Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amalia Triatma
"Penelitian ini membahas tentang Tinjauan Yuridis Mengenai Pengaturan Divestasi dalam Penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan Studi Kasus Kegiatan Pertambangan Mangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilakukan karena adanya penerapan kewajiban divestasi di sektor pertambangan minerba, yang menimbulkan kekhawatiran bagi para penanam modal asing dalam melakukan kegiatan di sektor pertambangan. Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) diambil, karena daerah tersebut saat ini tumbuh dengan pesat sebagai salah satu daerah baru tujuan penanaman modal, dengan memiliki potensi pertambangan khususnya dalam sektor pertambangan minerba, dengan potensi mangan khususnya.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan gambaran terkait regulasi pertambangan minerba dan penanaman modal dalam pelaksanaan divestasi disektor pertambangan yang ada saat ini, utamanya terkait dalam upaya memberikan kepastian hukum bagi para penanam modal asing, (utamanya dalam kegiatan pertambangan mangan yang ada di NTT). Penelitian ini jenis penelitian yuridis normatif, karena penelitian ini mengkaji norma hukum yang tertulis terkait pertambangan minerba, yang dilakukan dengan penelitian sistematik hukum, sehingga penelitian dilakukan terhadap hal-hal meliputi subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan objek hukum yang terkait.
Adapun temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa, divestasi bukan merupakan hal yang menimbulkan adanya ketidakpastian hukum. Divestasi yang ada hanya merupakan upaya pengaturan negara dalam mengelola SDA minerba yang ada, namun dalam upaya tetap memperhatikan peluang-peluang ekonomi yang tidak hanya berpotensi memberi keuntungan bagi negara, tapi juga pelaku usaha. Dalam hal ini pemerintah juga menjalankan fungsinya sebagai pelaku usaha (entrepreneur) dalam mengelola sektor pertambangan yang ada. Permasalahan-permasalahan pada tahapan perencanaan, perizinan, dan adanya benturan antara UU Minerba dengan aturan sektoral lainlah yang menjadi masalah utama.

This research discusses the legal analysis of divestment arrangements within the application of Act No. 4 Year 2009 on Mineral and Coal Mining (Mineral and Coal Act) with a case study on manganese mining activities in East Nusa Tenggara Province. This research is performed on the grounds of divestment requirements in mineral and coal mining sector, which raises concern for foreign investors in mining activities. East Nusa Tenggara is the region of focus in this research because that region grows rapidly as one of the new investment destinations, with a mining potential especially in mineral and coal mining sector and with manganese potential in particular.
This research generally aims to draw the picture of the implementation of divestment in relation to the existing regulations on the mineral and coal mining and on investment, mainly with regards to the provision of legal certainty for foreign investors looking to invest in the manganese mining activities in East Nusa Tenggara. This research is legal-normative in nature, because this research studies the written legal norms relating to the mineral and coal mining, which is performed as a systematic legal research such that it is performed on the matters covering the legal subjects, rights and duties, legal events, legal connection, and the related legal objects.
The main finding of this research is that divestment is not the source of legal uncertainty. The divestment serves only as State's efforts to manage existing mineral and coal natural resources, and whose efforts still keep in mind the economic opportunities that potentially benefit both the State as well as the businesses. With this regard, the government also functions as entrepreneur in management the mining sector. The issues in the planning and licensing stages and the conflicts between Mineral and Coal Act with the other sectoral regulations are the actual culprit of legal uncertainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Tsaniati Putri
"Skripsi ini membahas mengenai penerbitan dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya terkait dengan tumpang tindih IUP yang dapat terjadi baik antar IUP maupun dengan sektor lain seperti sektor kehutanan. Hal tersebut perlu segera diselesaikan karena dapat menimbulkan ketidakpastian dalam penanaman modal dibidang pertambangan di Indonesia. Hasil penelitian yuridis normatif menunjukkan bahwa penerbitan IUP dilakukan setelah pemohon atau peserta lelang mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan IUP. Sedangkan pencabutan IUP dapat dilakukan jika pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban dalam peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pencabutan IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM) hal tersebut telah tepat, karena PT RTM tidak memenuhi kewajibannya untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan. Untuk mencegah timbulnya tumpang tindih IUP, dibutuhkan peningkatan koordinasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, baik yang sifatnya sektoral maupun yang sifatnya lintas sektoral. Selain itu peningkatan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerbitan dan pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia juga diperlukan.

This essay examines the issuance and revocation of Mining Business License (IUP), specifically related to the overlapping IUP which can occur either between IUP or with other sectors like forestry. The overlapping of IUP need to be resolved immediately seeing that it may cause uncertainty for investments in Indonesia’s mining industry. Normative juridical research results show that the issuance of IUP can be conducted after the applicant or bidders get Mining Business License Area and eligible as IUP holder. While the revocation of IUP can be done if the IUP holder does not fulfill the obligations under the laws and regulations. Related to the revocation of IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM), such decision was right, because PT RTM does not fulfill its obligation to have Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan to conduct mining activities in forest areas. To prevent the overlapping Mining Business License, an increased coordination between Government and Local Government is needed, be it sectorial or cross-sectorial in nature. Furthermore, the government must establish oversight towards the issuance and revocation of mining licenses by Regent and Governor in Indonesia."
2014
S57722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Redi
"Pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu kegiatan usaha yang menguras sumber daya alam yang begitu masif dan memiliki dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan yang tinggi. Sebagai upaya untuk mendorong akan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dapat dikendalikan agar terselenggaranya fungsi pelestarian lingkungan hidup maka dikenalkanlah kebijakan hukum instrumen ekonomi lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun demikian, instrumen ekonomi lingkungan hidup dalam undang-undang tersebut belumlah dianggap ideal bagi kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang berkelanjutan, sehingga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) diaturlah berbagai instrumen ekonomi lingkungan di sektor pertambangan mineral dan batubara, yaitu pengenaan royalti 0% (nol persen) bagi pelaku usaha pertambangan yang mengembangan dan memanfaatkan batubara, seperti untuk Dimethyl Ether (DME) dan Synthetic Natural Gas (SNG). Selain itu, diatur pula mengenai pengenaan pertambangan batubara sebagai barang kena pajak penghasilan (PPN) 10% (sepuluh persen). Penelitian ini melakukan kajian terdapat pelaksanaan kebijakan instrumen ekonomi lingkungan setelah ditetapkan UU CK dengan studi kasus di PT Bukit Asam Tbk. Tujuan penelitian ini ialah untuk menguji efektifitas kebijakan instrumen ekonomi lingkungan. Metode penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan analisis data deksriptif-analitis. Hasil penelitian ini pengenaan royalti 0% (nol persen) bagi pelaku usaha pertambangan yang mengembangan dan memanfaatkan batubara dan pengenaan pertambangan batubara sebagai barang kena pajak penghasilan (PPN) 10% (sepuluh persen) belum efektif, serta PT Bukit Asam hanya menerapkan sebagian instrumen ekonomi lingkungan model perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, pendanaan lingkungan, dan insentif/disinsentif.

Mineral and coal mining is one of the business activities that drains natural resources so massively and has a high impact on environmental damage and pollution. In an effort to encourage mining and coal business activities to be controlled so that the function of environmental conservation can be implemented, a policy on environmental economic law instruments was introduced in Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management. However, the environmental economic instruments in the law are not yet considered ideal for sustainable mineral and coal mining business activities, so Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation (UU CK) regulates various environmental economic instruments in the mineral and coal mining, namely the imposition of a 0% (zero percent) royalty for mining business actors who develop and utilize coal, such as for Dimethyl Ether (DME) and Synthetic Natural Gas (SNG). In addition, it also regulates the imposition of coal mining as income taxable goods (VAT) 10% (ten percent). This study examines the implementation of the environmental economic instrument policy after the CK Law was enacted with a case study at PT Bukit Asam Tbk. The purpose of this study was to examine the effectiveness of the environmental economic policy instrument. This research method is a qualitative method with descriptive-analytical analysis of the data. The results of this study are the imposition of 0% (zero percent) royalties for mining business actors who develop and utilize coal and the imposition of coal mining as income taxable goods (VAT) 10% (ten percent) has not been effective, and PT Bukit Asam only applies some economic instruments. environmental development planning model and economic activity, environment, and incentives/disincentives."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viktor I Suripatty
"ABSTRAK
Indonesia memiliki suatu sistem hukum pertambangan dalam mengatur penanaman
modal asing dalam bidang pertambangan yaitu sistem kontrak karya yang dimulai
pada tahun 1967 hingga tahun 2008. Pada tahun 2009, terjadi perubahan paradigma
hukum pertambangan setelah Indonesia mengeluarkan suatu undang-undang baru
yang mengatur pengusahaan pertambangan mineral dan batubara yaitu Undang-
Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang
memiliki suatu sistem perijinan untuk menggantikan sistem kontrak karya. Tesis
ini meneliti hukum pertambangan Indonesia dengan digantinya sistem kontrak
karya dengan suatu paradigma hukum baru yang mengacu pada prinsip perijinan
dengan Izin Usaha Pertambangan, dimulai dari penelitian dasar-dasar hukum
pertambangan mineral, latar belakang hukum pertambangan Indonesia dan sistem
hukum pertambangan mineral dengan sistem hukum perizinan. Fokus spesifik
ditekankan dalam hal dalam hal kepastian hukum dan kesesuaian dengan tujuan
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
yaitu dapat memberikan hasil untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode yuridis
normatif yang bersifat kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
mengganti konrak karya dengan izin belum dapat menjamin kepastian hukum
dalam bidang pertambangan mineral dan batubara sehingga tujuan hukum
pertambangan untuk digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat belum
dapat dicapai.

ABSTRACT
Indonesia had a mining law system to regulate foreign investment on mining which
was contract of work system, starting on year 1967 to 2008. On the year 2009,
there is a change on mining law paradigm after Indonesia released new law in
regulating mineral and coal mining business. The law is Law of the Republic of
Indonesia Number 4 Of 2009 Concerning Mineral and Coal mining with a
licensing system to replace contract of work. This thesis deals with the study of
Indonesian mining law on the changing of contract of work system with new
mining law paradigm with licensing system, starting on the study of the basic of
mineral law, backgrounds of Indonesian mining law, and the mineral mining legal
system, certainty of law and prosperity of the People. Specific focus is stressed on
the principal of certainty of law and the compliance of new law to its purpose of
giving maximum prosperity to the people. Research method used on this thesis is
juridical normative with qualitative research. This study conclude that replacing
contract of work with licensing sistem has not resulted on certainty of law on
mineral and coai mining, therefore maximum prosperity of the people targeted by
this law will not be achieved yet."
2009
T37354
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rasya Mifta Sumbogo
"Kegiatan pertambangan mineral dan batubara memicu lahirnya permasalahan terhadap lingkungan hidup. Negara, sebagai pemegang hak penguasaan negara terhadap sumber daya tambang di Indonesia telah memberikan kewajiban bagi pemegang izin pertambangan melalui peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan reklamasi pada area bekas kegiatan tambang. Sebagai bentuk internalisasi eksternalitas akibat dari kegiatan tambang, pemegang izin selaku pelaku usaha juga wajib untuk menempatkan dana jaminan reklamasi. Dana jaminan reklamasi sebagai instrumen ekonomi lingkungan hidup, atau yang sering disebut sebagai reclamation bond/performance bond dalam berbagai tulisan ilmiah hukum lingkungan, seharusnya mampu untuk memenuhi biaya kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan. Melalui perbandingan dengan praktik di negara lain, serta wawancara dengan ahli hukum administrasi negara, ahli hukum lingkungan, pemegang izin pertambangan, danInspektur Tambang Kementerian ESDM yang terlibat langsung untuk mengawasi dana jaminan reklamasi di Indonesia, maka dalam penelitian ini dijabarkan mengenai berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam implementasi dana jaminan reklamasi serta penegakkan hukum atas dana jaminan reklamasi. Permasalahan tersebut antara lain, banyaknya pemegang izin pertambangan yang masih melanjutkan kegiatan tambangnya bahkan sampai izinnya telah berakhir, tetapi belum juga menempatkan dana jaminan reklamasi.

Mineral and coal mining activities trigger environmental problems. The state, as the holder of state control rights over mining resources in Indonesia has given obligations to holders of mining permits through statutory regulations, to carry out reclamation in areas of former mining activities. As a form of internalizing externalities resulting from mining activities, license holders as business actors are also required to place reclamation guarantee funds. A reclamation guarantee fund as an environmental economic instrument, or what is often referred to as a reclamation bond/performance bond in various environmental law scientific writings, should be able to cover the cost of environmental damage caused by mining activities. Through comparisons with practices in other countries, as well as interviews with state administrative law experts, environmental law experts, and Mining Inspectors of the Ministry of Energy and Mineral Resources who are directly involved in overseeing reclamation guarantee funds in Indonesia, this research describes the various challenges and problems faced in implementing reclamation guarantee fund as well as law enforcement on reclamation guarantee fund. These problems include, among others, the large number of mining permit holders who continue their mining activities even after the license has expired, but have not yet placed a reclamation guarantee fund."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitanova Saputri
"Birokrasi yang berbelit dan regulasi yang menghambat investasi masih menjadi keluhan klasik dunia usaha, pemerintah merilis Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha dengan harapan dapat memperlancar perizinan untuk pengusaha termasuk bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) setelah mendapat persetujuan penanaman modal. Salah satu sektor yang rentan dengan urusan birokrasi dan regulasi adalah sektor energi dan sumber daya mineral. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan peraturan Presiden nomor 68 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ESDM melaksanakan deregulasi dan debirokratisasi sektor energi dan sumber daya mineral khususnya penyederhanaan perizinan pertambangan mineral dan batubara untuk mendongkrak investasi dan menjadikan Indonesia sebagai negara terkemuka dalam kemudahan berusaha. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, melalui studi kepustakaan, dengan tipologi penelitian preskriftif kualitatif dengan menyandingkan data-data yang diperoleh dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penyederhanaan proses perizinan di sektor energi dan sumber daya mineral mampu mendongkrak minat para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan, kepercayaan para investor ini mendapat apresiasi dari Bank Dunia (World Bank) dengan menempatkan Indonesia ke peringkat 72 di tahun 2018 dalam Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business/EODB) di Indonesia. Peringkat tersebut merupakan keberhasilan tersendiri setelah pada tahun 2017 hanya menempati posisi ke-91 atau naik 19 peringkat.

Convoluted bureaucracy and regulation that hinder investment are still the classic complain in the business world, releasing the presidential regulation number 91 of 2017 on Acceleration of Doing Business, the government expects to ease permits for entrepreneurs such as micro, small and medium enterprises after acquiring capital investment agreement. One of the sectors susceptible to bureaucratic and regulatory matters is the energy and mineral resources sector. The Ministry of Energy and Mineral Resources has the task of administering government affairs in the field of energy and mineral resources to assist the President in conducting state government based on the presidential regulation number 68 of 2015 on the Organization and Work Procedures of the Ministry of ESDM carrying out deregulation and debureaucratization of energy and mineral resources sector, especially the simplification of mineral and coal mining license to heighten investment and to make Indonesia a leading country in the ease of doing business. This research is conducted using normative legal research methodology through the study of literature with the typology of qualitative prescriptive research by placing the acquired data side by side and then associating them with the legislation. The result of the research shows that the simplification of the licensing process in the energy and mineral resources sector is capable of heightening investors interest in investing their capital in Indonesia. The credence of the investors received appreciation from the World Bank by placing Indonesia 72nd in the 2018 ranking of the Ease of Doing Business (EODB) in Indonesia. The rank was a success because it was increased by 19 points in comparison with Indonesias 91st position in 2017."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Alida
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai evaluasi atas ketentuan pajak nail down yang diterapkan pada industri pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi penerapan ketentuan pajak nail down pada sektor pertambangan dengan menggunakan dua asas pemungutan pajak yaitu asas certainty dan asas neutrality. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan pajak nail down telah memenuhi asas certainty namun terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat pemenuhan asas tersebut. Sedangkan, ketentuan pajak nail down tidak memenuhi asas neutrality karena mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh investor.

ABSTRACT
This research focused on the evaluation of nail down tax system on the mining industry in Indonesia. The purpose of this research is to analyze the application of nail down tax system on the mining industry by using two principles of tax collection which are certainty and neutrality. This research used a qualitative approach with field research and literature data collection methods. The results showed that the nail down tax system has fulfilled the principle of certainty but there are several factors that can inhibit the fulfillment of these principles. However, the nail down tax system does not meet the principle of neutrality because it affects decision making by investors. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Mohamad Anindya
"Perawatan yang Adil dan Adil (FET) adalah prinsip yang dikenal di dunia internasional hukum investasi dan juga dikenal dalam hukum perdagangan internasional. FET adalah prinsip itu mengatur tingkat perlakuan pemerintah terhadap investasi dari investor asing. Penelitian ini akan menguraikan FET dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang mensyaratkan divestasi perusahaan modal asing di pertambangan mineral dan batubara menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 beserta peraturan turunannya. Ini Penelitian ini bertujuan untuk: (i) Menentukan pemahaman FET dan penerapan FET dalam hukum investasi; (ii) Mengetahui mekanisme divestasi saham PT perusahaan mineral dan batubara, dan; (iii) Mengakui pelanggaran terhadap prinsip FET tentang perubahan dalam pengaturan divestasi untuk pertambangan mineral dan batubara perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif. Secara hukum, kewajiban divestasi harus dilihat sebagai kebijaksanaan dan kewajiban pemerintah dalam melaksanakan mandat konstitusi. Melalui FET, Pemerintah Indonesia secara konsisten menghormati dan menjaga keefektifan
Prinsip FET. Untuk menjaga keseimbangan antara tujuan saham divestasi dan kewajiban untuk menjaga kepastian hukum bagi investor asing, Pemerintah Indonesia perlu menyeimbangkan kewajiban untuk mengeksploitasi alamnya sumber daya sebanyak mungkin dengan kewajiban untuk memberikan kepastian hukum untuk investor. Oleh karena itu, perubahan peraturan yang berkelanjutan akan membuka risiko a arbitrase mengklaim dasar tidak adanya kepastian hukum.

Fair and Just Care (FET) is an internationally recognized principle investment law and also known in international trade law. FET is that principle regulates the level of government treatment of investment from foreign investors. This research will elaborate on FET with the policies of the Government of Indonesia which
requires divestment of foreign capital companies in mineral and coal mining according to Law Number 4 of 2009 and its derivative regulations. This This study aims to: (i) Determine FET understanding and application FET in investment law; (ii) Knowing the mechanism for the divestment of shares of PT mineral and coal companies, and; (iii) Recognize violations of FET principles
about changes in divestment arrangements for mineral and coal mining company. The research method used is juridical-normative. Legally, divestment obligations must be seen as discretion and obligation the government in carrying out the constitutional mandate. Through FET, The Indonesian government consistently respects and maintains effectiveness FET principle. To maintain a balance between stock goals divestments and obligations to maintain legal certainty for foreign investors, The Indonesian government needs to balance the obligation to exploit its nature as many resources as possible with an obligation to provide legal certainty for investor. Therefore, continuous regulation changes will open up risks a Arbitration claims the basis of the absence of legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derry Patra Dewa
"Skripsi ini membahas mengenai pajak yang dikenakan terhadap pelaku usaha pertambangan, khususnya perusahaan yang berasal dari penanaman modal asing setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Skripsi ini membandingkan kewajiban pajak dalam usaha pertambangan bagi pemegang Kontrak Karya dan PKP2B dengan pemegang IUP dan IUPK setelah terbitnya Undang-Undang Minerba. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kewajiban pajak pemegang Kontrak Karya bersifat lex specialis sehingga dapat mengabaikan ketentuan perpajakan yang berlaku umum apabila tidak ditentukan lain, sedangkan untuk pemegang IUP dan IUPK kewajiban perpajakannya mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku umum. Perbedaan kewajiban pajak keduanya mengakibatkan pemegang Kontrak Karya dan PKP2B mendapat kewajiban pajak yang pasti selama jangka waktu perjanjian berlaku, sementara pemegang IUP dan IUPK memiliki resiko perubahan peraturan perpajakan.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kewajiban pajak PT Newmont Nusa Tenggara juga seyogyanya tidak berubah karena terbitnya Undang-Undang Minerba karena kestabilan pajak PT Newmont Nusa Tenggara dijamin oleh Kontrak Karya. Sengketa pajak PT Newmont Nusa Tenggara dengan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat justru disebabkan karena ketidakjelasan pengaturan dalam ketentuan peralihan dalam Undang-Undang Minerba.

This paper discusses the tax imposed on the mining business, especially for companies whose capital are derived from foreign investment, after the issuance of Law Number 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining. The research method used in this paper is a normative juridical approach, while data analysis method used is qualitative analysis method.
This paper compares tax liabilities for Contract of Work (CoW) and Coal Contract of Work (CCoW) holders with IUP and IUPK holders after the issuance of Mining Law 2009. This paper shows that tax liabilities of CoW dan CcoW holders is lex specialis in nature, so the terms in their contracts can override the prevailing laws. In the other hand, tax liabilities for IUP and IUPK holders are to comply with prevailing tax laws. Such difference makes the holders of CoW and CCoW got a definite tax obligations, while IUP and IUPK holders are exposed by the risk of regulation change.
This paper also shows that tax obligations of PT Newmont Nusa Tenggara should not change just because of Mining Law 2009 issuance because the tax stability of PT Newmont Nusa Tenggara is guaranted by the CoW. Tax dispute between PT Newmont Nusa Tenggara and Regional Goverment of West Nusa Tenggara is actually caused by unclear transitional provisions in Mining Law 2009."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S1844
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rio Andre Winter
"Tesis ini membahas penyelesaian sengketa pemutusan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang tidak menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Terbitnya UU No. 4 Tahun 2009 ini menghapuskan sistem KK dan PKP2B serta menggantinya dengan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP). Berdasarkan Pasal 169 huruf b UU No. 4 Tahun 2009, para pemegang KK dan PKP2B diwajibkan untuk menyesuaikan seluruh pasal-pasal yang tercantum dalam KK dan PKP2B tersebut dengan ketentuan baru yang ada pada UU No. 4 Tahun 2009. KK dan PKP2B adalah suatu bentuk perjanjian antara Pemerintah dengan investor / kontraktor, berbeda dengan IUP yang merupakan bentuk perizinan yang diterbitkan pemerintah bagi investor yang hendak mengusahakan penambangan mineral dan batubara. Kewajiban penyesuaian KK dan PKP2B, serta perbedaan mendasar antara KK / PKP2B dengan IUP memberikan dampak yang signifikan terhadap mekanisme penyelesaian sengketa jika terjadi pemutusan KK dan PKP2B tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis normatif yang menitikberatkan pada studi dokumen kepustakaan yang juga didukung dengan pendekatan kasus.

This thesis discusses the dispute settlement on termination of Contract of Work (KK) and Work Agreement for Coal Mining Enterprises (PKP2B) which are not adjusted with the provisions of Law of The Republic of Indonesia Number 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining. The issuance of Law No. 4 of 2009 has abolished Contract of Work (KK) and Work Agreement for Coal Mining Enterprises (PKP2B), and replaced it with a system of Mining Permit (IUP). According to Article 169 letter b of Law No. 4 of 2009, the KK and PKP2B holders required to adjust the articles stated in the KK and PKP2B with existing new provisions to the Law No. 4 of 2009. KK and PKP2B is a form of agreement between the Government and the investor / contractor, in contrast to the IUP which is a form of government permits that is granted for investors to conduct mining business. Adjustment liability of KK and PKP2B, as well as the fundamental differences between KK / PKP2B with IUP giving a significant impact on the dispute resolution mechanism in the event of termination of the KK and PKP2B. This research uses a juridical normative approach that focuses on the study of literature, which is also supported by cases."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>