Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ine Minara S. Ruky
"Latar Belakang Permasalahan
Beberapa waktu terakhir ini industrialisasi di Indonesia, telah berkembang menjadi suatu permasalahan yang ramai dibicarakan. Gejala permasalahannya mulai timbul kira-kira pada tahun 1979 ketika perkembangan ekonomi internasional menunjukan indikasi yang kurang menggembirakan, serta usaha negara-negara maju untuk menekan laju pertumbuhan konsumsi energi dan meningkatkan effisiensi pemakaian energi, memberikan hasil yang nyata, sehingga mengakibatkan prospek pasar migas kita tidak secerah dimasa lalu.
Situasi di atas mempunyai dampak yang luas terhadap perekonomian Indonesia. Hampir 5 tahun sejak tahun 1982, tahun mana merupakan awal dari kesulitan ekonomi Indonesia, masih memperlihatkan gambaran yang kurang menggembirakan. Sampai dengan tahun 1985, perekonomian Indonesia masih memperlihatkan ketidakseimbangan. Ketergantungan kepada sektor primer ditunjukan dengan kenyataan bahwa 40 persen dari GDP masih berasal dari sektor ini, dan proses industrialisasi, baru mengantarkan sektor industri pada urutan ketiga dengan kontribusi sebesar 15,8 persen. Dengan demikian strategi perencanaan dengan maksud merubah struktur perekonomian, belum merubah peranan sektor sekunder sebagaimana yang diharapkan.
Ketimpangan yang lain, dapat kita amati dalam komposisi ekspor. Dari kontribusi sebesar 22.6 persen dalam GDP, sumbangan sektor pertanian terhadap total ekspor hanya sebesar 7,9 persen saja, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian yang dalam GDP memberikan kontribusi sebesar. 18,2 persen menyumbang 69,47 persen.
Kecilnya peranan sektor pertanian dalam ekspor, dapat dimengerti mengingat tidak elastisnya penawaran dan permintaan akan produk sektor tersebut. Lonjakan ekspor kalaupun ada, seringkali bukan disebabkan oleh kenaikan permintaan karena perubahan tingkat pendapatan, tetapi lebih banyak disebabkan oleh karena faktor-faktor lain yang kebanyakan kurang dapat diduga sebelumnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Yusianto
"Secara historis, kenaikan kontribusi industri pengolahan terhadap output dan tenaga kerja yang menyertai peningkatan pendapatan per kapita dan penurunan relatif kontribusi di sektor pertanian adalah merupakan generalisasi yang terbaik mengenal pembangunan (Chenery, 1986, p.l).
Menurut Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988, pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan ekonomi jangka panjang untuk mencapai struktur ekonomi yang semakin seimbang di mana sektor industri yang maju dan didukung oleh sektor pertanian yang tangguh. Selanjutnya, proses industrialisasi harus mampu mendorong berkembangnya industri sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja baru, sumber peningkatan ekspor dan penghematan devisa, penunjang pembangunan daerah, penunjang pembangunan sektor-sektor lainnya serta sebagai wahana pengembangan dan penguasaan teknologi. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia mempunyai harapan yang besar terhadap sektor industri sebagai motor pembangunannya.
Data dari World Development Report 1990 menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 1988 memiliki produk nasional bruto (PNB) per kapita sebesar US $ 440. Dari 121 negara yang dikumpulkan, Indonesia masuk dalam kelompok negara berpendapatan rendah.
Dilihat dari pendapatan per kapitanya, Indonesia masih di atas rata-rata kelompok negara tersebut. Jika dibandingkan tahun 1965, Indonesia mengalami pertumbuhan PNB per kapita sekitar 4,3 persen pada periode 1965-1998. Laju pertumbuhan tersebut termasuk tinggi. Bila melihat struktur produksinya: (a) kontribusi sektor pertanian terhadap PDB mengalami penurunan, yakni dari 56 persen (1965) menjadi 24 persen (1988). Dibandingkan kelompok negara berpendapatan rendah lainnya, penurunan kontribusi ini termasuk cepat; (b) kontribusi sektor industri terhadap PDB mengalami peningkatan, yakni dari 13 persen (1965) menjadi 36 persen (1999); (c) Kontribusi sektor Industri pengolahan terhadap PDB mengalami peningkatan, yakni dari 8 persen (1965) menjadi 19 persen (1988). Menurut klasifikasi UNIDO, suatu negara dikatakan dalam proses industrialisasi jika rasio nilai tambah industri pengolahan terhadap PDB nya adalah antara 10 hingga 20 persen (Moh. Arsjad Anwar, 1987, p. 411). Dengan demikian, jika Indonesia dimasukkan dalam klasifikasi UNIDO tersebut, maka Indonesia masuk dalam kelompok negara dalam proses industrialisasi (industrializing country).
Namun, apakah indikator UNIDO ini yang mengklasifikasikan Indonesia sebagai negara dalam proses industrialisasi telah menunjukkan jenis transforrnasi struktural dalam perekonomian Indonesia ? Terutama dengan adanya fasilitas-fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap perkembangan sektor industri pengolahan ini bila dikaitkan dengan kebijaksanaan perdagangan.
Pemberian fasilitas tersebut terutama bersifat proteksi, baik tarif maupun bukan tarif. Adapun pemberian fasilitas-fasilitas tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga di negara-negara sedang berkembang lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan the infant industry argument, yakni pemberian perlindungan sementara bagi industri-industri yang masih baru dalam menghadapi persaingan pasar dunia. Hal tersebut juga berkaitan dengan Inward-looking strategy yang umumnya juga berlaku di negara-negara sedang berkembang. Masalahnya sekarang adalah apakah perlindungan tersebut masih dalam batas-batas yang dapat diterima atau tidak ? Adapun toleransinya dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: waktu, besar dan caranya proteksi diberikan.
Masalah lain yang cukup pokok bagi Indonesia adalah masalah ketenagakerjaan. Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1988 mengemukakan bahwa penciptaan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang jumlahnya makin besar merupakan tantangan utama pembangunan. Di mana kebijaksanaan perluasan lapangan kerja dalam Repelita V dimaksudkan tidak saja hanya sebagai realokasi tenaga kerja semata dari sektor pertanian ke sektor non pertanian melainkan juga untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja di berbagai sektor.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Soesilowati
"Seperti yang tercanangkan dalam PELITA demi PELITA, maka PELITA IV yang telah berakhir ini, telah ditentukan sebagai permulaan era industrialisasi ekonomi Indonesia. Diharapkan agar pertumbuhan industri lebih cepat dari sektor-sektor lainnya. Sejalan dengan pengembangan industri, akan membawa pula perubahan-perubahan dalam berbagai bidang kehidupan lainnya entah positif maupun negatif. Daerah Cilegon, dengan semakin berkembangnya industri di sana, yang dimulai sejak tahun 1960-an, yaitu didirikannya pabrik baja Trikora yang kini menjadi PT Krakatau Steel, tentunya telah mengakibatkan perubahan-perubahan. Untuk melihat perubahan-perubahan apa yang terjadi, dilakukanlah penelitian ini.
1. Pembatasan konsep industrialisasi
Industrialisasi menurut Moore, berarti digunakannya sumber-sumber kekuatan nirnyawa (in-animate) secara meluas dalam produksi ekonomi, dan sering digunakan dalam pengertian yang sama dengan modernisasi ekonomi. Moore sendiri menggunakannya dalam pengertian yang lebih luas. Secara sederhana dikemukakan oleh Dharmawan bahwa industrialisasi pada suatu masyarakat berarti adanya pergantian teknik produksi dari cara yang masih tradisional ke cara modern, yang dalam segi ekonomi industrialisasi berarti munculnya kompleks industri yang besar dimana produksi barang-barang konsumsi dan barang-barang sarana produksi, diusahakan secara massal. Dalam tulisan ini industrialisasi secara operasional dimaksudkan dengan berdirinya sebuah perusahaan industri baja di sebuah daerah pedesaan, yaitu tumbuhnya industri baja PT Krakatau Steel di Cilegon.
2. Syarat-syarat Perkembangan Industrialisasi
Dikemukakan oleh Soemiatno, bahwa masyarakat Barat yang bersifat individualistis, materialistis, rasionil, berani dan penuh tanggung jawab serta senantiasa mencari sesuatu yang baru, merupakan pra kondisi yang menguntungkan bagi lahirnya industri disana. Berdasarkan pengamatannya sebelum PELITA II dikatakan bahwa kondisi tersebut belum ada pada masyarakat Indonesia. Sedangkan Mountjoy mengemukakan bahwa industrialisasi bukan hanya sekedar mendirikan perusahaan-perusahaan industri, akan tetapi pembangunan itu meminta dan sekaligus menghasilkan perubahan-perubahan besar dalam masyarakat dan struktur kehidupan sosial. Dalam memajukan ekonomi faktor terpenting adalah manusia itu sendiri, sehingga bagi negara-negara berkembang yang ingin memajukan sektor industri dalam perekonomiannya, mereka harus meningkatkan kualitas penduduknya sampai ke tingkat yang memadai.
Demikian halnya dengan Indonesia, walaupun Soemiatno telah mengatakan pada PELITA II masyarakat Indonesia belum siap untuk menghadapi industrialisasi, kini dalam rangka menyongsong tahap lepas landas diharapkan kondisi tersebut sudah berubah, Diasumsikan bahwa masyarakat sudah siap mengikuti irama kehidupan industrial, yang mungkin tidak dapat dihindari menuju ke masyarakat industri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library