacy. In order to fulfil those role, a pharmacist should implement the pharamaceutical care standard in pharmacy that was made by the government. Internship in pharmacy is an important activity to facilitate pharmacist graduate to undersand more about the dispensing drugs and medical devices and also the implementation of pharamaceutical care standard in pharmacy. Kimia Farma No. 366 Depok Pharmacy is one of the Pharmacy where the internship takes place for about one month. According to the experiences from the internship, Kimia Farma No. 366 Depok Pharmacy has implemented pharamaceutical care standard in pharmacy, but improvement is needed in some aspects especially in facilities and also in clinical pharmacy."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatiya Nur Afida
"Pengelolaan obat di puskesmas perlu dilakukan dengan efektif dan efisien untuk mencegah kerugian karena umunya anggaran untuk pengadaan obat daerah di Indonesia sebesar 40% dari total anggaran biaya kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian seluruh tahap pengelolaan obat. Desain yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasional dengan pendekatan secara deskriptif-evaluatif menggunakan indikator mutu pengelolaan obat yang tersandar. Indikator terdiri atas tahap seleksi, perencanaan, permintaan dan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Subyek penelitian ini yaitu Puskesmas X. Data diambil secara retrospective berupa penelusuran dokumen pengelolaan obat tahun 2021 dan concurrent berupa observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil penilaian indikator terhadap standar literatur terbaru oleh Satibi. Hasil penelitian menunjukkan dari 26 indikator terdapat 8 indikator yang sesuai dan 18 indikator yang belum sesuai. Indikator pengelolaan obat yang belum memenuhi standar yaitu usulan obat ke formularium (tidak), kesesuaian item dengan fornas (68,52%), kesesuaian item dengan pola penyakit (81,82%), ketepatan item perencanaan (110,96%), ketepatan jumlah perencanaan (320,00%), kesesuaian jumlah permintaan (59,56%), kesesuaian item penerimaan (70,73%), kesesuaian jumlah penerimaan (15,52%), penyimpanan sesuai bentuk sediaan (86,28%), penyimpanan sesuai suhu (93,19%), penyimpanan narkotika (97,61%), penyimpanan sesuai FEFO (91,90%), penyimpanan high alert (63,13%), penyimpanan LASA (11,44%), ITOR (4,26 kali/tahun), item stok aman (77,16%), item stok berlebih (22,84%), obat tidak diresepkan (45,68%), nilai obat kedaluwarsa (2,18%), dan kesesuaian jumlah fisik obat (96,63%).

Drug management in needs to be carried out effectively and efficiently to prevent losses because generally the budget for regional drug procurement in Indonesia is 40% of the total health budget budget. This study aims to analyze the accuracy of all stages of drug management. The design used in this study is observational with a descriptive-evaluative approach using standardized drug management quality indicators. The indicators consist of the stages of selection, planning, request and acceptance, storage, distribution, control, recording and reporting, as well as monitoring and evaluation. The subject of this research is X Health Center. The data were taken retrospectively in the form of searching for drug management documents in 2021 and concurrently in the form of observations and interviews. Data analysis was carried out by comparing the results of the indicator assessment against the latest literature standards by Satibi. The results showed that of the 26 indicators, 8 indicators were appropriate and 18 indicators that were not. Indicators of drug management that do not meet the standards are drug proposals to the formulary (no), suitability of items with Formularium Nasional (68.52%), suitability of items with disease patterns (81.82%), accuracy of planning items (110.96%), accuracy of planning amount (320.00%), suitability of the number of requests (59.56%), suitability of receiving items (70.73%), suitability of the number of receipts (15.52%), storage according to dosage form (86.28%), storage according to temperature (93.19%), storage of narcotics according to regulations ( 97.61%), storage according to FEFO system (91.90%), suitability of high alert storage (63.13%), suitability of LASA storage (11.44%), ITOR (4,26 times/year), safe stock items (77.16%), excess stock items (22.84%), non-prescribed drugs (45.68%), expired drug value (2.18%), and the suitability of the physical amount of the drug (96.63%)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Adinda Janatry
"Apotek Hidup Baru adalah bagian dari sarana pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pelayanan kefarmasian. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian dan kesehatan telah terjadi pergeseran paradigma dari pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pengelolaan obat sebagai komoditi (drug oriented) menjadi pelayanan kefarmasian yang berorientasi ke pasien (patient oriented) dengan mengacu pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, kegiatan pelayanan kefarmasian mencakup pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di apotek meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan sedangkan kegiatan pelayanan farmasi klinik terdiri dari kegiatan pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Apoteker sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Apotek Hidup Baru is one of the health care facilities which plays an important role in terms of pharmacy services. Along with the development of science and technology in the field of pharmacy which has been a shift in the paradigm of pharmaceutical services oriented from management of the drug as a commodity (drug oriented) into pharmaceutical services oriented to the patient (patient-oriented). Based on the Ministry of Health Regulations No. 35 of 2014 on Standards of Pharmaceutical Services in Apothecary, pharmacy service activities include the management of pharmaceuticals and pharmaceutical care clinic.
Activities of pharmaceuticals in the pharmacy management includes planning, procurement, receipt, storage, destruction, control, recording and reporting while the activities of pharmaceutical care clinics consisting of assessment activity prescription, dispensing, Drug Information Service (PIO), counseling, Home Pharmacy Care, Therapeutic Drug Monitoring (PTO), and Monitoring Drugs Side Effects (MESO). Pharmacists is the main actors in pharmacy services who have the authority to provide direct services and responsible to the patients with regard to pharmaceutical preparations, in accordance with the competencies acquired education to improve the quality of life of patients.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Adinda Janatry
"Pusat Kesehatan Masyarakat atau biasa disingkat menjadi Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja berdasarkan definisi yang tertera pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kegiatan yang dapat menunjang penyelenggaraan pembangunan kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pelayanan kefarmasian seperti yang tercantum dalam Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas guna menjamin mutu pelayanan kefarmasian mencakup dua kegiatan, yaitu pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai meliputi kegiatan perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan, pengarsipan, dan pemantauan serta evaluasi pengelolaan. Sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap); pemantauan dan pelaporan efek samping obat; pemantauan terapi obat; dan evaluasi penggunaan obat.

Community Health Center or commonly abbreviated as Puskesmas is a technical implementation unit health districts which responsible for organizing health development in a work area based on the definitions in the Regulation of the Minister of Health No. 30 of 2014 on Standards of Pharmaceutical Services in the Community Health Center. Pharmacy services is one activity that can support the implementation of health development to improve health status in Indonesia. Pharmaceutical services as listed in the Standards of Pharmaceutical Services at the Community Health Center in order to guarantee the quality of pharmacy services includes two activities, such as the management of drugs and medical materials consumables and clinical pharmacy services. Management of drugs and medical consumables materials includes planning needs, demand, acceptance, storage, distribution, control, record keeping, reporting, archiving, and monitoring and evaluation of management. While clinical pharmacy services include assessment prescription, drug delivery, and administration of drug information; Drug Information Service (PIO); counseling; round / visite patients (inpatient specialized health centers); monitoring and reporting drug side effects (MESO); Therapeutic Drug Monitoring (PTO); and evaluation of drug use (EPO).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>