Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melati Patria Indrayani
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kebijakan Koizumi Doctrine yang dikeluarkan pada
tahun 2002 oleh Jepang dua bulan setelah negara-negara ASEAN menyepakati
suatu peijanjian kerjasama dengan Cina di tahun 2001 mengenai FTA. Baik
Jepang maupun Cina memiliki sejarah hubungan yang kurang baik sehingga
situasi ini juga mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara yang mereka keluarkan
sebagai implikasi dari kepentingan nasional masing-masing negara.
Berdasarkan hubungan dan sejarah yang kurang baik dari Jepang dan Cina maka
terciptalah suatu bentuk persaingan yang merupakan wujud dan upaya Jepang dan
Cina di dalam memperoleh power di dunia. Salah satu cara untuk mencapai
kekuatan ini, baik Jepang maupun Cina mencoba untuk memperluas dan
mempertahankan pengaruh (influence) mereka di ASEAN. Jepang yang tadinya
sudah memiliki kekuatan dengan memimpin perekonomian di ASEAN pasca PD
II, di tahun 2000an harus menghadapi saingan baru yakni Cina.

Abstract
The focus of this study is about a doctrine that made by the Japan Government
called The Koizumi Doctrine that release in 2002) exactly two months after the
ASEAN countries made a partnership with China's Government called the FTA
(Free Trade Area) in 2001. Japan and China have a history in their relationship
that not quite good. Basically both nations tried to make a better statement in the
world based on their national interest.
Based on their long relationship that not going well through the times between
Japan and China come up with a rivalry where both nations want to have more
power by given their influence as the economic leader in ASEAN. Japan was had
that position before, but after tho year of 2000, China became much powerful
nation and tried to also spread their influence in ASEAN. Facing this situation,
means, Japan meet has to face his rivalry, China."
2009
T32806
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018
320.901 NAI i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Said
"Sepak bola adalah salah satu olahraga paling populer di dunia saat ini. Di Asia, Korea Selatan dikenal sebagai salah satu kekuatan sepak bola yang terbaik. Perkembangan sepak bola di Korea Selatan hingga sekarang berkaitan erat dengan satu hal, yaitu nasionalisme. Dengan latar belakang sejarah terjajah oleh Jepang, nasionalisme menjadi kekuatan dalam sepak bola di Korea Selatan. Sepak bola menjadi alat perjuangan bagi masyarakat Korea Selatan saat masa penjajahan Jepang, menang melawan Jepang di atas lapangan hijau akan membangkitkan jati diri bangsa dan semangat nasionalisme saat itu. Hingga saat ini, Korea Selatan menganggap Jepang adalah rival yang harus dikalahkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa sejarah yang melatarbelakangi tumbuhnya nasionalisme rakyat Korea Selatan khususnya dalam rivalitas sepak bola dengan Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis dan pendekatan secara diakronis dengan menggunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan rivalitas Korea Selatan dengan Jepang di atas lapangan hijau. Dari penelitian ini dapat ditemukan bahwa rivalitas dengan Jepang dalam sepak bola telah menciptakan tren nasionalisme di Korea Selatan. Pertandingan sepak bola melawan Jepang adalah pertandingan yang mempertaruhkan harga diri bangsa sehingga harus dimenangkan.
Football is currently one of the most popular types of sports in the world. In Asia, South Korean football is renowned as one of the best. The development of South Korean football until now is strongly related to its nationality. With the historical background of Japanese colonialization, nationalism became the strength in South Korean football. Football was used as a means of fight during the Japanese colonialization period, and winning against Japan on the football field would spurt the nation`s pride and the spirit of nationalism. Until now, South Korea views Japan as a rival to be defeated. The purpose of this research is to analyze history that lies behind the growth of the nationalism of the people in South Korea, especially in the rivalry of football with Japan. From this investigation, it is found that the football rivalry with Japan created a nationalism trend in South Korean society. Football matches against Japan serves as matches of pride thus needed to be won over."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Iqbal Bulgini
"Embargo Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir terhadap Qatar pada 5 Juni 2017 telah merugikan pihak Qatar dan memecah stabilitas GCC'. 'Terlibatnya Iran dan Turki di sisi Qatar membuat perpecahan GCC tidak dapat dihindari. Krisis ini sejatinya dipicu oleh anggapan Arab Saudi bahwa Qatar telah mendukung gerakan teroris yang membuat Arab Saudi mengundang seluruh negara GCC untuk memblokade Qatar, namun diantara negara-negara Teluk, Kuwait adalah satu-satunya negara yang menolak embargo tersebut dan memilih netral, bahkan memediasi krisis. Alasan penolakan Kuwait atas embargo Arab Saudi dan kepentingan Kuwait atas krisis akan dianalisis menggunakan teori neorealisme dan konsep hedging.
Penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif-analitis. Menurut neorealist, netralitas dan mediasi Kuwait dalam krisis Teluk 2017 karena Kuwait ingin “survive” di GCC dan kawasan, mengingat ketrelibatkan Iran di sisi Qatar sedangkan Kuwait tidak ingin berkonflik dengan Iran. Berdasarkan strategi 'hedging', Kuwait melakukan 'indirect balancing' terhadap Arab Saudi seperti menolak pakta keamanan GCC 1981, menolak mengirim pasukan ke Bahrain 2011, dan menantang Saudi mengembangkan zona ekonomi di lima pulau yang melibatkan kehadiran Iran. Kuwait juga melakukan 'engagement' terhadap Qatar dengan memediasi krisis di Qatar pada 2014 dan 2017.

The Saudi Arabia, United Arab Emirates, Bahrain and Egypt embargoes against Qatar on June 5, 2017 have harmed the Qatari side and have broken the stability of the GCC. The involvement of Iran and Turkey on the Qatari side has made GCC fragments unavoidable. This crisis was actually triggered by Saudi Arabia's perception that Qatar had supported a terrorist movement that made Saudi Arabia invite all GCC countries to blockade Qatar, but among the Gulf countries, Kuwait is the only country that rejects the embargo and chooses neutral, even mediating the crisis.The reasons for Kuwait's rejection of the Saudi Arabian embargo and Kuwait's interest in the crisis will be analyzed using the theory of neorealism and hedging concepts.
This writing uses a qualitative approach with descriptive-analytical analysis. The neorealist, neutrality and mediation of Kuwait in the 2017 Gulf crisis because Kuwait wants to "survive" in the GCC and the region, given Iran's involvement on the Qatar side while Kuwait does not want to conflict with Iran. Based on the hedging strategy, Kuwait undertakes indirect balancing of Saudi Arabia such as rejecting a security pact GCC 1981, refused send troops to Bahrain 2011, and challenge the Saudis to develop economic zones on five islands involving Iran's presence. Kuwait also engaged Qatar with mediating the crisis in Qatar in 2014 and 2017.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Catur Aryanto Putro
"Keinginan untuk mengurangi ketergantungan dengan Barat menjadi dasar kuat bagi negara-negara ASEAN+3 untuk membuat kerja sama keuangan yang sesuai dengan kebutuhan negara-negara di kawasan ini. Berubahnya kerja sama CMI dari bilateral menjadi multilateral merupakan titik penting bagi kerja sama keuangan di Asia sebagai langkah awal untuk menuju regionalisasi kawasan. Kepentingan negara-negara besar di dalam kawasan ini tidak lepas begitu saja dalam pembentukan kerja sama CMIM. Cina dan Jepang, sebagai raksasa ekonomi Asia, berebut supremasi untuk memperoleh posisi pemimpin di dalam kerja sama tersebut. Penelitian ini ingin menganalisis mengapa kedua negara akhirnya mau bekerja sama secara multilateral mengingat sebelum tahun 2010 kerja sama yang dibentuk bersifat bilateral. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui kerja sama multilateral, justru keuntungan yang bisa diperoleh oleh kedua negara lebih besar dibanding jika kedua negara mempertahankan status quo untuk bekerja sama secara bilateral. Selain itu, kompleksitas hubungan kedua negara tidak hanya ditandai dengan rivalitas yang ada namun juga ditunjukkan dengan makin tingginya derajat interdependensi di antara keduanya.

The wants to eliminate the degree of dependence towards West became the main reason for ASEAN+3 states to establish financial cooperation, based on their own needs. The transformation of CMI cooperation from bilateral to multilateral was a key point for the financial cooperation in Asia as a first step striving for regionalization. Interests of big states within the cooperation cannot be excluded in establishing CMIM. China and Japan, two economic giants in the region, compete to obtain the leadership seat in the cooperation. The research is aimed to see and analyze why those two states finally decided to cooperate multilaterally after years of bilateralism upto year 2010. The result shows that through multilateral cooperation, the gain and interests that can be aimed by two states are bigger, instead of them being stagnant in status quo. Moreover, the complex relation between China and Japan is not only shown by the rivalry existing between them, but also the rising degree of interdependence amongst them. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aditya Pradana
"Proses perebutan kekuasaan di tingkat lokal sering kali membentuk rivalitas antar elite yang bersaing. Namun, elite tidaklah selalu menjadi rival. Adakalanya para elite yang sebelumnya merupakan rival kini bekerjasama demi meraih tujuannya masing-masing. Hal ini tergambar dari penelitian ini yang melihat rivalitas dan kerjasama antara Khofifah Indar Parawansa dengan Soekarwo pada Pemilihan Gubernur Provinsi Jawa Timur tahun 2008, 2013 dan 2018. Dengan menggunakan metode kualitatif serta teori Higley & Burton (2006), penelitian ini memperlihatkan perubahan dari elite. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori dari Best (2010) dan Higley (1991) untuk menjelaskan faktor-faktor mengapa elite dapat berkonsensus

The power struggle at the local level often creates rivalries between competing elites. However, the elite are not always rivals. Sometimes the elites who were previously rivals now work together to achieve their respective goals. This is illustrated by this research which looks at the rivalry and cooperation between Khofifah Indar Parawansa and Soekarwo in the Election of Governor and Vice Governor of East Java Province in 2008, 2013 and 2018. Using qualitative methods and the theory of Higley & Burton (2006), this study shows changes from the elite. In addition, this study also uses the theory of Best (2010) and Higley (1991) to explain the factors why elites can be a consensus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library