Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: Lembaga Kajian Hukum dan Keadilan (YKHK),
328 JK
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lingkaran Survei Indonesia (LSI Network),
300 LSI
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Mardiyono
yogyakarta: Lembaga pengabdian kepada masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta, 2006
370 PJIP 25:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Syah Azikin
"ABSTRAK
Pasca era reformasi dan memasuki era globalisasi saat ini, kualitas para pemimpin kembali
dihadapkan terhadap tantangan yang semakin berat. Seiring dengan perjalanan reformasi
tersebut, telah diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemimpin
di Kabupaten Bantaeng secara struktural merupakan pemimpin formal masyarakat di
daerah dan berperan mutlak sebagai penyelenggara negara, yang sekaligus sebagai ujung
tombak birokrasi negara dalam melaksanakan pembangunan nasional di daerah guna
mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Kompetensi yang dimiliki para pemimpin
di Kabupaten akan semakin optimal bila semua ornamen penyelenggaraan negara dan
pemerintahan seperti sinergi dengan pemerintah pusat, para tokoh baik itu tokoh
agama, tokoh adat maupun tokoh masyarakat serta seluruh stakeholders yang ada. Bila
dihadapkan dengan era globalisasi yang sangat cepat berubah, diperlukan komitmen dalam
melaksanakan pembangunan dari para pemimpin untuk memanfaatkan setiap potensi yang
ada. Untuk itu, para pemimpin harus terus berupaya mengemban amanat sesuai dengan
tuntutan dan harapan masyarakat sehingga terwujud pemimpin yang dapat dipercaya.
Demikian pula yang terpenting adalah memberikan keteladanan di dalam ketaatan dan
kepatuhan terhadap segala bentuk perundang-undangan, peraturan, dan hukum yang
berlaku. Dengan demikian akan terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional,
transparan, akuntabel, berkredibilitas dan bebas KKN."
Jakarta : Biro Humas Settama Lemhannas RI , 2019
321 JKLHN 40 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ridhwan Ahmad Rizqiansyah
"Sebagai kesatuan semantik, wacana membentuk struktur yang variatif, baik dari superstruktur atau makrostrukturnya. Perkembangan teknologi dan medium komunikasi memunculkan bentuk wacana baru, yaitu wacana siniar. Melalui siniar, seseorang dapat menceritakan pengalamannya, termasuk pengalamann mistiknya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji superstruktur dan makrostruktur wacana siniar pengalaman mistik @shasyanapa saat KKN melalui hubungan antarproposisi. Kami menggunakan siniar pengalaman mistik @shasyanapa berjudul “KKN Malang” yang diunggah pada 22 Juli 2019 dalam kompilasi siniar horor Do You See What I See yang dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori hubungan antarproposisi yang dikemukakan oleh Larson (1984) dan teori struktur narasi yang dikemukakan oleh Labov dan Waletzky (1999). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa superstruktur wacana siniar pengalaman mistik @shasyanapa saat KKN serupa dengan superstruktur wacana naratif, tetapi lebih kompleks dengan bagian-bagiannya yang dapat terdiri lebih dari satu bagian. Sementara itu, dari segi makrostrukturnya, sebagian besar wacana siniar pengalaman mistik @shasyanapa saat KKN dibangun oleh hubungan logis, hubungan penambahan kronologis, hubungan penjelasan dengan pengungkapan kembali, hubungan penjelasan tanpa pengungkapan kembali, dan hubungan orientasi. Kelima hubungan tersebut dibutuhkan narator untuk membentuk wacana siniar yang padu, terperinci, logis, dan kronologis.

As a semantic unity, discourse forms a varied structure, either from its superstructure or macrostructure. The development of technology and communication medium has given rise to a new form of discourse, namely podcast discourse. Through the podcast, one can tell her experiences, including her mystical experiences. Therefore, this study aims to examine the superstructure and macrostructure of @shasyanapa mystical experience podcast discourse during KKN through the relationship between propositions. We use @shasyanapa’s mystical experience podcast discourse entitled “KKN Malang” which was uploaded on July 22, 2019, in the horror podcast compilation Do You See What I See which was analyzed using a qualitative descriptive method. This study used the theory of the relationship between propositions proposed by Larson (1984) and the theory of narrative structure proposed by Labov and Waletzky (1999). The results of this study denote that the superstructure of @shasyanapa’s mystical experience podcast discourse during KKN is similar to the superstructure of narrative discourse, but is more complex with parts that can consist of more than one part. Meanwhile, in terms of macrostructure, @shasyanapa’s mystical experience podcast discourse during KKN was built by logical relationships, chronological addition relationships, the restatement explanatory relationship, the nonrestatement explanatory relationship, and orientation relationship."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Darmawan
"Pengalaman membuktikan bahwa di Indonesia pelayanan publik tidak berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Pemerintah yang didukung oleh birokrasi tidak pernah membentuk budaya pelayanan untuk melayani rakyat dengan sebaiknya-baiknya. Bahkan, birokrasi yang seharusnya sebagai abdi rakyat, sering berlaku secara diskriminatif yang hanya melayani orang-orang tertentu. Birokrasi lebih melayani para penguasa, yang berduit,dan keluarga tertentu, sehingga pelayanan hanya bisa dinikmati mereka yang ?berpunya?, dengan mengesampingkan ?mereka yang papa?. Dampak ikutannya adalah perekonomian nasional menjadi rapuh, kekayaan terkonsentrasi di segelintir orang, dan iklim usaha di Indonesia anjlok. Banyak kalangan investor baik internasional, nasional dan lokal bahkan rakyat yang ingin berdagang menjadi enggan untuk berinvestasi, karena beratnya proses yang akan dilalui.
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1996 sudah mengambil langkah-langkah konkrit untuk melakukan pelayanan perijinan terpadu yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No.29/2004 tanggal 12 April 2004 tentang pelayanan satu atap dalam perijinan investasi. Tidak itu saja, pemerintah juga mengeluarkan serangkaian kebijakan diantaranya: (1) revisi UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, (2) mengeluarkan Kepmen PAN 63/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, serta (3) mengeluarkan Permendagri 24/2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpada satu Pintu.
Beberapa daerah yang menerapkan (Sragen, Jembrana, Solok), hasilnya sangat menggembirakan yang di tandai dengan menurunnya angka kemiskinan, meningkatnya PAD, dan tumbuhnya sektor usaha kecil dengan baik sehingga menambah lapangan pekerjaan. Tidak ketinggalan dengan daerah lainnya, Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara kemudian memberlakukan kebijakan pelayanan perijinan satu pintu dengan membentuk Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) pada bulan september, tahun 2006. Sejak diberlakukannya KPT di Kab. Serdang Bedagai tampak peningkatan dalam jumlah perijinan dan bertambahnya PAD dari sektor pengurusan perijinan. Namun, pembentukan KPT tersebut belum menampakkan hasil yang optimal jika dibandingkan dengan potensi usaha kecil yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai. Sekalipun terjadi peningkatan jumlah usaha yang mendaftar (tahun 2007 ada sebanyak 2.500 usaha yang mendaftar), namun angka tersebut masih relatif jauh dari potensi usaha di kabupaten Serdang Bedagai yang berjumlah 46.000 usaha. Khususnya usaha kecil, keberadaan KPT Kabupaten Serdang Bedagai, justru di respon dengan cara yang beragam. Ada pelaku suaha kecil yang menyambut baik adanya KPT namun, tidak sedikit kalangan usaha kecil yang justru tidak memnafaatkan keberadaan KPT. Di sisi yang lain KPT gencar melakukan sosialisasi, menghimbau, mengajak dan ?merayu? pelaku usaha untuk mengdaftarkan usahanya ke KPT Serdang Bedagai. Untuk melihat secara lebih mendalam latar belakang belum optimalnya usaha kecil mendaftarkan usahanya ke KPT maka penelitian ini dilakukan. Untuk kepentingan pendalaman bahasan maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif yang bertumpu pada peneliti sebagai instrumen penelitian. Penelitian ini juga mendeteksi nara sumber sebagai informan kunci.
Penelitian ini membuktikan bahwa ada sejumlah masalah yang melatari belum optimalnya usaha kecil mengurus izin usahanya ke KPT sekalipun urusan ke KPT saat ini lebih mudah, transparan, murah dan cepat.
Temuan lapangan menggambarkan bahwa masih terdapat berbagai kelemahan keberadaan KPT Serdang Bedagai yaitu,
pertama, pelayanan di KPT belum optimal yang ditandai dengan syarat-syarat yang dibutuhkan usaha kecil dan biaya pengurusan ijin yang masih memberatkan, sosialisasi belum merata, dan terkesan hanya kejar PAD.
Kedua, birokrasi belum berubah (koordinasi dan kebersamaan antar SKPD dalam mendorong usaha kecil lemah, pelayanan perizinan tidak diikuti reformasi birokrasi, sehingga pungli masih terjadi di desa maupun di camat).
Ketiga, peran perbankan belum optimal (sekalipun KPT menggandeng perbankan untuk memberi modal usaha kepada usaha kecil tetapi kebijakan perbank masih dianggap memberatkan seperti kebijakan agunan, bunga dan syarat-syarat administrasi lainnya).
Keempat, persepsi masyarakat tentang buruknya pelayanan perizinan masa lalu yang berbelit-belit, mahal, gak jelas, belum sepenuhnya bergeser dan dapat dihilangkan.
Rekomendasi penting yang dapat di lakukan oleh pengambil kebijakan di Kabupaten Sedang Bedagai adalah, membebaskan biaya pengurusan ijin bagi usaha kecil selama 5 tahun, membangun kerjasama dengan pihak bank menyangkut jaminan dan bunga pinjaman, melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh jadi tidak parsial di pelayanan perizinan saja, membangun infra struktur kebutuhan usaha kecil di kabupaten serdang Bedagai.

Experience had proven that Indonesian public services have not been well delivered and not match with the people needs. The status quo bureaucracy never establishes serving culture to better serve the people. Moreover, bureaucracy that supposed to be the public servant often act discriminatively, especially for certain people. Bureaucracy tends to serve the authority, the rich, certain families. Consequently, public services would enjoyed only by those who are ?the have? not by ?the have not?. These terrible public services resulted in the weakened economic foundation, increased corruption, collusion and nepotism (KKN) practices among the bureaucrats, and rapid declining business climate. Many international, national and local investors unwilling to put their investment in Indonesia. Additionally, ordinary people also hesitate to do business due to the long, heavy and time consuming business licensing procedures. These situations have pushed the government to change its policy for more efficient business licensing.
Several concrete steps had been undertaken to establish one stop services (OSS) system. This system is applied through the enactment of Presidential Decree No 29/2004 dated 12 April 2004 on OSS in investment license. Additionally, the government also preceded serial law and regulations to support the implementation of OSS, i.e. (1) Revision of Law No 32/2004 on regional autonomy, (2) MenPan (Ministry of apparatus reform) Decree No 63/2004 on General Guidance of Public Service and (3) Ministry of Home Affairs Decree No 24/2006 on establishment of OSS in the region.
Several local governments such as Sragen, Jembrana and Solok districts had applied the OSS policy. The result indicates many improvements such as declining poverty index, increasing local revenue, growing number of microenterprises and employment. Serdang Bedagai regency in North Sumatera Province also applied the OSS through the establishment of Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) in September 2006. Since the KPT operated in Serdang Bedagai, there are increased number of business license issued, increasing local revenue due to increasing income from the issued licenses. However the establishment of KPT still has not achieved optimal outcome compared to the large growing of microenterprises in Serdang Bedagai regency. Although the number of registered microenterprises had significantly increased (2500 microenterprises registered in 2007), these number are still far under the potency, there are about 46.000 enterprises in Serdang Bedagai regency. Various responses regarding the existence of KPT, especially among the microenterprises. Some have good responses, but there are many do not utilize the ease KPT facilitations. On the other side KPT incessantly socializing, informing and persuading the business actor to register their business at KPT. This study applies qualitative descriptive approach to analyze the interest of micro enterprises in obtaining business license from Serdang Bedagai Regency one stop services/OSS office. Six informant were interviewed to explore the effectiveness of KPT services in relation with its procedures, socialization, cost services (tariff), coordination with other district related agencies/offices and the interest of small and micro enterprises to obtain business license. The result of depth interviews were transcript and recorded into three categories: KPT system, Perception of small and micro enterprises towards and main issues being faced by small and micro enterprises.
The result of the study shows that several factors had made the small and micro enterprises reluctant to register their business to the KPT.
The study indicates
First, weakness of KPT system and procedures had influence the enterprises awareness to register their business i.e. high cost of services (tariff), long and heavy pre-requisite documents before submission business registration application to KPT an ineffective socializations.
Second, there were no significant administration reforms at other agencies/offices (dinas/kantor) that have relation in issuing enterprises license, this had resulted weak coordination among the stakeholders.
Thirdly, in optimal roles of banking sector. Although the KPT has an MoU with the Bank, but the Bank still applied standard loan procedures for the micro enterprises who recommended by the KPT. Finally, from the business views, the KPT still applied the unreformed red tape bureaucracy.
This study recommends Serdang Bedagai regency to undertake measures as follows (1) release registration fee for microenterprise in applying business license at KPT at least for next 5 years, (2) establish concrete cooperation with banking institutions regarding the low interest rate for the recommended micro enterprises, (3) conduct comprehensive administrative/bureaucracy reform at all offices/agencies and (4) develop required infrastructure for small and microenterprise development."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24603
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farrel Ayodhia Yusuf
"Pada tahun 2022, industri perfilman Indonesia mengalami kebangkitan setelah dua tahun terdampak oleh pandemi Covid-19. Pembatasan yang diberlakukan selama pandemi dan perubahan perilaku konsumen telah meningkatkan ketergantungan pada media sosial sebagai saluran penyediaan informasi. Fenomena ini juga terjadi dalam praktik pemasaran film. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pemanfaatan media sosial sebagai alat pemasaran film dengan meneliti efek mediasi dari kerennya film dan pengalaman sinematik terhadap loyalitas penonton. Selain itu, penelitian ini berfokus pada film box office tertinggi di Indonesia baru-baru ini, yaitu film KKN di Desa Penari. Dengan demikian, penelitian ini menggabungkan kerangka kerja dimensi informasi media sosial (yaitu daya tarik, nilai tambah, jumlah informasi, tampilan virtual) dan konten media sosial (yaitu, iklan dan promosi), dan menganalisis dampaknya terhadap kerennya film, pengalaman menonton, dan loyalitas menonton. Penelitian ini mengumpulkan 236 responden dan menganalisis data menggunakan SEM (Structural Equation Modeling) dengan menggunakan SmartPLS 4.0. Temuan penelitian menunjukkan bahwa jumlah informasi dan konten media sosial merupakan pendorong yang signifikan terhadap pengalaman menonton film yang berujung pada kesetiaan pada sebuah film. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan untuk merencanakan kegiatan pemasaran film Indonesia dengan lebih baik. Selain itu, penelitian ini memberikan kontribusi terhadap kemajuan literatur dalam pemasaran media sosial dan pemasaran film.

In 2022 the Indonesian film industry experienced a revival after two years of being affected by the Covid-19 pandemic. Restrictions imposed during pandemic and the changes of consumer behavior have increased the reliance on social media as information provision channel. The phenomenon also transpires in the practice of movie marketing. The purpose of this study is to examine the utilisation of social media as a movie marketing tool by investigating the mediating effects of movie coolness and cinematic experience on movie loyalty. Moreover, this study focuses on the recent Indonesian highest box office movie, KKN in Dancer Village movie. In doing so, this study integrate a framework of social media information dimensions (i.e., attractiveness, added value, quantity, virtual appearance) and social media contents (i.e., advertising and promotion), and analyse their impacts on movie coolness, movie experience, and movie loyalty. This study collected 236 respondents and analyzed the data using SEM (Structural Equation Modeling) using SmartPLS 4.0. The finding suggest that the amount of information and social media content are significant drives of movie experience which lead to a loyaltu to a movie. The results of this study can provide insights to better plan marketing activities of Indonesia movies. In addition, this research contributes to the progress of literature in social media marketing and movie marketing."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library