Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Adil Kesuma
Abstrak :
PT. Krakatau Steel merupakan perusahaan yang memproduksi besi baja yang dalam proses produksinya menggunakan mesin dan alat mekanik dengan daya listrik yang mempunyai potensi bahaya tinggi dan dapat menimbulkan kecelakaan ataupun gangguan kesehatan bagi tenaga kerjanya. Oleh karma itu penggunaan teknologi merupakan program keselamatan-dan kesehatan kerja yang memadai. Penggunaan alat pelindung dui yang masih belum. memenuhi Standar Operation Procedure, merupakan perilaku yang tidak diharapkan dan menjadi hambatan dalam usaha mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sikap dan perilaku yang tidak diharapkan ini dapat dirubah dan diarahkan kepada perilaku yang baik seperti yang kita harapkan. Mengingat tingkat kebisingan yang tinggi pada lingkungan kerja. dapat menyebabkan problem gangguan pendengaran. Tujuan dari studi adalah untuk memperoleh gambaran tentang penggunaan alat pelindung telinga serta faktor-faktor yang. berhubungan dengan penggunaan alat pelindung telinga padat-tenaga kerja bagian praduksi baja PT. Krakatau Steel Cilegon Jawa Barat-tahun 1998. Hasil studi ini diharapkan memberi masukan-kepada penrsahaaa dan dapat dijadkan dasar untuk program perusahaan dalam meningkatkan tingkat kesadaran pekerja dalam melaksanakan atau mematu Standar Operation Procedure yang ditetapkan Pihak Manajemen PT. Krakatau Steel. Dari hasil studi yang. dilakukan, maka terlihat adanya hubungan antara tingkat pengetahuan, tenaga kerja, sicap tenaga kerja dan daya lindung alat pelindung telinga dengan penggunaan alat pelindung tealinga oleh tenaga kerja. Sedangkan jumlah alat pelindung telinga, perawatan alat pelindung telinga serta kenyamanan alat pelindung telinga tidak berhubungan dengan penggunaan alat pelindung telinga oleh tenaga.kerja. Dengan demikian perusahaan khususnya dengan kondisi lingkungan kerja yang bising atau sudah melewati Nilai Ambang Batas tingkat kebisi igan yang diperkenankan, mama. Selain upaya pengamanan tempat kerja yang bising juga perlu disediakan alat pelindung telinga.yang memadai yakni jenis earplug yang mempunyai daya atennasi 33,2 dBA sesuai dengan tingkat kebisingan yang ada serta mempunyai jumlah yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tenaga kerja. Selain itu lebih mensosialisasikan peraturan-peraturan yang berlaku pada tenaga kerja.
Study on The Factors Related To The Use Of Ear Protector on The Manpower In The Production Sector Of PT. Trakatau Steel Cilegon West Java in 1998PT. Krakatau Steel is the company that produce steel when during its production process is using the electric machine and mechanical equipment which has the potential of high danger and able to cause accidents or is harmful for the manpower health. That?s why the use of technology forms the appropriate safety and work health program. The use of self-protector which is not meet the requirements of Standard_Operation Procedure is the unexpected attitude and become the obstacle in preventing work accidents and diseases. This attitude could be- changed and directed into the good attitude just like we want. Considering the high noise level at the work environment can arouse the hearing problem. The aim of this study is to obtain the image of ear protector and it's factors related to the use of ear protector for the manpower on .the steel production sector of PT. Krakatau Steel Cilegon-West Java -I 998. The result of this-study-is expected to give the input for the company and become the basic of the company program on improving the employee awareness in implementing or obeying the Standard Operation Procedure stipulated by the Management of PT. Krakatau Steel. From the study result, we will see that there is a relationship between the knowledge level, manpower, -manpower attitude and the protection capacity of ear protector with the use of ear protector by the manpower. Where as the amount, the maintenance and the pleasure of ear protector is not related to the use of ear protector by the manpower. Besides the effort to achieve security in the noise work environment, many companies especially for those who has noise condition of work environment or exceeding the allowed Limit Value for noise level, also need the appropriate amount of ear protector with the type of earplug which has the attenuation of 33,2 dBA suitable with the exist noise- level-for the manpower. Beside that increasing the socialization of the prevailing regulations for the manpower.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Liza
Abstrak :
PT. GI adalah suatu perusahaan "rubber" yang memproduksi berbagai macam ban. Kegiatan produksi di perusahaan ini sebagian telah menggunakan mekanisasi, namun sebagian lagi masih dilakukan secara manual. Salah satu pekerjaan yang sering dilakukan oleh pekerja adalah mengangkat beban dalam berbagai posisi. Dari data kesehatan kerja terlihat bahwa sakit pinggang merupakan salah satu keluhan yang cukup banyak dirasakan oleh pekerja. Ditambah lagi dengan adanya kasus HNP yang pernah ditemukan pada jenis pekerjaan tertentu. Oleh karena itu dirasakan perlu diketahui perkiraan risiko dari suatu pekerjaan terhadap kemungkinan terjadinya CTD. Untuk mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan, maka dilakukan upaya identifikasi faktor risiko ergonomi dan prioritas masalah ergonomi. Data yang dikumpulkan adalah data survei gejala, survei data medik, SIDFRE dan rangking prioritas dengan metode EASY . Selanjutnya dilakukan pula perhitungan RWL dan LI sesuai rekomendasi NIOSH. Penelitian dilakukan terhadap empat jenis pekerjaan di Business Team PTGL yaitu Pekerjaan I (Booker Extruder), Pekerjaan II (Put-up Rubber di Banbury), Pekerjaan HI (Mengangkat greentire ke sling truck di Radial Builder), dan Pekerjaan IV (Mengangkat greentire ke tempat pemasakan ban di bagian Curing Light Truck). Hasil analisis dengan metode EASY dan juga melalui perhitungan RWL dan LI, didapat kesimpulan bahwa pada jenis pekerjaan I, II, III dan IV ternyata mempunyai risiko tinggi terhadap kemungkinan terjadinya CTD, dan mempunyai skala prioritas tinggi dalam masalah ergonomi pada Pekerjaan I, IL dan IV. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan perhitungan RWL dan LI, dapat disimpulkan bahwa dari beberapa jenis pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi, pemecahan masalah yang paling baik ternyata melakukan "control engineering" dengan cara melakukan mekanisasi pada pekerjaan tersebut. Bila dalam hal ini belum dapat dilakukan maka alternatif lain adalah dengan cara menyesuaikan postur kerja, mengatur jarak horizontal dan vertikal dari beban mesin dan pekerja, sesuai dengan rekomendasi dari Humantech maupun NIOSH.
PT Goodyear Indonesia is rubber company that produce various type of tire. Some production activity already use mechanization; but any activity in the manual way. One of activity which often doing obtain employee is manual lifting inside various position. From ambulatory care visit record found back pain is one of complaint which sufficient much among employees. HNP cases have found during in 1992 -1998 periods, and some cases have laminectomy operation. Obtain reason that need to know risk assesment for any activity towards possibility that caused Cumulative Trauma Disorders ( CTD ). To be sucessfully must have identification for ergonomic risk factors and ergonomic priority to solve the problems. Applied operation research methodes with symptom survei. medical survey, Baseline Risk Identification of Ergonomic Factors (BRIEF ) Survey, and ranking priority with Ergonomic Assesment Survey ( EASY ). Also RWL equation and Lifting Index from NIOSH recomendation. Survey towards four type of work in Business Team PTGI, there are Work type I (Booker Extruder), Work type H (Put-up Rubber in Banbury). Work type III (Lift greentire to sling truck in Radial Builder), and Work type IV (Lift greentire to place on Curing Light Truck). Analysis with EASY methode and also RWL equation and Lifting Index, had concluding that work type I, II, III and JV high risk to caused CTD, which ergonomic high priority on Work type L, H, and IV. Analysis used RWL equation and Lifting Index, have recommendation to do "engineering control" through mechanization.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Anissa Wienartha
Abstrak :
Pandemi COVID-19 mengakibatkan para pekerja menghadapi perubahan drastic dalam jam kerja dan lingkungan kerja. Di Indonesia, rata-rata jam kerja saat pandemic mengalami penurunan dibandingkan dengan sebelum pandemic. Studi ini mencoba melihat dan membandingkan dampak jam kerja terhadap kesehatan pekerja, baik fisik maupun psikologi, sebelum dan ketika pandemi COVID-19 di Indonesia. Dataa yang digunakan dalam penelitian ini adalaha dataset dari Survei Angkatan Kerja Nasional Indonesia (SAKERNAS), versi Agustus 2019 dan 2020. Unit analisis dalam penelitian ini dibatasi pada penduduk usia kerja (15-64 tahun) di Indonesia yang saat ini bekerja sebagai: karyawan, pekerja bebas di pertanian, dan pekerja bebas di nonpertanian. Yang selanjutnya diklasifikasikan menjadi pekerja kerah putih, kerah abu-abu, dan kerah biru berdasarkan tipe pekerjaannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode logistic ordinal karena variable dependennya berupa index. Studi ini menemukan bahwa pengaruh jam kerja terhadap kesehatan adalah sama jika dibandingkan antara tahun 2019 dan 2020. Dimana pada kedua tahun tersebut, jam kerja berdampak positif terhadap kesehatan pekerja, artinya pekerja yang bekerja lebih lama akan memiliki probabilitas lebih tinggi untuk status kesehatan yang lebih baik. Demikian pula, pekerja yang jam kerjanya lebih sedikit akan memiliki kemungkinan lebih rendah untuk memiliki status kesehatan yang baik. Sedangkan untuk status pekerjaan, secara signifikan mempengaruhi kesehatan pekerja pada tahun 2019, dimana pekerja kerah abu-abu dan kerah biru memiliki kemungkinan lebih rendah untuk memiliki kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja kerah putih. Sedangkan status pekerjaan tidak mempengaruhi kesehatan pekerja pada tahun 2020. ......Workers are facing dramatic changes in the working hours and environment due to COVID-19 pandemic. In Indonesia, the average working hours during the pandemic decreased compared to before the pandemic. This study attempts to see and compare the impact of working hours on workers' health, physically and psychologically, before and during the COVID-19 pandemic. The data used in this study are the dataset from Indonesia’s National Labor Survey (SAKERNAS), from the 2019 and 2020 August version. The unit of analysis in this study is limited to the working age population (15 – 64 years) in Indonesia who are currently working as: employee, casual agricultural worker, and casual non-agricultural worker. Which then furtherly classified as white collar, gray collar, and blue collar. The method that is used in this study is an ordered logistic method because the dependent variable is in categorical form. This study found that the effect of working hours on health are the same when comparing it between the years 2019 and 2020. Where in both years, working hours positively impact workers health, meaning that workers who work longer hours will have a higher probability of having better health status. Likewise, workers who work less hours will have a lower probability of having a good health status. As for occupational status, it does significantly affect worker’s health in 2019, where gray collar and blue collar workers have lower probability to have better health compared to white collar workers. Meanwhile, occupational status doesn’t affect workers' health in 2020.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman
Abstrak :
Program imunisasi merupakan program yang mempunyai daya ungkit besar terhadap Angka Kematian Bayi, oleh karena itu perlu adanya Sumber Daya Manusia yang potensial dan berdedikasi. Penelitian ini bersifat cross sectional dengan analisis deskripsi kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja petugas penanggung jawab imunisasi puskesmas dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya. Hasil penelitian menunjukan 51,8 % petugas mempunyai kinerja baik dan sisanva 48,2 % kinerjanya kurang. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan motivasi dengan kinerja petugas penanggang jawab imunisasi puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, dapat dikemukakan beberapa saran antara lain :
  1. Kegiatan tambahan di puskesmas untuk meningkatakan kejujuran, tanggung jawab, kerja sama dan inisiatif.
  2. Job Training diharapkan tidak hanya pada sisi pengetahuan kerja, mutu pekerjaan atau pemanfaatan waktu saja akan tetapi lebih menitik beratkan perilaku kerja.
Demikian gambaran penelitian ini dan semoga hasilnya dapat merupakan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis dalam rangka meningkatkan kinerja. ......The immunization program is a program, which has a great influence on the Infant Mortality Rate due to this; potential and dedicated Health Human Resources for health is a must. This Scientific Research is cross sectional with a quantitative and qualitative description analysis with the aim and purpose to abstain true a picture regarding the performance Health Care Immunization Coordinated and the relating factor. The outcome of this and research indicated that 51,8 % of the Immunization Coordinated are in a good performance, while the remaining 48,2 % are not. There exist, a significant correlation between the level of education Immunization Coordinated and performance, also between motivation and performance of the Immunization Coordinated Health Care. Based on the above research several advices, recommendation on put forward:
  1. Additional activities in the Health Center should be implementation to increase honesty, responsibilities, collaboration and initiatives.
  2. It is that the job training would not only cover the working aspect, quality of work or time utilization, but also all the more emphasize on working behavior.
It is hoped that this research outcome to become an input for this personal performance improvement.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meirince
Abstrak :
Objektif: Pelaksanaan program pemberantasan penyakit TBC, prioritas utama ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan dengan mempertahankan kualitas pelaksanaan program, untuk itu perlu diketahui kinerja pengelola program TBC Puskesmas di Propinsi Riau dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja tersebut. Metode: Penelitian ini menggunakan desain "Cross Sectional" , untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja pengelola program TBC Puskesmas di Propinsi Riau Tahun 2002. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner, dan untuk pengukuran kinerja digunakan pengukuran dirt sendiri (selfassesmeni) yang dikontrol dengan penilaian atasan dan rekan sekerja dengan menggunakan check list. Analisis bivariat dilakukan dengan uji statistik "Chi square" dan analisis akhir menggunakan analisis multivariat. Hasil: Kajian data menunjukan bahwa kinerja pengelola program TBC puskesmas masih kurang baik, dengan kinerja buruk yaitu 54,8 %. Ada hubungan yang bermakna antara kinerja dengan variabel umur (p=0,014), masa kerja (p= 0,040) ,pelatihan (p=-0,034), pengetahuan (p = 0,010) dan supervisi. Dari hasil analisis multivariat ada tiga variabel yang masuk menjadi model yaitu umur, motivasi, dan pengetahuan. Dengan menggunakan persamaan regresi logistik dan nilai eksponensial (B) atau Odds Ratio dapat dilihat bahwa variabel yang paling dominan adalah variabel umur sebesar 4,528 (95 % Cl : 1,808 - 11,339) artinya bahwa kinerja pengelola program TBC yang berumur tua (≥36 tahun) berpeluang berkinerja baik 4,528 kali di bandingkan dengan pengelola program TBC yang berumur muda (< 36 tahun) setelah dikontrol variabel motivasi, dan pengetahuan. Kesimpulan: Faktor yang berhubungan dengan kinerja pegelola program TBC Puskesmas (faktor individu) yaitu umur, masa kerja, pelatihan dan pengetahuan, sedangkan (faktor organisasi) yaitu supervisi. Faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan kinerja adalah variabel umur setelah dikontrol motivasi, dan pengetahuan. Saran: Untuk meningkatkan kinerja pengelola program TBC Puskesmas di Propinsi Riau, perlu dilakukan pembinaan secara berkesinambungan, peningkatan pengetahuan, supervisi yang baik, dan mutu pelatihan perlu ditingkatkan dalam rangka penunjang pelaksanaan program pemberantasan tuberkulosis. ......Objective: Quality of services is one of the important issue of the National TB Control Program workers were occupying an important contribution to increase it quality. Therefore, it is necessary to know the determinant factors of the performance of TB worker in Health Centers in the Province of Riau. Design: This study used primary data arrayed in take a look at the determinant of TB worker in Health Center in the Province of Riau, year 2002. Self-assessment which was controlled by the superiors' and colleagues' assessment were developed, using the questionnaire for collecting primary data. Chi square statistical examination was apply to bivariate analysis and after wards, the equation of logistic regression for multivariate analysis. Result: Data analysis showed that the performance of TB worker in Health Center is not good enough, which bad performance take 54.9%. The result of analysis showed that the significant determinant factors related to the performance were age (p=1.014), working period (p-0.040), training (p=0.034), knowledge (p=0,010) and supervision (p=0.024). The multivariate analysis, show that were three variables becoming models as, age, motivation, and knowledge. The equation of logistic regression and exponential value (B) or Odds Ratio, showing that the most dominant variable was age, 4.528 (95%CI:1.808 -11.339), which meant that the performance of TB worker in.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B.Y. Eko Budi Jumpeno
Abstrak :
Pembangunan Kawasan Reaktor Nuklir GA. Siwabessy di Serpong, Jawa Barat yang meliputi juga Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy didasarkan pada pertimbangan bahwa teknologi nuklir memiliki suatu manfaat yang besar bagi pembangunan. Walaupun demikian paparan radiasi nuklir dan kontaminasi zat radioaktif dalam operasi normal maupun pada kasus kecelakaan, terutama terhadap kesehatan dan keselamatan manusia merupakan risiko penggunaan teknologi nuklir, sehingga pembangunan dan pengoperasian suatu instalasi nuklir -termasuk Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy-, selalu berpedoman pada tiga asas yaitu justifikasi, optimisasi (ALARA) dan limitasi. Selain itu diperlukan suatu studi AMDAL yang juga meliputi rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan Iingkungan (RPL) dan sudah dilakukan di Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy. Paparan radiasi nuklir dan kontaminasi zat radioaktif dapat terjadi di kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy sehingga diperlukan upaya pemantauan konsentrasi zat radioaktif di udara. Pemantauan secara periodik diperlukan untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya Iepasan zat radioaktif ke Iingkungan melalui cerobong atau lepasan zat radioaktif dalam udara ruangan kerja pada kondisi operasi normal sehingga bila terjadi peningkatan lepasan dapat segera dilakukan tindakan pengurangan atau penghentian operasi. Selain melaksanakan pemantauan secara teratur, Batan melalui SK Dirjen Batan No. PN 03/160/DJ/1989 telah menetapkan tingkat konsentrasi radioaktivitas dalam udara yang diperkenankan berdasarkan rekomendasi International Commission on Radiological Protection (ICRP Publication 26, 1977). Tingkat konsentrasi radioaktivitas di udara ini berkaitan dengan nilai limit on intake (ALI) pada jalur inhalasi dan kapasitas paru-paru pekerja radiasi dan anggota masyarakat. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah rekomendasi-rekomendasi yang telah diadopsi oleh Batan dari ICRP didasarkan pada perhitungan risiko yang menggunakan data fisiologi standar yang sebagian besar merupakan data manusia ras Kaukasus. Berdasarkan studi lanjut pada korban radiasi bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, ICRP menerbitkan rekomendasi keselamatan radiasi yang baru dalam ICRP Publication 60 tahun 1990, di mana salah satu butir rekomendasinya ialah pengurangan nilai batas dosis dari 50 mSv/tahun menjadi 20 mSv/tahun. Seperti pada ICRP Publication 26 tahun 1977, penentuan batas-batas standar keselamatan juga didasarkan pada standar fisiologi ras Kaukasus dan ditambah standar fisiologi manusia Jepang. Namun demikian rekomendasi keselamatan yang terakhir masih menjadi bahan studi negara-negara pemilik fasilitas nuklir. Salah satu aspek penting yang perlu dicermati dari rekomendasi batas dosis pada ICRP Publication 60 tahun 1990 yang boleh diterima oleh manusia adalah apakah desain sistem keselamatan yang diterapkan pada saat ini memenuhi kriteria tersebut. Apabila desain sistem keselamatan tidak memenuhi kriteria maka konsekuensi logisnya adalah perubahan desain keselamatan yang bemilai ekonomi sangat besar. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian aspek-aspek yang terkait dengan keselamatan. Kegiatan studi paparan internal pada jalur inhalasi menempatkan kondisi Iingkungan faktual pads saat Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy dalarn keadaan beroperasi yang meliputi : 1. Definisi kapasitas paru-paru para pekerja di kawasan 2. Rentang fluktuasi lepasan radionuklida di kawasan 3. Prediksi dosis interna yang disebabkan oleh paparan radionuklida yang terdeposisi di dalam tubuh melalui jalur inhalasi. Penelitian dan kajian dalam Studi Paparan Interna pada Jalur lnhalasi di Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy bertujuan untuk mendapatkan data kapasitas paru-paru pekerja di kawasan, untuk mendapatkan data jenis dan kadar radionuklida di udara kawasan, dan untuk memprediksi dosis interna yang diterima para pekerja. Data tersebut sangat berguna untuk mengevaluasi desain keselamatan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy baik yang mengacu pads ICRP Publication 26 tahun 1977 maupun ICRP Publication 60 tahun 1990 serta mengevaluasi prosedur-prosedur keselamatan yang diterapkan. Berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan hipotesis penelitian ini sebagal berikut: Pertama; kapasitas paru-paru seseorang ditentukan oleh faktor jenis kelamin, umur, berat dan tinggi badan, serta kondisi kesehatan seseorang. Ras dan kondisi kesehatan seseorang diduga sangat menentukan nilai kapasitas paru-paru. Kedua; konsentrasi radioaktivitas di udara dipengaruhi oleh tinggi cerobong lepasan, dan faktor cuaca seperti kecepatan angin dan curah hujan. Tetapi faktor cuaca tersebut berlangsung sangat acak. Rentang maksimum diduga pada kondisi kecepatan angin rendah dan kondisi tidak hujan. Sedangkan rentang minimum diduga terjadi pada kondisi angin bertiup kencang dan kondisi sesudah hujan deras. Ketiga; prediksi dosis interna melalui jalur inhalasi ditentukan oleh kapasitas paru-paru yang meliputi kapasitas fungsional residu, volume ruang mati dan volume tidal; konsentrasi radioaktivitas di udara; diameter partikel radionuklida; laju pernapasan dan dimensi saluran pernapasan yang meliputi diameter trakea dan diameter bronkiolus. Sumbangan masing-masing parameter tersebut terhadap nilai dosis interna berbeda-beda. Diduga pengaruh terbesar diberikan oleh diameter trakea, diameter bronkiolus dan diameter partikel radionuklida yang terdeposisi di dalam tubuh. Studi paparan interna pada jalur inhalasi ini dilaksanakan di Kawasan Reaktor Nuklir G.A Siwabessy dalam radius sekitar 500 meter dari reaktor. Pengambilan sampel udara Iingkungan dilakukan pada enam titik pengukuran dengan memperhatikan arah angin dominan yaitu pada arah tenggara sampai selatan, sedangkan para pekerja yang diukur kapasitas paru-parunya meliputi juga pengukuran laju pernapasan berasal dari Pusat Reaktor Serbaguna G.A. Siwabessy sebagai responden di dalam gedung reaktor dan dari Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif untuk responden di Iuar gedung reaktor. Teknik analisis data yang digunakan ialah analisis statistik sederhana untuk menghitung kapasitas paru-paru para pekerja, analisis spektroskopi nuktir untuk mengidentifikasi radionuklida dan menentukan konsentrasi radioaktivitasnya, analisis grafik untuk menentukan nilai activity median aerodynamic diameter (AMAD) serta penggunaan perangkat iunak LUDEP (Lung Dose Evaluation Program) 2.0 untuk memprediksi dosis interna. Parameter-parameter yang menjadi input dalam perhitungan dosis interna menggunakan LUDEP 2.0 ialah kapasitas paru-paru, dimensi saluran pernapasan, laju pernapasan; konsentrasi radioaktivitas di udara serta diameter partikel radionuklida. Pada penelitian ini diperoleh hasil nilai median kapasitas vital para pekerja di Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy sebesar 3,15 liter untuk pria dan 2,20 liter untuk wanita. Sedangkan nilai median volume tidal untuk pria ialah 1,04 liter dan untuk wanita sebesar 0,88 liter. Sementara di udara kawasan tersebut teridentifikasi radionuklida Thallium-208, Plumbum-212 dan Plumbum-214 yang berasal dari alam pada konsentrasi di bawah lima Bq/M3. Sedangkan hasil perhitungan dosis interna oleh para pekerja menggunakan perangkat lunak LUDEP 2.0 diperoleh penerimaan dosis efektif tertinggi untuk seluruh tubuh sebesar 3,097mSv/tahun pada radius 150 arah selatan tenggara gedung reaktor. Berdasarkan pengukuran, perhitungan dan kajian yang telah dilakukan dapat disampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: Kapasitas paru-paru para pekerja di Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy relatif lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas paru-paru manusia ras Kaukasus yang dipakai sebagai standar ICRP. Hal ini dapat dilihat pada nilai perbandingan kapasitas vital para pekerja di kawasan tersebut terhadap kapasitas vital manusia ras Kaukasus yang dipakai sebagai standar ICRP yang nilainya lebih kecil dari satu. Di udara ruang kerja Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy dan di lingkungan luar reaktor pada radius 500 meter tidak ditemukan adanya radionuklida hasil fisi maupun hasil aktivasi, namun terdeteksi adanya radionuklida Thallium-208, Plumbum-212 dan Plumbum-214 yang berasal dari alam pada konsentrasi lebih kecil dari lima Bq/M3 udara. Dengan demikian pengoperasian Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy tidak menimbulkan efek peningkatan radioaktivitas pada Iingkungan udara di kawasan tersebut. Hasil prediksi perhitungan penerimaan dosis interna melalui jalur inhalasi selama satu tahun untuk konsentrasi radioaktivitas di udara dan ukuran AMAD yang sama, ternyata berbeda pads masing-masing pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kapasitas paru-paru, nilai dimensi saluran pernapasan dan nilai laju pernapasan yang menjadi input perhitungan dosis mempengaruhi penerimaan dosis intema melalui jalur inhalasi, walaupun tingkat pengaruhnya berbeda-beda untuk masing-masing parameter. Berdasarkan perhitungan tersebut penerimaan dosis efektif interna tertinggi nilainya hanya dalam orde 10 mSv. Apabila dibandingkan dengan penerimaan dosis eksterna tertinggi selama satu tahun yang nilainya adaiah 6,28 mSv, sumbangan dosis interna melalui jalur inhalasi terhadap keseluruhan penerimaan dosis tidak signifikan. Nilai ini juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan batas penerimaan dosis tertinggi tahunan menurut ICRP Publication 60 yaitu sebesar 20 mSv yang merupakan gabungan dosis intema dan dosis ekstema. Dari hasil penelitian ini juga terdapat beberapa saran yang baik bagi pengelola Kawasan Reaktor Nuklir G.A. Siwabessy maupun bagi para peneliti lain yang akan melakukan kajian lebih lanjut mengenai radioaktivitas di udara kawasan tersebut sebagai berikut: Untuk memperoleh hasil yang lebih baik pada pengukuran konsentrasi radioaktivitas di udara diperlukan waktu sampling dan waktu pencacahan yang lebih lama. Studi yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digunakan dalam kajian keselamatan radiasi suatu instalasi nuklir; khususnya berkaitan dengan paparan interna melalui jalur inhalasi.
The development of G.A. Siwabessy Nuclear Reactor Area at Serpong, West Java including G.A. Siwabessy Nuclear Reactor was based on thought that nuclear technology would benefit the nation. However, the effect of nuclear radiation exposure and radioactive contaminant in normal operation or accident cases, especially for human health and safety, are the risks introduced by the application of nuclear technology, so the development and operation of nuclear installations - including G.A. Siwabessy Nuclear Reactor - always take three principles namely justification, optimization (ALARA) and limitation. Beside, it is necessary to carry out study of analysis for environmental impact (AMDAL) including environmental management plan (RKL) and environmental monitoring plan (RPL) and this activity has already done at G.A. Siwabessy Nuclear Reactor. Nuclear radiation exposure and radioactive contaminant of the G.A. Siwabessy Nuclear Reactor area are necessary to be monitored. Regular monitoring is needed to detect the releasing of radionuclide into the air or working room at normal condition as early as possible. If the radioactive release improved, the operation could be reduced or stopped. Based on Director General Decree Number PN 03/160/DJ/1989, Batan has made a regulation on the limit of radioactive concentration in the air based on ICRP recommendation (ICRP Publication 26, 1977). The limit of radioactive concentration in the air is related to the limit of intake (ALI) of inhalation pathway and lung capacity of workers or members of public. It is necessary to know that the recommendations adopted Batan from ICRP are based on risk calculations using standard physiological data which much of them are the Caucasian data. Based on advanced researches of atomic bomb victims in Hiroshima and Nagasaki, ICRP published the new radiation safety recommendations in the ICRP Publication 60 year 1990. One of the recommendations is reduction of dose limit from 50 mSv/year to 20 mSv/year. As the recommendations in the ICRP Publication 26 year 1977, the safety standard limits are based on the physiological standard of the Caucasian with additional consideration of physiological standard of the Japanese. However, the recommendations are still assessed by countries which have nuclear facilities. One of important aspects of dose limit in the ICRP Publication 60 year 1990 is whether the safety system design fulfils the criteria. if the safety system doesn't fulfill the criteria so its consequence is expensive safety design change. Third, internal dose prediction through inhalation pathway is determined by lung capacity including residual functional capacity, dead space and tidal volume; concentration of radioactivity in the air, diameter of radionuclide particle; rate of respiration and also dimension of respiratory tract including diameter of trachea and diameter of bronchioles . The contribution of each parameter to the internal dose is different. It is estimated that the most influence is contributed by diameter of trachea, diameter of bronchioles and diameter of radionuclide particle deposited in the body. Study of internal dose at inhalation pathway was carried out in radius 500 meters from reactor. Air sampling was taken at six points by south east to south west wind direction. Meanwhile, the measurement of lung capacity of workers including the rate of respiration was carried out at G.A. Siwabessy Multi Purpose Reactor Centre and Radioactive Waste Management Centre. Simple statistic is applied to analyze lung capacity of workers; Nuclear spectroscopy method is used for identifying radionuclide and determining its concentration. Curved analysis is used for determining activity median aerodynamic diameter (AMAD). The effective internal dose was calculated by using software LUDEP (Lung Dose Evaluation Program) 2.0. with input of inhalation parameter including lung capacity, dimension of respiratory tract and rate of respiration. The concentration of radioactivity in the air and diameter of radionuclide particle are the other input parameters. The study reported that vital capacity median of workers is 3.15 liters for male and 2.20 liters for female. Meanwhile, tidal volume for male is 1.04 liters and it is 0.88 liters for female. Thallium-208, Plumbum-212 and Plumbum-214 from natural radioactivity at concentration under five Bq/M³ are identified in the air of G.A. Siwabessy Nuclear Reactor Area. Meanwhile, maximum body effective dose calculated using LUDEP2.0 is 3.097E-1 mSv/year at 150 meters from reactor in south-south east direction. The conclusions of this research are as follows: Lung capacity of workers at G.A. Siwabessy Nuclear Reactor Area is lower than the Caucasian lung capacity. It could be seen from comparative vital capacity value which is lower than one. There are no fissile and activated products indoor and outdoor at radius 500 meters. However, it is detected the existence of Thallium-208, Plumbum-212 and Plumbum-214 from natural radioactivity by concentration lower than five Bq/M³. So that, the operation of G.A. Siwabessy Nuclear Reactor does not cause the radioactive increment to the air. The calculation of annual body effective internal dose prediction for the same radioactive concentration and AMAD based on LUDEP 2.0 is different for each worker. This shows that lung capacity, dimension of respiratory tract and rate of respiration influence effective internal dose. Maximum effective internal dose received is approximately 10 mSv, compared to maximum external effective dose of 6.28 mSv, this contribution to total effective dose is not significant. According to ICRP Publication 60, the value is much lower than the annual permissible maximum dose (20 mSv) representing for internal and external dose. Results of the study suggests as follows : 1. To get the better results in measurements of radioactive concentration in the air it is suggested to take more time of sampling and counting in order. 2. This study can be used for the assessment of radiation safety around nuclear installations, especially for the internal dose through inhalation pathway.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library