Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akih Hartini
"Manusia sebagai makhluk hidup memiliki ketergantungan dengan lingkungannya. Lingkungan yang baik dan sehat akan memungkinkan manusia untuk berada dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani. Kesehatan secara jasmani dapat dicapai antara lain melalui pemenuhan gizi yang sehat, pemberian air susu ibu, imunisasi, penggunaan air bersih, menjaga kebersihan dan sanitasi, serta olahraga. Ketidakcukupan dalam pemenuhannya akan menyebabkan gangguan kesehatan jasmani. Manusia yang mengalami gangguan kesehatan ini akan mencari pengobatan yang diyakini berdasarkan pengetahuan secara medis maupun pengetahuan tradisional. Pengobatan yang berlandaskan pada pengetahuan tradisional adalah salah satu alternatif yang banyak digunakan masyarakat.
Penelitian ini akan memberikan perlindungan terhadap masyarakat adat yang memiliki pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan obat secara lestari untuk pengobatan tradisional. Sistem pengetahuan tradisional lokal itu sendiri merupakan ungkapan budaya yang khas, di dalamnya terkandung tata nilai, etika, norma, aliran dan keterampilan suatu masyarakat dalam memenuhi tantangan dan kebutuhan hidupnya.
Kemajuan bioteknologi khususnya di bidang obat-obatan semakin memperluas kegiatan perusahan-perusahaan besar nasional maupun multinasional di bidang obat-obatan untuk mencari sumber-sumber genetika baru di daerah pedalaman tempat masyarakat adat yang memiliki pengetahuan tradisional hidup. Nilai positif yang didapat dari kegiatan tersebut adalah pengetahuan tradisional yang selama ini terpendam maka dapat diketahui oleh masyarakat umum. Namun nilai negatifnya pun akan muncul, karena hasil penelitian yang sebenarnya pengetahuan tradisional masyarakat adat sering kali diakui sebagai milik atau temuan para peneliti. Berdasarkan hal tersebut, maka pengetahuan tradisional masyarakat adat di Indonesia dalam memanfaatkan tumbuhan obat tradisional secara lestari perlu dilindungi.
Tujuan penelitian ini adalah: 1) mencari bentuk perlindungan pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam memanfaatkan dan melestarikan keanekaragaman hayati tumbuhan obat tradisional, 2) mencari mekanisme pembagian keuntungan atas pengetahuan tradisional masyarakat adat untuk mengantisipasi pasar bebas terhadap monopoli pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam pemanfaatan tumbuhan obat tradisional oleh perusahaan nasional dan multinasional di bidang obat-obatan.
Di Indonesia belum ada pihak yang khusus mendalami aspek hukum Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam memanfaatkan tumbuhan obat tradisional. Padahal Konvensi Keanekaragaman Hayati khususnya Pasal 8 butir j mengakui tentang HaKI masyarakat adat yang berhubungan dengan Keanekaragaman hayati. HaKI dapat melindungi individu (dalam hal ini masyarakat adat) untuk mendapatkan perlindungan finansial berupa pembagian keuntungan atas prestasi masyarakat adat dalam memberikan pengetahuannya kepada pihak luar.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan survei. Metode ini digunakan untuk mencari bentuk perlindungan terhadap pengetahuan tradisional masyarakat adat. Data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar berdasarkan hasil wawancara dengan responden (sampel). Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui teknik purposive sampling. Pemilihan individu-individu tertentu sebagai sampel berdasarkan alasan bahwa individu-individu tersebut mewakili (representatif) dan mengerti tentang populasi kelompoknya. Populasi penelitian meneakup 3 Balai (kelembagaan adat) di Kecamatan Loksado Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan yaitu Balai Malaris (35 umbun/keluarga), Balai Haratai (33 umbun/keluarga) dan Balai Waja (30 umbunikeluarga). Dan setiap balai diambil seorang individu sebagai sampel berdasarkan kedudukan indvidu tersebut sebagai ketua adat, atau peramu (dukun), atau pembekal desa yang masih memegang pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan obat tradisional secara lestari. Analisis dilakukan dengan memuat sintesis dari inforrnasi-informasi yang diperoleh dari berbagai sumber ke dalam deskripsi koheren (yang berjalin) mengenai yang diamati atau ditemukan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah hipotesis kerja. Yaitu hipotesis yang tidak diuji, tetapi hanya mengarahkan peneliti menuju hasil penelitiannya.
Hipotesis kerja penelitian ini adalah: 1) perlindungan pengetahuan tradisional masyarakat adat dapat dilakukan dengan cara memberikan hak kekayaan intelektual dan melakukan pembagian keuntungan atas pengetahuan tersebut, 2) pembagian keuntungan atas pengetahuan tradisional dapat berupa materi dan non-materi.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata Suku Bukit sebagai gambaran dari masyarakat adat di Indonesia, memiliki pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan obat tradisional secara turun-temurun. Pengetahuan Suku Bukit tersebut selama ini hanya diperuntukkan dan dipergunakan bagi komunitas mereka saja secara terbatas. Konsep pelestarian tumbuhan obat yang ada di hutan berhubungan dengan pelestarian hutan itu sendiri yaitu secara in-situ (di habitatnya yang asli) karena kehidupan mereka sangat terkait dengan alam. Keterkaitan dengan alam melahirkan kepercayaan bahwa alam sekitar mereka merupakan sumber kekuatan hidup sehingga apa yang ada di alam harus dilestarikan di samping dimanfaatkan. Pergeseran nilai pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan obat pada Suku Bukit sedang terjadi, karena: 1) pengetahuan tersebut tidak tertulis, akibatnya ketika proses pembangunan, modernisasi dan globalisasi mengubah sistem budaya setempat, pengetahuan yang belum terdokumentasikan tersebut mulai hilang, 2) munculnya industri jamu tradisional, mengakibatkan semakin terikatnya masyarakat adat di sekitar industri jamu dibangun terhadap sistem permintaan bahan dasar dari tumbuhan obat tertentu.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
Perlindungan pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam melestarikan dan memanfaatkan tumbuhan obat tradisional dilakukan dengan jalan:
  1. Memberikan hak atas pengetahuan tradisional masyarakat adat dalam memanfaatkan tumbuhan obat tradisional secara lestari guna mencegah pencurian plasma nutfah tumbuhan obat ke luar negeri (biopiracy) serta mencegah eksploitasi pengetahuan tradisional masyarakat adat oleh pihak asing yaitu perusahaan-perusahaan nasional maupun multinasional di bidang farmasi (obat-obatan). Hak tersebut diatur dalam bentuk undang-undang, sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 8 butir j Konvensi Keanekaragaman Hayati.
  2. Menciptakan pembagian keuntungan bagi masyarakat adat sesuai dengan nilai sosial, budaya dan spiritual mereka. Pembagian keuntungan tidak hanya berupa materi (nilai uang) tetapi dapat berupa:
    • Memperkuat Sumber Daya Manusia masyarakat adat melalui pelatihan keterampilan cara memproses tumbuhan obat dengan teknologi sederhana dan pendidikan untuk mempertahankan keberadaan mereka.
    • Pelayanan teknologi tepat guna khususnya dalam peramuan, penyimpanan dan pengemasan tumbuhan obat.
    • Kredit sarana teknologi, melalui koperasi di tingkat desa.
    • Mengembangkan konsorsium teknologi antara pemerintah daerah, pusat studi lingkungan, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat adat sendiri.
Jalur pembagian keuntungan yang efektif adalah langsung kepada masyarakat adat melalui lembaga adat yang menaungi masyarakat adat.

Protection The Rights On Intellectual Property of The Adat Community (Mechanism of Benefit Sharing of Traditional Knowledge of the Adat Community in Sustainable Use of Traditional Medical Plants)Mankind as human beings is very dependent to its environment. Good and health environmental condition makes human to placed on a health of mental and physical condition. Physical health condition could be reached through the good nutrition, basic treatments for mothers and other preventive actions undertaken in the household such as breast-feeding, immunizations, the use of portable water, sanitations, and exercises. If they are not enough, they will cause physical health unbalanced. Medical treatment based on traditional knowledge is one of many alternatives that used in community. This research is about traditional knowledge on sustainable use of medical plants used by adat communities for traditional healing. Traditional/local knowledge system is a unique cultural expression consisting of values, ethics, norms, ideology and people skills to fulfill challenges and requirements of life.
The development of biotechnology, especially in medicine give the opportunity to national and multinational pharmaceutical companies to find new genetic resources in the areas and place where adat communities with their traditional knowledge live. Positive value of this activity is that people can discover and learn more about the traditional knowledge, however the negative side of this activity is that researchers often claim traditional knowledge as their findings. That is the reason traditional knowledge of adat communities in Indonesia, especially using traditional medical plants need to he protected.
The purpose of the research are as follows:
  1. To find protection form of traditional knowledge of adat communities in using and conserving biodiversity of traditional medical plants.
  2. To find the mechanism of benefit sharing of traditional knowledge of adat community to anticipate monopoly of national and multinational pharmaceutical companies in the exploitation of the traditional medical plants.
In Indonesia the Rights on ntellectual Property (HaKI) on traditional knowledge of the adat community in sustainable use of traditional medical plants has not yet been supported by a legal aspect. However the Convention of Biodiversity section Paragraph 8 j the Rights on Intellectual Property (HaKI) has been recognized and may support each individual adat community financially by sharing the benefit from passing on the traditional knowledge to the society.
This research is using descriptive-analytic method with survey approach. This method is used to find out the form of protection towards the traditional knowledge of aria community. The data used is primary data type, such as interviews with some chosen respondents. Purposive sampling is used as the sampling technique. Each individual chosen as samples are considered representatives of the population group. The population group consist of 3 Balai (traditional organization) in Kecamatan Loksado Hulu Sungai Selatan, South Kalimantan; Balai Malaris (35 umbun/ families), Balai Haratai (33 umbun/ families), Balai Waja (30 umbun/ families). One individual from each balai is chosen as a sample according to the status of the person such as, traditional leader, traditional medicine practitioner (dukun) or an "advisor" somebody who has broad knowledge on sustainable: use of traditional medical plants. The analysis is made based on the information collected from several sources into a coherent description. This research is using working hypothesis, which is not tested, however leading the researcher into the result of the research.
The hypothesis in this research are as follows:
The protection of traditional knowledge of the adat community could be carried out by giving the rights on intellectual property and share the benefit from passing on this knowledge to the society. Benefit sharing could be material or non-material.
The results of the research shows that Bukit Tribe (ethnical group) as one adat community, has the knowledge on how the use traditional medical plants and it is passed on from one generation to another, however it was only limited among their own tribe. The concept of conserving the medical plants in the forest means to preserve the forest itself, which is known as in-situ (within the origin habitat). The people of the tribe believe that nature is the source of living so it needs to be preserved. Nowadays the knowledge on the use of traditional medical plants in the Bukit tribe is undergoing some changes, it is due to:
  1. The knowledge has never been documented (not written); during the development, modernization and globalization process that changes the system of local culture this documented "science" is beginning to disappear.
  2. Traditional medical plants industrialization; leading to the development of a demand towards certain kind of plants.
The conclusions of the research are as follows:
Protection of the traditional knowledge of the adat community in sustainable use traditional medical plants are as follows:
  1. To give adat community rights towards the traditional knowledge of the use of medical plants to prevent biopiracy and biogenetic exploitation by the national and multinational pharmaceutical companies. The rigths should be regulated based on section 8 j of the Biodiversity Convention.
  2. To create a form of benefit sharing for adat communities based on social, cultural and spiritual values. Benefit sharing could also be in a non-material form, such as:
    • Educative development towards the adat communities through trainings on medical plants processing with simple technology and further education defending their existence.
    • Provision of appropriate technology especially in blending, storing and packing the traditional medical plants.
    • Providing credits for tools and equipments, through Koperasi Unit Desa.
    • Developing a consortium on technology among the local governments,centre for environmental studies, non-governmental institutions and adat communities.
The most effective way of benefit sharing is directly to the adat communities through an appointed traditional organization.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Beathrine Elshaddai
"Pelaksanaan REDD+ didominasi oleh beberapa perdebatan terutama mengenai kesetaraan pada distribusi manfaat, risiko, dan biaya pelaksanaan REDD+. Perancangan benefit sharing yang tidak dilakukan secara tepat dapat mengurangi legitimasi pelaksanaan serta dukungan terhadap REDD+. Penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi celah antara teori dengan praktik terhadap salah satu unsur esensial pada benefit sharing, yakni penerima manfaat. Menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, penelitian ini menelusuri rasionalisasi yang digunakan untuk menentukan penerima manfaat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 70 Tahun 2017 serta rancangan Benefit Sharing Plan Kalimantan Timur. Penelitian ini menuai hasil dimana dalam peraturan dan rancangan dokumen tersebut terdapat teori-teori yang telah diadopsi. Namun pada akhirnya tetap diperlukan pertimbangan atas teori kompensasi biaya untuk memastikan para pelaksana REDD+ dapat memperoleh kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk melaksanakan REDD+. Penelitian ini menyarankan agar hal ini diakomodir melalui penetapan kriteria penerima manfaat secara rigid dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 70 Tahun 2017. Selain itu, kriteria yang ditentukan sebaiknya mempertimbangkan tujuan konsep benefit sharing secara utuh. Hal ini penting agar kriteria yang ditetapkan dapat memuat nilai-nilai keadilan, kepastian dan kemanfaatan bagi para penerima manfaat.

Concern over equitable distribution of, namely, benefit, risks and costs of REDD+ dominates current debates. The validity of REDD+ and support for its implementation might be affected if not structured appropriately. This study addresses the gap between theory and practice by emphasizing one of the main concerns regarding equitable benefit sharing, particularly, beneficiaries. By conducting normative judicial research with conceptual approach, this study reviews rationales that have been put forward to justify beneficiaries on Minister of Environment and Forestry No. 70 year 2017 and Kalimantan Timur’s Benefit Sharing Plan Draft. The result on this study indicates that both regulations and documents have adopted variety of rationale of theories. However, the cost compensation rationale must be considered to ensure that REDD+ implementers can recoup their implementation expenses. This study suggests for this issue to be accommodated through a concrete beneficiary criteria in Minister of Environment and Forestry No. 70 year 2017. In addition, the specified criteria should consider the objective of benefit sharing concept. This is crucial so that the established criteria can accommodate the values ​​of justice, certainty and utility for the beneficiaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedicta Honnie
"Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap bahan-bahan pustaka dan didukung dengan wawancara ahli perlindungan sumber daya genetika, berupa spesimen virus Flu Burung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan dalam upaya perlindungan sumber daya genetika terkait dengan benefit sharing atas kepemilikian spesimen virus Flu Burung strain Indonesia. Beberapa pokok permasalahan adalah apakah spesimen virus Flu Burung sebagai sumber daya genetika memerlukan perlindungan hukum ? Bagaimana status spesimen virus Flu Burung dalam konteks kepemilikan oleh Indonesia sebagai negara berkembang ? Apakah Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya rezim paten dapat melindungi kepemilikan sumber daya genetika ? Bagaimana upaya perlindungan sumber daya genetika atas kepemilikan spesimen virus Flu Burung strain Indonesia ? Penyelesaian masalah ini adalah perlindungan spesimen virus Flu Burung perlu mendapat perlindungan hukum. Status spesimen Flu Burung dalam konteks kepemilikan oleh Indonesia sebagai negara berkembang, yang dianggap oleh negara-negara maju sebagai public domain, berdasarkan “common heritage ofhumankiruF, tetapi berdasarkan CBD, kedaulatan negara membatasi “common heritage of humankind’. Oleh karena ketidakmampuan rezim paten untuk melindungi spesimen virus Flu Burung, maka dperlukan upaya perlindungan lain. Dalam melindungi spesimen virus sebagai sumber daya genetika melalui peraturan WHO, peraturan nasional Indonesia dan sistem kontrak, sehingga mendapatkan benefit sharing. Sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat perbedaan nilai dan budaya hukum antara negara maju dan negara berkembang, yang menyebabkan misappropriation dalam penggunaan sumber daya genetika, terkait dengan kepemilikan spesimen virus Flu Burung strain Indonesia.

The research method for this study is a law-normative juridical study, by using literature and interview expert, who know the protection of genetic resources, especially in form of avian influenza virus speciment The aim of this issues of the research to leam complication to protect the genetic resources concem in related to benefit sharing of Avian Influenza virus speciment strain Indonesia as a Property.
There are apparently important compilcation: Is Avian Influenza virus speciment as the genetic resources need law protection? How is the status of Avian Influenza virus speciment in context property of Indonesia as developing country? Can Intellectual Property Rights, especially patent to protect the ownership of Avian Influenza virus speciment? How to protect genetic resources on ownership of Avian Influenza virus speciment strain Indonesia?
The insistent solved maiter: The Avian Influenza Virus Speciment need to be protected with law. The status of Avian Influenza virus speciment in context property of Indonesia as developing country is defined by the developed country as public domain, base on “common heritage of humankind'. Convention on Biological Diversity declare that “common heritage of humankind’ is restricted by the sovereignty of the country. Due to Patent cannot protect Avian Influenza virus speciment, that why the altemative offer should be provided as WHO mechanism, contract mechanism, and Indonesian national rules as the effort to protect virus speciment as genetic resources to gain benefit sharing.
The result of the research, there are very different value and cultural of law for developed countries and developing countries, that make misappropriation in use of genetic resources, that connect as owner of Avian Influenza virus speciment strain Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25988
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tami Justisia
"Genetic resources have an important value and role for human life. Over technology, it often happens that the utilization of genetic resources of developing countries are not held accountable by the developed countries. Convention on Biological Diversity and the Nagoya Protocol are several international instruments governing the protection of genetic resources. Since each country has sovereign rights over genetic resources in their area, then any access and use should be based on the consent of the competent national authorities which regulated in the Nagoya Protocol. This study will focusing on the protection of the utilization of genetic resources from irresponsible use under Nagoya Protocol and its implementation in Indonesia.

Sumber daya genetika memiliki nilai dan peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Seiring berjalannya teknologi,sering terjadi pemanfaatan sumber daya genetika milik negara berkembang secara tidak bertanggung jawab oleh negaranegara maju. Convention on Biological Diversity dan Nagoya Protocol adalah beberapa instrumen hukum internasional yang mengatur perlindungan sumber daya genetika. Karena setiap negara memiliki sovereign rights atas sumber daya genetika yang ada di wilayahnya, setiap akses dan pemanfaatan harus didasarkan kepada izin dari lembaga nasional yang berwenang yang diatur dalam Nagoya Protocol. Skripsi ini meninjau mengenai perlindungan terhadap sumber daya genetika dari pemanfaatan yang tidak bertanggung jawab berdasarkan Nagoya Protocol serta implementasinya di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42161
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Eka Amalia
"Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang memadai dalam penerapan Material Transfer Agreement (MTA) belum diberikan oleh Indonesia hingga saat ini. Standar Material Transfer Agreement (MTA) yang dimiliki Indonesia masih jauh dari sempurna untuk memberikan perlindungan kekayaan intelektual bangsa Indonesia atas Sumber Daya Genetik (SDG) khususnya yang berasal dari material genetik berupa materi biologi (DNA/RNA), spesimen klinik, dan materi nonbiologi (yang berkaitan dengan kesehatan manusia). Kondisi itu menyebabkan minimnya minat peneliti Indonesia untuk menemukan suatu Invensi yang dapat bersaing di kancah Internasional. Perlu adanya suatu aturan yang lebih rinci yang tidak hanya memuat klausula pertukaran material genetik tetapi juga memuat ketentuan-ketentuan Hak Kekayaan Intelektual seperti Paten, Informed Consent dan Pembagian Kemanfaatan. Pada Tesis ini, penulis mengusulkan suatu kerangka baru Commercial Material Transfer Agreement (CMTA) yang memuat klausul-klausul tambahan dari MTA yang berlaku saat ini, yang diharapkan dapat lebih melindungi sekaligus mendorong lahirnya suatu Invensi dari para peneliti di masa yang akan datang.

Currently, Adequate protection of Intellectual Property Rights (IPR) in the implementation of the Material Transfer Agreement (MTA) has not yet been provided by Indonesia. The current standards of Material Transfer Agreement (MTA) in Indonesia are still far from perfect in providing the protection for the Intellectual Property of the Indonesia’s Genetic Resources (SDG) particularly those derived from genetic materials such as biological material (DNA/RNA), clinical specimens, and non-biological material (related to human health). This condition has impacted to the lack of encouragement for Indonesian researchers to discover an invention that can compete on the international stage. There is a requirement for a detailed regulation which not only contains clauses on the exchange of genetic material but also contains more detailed provisions on Intellectual Property Rights such as Patents, Informed Consent, and Benefit Sharing. In this thesis, the author proposes a new framework called the Commercial Material Transfer Agreement (CMTA) which contains additional clauses from the current MTA, which is expected to further protect and encourage of new patentable invention from researchers in the future."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellatric Andini Putri
"Potensi pengetahuan tradisional Indonesia yang begitu besar dan beragam sering dieksploitasi oleh pihak asing tanpa adanya pembagian keuntungan sehingga merugikan bagi masyarakat adat atau lokal selaku pemegang pengetahuan tradisional tersebut. Adapun perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, termasuk pengetahun tradisional terkait sumber daya genetik, di Indonesia diatur dalam rezim hak kekayaan intelektual, khususnya paten. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai analisis penerapan mekanisme benefit sharing dalam pemanfaatan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaturan hukum nasional dan internasional terkait dengan Pengetahuan Tradisional, bagaimana pengaturan perlindungan Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik melalui mekanisme benefit sharing, dan bagaimana penerapan mekanisme benefit sharing terhadap Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis-normatif yang menggunakan data sekunder melalui studi dokumentasi dan data primer melalui wawancara. Adapun dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Pertama, paten atas suatu invensi yang didasarkan pada pengetahuan tradisional dapat dikabulkan apabila memenuhi beberapa persyaratan, yakni pengungkapan sumber asal invensi yang didasarkan atas pengetahuan tradisional (disclosure of origin), mendapatkan persetujuan atas dasar informasi dari pemegang pengetahuan tradisional, dan pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional. Kedua, pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional wajib dilakukan dengan menerapkan prinsip persetujuan atas dasar informasi awal (PADIA) dan menetapkan Kesepakatan Bersama. Ketiga, pengaturan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik dalam UU Paten belum efektif dilaksanakan. Maka, Pemerintah sebaiknya segera membuat peraturan perundang-undangan pelaksana dari ketentuan Pasal 26 UU Paten dan mulai menetapkan lembaga-lembaga yang tepat sesuai dengan fungsi yang diamanatkan dalam Protokol Nagoya.

The huge and varied potential of Indonesian traditional knowledge is often exploited by foreigners without any benefit sharing, so that it is detrimental to the indigenous or local community as the holders of traditional knowledge. The protection of traditional knowledge, including traditional knowledge related to genetic resources, in Indonesia is regulated in an intellectual property rights regime, particularly patents. Therefore, this thesis discusses the analysis of the application of the benefit sharing mechanism in the utilazation of traditional knowledge related to genetic resources. The problems in this research are how to regulate national and international laws related to traditional knowledge, how to regulate protection of traditional knowledge related to genetic resources through benefit sharing mechanisms, and how to implement benefit sharing mechanisms for traditional knowledge related to genetic resources in Indonesia. This research is a descriptive study with juridicial-normative approach that uses secondary data through documentation studies and primary data through interviews. As for the results of the study it can be concluded that: First, a patent on an invention based on traditional knowledge can be granted fulfilling several requirements, namely disclosure of origin of the invention based on traditional knowledge, obtaining prior informed consent from the holder of traditional knowledge, and fair and equitable benefit sharing of traditional knowledge holders. Second, fair and equitable benefit sharing for holders of traditional knowledge must be carried out by applying the prior informed consent and established mutually agreed terms. Third, protection of traditional knowledge related to genetic resources in the Patent Law has not been effectively implemented. Therefore, the Government should immediately enact laws and regulations regulating the provisions of Article 26 of the Patent Law and begin to determine the appropriate institutions in accordance with the functions mandated by the Nagoya Protocol."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library