Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ngatawi
"Disertasi ini membahas fenomena menarik yang terjadi di kalangan pesantren pasca reformasi, yaitu munculnya orang kaya baru dengan gaya hidup mewah, harta melimpah dan rumah mewah. Mereka berkeliling dari hotel berbintang satu ke hotel berbintang lainnya dengan mobil mewah. Selain itu, banyak diantara mereka yang menduduki jabatan tinggi negara, menjadi menteri, bupati, pemimpin parta bahkan ada yang jadi komisaris beberapa perusahaan besar.
Bagi penulis fenomena ini menarik untuk diteliti, karena komunitas pesantren selama ini dikenal sebagai komunitas agamis, kehidupannya sarat denga nilai, moral dan ajaran tentang hidup sederhana, empati pada sesama. Penulis mencurigai, di balik fenomena ini ada proses ekonomisasi agama, yaitu upaya mengkonversi simbol-simbol agama ke dalam berbagai bentuk material yang memiliki nilai ekonomis. Atas dasar ini maka penulis mengambi fenomena ini sebagai topik penelitian disertasi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode partisipatif. Dan untuk penggalian data, penulis terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari para responden dan subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah para kiai pengasuh pondok pesantren, para orang dekat kiai, dan para agen yang terlibat dalam pertarungan untuk memanfaatkan kapital simbolik yang dimiliki oleh para kiai dan komunitas pesantren.
Karena berkaitan dengan gaya hidup dan selera, penelitian ini menggunakan konsep Bourdieu mengenai ranah, habitus dan kapitalis sebagai pijakan untuk melakukan analisis terhadap fenomena yang diteliti. Selain itu penulis juga menjadikan beberapa hasil penelitian mengenai pesantren sebagai bahan rujukan sekaligus sebagai alat ukur untuk melakukan analisa.
Dari penelitian ini terlihat, bahwa telah terjadi proses konversi kapital simbolik agama ke dalam kapital ekonomi di kalangan komunitas pesantren. Proses ini dilakukan oleh orang-orang dekat kiai, yang memiliki hubungan spesifik dengan kiai sehingga memiliki akses terhadap beberapa kelompok atau aktor yang ingin memanfaatkan posisi dan otoritas kiai dan pesantren, untuk kepentingan ekonomi-politik. Hal ini terjadi karena kiai sebagai pemegang otoritas pesantren tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan yang transaksional dengan pihak lain. Kiai tidak dapat melakukan kapitalisasi atas berbagai kapital yang dimiliki, yang sebenarnya secara potensial memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Nilai-nilai dan habitus pesantren tidak memungkinkan kiai melakukan semua itu.
Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh para broker yang berasal dari komunitas pesantren itu sendiri. Para broker ini dengan mudah mengambil alih peran kiai untuk melakukan transaksi dengan memanfaatkan kapital simbolik yang dimiliki oleh para kiai, karena mereka memiliki hubungan yang dikat dengan kiai baik secara emosional maupun sosial, bahkan ada yanggenetik. Selain itu mereka juga berasal dari komunitas pesantren yang memahami habitus pesantren dan dianggap menjadi bagian dari pesantren, sehingga kiai sangat percaya pada mereka. Sementara itu, di sisi lain, kelompok kepentingan yang hendak mendekati pesantren merasa perlu memanfaatkan jasa mereka karena dianggap lebih memahami pesantren. Dengan demikian pendekatan dengan pesantren akan mudah dilakukan.
Proses konvensi ini ternyata menghasilkan keuntungan materi yang cukup banyak bagi broker, sehingga dari sini mulai terjadi perubahan haya hidup di kalangan mereka. Mereka tidak lagi menjadi komunitas modern dengan habitus metropolis dengan memanfaatkan kapital yang dimiliki oleh pesantren. Kelompok inilah yang oleh penulis sebut sebagai komunitas kelas transkultural, yaitu kelas yang muncul sebagai hasil perpaduan antara habitus pesantren dengan habitus modernis-metropolis, antara gaya hidup tradisional dengan gaya hidup pragmatis-hedonis.
Ada beberapa tipologi dan pola terbentuknya kelas transkultural ini. Pertama, pola affinitas yaitu melakukan pendekatan pada kiai sehingga pada titik tertentu dipercaya untuk melakukan konvensi terhadap kapital simbolik yang dimiliki oleh kiai dan pesantren. Kedua pola geneti yaitu mereka yang berasal dari keturunan atau keluarga kiai sehingga merasa berhak untuk melakukan transaksi dengan memanfaatkan kapital simbolik yang diliki oleh pesantren.
Secara sepintas kelas ini menguntungkan bagi pesantren karena bisa memperoleh kapital ekonomi/material yang bisa digunakan untuk pembiayaan pengelolaan pesantren. Namun dalam jangka panjang kelompok ini sangat berbahaya bagi eksistensi pesantren karena bisa menyebabkan terjadinya demoralisasi pesantren. Selain itu, secara faktual, keuntungan yang diterima pesantren tidak sebanding dengan yang diperoleh oleh kelas transkultural. Dengan demikian kelas transkultural ini sebenarnya sangat merugikan pesantren, karena tidak saja bisa mengancam eksistensi pesantren tetapi bisa menjadi "parasit sosial" bagi komunitas pesantren maupun sistem ekonomi.
Keberadaan kelas transkultural agama ini juga menunjukkan terjadi perubahan konstruksi sosial pesantren dari bipolar ; kiai-santri, menjadi multipolar, yaitu kiai, santri kelas transkultural dan kelompok kritik yang merupakan antithesis dari kelas transkultural. Dengan konstruksi sosial multipolar ini jelas akan terjadi relasi dan interaksi sosial dengan kiai kompleks dalam dunia pesantren pada masa-masa mendatang. Hal ini akan berpengaruh terhadap peran, posisi dan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan agama. Sehingga dari sini perlu adanya reaktualisasi, reinterpretasi dan reformulasi terhadap berbagai ajaran, sistem nilai dan pemahaman keagamaan pesantren."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D641
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Makagiansar, Adhitya Benigno
"Thin Capitalization adalah kecenderungan wajib pajak untuk menggunakan instrumen hutang dari modal investasi tambahan atau pembiayaan untuk perusahaan sebagai bagian dari perencanaan pajak (perencanaan pajak) itu. Bunga atas hutang (biaya bunga) dapat dikompensasikan dengan penghasilan kena pajak, sedangkan bunga atas modal (dividen) tidak dikurangkan dari penghasilan kena pajak (beban non-deductible).
Sehubungan dengan masalah ini, beberapa negara secara tegas membatasi praktik tipis-kapitalisasi dalam regulasi dan sistem perpajakan. Indonesia adalah sebuah negara yang berpartisipasi termasuk membatasi, tapi peraturan belum ditegakkan secara efektif. Sehubungan dengan thin capitalization, koreksi fiskal merupakan langkah penting.
Penulis merekomendasikan agar Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan baru mengenai rasio antara hutang dan ekuitas (DER), mengingat potensi besar tipispraktek kapitalisasi dilakukan oleh perusahaan multinasional.

Thin capitalization is the tendency of taxpayers to use debt instruments of the capital in additional investment or financing for his company as part of tax planning (tax planning) it. Interest on debt (interest expense) can be offset against taxable income, while interest on capital (dividends) are not deductible from taxable income (non-deductible expense).
In connection with this problem, some countries expressly restrict the practice of thin-capitalization in the regulation and taxation system. Indonesia is a country participating including restricting, but regulations have not been effectively enforced. In relation to the thin capitalization, fiscal correction is an important step to determine the actual income of the taxpayer who has a special relationship.
The author recommends that the Minister of Finance to issue a new regulation regarding the ratio between debt and equity (DER), considering the large potential of thin-capitalization practices done by multinationals.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T30844
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Prasetya
"Penelitian dan analisa terhadap sekuritas telah banyak dibahas rangka pencarian faktor-faktor yang menentukan return dan resiko, dan prediksinya di masa depan. Capital Asset Pricing Model, yang ditemukan oleh Harry Markowitz (1952), dikemudian dikembangkan oleh Sharpe (1964), Lintner (1965, dan Black (1972) telah lama membentuk cara pikir para praktisi dan akademis tentang return dan resiko. CAPM menjelaskan bahwa return yang diharapkan dan suatu sekuritas merupakan suatu fungsi yang positif dan beta (f3) pasar dan 13 dapat menjelaskan return suatu sekuritas.
Tetapi, ada beberapa kontradiksi dan model Sharpe-Lintner-Black. Banz (1981) menyatakan bahwa dan basil penelitiannya, maka market equity berpengaruh juga
terhadap return. Return dan perusahaan kecil lebih tinggi dari B estimasi dan return dan perusahaan besar lebih rendah dan f3 estimasi. Juga Stattman (1980) dan Rosenberg, Reid, & Lanstein (1985) menemukan bahwa return mempunyai hubungan yang positif dengan rasio antara book value dan market value pada saham-saham Amerika. Lebih lanjut, Chan, Hamao, & Lakonishok (1991) menemukan hubungan yang kuat antara BE/ME dengan return pada saham-saham Jepang. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Fama & French (1992) menunjukkan hasil yang mendukung penelitian-penelitian tersebut.
Dari Indonesia hadir penelitian yang dilakukan oleh Utama dan Dewiyani (1999) Untuk jangka waktu tiga tahun.(1994-1996) Hasil dari penelitian ini konsisten dengan penelitian sebeIumnya bahwa firm size dan Market lo Book ratio memiliki korelasi yang negatif terhadap average return dan saham, sedangkan PER tidaic berpengaruh signifJkafl terhadap return. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh IJtama &
Fitriani (1999) yang mengambi] sampel antara tahun 1993 s/d 1998 menyimpukan bahwa portofolio yang dibentuk oleh Price Earning Rallo (PER), Price to Book Value (PBV), dan Price to Sales Ratio (PSR) yang rendah, memberikan hasil yang lebib baik dibandingkan dengan portfolio yang dibentuk oleh PER, PBV, dan PSR
yang tinggi. Penelitian ini juga menemukan bahwa portofolio yang dibentuk dan perusahaan-perusahaan yang berkapitalisasi besar membenikan hash yang lebih buruk dîbandingkan yang berkapitalisasi kecil. Machfoeds (1994), dari hasil penelitiannya atas saham-saham manufaktur selama periode 1989-1992 menemukan bahwa ada 13 rasio keuangan yang berguna untuk memprediksi laba. Mahadwarta (1999) melanjuti penelitian diatas dengan meneliti ketigabelas ratio keuangan diatas dalam memprediksi return saham. Penelitian dilakukan dalam jangka waktu 1994-1997 dengan 30 sampel perusahaan manufaktur berkapítalísasi terbesar, Hasil dan penelitian ini adalah, ROA, ROE, EBIT/Total Debt dan Sales/Quick Ratio mempunyai konsistensi dalam memprediksi return saham dan tahun ke tahun secara signifikan.
Kemudian, penelitian yang dilakukan oleb Rusdianto (2000) menyimpulkan bahwa terdapat pengarub yang kuat antara Earning per Share dan Price to Book Ratio terhadap harga saharn, untukjangka waktu penelitian 1994 s/d 1997.
Tujuan penulisan karya akhir ini adalah meneliti kaitan antara rasio keuangan dan nilai kapitalisasi pasar terhadap, return saham nada periode bullish dan bearish Metode yang dipakai adalab multiple regression, dimana rasia kaiangan dan kapitalisasi pasar dijadikan variabel dependen dan return dijadikan variabel independen. Input data yang digunakan disusun secan timelag 1 tahun, misalnya
varìabei rasio keuangan tahtrn 1995 digunakan untuk memprediksi return saham tahun 1996. Adapun rasio keuangan yang digunakan adalah earning per Price
(I/PER). Book value per Price (IIPBV), Debt to Total Asset (DTA), Return on Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Operating Profil margin (OPM). Sampel dipilih sebanyak 100 perusahaan per tahun secara random untuk semua jenis industri. Penelitian ini dilaksanakan pada Bursa Efek Jakarta. Jangka waktu penelitian adalah selama 6 tahun mulai dari akhir Desember 1995 s/d akhir April 2000. Obyek yang diamati adalah laporan keuangan perusahaan tahunan 1995-1998 dan return saham 1996-2000.
Test yang dilakukan adalab test multicollinearity dengan menggunakan Variance Inflation Factor (ViF). Tingkat kepercayaan yang digunakan adalab 95 %, baik untuk menguji persamaan regresi maupun untuk menguji korelasi antar variabel independen dengan dependen-nya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun, ternyata banyak variabel Debt To Total Asset (DTA) yang signifikan berpengaruh terhadap return.
Pengaruhnya positIf pada periode bullish dan negatif pada periode bearish. Hal ini mungkin disebabkan, pada periode bullish, dengan semakin meningkatnya hutang, maka akan semakin meningkatkan keuntungan yang didapat oleh investor. Sedangkan pada peniode bearish, dengan semakin meningkatnya hutang, maka perusahaan akan semakin berisiko dalam menjalankan usahanya, dan investor khawatir bahwa perusahaannya akan bangkrut. Secara Overall Pooled Section, variabel BPP (Book Value Per Price) berpengaruh positif secara signifikan terhadap return saham. Pada
periode bullish variabel LogMcap (Market Capitalization) mempunyai, pengaruh signifikan yang negatif terhadap return dan juga mempunya pengaruh yang negatif pada periode bearish, tetapi tidak signifikan.
Secara Overall Pooled Section, variabel OPM (Operating Profit Margin) signifikan mempunyai pengan.ah yang positif terhadap return saham, sebaliknya variabel NPM (Net Profit Margin) tidak signifikan terhadap return, baik pada periode
bullish atau periode bearish. Ada dua kemungkinan, pertama, ðiantara variabel OPM dan NPM terjadi muliicollinearity, sehingga regresi dengan metode Stepwise hanya memunculkan satu variabel saja yang menipunyai hubungan yang terkuat terhadap return. Hal yang kethia adalah, ini mungkin disebabkan disebabkan karena investor sudah lebih melihat pada keuntungan yang dihasilkan oleh kegiatan operasinya dan bukan dari bisnis lain atau keuntungan atas penjualan aset perusahaan.
Variabel ROE (Return on Equity) signifikan berpengaruh positif pada periode bearish, tetapi meskipun tetap menunjukkan pengaruh yang positif, tidak signifikan dalam rnenjelaskan return saham secara overall pooled section. Hasil ini sedikit
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahadwarta (1999) yang antara lain menyebutkan bahwa ROE signifikan berpengarub positif terhadap return saham. Hal yang membuatnya tidak signifikan mungkin karena adanya multicollinearility antara variabel EPP (Earning per Price), BPP (Book Value per Price), dan ROE itu sendiri.
Variabel EPP itu sendiri tidak konsisten berpengaruh terhadap return saham. Secara cross section (1996 & 1999), variabel EPP tidak berpengaruh signifikan
terhadap return saham, akan tetapi secara pooled section, berpengaruh negatif terhadap return saham. Bila dilakukan simple regresion (hanya variabel EPP terhadap return), maka hasilnya adalah: pada tahun 1996, variabel EPP berkorelasi positif terhadap return saham tetapi pada tahun 1999, variabel EPP berpengaruh negatif terhadap return saham. Sedangkan penelitian terdahulu (Utama & Fitriani (1999) dan
Utama & Dewiyani (1999) menyebutkan bahwa PER (yang berarti 1/EPP) tidak signifikan dalam menjelaskan return saham.
Bagi investor, apabila investor merasa bahwa pasar modal alcan berada pada periode bullish, maka investor dapat memilih saham-saham yang memiliki Book
Value per Price (1/PB V), Debt to Total Asset, dan Operating profit Margin yang tinggi, karena berdasarkan penelitian, rasio-rasio keuangan diatas berpengaruh positif terhadap return saham. SeÍain itu, investor dapat memilih saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar yang kecil, karena berdasarkan penelitian, rasio-rasio diatas berpengaruh negatif terhadap return saham.
Apabila investor ragu-ragu atau tidak memiliki dugaan yang kuat bahwa pasar modal akan berada pada pedode bullish atau bearish, maka investor dapat memilih
saham-saham yang memiliki rasio Book Value per Price (1/PBV) dan Operating Profit Margin yang tinggi, karena berdasarkan penelitian, secara overall pooled
section, rasio Book Value Per Price dan Operating Profit Margin yang tinggi akan memberjkan return yang tinggi pula baik pada periode bullish maupun bearish.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fanada Sholihah
"Tulisan ini mengkaji tentang aktivitas nelayan tradisional Indonesia yang dinilai "menerobos batas" serta melakukan tindakan ilegal di perairan Australia. Pada 1999, terjadi perubahan target operasi, nelayan Indonesia tidak lagi melakukan penangkapan teripang, kerang lola (trochus niloticus), dan hiu untuk diambil siripnya, tetapi beralih pada "penyelundupan manusia (people smuggling)". Kasus penyelundupan
manusia telah mengonfirmasi betapa sistem kapitalis berhasil mengkooptasi aktivitas pelayaran nelayan tradisional Indonesia dengan memanfaatkan rute-rute pelayaran tradisional. Sementara, posisi mereka di wilayah perairan Indonesia semakin termarjinalkan dan terdesak oleh keberadaan nelayan asing dengan penguasaan modal lebih besar dan teknologi modern. Keberadaan "pemodal besar" berhasil merubah mindset nelayan dari sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari (subsiten) menjadi nelayan industri yang turut aktif dalam kontestasi penangkapan ikan ilegal bahkan penyelundupan manusia. Penelitian ini hendak mengetengahkan dua permasalahan: Pertama, jalannya sistem ekonomi kapitalis dalam mengkooptasi aktivitas pelayaran nelayan tradisional di wilayah lintas batas Laut Timor. Kedua, manifestasi dari kapitalisasi aktivitas pelayaran. Akhirnya, pemerintah perlu hadir untuk melakukan penegakan terhadap aturan main dalam aktivitas pelayaran di wilayah lintas batas Laut Timor."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adiza Dwiandrini
"ABSTRAK
Laporan magang ini menggambarkan dan membahas tentang proses pelaksanaan
audit atas akun aset tetap yang merupakan bagian dari audit laporan keuangan
pada PT W, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur tekstil.
Auditor telah melakukan proses audit sesuai dengan metodologi audit yang
dirancang QRS Global, yang mencakup perencanaan dan identifikasi risiko,
strategi dan penilaian risiko, eksekusi prosedur audit, hingga perumusan
kesimpulan dan penyusunan laporan keuangan hasil audit. Temuan dari audit atas
aset tetap ini adalah adanya kelemahan dalam pengendalian internal perusahaan,
utamanya dalam hal kapitalisasi dan penyusutan aset tetap. Temuan ini
dicantumkan di dalam management letter sebagai bentuk komunikasi auditor agar
klien dapat mengetahui kelemahannya dan memperbaikinya di periode
mendatang. Secara keseluruhan, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan telah
menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT W
tanggal 30 Juni 2011, dan hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir
tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

ABSTRACT
This report illustrates and discusses the audit process of property, plant, and
equipment, as a part of financial statement audit in PT W, a textile manufacturing
company. Auditor has conducted the audit process based on QRS Global Audit
Methodology, which encompasses four phases; Planning and Risk Identification,
Strategy and Risk Assessment, Execution, and Conclusion and Reporting. There
were several findings concerning on company?s internal control, which mainly
related to its capitalization and depreciation policy. These findings were stated in
the management letter as a form of communication in order to give client
understanding about their control deficiencies, so they could make improvements
needed in the next period. In general, auditor concluded that the financial
statement presents fairly, in all material respects, the financial position of PT W
as of June 30, 2011, and the result of its operation and its cash flow for the year
ended, in conformity with accounting principles generally accepted in Indonesia."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Insan Hasani
"Tesis inl secara empiris menganalisis faktor-faktor makroekonomi apa saja yang berpengaruh terhadap pembangunan pasar modal, khususnya kapitalisasi pasar. Selanjutnya. diuji keterkaitan antara pembangunan intermediari di sektor keuangan dan pembengunan pasar modal. Observasi dilakukan pada empat belas negara yaitu kelompok negara ASEAN (lima negara), Amerika Latin (lima negara), dan negara industrl (empat negara). Ke empat belas negara tersebut diantaranya adalah Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand, Singapura, Argentina, Brazil, Chili, Peru, Mexico, Hong Kong, Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat. Mengacu pada berbagai penelitian terdahulu, variabel ikatnya adalah rasio kapitalisasi pasar terhadap GDP sedangkan variabel bebasnya adalah kelompok likuiditas di pasar modal yaitu rasio total nilai transaksi terhadap GDP, kelompok intermediari di sektor keuangan meliputi rasio kredit untuk sektor swasta terhadap GDP dan rasio suplai uang beredar terhadap GDP, untuk mengukur stabilitas makroekonomi variabel yang digunakan adalah peruhahan inflasi, variabel lainnya adaIah pendapatan riil akhir tahun, rasio GDS terbadap GDP, rasio GDI terhadap GDP, dan dummy. Khusus variabel dummy, dimaksudkan untuk melihat sejauh mana dampak suatu kejadian dalam hal ini krisis ekonomi yang menimpa wilayah Asia terhadap pembangunan pasar modal di negara-negara yang terkena krisis. Data yang digunakan adalah data antar-waktu dan data antar-negara (data panel) dan tahun 1990-2006, sehingga metode estimasi ekonometri menggunakan metode estimasi data panel yang memungkinkan masing-masing negara mempunyai angka koefisien yang berbeda dari tahun ke tahun serta memberikan hasi! estimasi koefisien antar negara.
Terdapat beberapa temuan dalam tesis ini yaitu variabel pendapatan riil akhir tahun, rasio GDS dan GDI terbadap GDP, likuiditas di pasar modal dimana variabel yang mewakili adalah rasio total nilai transaksi terhadap GDP, intermediari di sektor keuangan dengan variabel yang mewakili adaIah rasio kredit untuk sektor swasta terhadap GDP dan rasio suplai uang beredar terhadap GDP, dan dummy adalah variabel-variabel penting dan signifikan yang dapat rnempengaruhi keberhasilan pembangunan pasar modal. Kemudian, variabel stabilitas makroekonomi yaitu perubahan inflasi tidak terbukti signifikan rnempengaruhi keberhasilan pembangunan pasar modal. Temuan berikutnya adalah pembangunan intermediari di sektor keuangan dan pasar modal adalah saling melengkapi dan tidak saling menggantikan satu dengan lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T21282
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Ohinjani Swarj
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik corporate governance terhadap valuasi perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI pada periode 2015-2016. Variabel independen yang mewakili karakteristik corporate governance dalam penelitian ini adalah intensitas pengawasan, rangkap jabatan dewan, kepemilikan saham oleh dewan, rapat dewan, total dewan, serta variabel kontrol yang terdiri dari total assets dan leverage. Variabel dependen yang mewakili valuasi perusahaan adalah nilai kapitalisasi pasar. Pengujian dilakukan dengan metode regresi sederhana OLS Ordinary Least Square.
Hasil regresi yang dilakukan, menemukan bahwa intensitas pengawasan, kepemilikan saham oleh dewan, dan total assets berpengaruh positif signifikan terhadap nilai kapitalisasi pasar. Rapat dewan dan total dewan juga berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap nilai kapitalisasi pasar. Kemudian leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai kapitalisasi pasar. Selanjutnya rangkap jabatan dewan berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap nilai kapitalisasi pasar.

This research aims to determine the effect of corporate governance characteristics on the valuation of non financial companies listed on the Stock Exchange in the period 2015 2016. The independent variables representing corporate governance in this study are intensity of monitoring, multipledirectorship, boards ownership, board meeting, total board, and control variables consisting of total assets and leverage. The dependent variable representing the company valuation is the market capitalization. This research uses regression method of OLS Ordinary Least Square.
The result of this research finds that intensity of monitoring, board`s ownership, and total assets have a significant positive to market capitalization. Board meetings and number of boards have a insignificant effect on the market capitalization. Then leverage has a significant negative effect on the market capitalization. Furthermore, multipledirectorship has a insignificant negative effect on market capitalization.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dira Ayu Karima
"ABSTRAK
Laporan magang ini membahas mengenai perlakuan akuntansi oleh CP Group dan prosedur audit yang dilakukan oleh KAP A PLUS atas biaya-biaya yang dikapitalisasi oleh CP Group pada tahap eksplorasi dan evaluasi dan tahap pengembangan, serta analisis kesesuaian kedua hal tersebut dengan standar akuntansi dan standar audit yang berlaku. Biaya-biaya yang dikapitalisasi oleh CP Group pada tahap eksplorasi dan evaluasi serta tahap pengembangan dicatat dalam akun lsquo;Eksplorasi Konstruksi rsquo;, dan dicatat pada neraca sebagai lsquo;Aset Eksplorasi dan Evaluasi rsquo; serta lsquo;Properti Pertambangan rsquo;. Prosedur audit yang dibahas terbatas pada prosedur substantif serta prosedur audit lain yang berhubungan dengan proses audit akun lsquo;Eksplorasi Konstruksi rsquo;, yang dilakukan KAP A PLUS dalam mengaudit laporan keuangan konsolidasian CP Group tahun 2017. KAP A PLUS tidak menemukan adanya kesalahan saji material pada pencatatan aset eksplorasi dan evaluasi serta properti pertambangan milik CP Group. Berdasarkan analisis, perlakuan akuntansi CP Group serta prosedur audit KAP A PLUS atas aset eksplorasi dan evaluasi serta properti pertambangan milik CP Group, telah sesuai dengan standar akuntansi dan standar audit yang berlaku.

ABSTRACT
This report aims to discuss the accounting treatment by the CP Group and audit procedures performed by KAP A PLUS on the costs capitalised by CP Group at the exploration and evaluation stage and the development stage, as well as to analyze the conformity of both of those with applicable accounting standards and auditing standards. Costs capitalised by CP Group during the exploration and evaluation stage and development stage are recorded under 39;Exploration Construction 39; accounts, and recorded on the balance sheet as 39;Exploration and Evaluation Assets 39; and 39;Mining Properties 39;. The audit procedures discussed are limited to substantive procedures as well as other audit procedures related to the 39;Exploration Construction 39; account, carried out by KAP A PLUS in auditing the CP Group 39;s 2017 consolidated financial statements. KAP A PLUS found no material misstatement in the recording CP Group 39;s exploration and evaluation assets and mining properties. Based on the analysis, CP Group rsquo;s accounting treatment and the audit procedures of KAP A PLUS on CP Group 39;s exploration and evaluation assets and mining properties, are in compliance with applicable accounting standards and auditing standards."
2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melly Oktaviani
"Konstruksi patriarki memandang menstruasi sebagai hal yang kotor dengan berlandas pada suatu prasangka yang keliru terhadap darah yang merupakan lambang kematian. Implikasi dari hal ini adalah adanya anggapan bahwa rahim membawa penyakit yang disebut dengan “penyakit perempuan”. Bias yang terjadi menyebabkan perempuan merasa malu dengan adanya menstruasi melanggengkan narasi patriarkal mitos menstruasi. Nilai-nilai yang tertanam secara mengakar dan kontinu berdampak pada perempuan yang kehilangan otoritas atas tubuhnya. Ilmu pengetahuan dan kapitalisme yang berkembang pesat membuat opresi terhadap perempuan makin kuat, bahkan produk menstruasi kini dikapitalisasikan. Kapitalisme yang berfokus pada profit mengabaikan kerusakan alam yang diakibatkan dengan banyaknya limbah pembalut. Ekofeminisme menunjukkan adanya opresi terhadap alam dan perempuan yang masih berlanjut hingga saat ini dan tidak mungkin untuk membebaskan salah satunya tanpa mengorbankan yang lain.

The patriarchal construction views menstruation as a dirty thing based on the mistaken prejudice of blood which is a symbol of death. The implication of this is the assumption that the uterus carries a disease called "women's disease". The bias that occurs causes women to feel ashamed about menstruation, perpetuating the patriarchal narrative of the menstrual myth. Values that are deeply rooted and continuous have an impact on women who lose authority over their bodies. Science and capitalism that are developing rapidly make the oppression of women stronger, even menstrual products are now capitalized. Profit-focused capitalism ignores the natural damage caused by the abundance of sanitary napkins. Ecofeminism shows that there is an oppression of nature and women is still ongoing today and it is impossible to liberate one of them without sacrificing the other."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dahlan Hadyan Suhanda
"ABSTRACT
The fund of educations at schools, from elementary schools up to university, becomes a hot issue to be discussed from time to time. The main topic of the discussion is to talk about how far the government involvement and the society endorsement in implementing educations.
The Government, in the National Middle Term Development Plan 2004-2009 claimed that the quality of education was still low and could not full filled the need of competencies of the student. Especially it because (1) The lack of quantity and quality of the teachers (2) The low of the teachers welfare (3) The lack of learning
facilities (4) The lack of education operational funds
The fours causes above basically because of the lack of capitalization of
education implementation. It motivates the writer to ask about capitalization both
from the government involvement and society endorsement which were shown in the
implementation of education at schools.
This thesis focused on the problem of capitalization of education
implementation in the middle education (Pendidikan Menengah) by asking: How the
capitalization of education at state senior high school in Pandeglang Regency which
includes the governments involvement and society endorsement and how the relation
between capitalization and the GB?s welfare.
Pandeglang Regency was chosen as the object of the research because of
some reasons, among of them were: this regency was one of the two under developed
Regencies in Banten Province and one of the 190 under developed Regency in
Indonesia; and the location of the research was closed to the writer domicile so it
made easy the process of the research. And then, State Senior High Schools were
chosen as the target of the research because these schools had not been given funds
like the elementary education, so the implementation of education were still
supported by the government and the society. And from the interest of the society,
compared to the others middle education, State Senior High School had strategic position in this region. Based on this problem, the writer was interested to analyze
the problem from the sociology view, accordingly to the study being done by the
writer. More over, the writer had been active in education for a long time but he had
not found the answer of the problem jet.
This research or study used qualitative approach to find firm answer of the
research questions from the quantitative data from documentary study or qualitative
data from the result of depth interview with the people in charge to give information
on the government involvement and the society endorsement in the capitalization of
education at State Senior High School and the relationship with the teachers welfare
as an important component in the process of learning at Senior High School,
especially for the GB who were not nominated as government employers (PNS).
To help understand this study, the writer used frame of thinking which try to
see the problem of capitalism as social economic system which now penetrate to any
aspect of life, and also to education world at school.
The result of the research or the study was very amazing, because the
involvement of the government in the capitalization at State Senior High School had
not been enough jet. While society endorsement in capitalization of education had
been enough, although the society where the schools were located were poor and
under educated and most of the worked in the farming sector.
The insufficiency capitalization in the implementation of education relate to
teachers welfare as the important agent of education. In this case, also occurred
something amazing that in Pandeglang Regency, the amount of the teacher of State
Senior High School who were government employer were less than a half, and the
rest were GB-P, GB-D (TKK) and GTT. From the three kind of those teachers, the
salary of the GB-P were very minim although they had the same task as Government
Employer Teachers. But they still did their duty well and hoped that they would get a
better welfare improvement from the government policy or society endorsement"
2007
T 19303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>