Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vito Auditya
"Festival musik alam merupakan salah satu jenis festival musik dengan popularitas tinggi di Indonesia. Musik sebagai komoditas dan festivalnya adalah bagian dari bauran pemasaran. Festival musik alam dianggap unik karena pemilihan tempatnya yang tidak biasa dan memiliki identitas tempat yang berbeda dengan festival musik pada umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identitas tempat yang dibentuk penyelenggara dan terbentuk pada benak penonton dan mencari hubungan antara keduanya lewat bauran pemasaran. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner untuk penonton dan wawancara untuk penyelenggara dan informan ahli (pengamat musik). Analisis yang digunakan adalah analisis spasial deskriptif dan komparatif. Identitas tempat yang dirancang oleh penyelenggara adalah sebuah festival musik yang berbeda tempat (place) dan suasananya (product) pada festival lainnya sehingga memberi kesan mendalam. Disisi lain, selain suasana alamnya, penonton juga mempertimbangkan musisi (product) yang hadir, sesuai dengan selera anak muda sebagai penonton utama festival musik alam. Hubungan antara identitas tempat penonton dan penyelenggara adalah keduanya memiliki kesamaan, yaitu tentang kenyamanan dan akses (place), serta produk yang sesuai dengan keinginan yang dapat memberikan kesan mendalam jangka panjang yang berbeda. Tidak ada signifikansi pengaruh harga (price) dan promosi (promotion) dalam penentuan identitas tempat festival musik alam. Bagi penonton, tempat (place) diselenggarakannya festival musik tidak terlalu bermakna dalam penengambilan keputusan. Hal yang paling penting adalah penampil dan pengelolaan festival (product). Sedangkan, bagi penyelenggara, tempat (place) penyelenggaran merupakan satu target dan pencapaian tertentu, selain penampil (product).

The natural music festival is a music festival type with high popularity in Indonesia. Music as a commodity is part of the marketing mix aspect. Natural music festivals are considered unique because of the unusual selection of venues, the venue that has a different place identity than music festivals in general. This study aims to determine the place identity formed by the festival music organizer and by the audience's perspectives and find out the relation between these two through the marketing mix approach. Data from the audience were collected by questionnaires, whereas information from the organizers and the music experts were collected through an in-depth interview. The result finalizes throughout the descriptive and comparative spatial analysis. The place identity proposed by the organizer is a music festival that has a special place and exclusive atmosphere (product) from other festivals so that it gives a deep impression. On the other hand, besides the natural atmosphere, the audience consideration is also to the musician's (products) performance. The musicians should fulfill the young audience's preference. The common perspective of place identity that is formed by the organizer and the audience is the coziness atmosphere and access factor, as well as the product that meets the audience's needs. In the long term, these factors can give a deep impression. The price and promotion did not determine the place identity of the natural music festival. For the audience, the music festival venue is not significant in the decision-making process.  The most important thing is the performer and the festival management (as the product). In contrast, the venue is a specific achievement for the organizer, in addition to the product (viewer)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Vera Budi Lestari
"Tabun 1960-an di Amerika ditandai dengan munculnya beberapa gerakan yang muncul dari berbagai kelompok masyarakat yaitu kulit hitam, wanita, kaum gay & lesbian, pemuda, Chicanos & Indian. Gerakan-gerakan tersebut pada dasarnya memperjuangkan persamaan hak di semua bidang kehidupan masyarakat. Salah satu gerakan yang muncul dari kalangan anak muda adalah budaya tanding, yang berkembang di Amerika pada tahun I960-an. Wujud budaya tanding itu sendiri terlihat dalam beberapa ha/ yaitu musik rock, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang dan mistisisme religius, media underground, juga communal living. Semua wujud budaya tanding ini hadir dalam sebuah festival musik rock pada tahun 1969, yaitu Festival Musik Woodstock, karena itu festival ini dianggap sebagai puncak dari budaya tanding (counterculture). Di Festival Musik Woodstock 1969 ini, terlihal bahwa pendukung budaya tanding ini ternyata lebih besar dan menyeluruh dari yang selama ini dibayangkan, dengan hadirnya hampir 500. 000 yang sebagian besar anak muda dari berbagai penjuru dunia di Festival Musik Woodstock Hal ini pun menjadikan Festival Musik Woodstock 1969 bukan lagi sekedar suatu festival musik biasa, tapi menjadi sebuah gerakan dari anak muda yang menginginkan perubahan. Budaya tanding pun tidak lagi menjadi sebuah sub-culture di antara budaya dominan lainnya yang diterima oleh sebagian besar masyarakat tapi sebaliknya menjadi budaya yang sifatnya menyeluruh."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catleya Indah Lestari
"Terjadinya pandemi COVID-19 di seluruh dunia menyebabkan ketiadaan acara festival musik yang biasanya diselenggarakan langsung secara konsekutif dari tahun ke tahun. Penyelenggara festival musik pun harus memikirkan cara untuk memelihara reputasi yang telah mereka dapatkan dengan tetap mengadakan festival musik dengan format virtual. Penelitian ini menunjukkan bagaimana sebuah perusahaan penyelenggara acara memelihara reputasi baik yang telah mereka bangun secara bertahun-tahun dengan menyelenggarakan festival musik virtual dengan menggunakan teori The Reputation Quotient oleh Charles Fombrun, Harris Interactive, dan Cees Van Riel. Strategi penelitian ini menggunakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Penelitian menggunakan paradigma post-positivistik dengan teknik mewawancarai informan dari sisi penyelenggara acara serta penonton festival musik virtual, serta observasi lapangan. Informan yang diwawancarai ditanyakan mengenai lima dari enam indikator teori yang digunakan, yaitu dengan indikator good feeling about the company, products and services, vision and leadership, workplace environment, dan social responsibility serta pendapat mereka bagaimana sebuah penyelenggara festival musik tetap dapat memelihara reputasi baik dengan mengadakan festival musik secara virtual.

With the occurrence of COVID-19 that strikes in every corner of the world, music festivals that usually had been held consecutively needed to be absent for a while. Event organizers need to find a way to keep their reputations by organizing music festivals virtually. This research shows how an event organizer keeps their positive reputation by making a virtual music festival using The Reputation Quotient theory by Charles Fombrun, Harris Interactive, and Cees Van Riel. This research uses a qualitative method approach and case study as their research design. This research uses a post-positivistic paradigm with field observation and in-depth
interviewing the informants; the event organizer and the online festival music viewers. The informants will be questioned and interviewed using five out of six The Reputation Quotient theory indicators, which are: good feeling about the company, products and services, vision and leadership, workplace environment, and social responsibility, and also their opinion on how an event organizer and its music festival can keep their reputation uphold with organizing a virtual music festival.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisy Ayu Anggraini
"Festival musik merupakan salah satu jenis hiburan insidental yang banyak digelar di DKI Jakarta. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, festival musik telah mengalami perkembangan yang pesat. Hal tersebut membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh festival musik. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur tentang Pajak Hiburan, khususnya tentang penyelenggaraan festival musik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengawasan dan proses pemungutan pajak hiburan sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta. Pengawasan dan proses pemungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap pihak penyelenggara festival musik sudah maksimal atau belum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini adalah pengawasan yang dilakukan oleh Suku Badan Pendapatan Kota bersama UPPPD masih terdapat kendala. Kendalanya ada pada proses pengawasan dan proses pemungutan pajak hiburan atas penyelenggaraan festival musik. Pajak hiburan atas penyelenggaraan festival musik yang dikenakan terhadap tiket yang telah di porporasi masih berpotensi menimbulkan kecurangan. Kecurangan yang dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggung jawab merugikan banyak pihak. Penerimaan pajak hiburan atas penyelenggaraan festival musik seharusnya dapat melebihi dari apa yang ditargetkan. Namun pelaksanaannya yang tidak maksimal dapat mempengaruhi penerimaan pajak hiburan yang berimbas pada turunnya penerimaan Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta.

Music festival is one type of incidental entertainment that is often held in DKI Jakarta. In the past 10 years, the music festival has experienced rapid development. This makes the DKI Jakarta Provincial Government utilize the potential of the music festival. Law No. 28/2009 regulates Entertainment Taxes, specifically regarding music festivals. This study aims to analyze the implementation of supervision and entertainment tax collection processes as an effort to increase the Original Revenue of DKI Jakarta. The supervision and collection process carried out by the DKI Jakarta Provincial Government of the organizers of the music festival is maximal or not. This research uses qualitative research methods with data collection techniques through in-depth interviews and literature studies. The results of this study are the supervision conducted by Badan Pendapatan Daerah of DKI Jakarta with UPPPD there are a lot of obstacles. The obstacle lies in the process of supervision and the process of collecting entertainment tax for organizing music festivals. Entertainment tax for organizing music festivals that are levied on tickets validation still has the potential to cause fraud. Fraud used by irresponsible people is detrimental to many parties. The entertainment tax revenue for organizing a music festival should be more than what is targeted. However, the implementation that is not optimal can affect entertainment tax revenue which has an impact on the decline in revenue from DKI Jakarta Regional Revenue.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ishmael Raffly Geneva Widhiarto
"Dalam konteks festival musik, adanya media sosial tentunya dapat meningkatkan pengaruh penikmat festival musik Jazz Goes To Campus dan juga respon atau niat perilaku dari pelanggan setelah menikmati festival musik. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan metode purposive sampling. Penelitian ini menganalisis 238 responden dengan rentang usia 18-42 tahun yang yang dibagi menjadi dua kelompok generasi, yaitu generasi Y dan Z termasuk pelanggan dan mengikuti Instagram Jazz Goes To Campus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei online dan data yang didapat diolah dengan teknik Partial Least Squares – Structural Equation Modelling (PLS-SEM). Hasil dari olahan data menunjukkan bahwa sebagian besar hubungan signfikan memengaruhi secara positif dengan hubungan yang memiliki pengaruh terbesar adalah Overall Brand Equity terhadap Satisfaction. Namun, Social Image hanya memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap Overall Brand Equity. Selain itu, perbandingan kelompok generasi memiliki perbedaan dimana generasi Z memiliki hubungan lebih kuat dibandingkan dengan generasi Y, namun hanya pada beberapa hubungan.

In the context of music festivals, the existence of social media can certainly increase the influence of Jazz Goes To Campus music festival audiences and also the behavioral responses or intentions of customers after enjoying music festivals. The research design used in this study is cross-sectional with purposive sampling method. This study analyzed 238 respondents with an age range of 18-42 years who were divided into two generational groups, namely generations Y and Z including customers and following Jazz Goes To Campus Instagram. The data collection method used is an online survey and the data obtained is processed using Partial Least Squares - Structural Equation Modeling (PLS-SEM) technique. The results of the processed data show that most of the significant relationships affect positively with the relationship that has the greatest influence is Overall Brand Equity on Satisfaction. However, Social Image only has a negative but insignificant influence on Overall Brand Equity. In addition, the comparison of generation groups has a difference where generation Z has a stronger relationship than generation Y, but only in some relationships."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library