Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cornelia Pradita Notoprajitno
Abstrak :
ABSTRAK
Selulosa sebagai bahan dasar untuk perban sedang banyak dipelajari karena kelarutannya dalam air, keberlanjutan, dan ketersediaannya di alam semesta. Nanoselulosa dapat diaplikasikan sebagai rangka pembalut luka hemostatik oleh karena keanekaragaman bentuk struktural, keringanan, dan portabilitas yang dimilikinya. Penelitian ini adalah bagian dari proyek multidisiplin yang bertujuan untuk merancang desain sebuah pembalut luka hemostasik untuk menangani kasus pendarahan yang eksesif. Dalam kasus ini, penelitian yang dilakukan berfokus pada perancangan struktur dan gugus fungsi. Rumput spinifex diolah secara mekanis (menggunakan high-pressure homogenise) dan secara kimiawi (menggunakan larutan campuran asam nitrat dan natrium nitrit) untuk mengisolasi nanoselulosa dengan morfologi dan gugus fungsi yang berbeda. Larutan nanoselulosa yang telah diolah kemudian dikeringkan menggunakan mesin freeze dryer. Proses pengeringan menghasilkan rangka pembalut luka dalam bentuk bulat dengan ketebalan, massa jenis, dan porositas yang bervariasi. Spinifex yang diolah secara mekanis menghasilkan nanofiber dengan fleksibilitas dan aspect ratio yang tinggi. Pemrosesan kimiawi menghasilkan nanofiber dengan struktur crystalline yang lebih kaku dengan gugus fungsi karboksilat. Gugus fungsi ini memiliki sifat hemostatik dan bakterisidal yang diperlukan dalam aplikasi pembalut luka. Dihipotesiskan bahwa perbedaan morfologi sebagai hasil dari kedua metode pemrosesan akan menghasilkan performa penggumpalan darah yang berbeda dalam aplikasi sebagai pembalut luka.
ABSTRACT
Cellulose-based scaffolds are investigated due to their water-solubility, sustainability, safety and abundance as a raw material. Scaffolds constructed of nanocellulose may potentially be applied in wound dressings due to their versatility in structural form, light weight, and portable properties which are essential for this application. This work is a part of a multidisciplinary project, which aims to design a haemostatic wound dressing in cases of severe bleeding. This study focuses mainly on engineering the scaffold and optimising its structure and surface functionality. Spinifex pulp was treated both mechanically (using a high-pressure homogeniser) and chemically (using a mixture of nitric acid and sodium nitrite) to isolate nanocellulose of different morphologies and surface functionalities. Different concentrations of nanocellulose solution were then freeze-dried to form round-shaped scaffolds with different thickness, density and porosity. Mechanically-treated grass resulted in flexible and high aspect ratio nanofibres. Nanofibres obtained from the chemical method are rigid crystalline cellulose nanofibres. Chemically treating the fibres also changed the surface chemistry from hydroxyl to carboxyl groups. These functional groups exhibit haemostatic and bactericidal properties, which is crucial in a wound dressing design. It is hypothesised that the morphologies attained from the two methods may potentially lead to different blood clotting attributes when applied as a haemostatic wound dressing.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfah Hartina
Abstrak :
Pada penelitian ini, telah berhasil dilakukan sintesis hidrogel nanokomposit NaAlg-PVA-g-AAm termodifikasi nanopartikel ZnO dengan pembentukan ZnO secara in situ di dalam matriks hidrogel dengan metode hidrotermal. Karakteristik hidrogel diamati dengan FTIR, SEM, TEM, EDX, XRD, AAS serta kapasitas swelling-nya. Hidrogel NaAlg-PVA-g-AAm dengan kapasitas swelling terbaik disintesis didapatkan dengan menambahkan PVA dan alginat dengan perbandingan massa sebesar 0,6:3. Hidrogel nanokomposit setelah dimodifikasi dengan ZnO memiliki kapasitas swelling yang lebih tinggi dibandingkan hidrogel yang belum dimodifikasi. Didapatkan hasil untuk hidrogel nanokomposit NaAlg-PVA-g-AAm termodifikasi nanopartikel ZnO yaitu kapasitas swelling maksimumnya 215,5278 g/g, loading ion Zn2 sebesar 285,82 ppm dan kapasitas release 3maksimumnya sebesar 0,9832 ppm. Kinetika swelling hidrogel NaAlg-PVA-g-AAm mengikuti orde pseudo-pertama dengan parameter laju swelling sebesar 350 menit. Sedangkan kinetika swelling hidrogel nanokomposit NaAlg-PVA-g-AAm termodifikasi nanopartikel ZnO mengikuti orde pseudo-kedua dengan parameter laju swelling sebesar 487,5 menit. Dari hasil uji aktivitas antibakteri yang dilakukan secara in-vitro, diketahui S.aureus lebih resisten dibandingakan P. aeruginosa dengan persen inhibisi S. aureus yang lebih besar pada konsentrasi hambat minimum yang sama yaitu 31,25 ppm. ......In this research, NaAlg PVA g AAm nanocomposite hydrogel had been successfully modified by ZnO nanoparticles in the hydrogel matrix by hydrothermal method. Characteristics of hydrogels were observed with FTIR, SEM, TEM, EDX, XRD, AAS and through their swelling capacities. The NaAlg PVA g AAm hydrogel with the best swelling capacity was synthesized by adding PVA and alginate with a mass ratio of 0.6 3. Obtained results for NaAlg PVA g AAm nanocomposite hydrogel modified ZnO nanoparticles had the maximum swelling capacity of 215.52 g g, Zn2 ion loading of 285.82 ppm and its maximum release capacity of 0.98 ppm, while the maximum swelling capacity for a NaAlg PVA g AAm nanocomposite hydrogel was 73.26 g g. Kinetics swelling of NaAlg PVA g AAm hydrogel followed the first pseudo order with a swelling rate parameter of 350 minutes, whereas kinetics swelling of NaAlg PVA g AAm nanocomposite hydrogel modified ZnO nanoparticles followed the second pseudo order with swelling rate parameter of 487.5 minutes. From in vitro antibacterial activity test, S.aureus was known to be more resistant than P. aeruginosa with a greater inhibition percentage of S. aureus at the same minimum inhibitory concentration of 31.25 ppm.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michicho Citra Zhangrila
Abstrak :
Pembalut luka yang ideal tidak hanya menutupi dan melindungi area yang terdampak, tetapi juga dapat menciptakan lingkungan yang optimal di lokasi luka untuk memfasilitasi penyembuhan. Hidrogel merupakan kandidat pembalut luka yang ideal karena kemampuannya untuk menyerap air sehingga mampu menjaga lingkungan lembap di sekitar luka dan membantu menyerap eksudat dari permukaan luka. Pada penelitian ini, dibuat hidrogel menggunakan dua polimer alami, yaitu kitosan dan natrium alginat yang diketahui memiliki biokompatibilitas yang baik dan biodegradabilitas yang tinggi. Hidrogel kitosan/alginat dibuat menggunakan dua cara berbeda, yaitu dengan taut silang fisik menggunakan CaCl2 dan taut silang kimia menggunakan genipin. Untuk melihat perbedaan antara kedua hidrogel yang dibuat, dilakukan karakterisasi morfologi, struktural, pola difraksi sinar-X, dan stabilitas termal masing-masing menggunakan SEM, FTIR, XRD, dan DSC. Selain itu, juga dilakukan uji kemampuan mengembang, kecepatan evaporasi air, dan evaluasi sifat mekanis dari hidrogel. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa hidrogel kitosan/alginat berhasil ditaut silang dengan dua cara berbeda, serta menunjukkan kompatibilitas yang baik. Hasil evaluasi sifat mekanis menunjukkan kekuatan peregangan yang lebih rendah untuk hidrogel dengan taut silang fisik dibandingkan hidrogel dengan taut silang kimia. Nilai evaporasi air setelah 24 jam yaitu 12,12 ± 0,46% untuk hidrogel dengan taut silang fisik, dan 11,78 ± 1,33% untuk hidrogel dengan taut silang kimia. Sedangkan indeks mengembang maksimum berada pada nilai 105,71 ± 8,78% untuk hidrogel dengan taut silang fisik, dan 46,91 ± 8,49% untuk hidrogel dengan taut silang kimia. Meskipun terdapat perbedaan pada hasil karakterisasi dan evaluasi, baik hidrogel kitosan/alginat dengan taut silang fisik maupun kimia memiliki potensi sebagai pembalut luka yang baik. ......An ideal wound dressing covers and protects the affected area and creates an optimal environment at the wound site to facilitate wound healing. Hydrogel is an ideal wound dressing candidate because of its ability to absorb water which can help maintain a moist environment around the wound and absorb exudate from the wound surface. In this study, hydrogels were made using two natural polymers, chitosan, and sodium alginate, which are known to have good biocompatibility and high biodegradability. Chitosan/alginate hydrogels were made using two different methods: physical crosslinking using CaCl2 and chemical crosslinking using genipin. To observe the differences between the two hydrogels, morphological, structural, X-ray diffraction patterns, and thermal stability characterization was conducted using SEM, FTIR, XRD, and DSC, respectively. In addition, the swelling ability test, water evaporation rate, and the evaluation of the mechanical properties of the hydrogel were also carried out. The characterization results showed that the chitosan/alginate hydrogel was crosslinked in two different ways and showed good compatibility. The evaluation of the mechanical properties showed that the tensile strength was lower for hydrogels with physical crosslinks compared to hydrogels with chemical crosslinks. The value of water evaporation after 24 hours was 12.12 ± 0.46% for hydrogels with physical crosslinks and 11.78 ± 1.33% for hydrogels with chemical crosslinks. Meanwhile, the maximum swelling index was 105.71 ± 8.78% for hydrogels with physical crosslinks and 46.91 ± 8.49% for chemical crosslinks. Although there are differences in the results of the characterization and evaluation that have been done, both chitosan/alginate hydrogels with physical and chemical crosslinks have potential as good wound dressings.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Ponco Jaya
Abstrak :
Penelitian ini telah berhasil disintesis hidrogel ramah lingkungan dengan struktur jejaring tiga dimensi yang bersifat hidrofilik sehingga dapat diaplikasikan sebagai pembalut luka yang dapat menyeimbangkan kelembaban jaringan luka. Hidrogel ini disintesis dari karboksimetil selulosa (CMC) dan polivinil alkohol (PVA) dengan asam sitrat (CA) sebagai agen pengikat silang. Matriks jejaring hidrogel digunakan sebagai tempat untuk pembentukan nanopartikel tembaga (CuNPs) dengan metode ex situ dan in situ sebagai antibakteri pada pembalut luka. Karakterisasi hidrogel menggunakan analisis FTIR, SEM, TEM, XRD dan AAS. Hidrogel terbaik diperoleh dari 3 gram CMC, 1 gram PVA, asam sitrat 10% dan dimodifikasi oleh CuNPs dengan metode in situ. Kapasitas swelling maksimum yang diperoleh adalah 19,59 g/g dan release ion Cu2+ maksimum yang diperoleh adalah 18,70 ppm/g. Uji aktivitas antibakteri berhasil dilakukan dengan metode dilusi terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli. Uji aktivitas antibakteri dengan metode total plate count menunjukkan bahwa Staphylacoccus aureus lebih resisten dari pada Escherichia coli yaitu 12,4 juta dan 4,9 juta Colony for Units, masing-masing. ......This study have successfully synthesized eco-friendly hydrogels with a three-dimensional network structure that is hydrophilic so that it can be applied as a wound dressing that can balance the moisture of wound tissue. This hydrogels were synthesized from carboxymethyl cellulose (CMC) and polyvinyl alcohol (PVA) with citric acid (CA) as cross-linking agent. The network matrix hydrogels was used as a place for the formation of copper nanoparticles (CuNPs) by ex situ and in situ methods as antibacterial in wound dressing. The characterization of hydrogels used FTIR, SEM, TEM, XRD and AAS analysis. The best hydrogel were obtained from 3 grams CMC, 1 gram PVA, 10% citric acid and modified by CuNPs with in situ method. The maximum swelling capacity obtained is 19.59 g/g and the maximum Cu2+ ions release obtained is 18.70 ppm/g. Antibacterial activity test was successfully carried out by dilution method against Staphylococcus aureus bacteria and Escherichia coli bacteria. Antibacterial activity test by total plate count method shows that Staphylacoccus aureus is more resistant than Escherichia coli of 12.4 million and 4.9 million Colony for Units respectively.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulpida Rizki
Abstrak :
ABSTRAK
Ulkus diabetes merupakan komplikasi kronik dari penyakit diabetes melitus yang disebabkan oleh adanya gangguan mikrovaskuler dan makrovaskuler. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawayan yang diberikan pada pasien dengan ulkus diabetes melitus pedis dextra. Intervensi yang diberikan berupa pengontrolan glukosa darah, manajemen nutrisi, penggantian balutan luka yang tepat dan edukasi kesehatan. Hasil evaluasi dari implementasi keperawatan menunjukkan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu GDS dan glukosa point of care testing glucose POCT cenderung stabil, peningkatan nafsu makan, derajat ulkus tidak bertambah dengan penurunan jumlah eksudat. Pemantauan glukosa darah, status nutrisi, dan edukasi kepada pasien dan keluarga perlu dimaksimalkan untuk membantu proses penyembuhan ulkus diabetes.
ABSTRACT
Diabetic foot ulcer was chronic complication of diabetes mellitus which caused by impaired microvascular and microvascular. This study aimed to analyze nursing care practice on client with diabetic foot ulcer on pedis dextra. Intervention given was controlling blood glucose, managing nutrition, wound dressing, and giving health education. The evaluation from implemented nursing care was blood glucose level and point of care testing glucose POCT glucose tend to stable, increased appetite, ulcus grading not become worst with decreasing exudate. Blood glucose monitoring , nutrition status, and education to the patient and family should be optimalize for helping wound healing process.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gadia Ayundya Duhita
Abstrak :
Latar belakang: Pada negara maju, terapi pada luka bakar mayor saat ini telah bergeser dari eksisi segera dan standur kulit menjadi eksisi bertahap dan penutupan luka sementara dengan xenograft, yang tidak tersedia di Indonesia. Saat ini, perawatan luka pada luka bakar masih menggunakan kasa jenuh paraffin-vaselin. Studi ini merupakan studi preliminary untuk clinical trial mengenai kulit ikan tilapia sebagai xenograft. Dilakukan evaluasi terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai dasar luka yang baik, frekuensi redebridement, dan frekuensi penggantian balutan. Metode: Studi preliminary ini merupakan clinical trial terrandomisasi dengan kasa jenuh paraffin-vaselin sebagai pembanding, dengan analisis intention to treat. Sampel pada studi ini adalah ekstremitas atas atau bawah pasien luka bakar akut dewasa, usia 18-60 tahun, dengan luas area luka bakar 20-40%; yang terdapat luka bakar full thickness. Kedua sisi harus dapat dibandingkan, evaluasi luka dilakukan tiap kali dilakukan penggantian balutan. Hasil: Total 7 sampel didapatkan dari 4 pasien. Tidak didapatkan adanya reaksi alergi pada semua subjek, baik berdasarkan klinis dan hasil laboratorium. Dua subjek meninggal dunia sebelum dilakukan penggantian balutan pertama, sehingga tidak dapat dilakukan evaluasi luka. Tidak ada perbedaan waktu untuk mencapai bed luka yang baik dan frekuensi redebridement antar kedua kelompok. Ekstremitas dengan balutan kulit ikan tilapia xenograft membutuhkan frekuensi penggantian balutan yang lebih sedikit secara signifikan. Kesimpulan: Xenograft kulit ikan tilapia dapat digunakan sebagai dressing alternative pada luka bakar. Studi lebih lanjut sangat dibutuhkan. ......Background: In developed countries, major burn treatment have shifted from early excision and skin grafting to staged excision and temporary coverage with xenograft, which were not available in our country. Paraffin-impregnated gauze is still utilized in most of our burn injury cases. Xenografts have been proven to be superior than non –biological dessings. This study was a preliminary to clinical trial of tilapia fish skin xenograft that we put together locally. We evaluated the efficacy based on reduction of time to well granulated wound bed, redebridement frequency and wound dressing change frequency. Method: This preliminary study is a randomized clinical trial, with paraffin-impregnated gauze as the comparison, with intention to treat analysis. Samples of the study were upper or lower limb pairs of adults, aged 18-60 year old, acute burn patients with total body surface area of burn ranged from 20-40%; which contains full thickness burn. The injury on both sides of the lim pairs have to be comparable. The wound was evaluated every time the dressing was changed. Result: Total of 7 samples were obtained from 4 subjects. There was no evidence of allergic reaction on all subjects , either clinically or from laboratory examinations. Two subjects passed away before the first dressing change, thus the wound cannot be evaluated. There was no difference in time to well granulated wound bed and redebridement frequency between groups. Limbs treated with tilapia fish skin xenograft significantly require less frequent dressing change. Conclussion: The tilapia fish skin xenograft appears to be a legible alternative to paraffin impregnated gauze. Further study is strongly advised.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Lukitowati
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap sifat-sifat fisiko-kimia dan biologi membran kitosan, kolagen, dan paduan kitosan/kolagen. Membran kitosan, kolagen, dan kitosan/kolagen dibuat dengan penguapan pelarut dan membran diiradiasi sinar gamma (0, 15 atau 25 kGy). Pengujian untuk mengamati gugus fungsi, kuat tarik, perpanjangan putus, daya serap air, permeabilitas, sterilitas serta daya tembus mikroba. Data diuji statistik. Terdapat perubahan gugus fungsi, penurunan kuat tarik, perpanjangan putus, daya serap air dan permeabilitas membran serta kenaikan sterilitas pada membran tanpa dan dengan iradiasi, kecuali untuk daya tembus mikroba. Iradiasi sinar gamma pada semua membran menimbulkan perubahan sifat fisiko-kimia dan sterilitas
ABSTRACT
The objectives of this study is to analyze the effects of gamma-ray irradiation to physico-chemical and biological properties chitosan, collagen and blend of chitosan/collagen membranes. The solvent evaporation technique is used to prepare chitosan, collagen and chitosan/collagen membranes, and sterilized by gamma-ray irradiation (with dose of 0, 15 or 25 kGy). Functional groups, mechanical strength, water retention, permeability, sterility and microbial penetration are observed. The data was analyze statistically. Functional groups, tensile strength, elongation at breaks, water retention, permeability, and sterility are changes, except for microbial penetration. Gamma-ray irradiation on chitosan, collagen and blend of chitosan/collagen membranes shows changes of physico-chemical and sterility.
2016
T46396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ningsih Rezeki
Abstrak :
Epidermal growth factor (EGF) merupakan senyawa polipeptida aktif yang berperan penting dalam stimulasi, proliferasi, dan migrasi keratinosit serta membantu membentuk jaringan granulasi untuk penyembuhan luka. Saat ini sudah tersedia beberapa produk komersial EGF dalam bentuk sediaan injeksi dan topikal. Pengobatan secara injeksi dalam waktu yang lama menimbulkan rasa tidak nyaman karena bersifat invasif. Sementara itu, pengobatan secara topikal dalam bentuk sediaan krim/gel juga belum begitu memuaskan karena EGF mudah terdegradasi oleh aktivitas protease pada daerah luka. Tujuan dari penelitian ini adalah memuat recombinant human epidermal growth factor (rhEGF) ke dalam serat nano polivinil alkohol-gum arab-madu menggunakan metode pemintalan elektrik dan memperoleh informasi karakteristiknya. Pada penelitian ini dilakukan optimasi pembuatan formula wound dressing, yaitu F1, F2, dan F3 dengan variasi konsentrasi madu berturut-turut adalah 0; 1; dan 3%. Hasil karakterisasi morfologi serat dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM) menunjukkan bahwa serat nano F1, F2 dan F3 yang terbentuk masing-masing memiliki ukuran diameter rata-rata serat 252 ± 44 nm; 268 ± 30 nm; 287 ± 40 nm. Ukuran diameter serat meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi madu. Hasil karakterisasi fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dari ketiga formula menunjukkan bahwa rhEGF berhasil dimuati kedalam serat. Disamping itu penambahan madu menyebabkan intensitas puncak identik dari gula (C-O-C) meningkat. Selain itu berdasarkan hasil uji porositas, luas permukaan spesifik, daya mengembang, dan Modulus Young serat maka formula F1 dipilih sebagai wound dressing yang baik yakni memiliki kadar rhEGF 0,0090% b/b; porositas 63,87 ± 3,21%; luas permukaan spesifik 219,783 m2/g; daya mengembang 394 ± 38%; dan Modulus Young 124.98 ± 23.86 MPa.
Epidermal growth factor (EGF) is an active polypeptide compound that plays an important role in the stimulation, proliferation and migration of keratinocytes and form granulation tissue for wound healing. There are currently several commercial EGF products available in injection and topical dosage forms. However, long-term injection treatment causes discomfortbecause it is invasive. While topical treatment in the form of cream/gel/ointment has not been satisfactory because EGF is easily degraded by protease activity in the wound area. The purpose of this study was to load recombinant human epidermal growth factor (rhEGF) into polyvinyl alcohol-arabic gum-honey nanofibers by electrospinning method and obtaining information on its characteristics. In this study, three nanofibers wound dressing formulas were prepared and optimized named F1, F2 and F3 with varying concentration of honey respectively 0; 1; and 3%. It had been found from obtained scanning electron microscope (SEM) images that the average diameter of the F1, F2 and F3 nanofibers was 252 ± 44 nm; 268 ± 30 nm; 287 ± 40 nm, respectively. The average diameter of fibers increased at a higher of honey content. The obtained fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) spectra of the three formulas indicated that rhEGF was successfully loaded into nanofibers. The addition of honey caused the intensity of identical peaks from sugar (C-O-C) increased. The result of the porosity test, specific surface area, and tensile strength showed that F1 was chosen as a good wound dressing in which has a rhEGF level of 0.0090% (w/w); porosity of 63.87 ± 3.21%; specific surface area of 219.783 m2/g; swelling degree 394 ± 38%; and Modulus Young 124.98 ± 23.86 MPa.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T52687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Lioner
Abstrak :
Hidrogel adalah pembalut luka modern yang dapat menangani eksudat luka sekaligus mempertahankan kelembaban yang optimal. Hidrogel yang hanya mengandung satu polimer memiliki kekuatan mekanik, elastisitas, dan stabilitas yang rendah. Oleh sebab itu, penggabungan dua jenis polimer dalam pembuatan hidrogel banyak diterapkan dalam aplikasi biomedik saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengarakterisasi dan membandingkan hidrogel yang dibentuk dari polimer kitosan dan gelatin yang ditaut silang menggunakan glutaraldehid dan genipin untuk pembalut luka. Kedua hidrogel dibuat menggunakan metode yang sama yaitu menggunakan agen penaut silang kimia. Morfologi, identifikasi gugus fungsi, pola difraksi sinar-X, stabilitas termal, sifat mekanik, kemampuan mengembang, dan evaporasi air dari hidrogel diuji. Hasil karakterisasi dari kedua hidrogel serupa karena glutaraldehid dan genipin memiliki mekanisme taut silang yang serupa terhadap polimer kitosan dan gelatin. Kemampuan mengembang metode taut silang glutaraldehid (63,07%) lebih tinggi daripada genipin (58,25%). Hasil uji sifat mekanik metode taut silang glutaraldehid lebih rendah yaitu 0,0061 MPa (mengembang) dan 0,0517 MPa (kering) dibandingkan genipin yaitu 0,0087 MPa (mengembang) dan 0,1187 MPa (kering). Laju evaporasi air metode taut silang glutaraldehid lebih tinggi (27,21%) daripada genipin (24,85%). Berdasarkan hasil karakterisasi dan evaluasi, hidrogel yang ditaut silang dengan genipin dapat menggantikan hidrogel ditaut silang glutaraldehid sebagai pembalut luka. ......Hydrogels are modern wound dressings which have the ability to absorb wound exudates while providing an optimum moist environment for the wound. Hydrogels made up of just one polymer have poor mechanical properties, low elasticity, and thermal instability. Therefore, two or more different types of polymers were usually used in the fabrication of hydrogels for applications in biomedical areas. The purpose of this study is to prepare chitosan/gelatin hydrogels crosslinked with glutaraldehyde and genipin as well as to characterize and study their properties as a wound dressing. Both hydrogels were fabricated by chemical crosslinking using a crosslinker. Morphology, FT-IR analysis, X-ray diffraction, thermal stability, mechanical properties, swelling capability, and water evaporation were tested. Characterization of both hydrogels showed similar results because they have similar crosslinking mechanisms when added to chitosan and gelatin. Glutaraldehyde-crosslinked hydrogel has higher swelling capability (63.07%) than genipin (58.25%). Glutaraldehyde-crosslinked hydrogel has lower tensile strength which are 0.0061 MPa (swelling) and 0.0517 MPa (dried) than genipin which are 0.0087 MPa (swelling) and 0.1187 MPa (dried). Glutaraldehyde- crosslinked hydrogel has higher water evaporation rate (27.21%) than genipin (24.85%). Based on overall characteristics and evaluation, genipin-crosslinked hydrogel can be used to replace glutaraldehyde-crosslinked hydrogel as a wound dressing.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library