Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Yani
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan tugas tenaga penggerak lapangan dan faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas tenaga penggerak lapangan dalam program Pembangunan Masyarakat Mulia Sejahtera (PMMS) di Desa Ujung Bawang dan Desa Rantau Gedang Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Pelaksanaan program Pembangunan Masyarakat Mulia Sejahtera merupakan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dan kabupaten melalui mekanisme pembiayaan bersama, dimana program ini merupakan upaya dalam mengatasi dampak dari konflik bersenjata yang menyebabkan masyarakat Aceh terpuruk dalam kehancuran dan kemiskinan dengan memberdayakan masyarakat agar hidup mulia dan sejahtera melalui pendekatan agama islam dan adat istiadat Aceh. Sesuai dengan tujuan program masyarakat yang diberdayakan adalah masyarakat miskin yang terkena dampak konflik seperti kaum duafa, anak-anak yatim dan para janda. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling terhadap aparat pemerintah daerah, camat, tenaga penggerak lapangan, kepala desa, tokoh masyarakat dan kelompok sasaran dengan jumlah 16 orang. Hasil penelitian dianalisa dengan mengkaitkan kebijakan program dan kerangka pemikiran tentang kemiskinan, pembangunan daerah, pemberdayaan masyarakat, partisipasi, pengembangan masyarakat dan community worker serta faktor penghambat pelaksanaan tugas community worker. Dalam pelaksanaan program PMMS di Desa Ujung Bawang dan Desa Rantau Gedang Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, tenaga penggerak lapangan terlibat membantu masyarakat mulai dan tahap sosialisasi, pembentukan kelompok, pembinaan kelompok sasaran, pemanfaatan dana bantuan dan penyusunan pelaporan kegiatan. Tahap sosialisasi, panitia program memberikan penjelasan program kepada peserta dengan jelas dan peserta diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada hal yang kurang dimengerti. Di awal sosialisasi tenaga penggerak lapangan dalam hal ini menggunakan pendekatan direktif serta mendampingi Kepala Desa dan tokoh masyarakat masing-masing desa dan membantu memberi pemahaman tentang program PMMS. terutama hal-hal yang kurang dimengerti, dafam hal ini TPL berperan sebagai pendidik educator. Selain sosialisasi secara formal, peserta sosialisasi dari Desa Rantau Gedang ikut berparlisipasi untuk mensosialisasikan program pada saat di kedai kopi dan pasta di desa mereka. Sosialisasi program PMMS di Desa Ujung Bawang ditakukan hanya secara formal. Tahap pembentukan kelompok, Dalam pembentukan kelompok mengalami hambatan dikarenakan jumlah anggota kelompok hanya 15 orang sementara keinginan warga masyarakat sangat besar untuk tergabung ke dalam kelompok sasaran. Namun keadaan tersebut dapat diatasi oleh masing-masing tenaga penggerak lapangan yaitu sebagai educator dan enabler sehingga pembentukan kelompok dapat berjalan dengan baik. Penentuan ketua dan bendahara sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing kelompok. Tahap pembinaan, dalam kegiatan pembinaan kelompok, anggota kelompok mendapat pengetahuan tentang pemanfaatan dana bantuan, pemilihan kegiatan dan administrasi dari tenaga penggerak lapangan dalam tahap ini berperan sebagai expert, dan enabler. Pada tahap penyusunan laporan kegiatan kelompok masing-masing tenaga penggerak lapangan berperan sebagai edocafar yaitu mengajak anggota kelompok secara bersama-sama untuk membuat laporan. Tahap pelaksanaan program, Pembangunan Masyarakat Mulia Sejahtera terdapat faktor penghambat dari luar dan dalam diri tenaga penggerak lapangan. Faktor penghambat dan luar diri tenaga penggerak lapangan adalah rendahnya tingkat pendidikan serta tidak terbiasa dengan urusan surat-menyurat dari masingmasing kelompok, rasa tidak percaya diri, keamanan dan ketergantungan. Faktor penghambat dan dalam diri tenaga penggerak lapangan adalah tidak dapat mengawasi kelompok setiap dua minggu sekali seperti yang terdapat dalam kebijakan program PMMS. Berdasarkan berbagai temuan lapangan dapat disimpulkan secara umum pelaksanaan tugas dan tenaga penggerak lapangan dapat berjalan dengan baik. Dan merujuk kepada faktor penghambat diatas disarankan agar pemerintah daerah sebaiknya memilih tenaga penggerak lapangan yang dapat meluangkan waktu sepenuhnya untuk membina kelompok. Dan kepada tenaga penggerak lapangan agar memberikan masukan kepada pemerintah daerah tentang tugas-tugas di tempat tugasnya.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhartono
Abstrak :
Penelitian ini tentang analisis kinelja petugas Dury Manager di Rurnah Sakit Umum Kabupaten Karawang di luar jam dinas dan di hari libur yang bertujuan untuk mengetahui kinenja Duty Manager Serta falctor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Duty Manager. Penelitian ini dilakukan dengan disain potong lintang. Dalam penelitian ini diuji hubungan variabel individu yang terdiri dari pendidikan, pengetahuan, perscpsi sikap dan motivasi serta variabel persepsi individu terhadap organisasi yang terdiri dari persepsi individu terhadap salana, insentif scrta monitoring dan evaluasi dengan kinelja petugas Duty Manager dalam pelayanan pasien/keluarga pasien di RSUD Kabupaten Karawang. Instrumen penelitian yang digunakan untuk menilai kinexja pelugas Duty Manager adalah kuisioner dengan menggunakan skala Likert. Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas yang bertugas sebagai Duty Marzager yang berjumlah 40 orang dirnana scmua petugas ini diambil sebagai sampel. Serta para petugas yang berada di bawah koordinasi Duty Manager di ruang rawat imp, dokter IGD, petugas laboratorium, petugag apotik(instalasi famaasi). Pengambilan data di lapaugan dilakukan selama 2 bulan. Hasil penelitian diperoleh 50% Duty Manager mcmiliki kinelja yang fendah sedang sisanya 50% merniliki kinerja yang Pengelompokkan ke dalam dua kategori(tinggi-rendah, cukup-kurang) dengan menggunakan cut point nilai mean. Pada penelitian ini total responden ada ll dari ll unit pelayanan total skor maksimal 55,0 dan total skor minimal 0,0 nilai mean 27,5. Kinexja tinggi bila total nilai skor maksimal > 27, dan kineija rendah bila total nilai skor maksimal 5 27,5. Hasil analisis bivariat antara kinerja dengan variabel independen (pendidikan, pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi sarana, insentitl monitoring dan evaluasi) menunjukkan adanya hubungan antara rendahnya kinerja dengan variabel motivasi serta monitoring dan evaluasi. Hasil penelitian menyimpulkan Kinerja Duty Manager di RSUD Karawang antam yang memiliki kinexja rendah dan yang meniliki kineija tinggi berbanding sama (50%), jadi separuh dari seluruhnya 40 orang Duly Manager berkineija rendah. Variabel pendidikan, pengemhuan, sikap, persepsi sanma, persepsi insentif tidak berhubungan dcngan kinclja Duty Manager. Variabcl motivasi scrta variabel monitoring mempuuyai hubungan dengan variabel kinezja Duty Manager. Disarankan kepada pimpinan mmah sakit untuk melakukan upaya-upaya: perumusan kembali tugas pokok dan uraian jabatan Duty Manager melalui pengkhususan tugas pokok yang meliputi aspek pemantauan pasien dengan kasus kegawatan, solusi masalah, serta aspek birnbingan dan penanganan pasien dengan kasus kegawatan. Meningkatkan motivasi petugas Duty Manager melalui pembenan penghargaan kepada Duty Manager yang melaksanakan tugas dengan penuh disiplin dan tanggung jawab, demikian pula melaksanakan pemberian sanksi tcguran kepada petugas yang tidak melaksanakan tugas dengan baik. Meningkatkan kcgiatan monitoring dan evaluasi kegiatan Duty Manager dalam rangka meningkatkan motivasi melalui pcrtcmuan rutin (I minggu sckali), kegiatan ini diantaranya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan Duty Manager dalam pelaksanan tugas serta membantu memperbaiki kinerjanya. ......This research is about the analysis of Duty Manager work performance in manager level services in Karawang District Public Hospital outside their working hours and on public holidays, with it’s objective to discover Duty Manager work performance and factors related with it. This research was conducted with the cross sectional design. This research will test the correlation of individual variable which consisted of education, knowledge, perception of attitude and motivation also individual perception variable to organisation which consists of facility, insentive also monitoring and evaluation toward work performance duty manager in serving the patient/ family in karawang district hospital. The research instruments to measure the duty manager working performance were the questions sheet using Likert scale. The sample population of this research are 40 staffs; who are responsible as . Other sample were also the staffs who work under Duty Manager coordination in patient room, emergency doctors, labotarium statTs, drugstore staff ( pharmacy installation). The data collection in the field was conducted within 2 months. The result of this research shows 50% of Duty Manager has low work performance and another 50% has high work perfomrance. There are 2 categorizes (high-low, adequate- minus) using the cut point mean values. Total respondents in this research were ll 'fiom I I services unit and maximum total score 55,0 and minimum total score 0,0 mean value 27,5. lt reached High work performance if the maximum total score is >27,5, and low work perfomiance if the maximum total score is 5 27,5. The bivariat analysis result of work performance and independent variables (education, knowledge, attitude, motivation, facility perception, incentive, monitoring and evaluation) showing the correlation between low work performance and motivation variable also monitoring and evaluation. The analysis result and variables observed can be summarize as: the work perfom-nance of Duty Manager in Karawang district public hospital are equal (each 50%) between the low and high work performance, so half of all 40 duty managers have low working, variables of education, knowledge, attitude, facility perception, incentive perception has no correlation with Duty Manager work performance, it’s the motivation variable also monitoring variable which has correlation with duty manager work performance variables. The Hospital needs a strategy to increase the DDQ/ Manager work performance by: giving appreciation to the Duty Manager who works with E111 discipline and responsible, also giving the punishment to those who do not work well, force the motivation of Duty Manager to carry out their respomibility through clear career development and promotion.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34279
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
The perpose of this quantitative research with a correlational design was assigned to identify the relationship between nurse charactersitics with work performance factors....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Widiyanto
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara pengetahuan, keterampilan, sikap dengan kinerja karyawan, serta untuk mengetahui hubungan pengetahuan, keterampilan, sikap secara bersama-sama dengan kinerja karyawan. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana pelatihan PMT/GKJM yang dilaksanakan oleh Balai Pengembangan Produktivitas Daerah (BPPD) Jawa Tengah dapat meningkatkan kinerja karyawan. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara dua variabel atau lebih. Alat analisa yang digunakan untuk membahas dan mengolah data adalah program SPSS Ver. 10.1. Berdasarkan deskripsi atasan terhadap pengetahuan, keterampilan, sikap dan kinerja karyawan, diperoleh hasil bahwa pengetahuan, keterampilan, sikap dan kinerja karyawan yang telah selesai mengikuti pelatihan PMT/GKM adalah tinggi. Hubungan antara peningkatan pengetahuan, dengan kinerja lemah dan tidak signifikan, hal ini disebabkan karena materi yang diberikan kepada karyawan bersifat umum dan teoritis. Hubungan antara keterampilan dengan kinerja karyawan, diperoleh data bahwa hubungan yang terjadi antara keterampilan dengan kinerja karyawan lemah dan tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena pelatihan yang diberikan merupakan pelatihan keterampilan manajemen dan bukan pelatihan yang langsung berhubungan dengan pekerjaan karyawan sehari-hari. Sedangkan hubungan antara sikap dengan kinerja karyawan sifatnya sedang dan signifikan. Hubungan antara pengetahuan, keterampilan dan sikap dengan kinerja karyawan, melalui hasil pengolahan data diperoleh hasil bahwa hubungan antara ke tiga variabel tersebut menunjukkan hubungan yang kuat dan positif dengan peningkatan kinerja karyawan. Variabel yang memberikan kontribusi terbesar dalam meningkatkan kinerja karyawan adalah variabel sikap. Adapun saran kepada BPPD dan Perusahaan dalam melaksanakan pelatihan hendaknya dilakukan analisa kebutuhan pelatihan, perlu pengembangan pelatihan dengan membuat suatu kurikulum ataupun silabus yang dapat meningkatkan kinerja karyawan secara bersamaan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzana Julianti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh (1) Iklim kerja di industri yang kondusif atau non kondusif terhadap kinerja peserta pemagangan, (2) skala perusahaan menengah dan kecil terhadap kinerja peserta pemagangan, dan (3) interaksi antara iklim kerja dan skala perusahaan terhadap kinerja peserta pemagangan. Penelitian ini dilakukan di perusahaan yang bekerja sama dergan BLK Bandung dan Tangerang khusus kejuruan Logam pada tahun ketiga, tahun 1997/1998. Metode penelitian yang digunakan ex post faxto dengan rancangan Faktorial 2 x 2. Variabel bebas penelitian ini adalah (1) lklim-kerja di Industri-dan (2) skala perusahaan sedangkan varibel terikat adalah kinerja peserta pemagangan. Sampel penelitian ini adalah 3 perusahaan skala menengah dan 6 perusahaan skala kecil yang diambil secara acak dari populasi 26 perusahaan. Responden penelitian yang dilibatkan sebanyak 56 peserta pemagangan. Kinerja peserta pemagangan diukur dengan tes : Uji Keterampilan yang telah dibakukan oleh Depnaker, iklim kerja diukur dengan menggunakan angket. Temuan penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Ada perbedaan Kinerja peserta pemagangan yang magang pada perusahaan menengah dengan yang magang pada perusahaan skala kecil. Kinerja peserta pemagangan pada perusahaan skala menengah lebih tinggi dari pada kinerja peserta pemagangan pada perusahaan skala kecil ( Xsm = 71,21 < s K = 69,78: Fo = 7,738 > Ft (1xs2xo,os) = 4,02). (2) Ada perbedaan kinerja peserta pemagangan antara yang magang pada perusahaan yang memiliki iklim kerja yang kondusif dengan yang magang pada perusahaan yang non kondusif. Kinerja peserta pamagangan pada perusahaan yang memiliki iklim kerja yang kondusif lebih tinggi dari pada kinerja peserta pemagangan pada perusahaan yang iklim kerjanya non kondusif. ( x = 72 > x = 68,64: Fo = 52,310 > Ft (1)(52)(o,o5)= 4,02), dan (3) Tidak ada interaksi antara iklim kerja dengan skala perusahaan, yang memberikan pengaruh terhadap peserta pemagangan (1=o = 2,786 < Ft (1)(52X0,05) = 4,02). Temuan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pelatihan, khususnya dalam upaya untuk mencapai keefektifan program pemagangan dan meningkatkan mutu/kinerja peserta pemagangan.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiajeng Cinthya Prativi
Abstrak :
Angka residivis tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 24.000 residivis dengan tingkat residivis global 18.12%. Tidak dipungkiri bahwa Klien Balai Pemasyarakatan (Bapas) juga turut andil dalam angka tersebut. Penting untuk melakukan studi tentang bagaimana jajaran internal Bapas mempersepsikan kinerja mereka sendiri karena kinerja yang sesuai dengan harapan atau ideal dinilai dapat memberikan hasil kerja yang efektif, efisien, dan adaptif, namun apabila kinerja tidak mencapai standar atau harapan maka diskrepansi akan terjadi dan akan memberikan efek domino pada hal yang lain. Penelitian ini terkhusus akan membahas kinerja atas tugas pokok dan fungsi dalam program pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan Klien oleh PK. Terdapat dugaan bahwa pada 4 kantor Bapas wilayah DKI Jakarta telah memunculkan diskrepansi atau kesenjangan antara persepsi harapan dengan persepsi realita perihal pelaksanaan tupoksi PK yang didasari oleh persepsi kerja. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif dengan total 197 responden yang kemudian dilakukan Crosstab Chi-Square dan Uji F pada item atau indikator yang didasari oleh teori Masa Percobaan, teori Rehabilitasi, dan Teori Intervensi Sosial, serta konsep Penilaian Dimensi Kinerja SDM. Hasil menunjukkan bahwa pada 4 kantor Bapas wilayah DKI Jakarta, kinerja SDM Bapas tidak mampu mencapai persepsi harapan sehingga diskrepansi terjadi. Konsep yang dapat melengkapi teori pada penelitian ini dan sekaligus sebagai aspek yang tidak ditemukan pada tiap – tiap Bapas di wilayah DKI Jakarta yakni: (1) Work-Performance Aspect; (2) Self-Motivation Aspect; (3) Five Competency Aspect; dan (4) Climate Organization. ......The 2020 recidivism rate shows that Indonesia has 24,000 recidivists with a global recidivism rate of 18.12%. It is undeniable that Correctional Center Clients (Bapas) also contributed to this figure. It is important to conduct a study of how the internal ranks of Bapas perceive their own performance because performance that is in accordance with expectations or ideal is considered to be able to provide effective, efficient and adaptive work results, but if performance does not reach standards or expectations then discrepancies will occur and will have an effect dominoes on other things. This research will specifically discuss the performance of the main tasks and functions in the assistance program, mentoring, and supervision of Clients by PK. There is an allegation that in the 4 Bapas offices in Jakarta there has been a discrepancy or gap between perceptions of expectations and perceptions of reality regarding the implementation of the duties and functions of PK based on work perceptions. This study used a descriptive quantitative method with a total of 197 respondents who then carried out the Chi-Square Crosstab and F test on items or indicators based on the theory of Trial Period, Rehabilitation theory, and Social Intervention Theory, as well as the concept of HR Performance Dimensional Assessment. The results show that in the 4 offices of Bapas DKI Jakarta, the performance of Bapas' human resources is not able to achieve the perception of expectations so that discrepancies occur. Concepts that can complement the theory in this research and at the same time serve as aspects that are not found in each of the Bapas in the DKI Jakarta area, namely: (1) Work-Performance Aspect; (2) Self-Motivation Aspect; (3) Five Competency Aspects; and (4) Climate Organization.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Simanjuntak, Payaman Jan
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005
658.312 5 SIM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This study examines the correlational relationship of profesionalisme,work satisfaction and work performance on lecture profession. The profesionalisme variable is measured by five dimension.....
JUEKBIE
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Evi Margareth
Abstrak :
Pada saat krisis ekonomi ini sangat dibutuhkan seorang pemimpin yang betul-betul aktif dan inovatif serta para bawahan yang kreatif untuk dapat tetap bertahan. Pemimpin yang mampu menaikkan semangat para bawahannya dalam bekerja dan mampu menciptakan suasana yang saling mendukung sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja. Peneliti melakukan penelitian di perusahaan DC yang bergerak di bidang jasa penyemprotan rayap (termite control) dan pembasmi nyamuk. Usaha ini tergolong kecil dan masih termasuk usaha keluarga. Pada masa orde baru atau sebelum krisis terjadi, usaha perusahaan tersebut maju dengan pesat karena banyak pembangunan perumahan dan apartemen. Tapi pada masa krisis, usaha ini dapat dikatakan masih mampu bertahan, tapi harus diadakan banyak perbaikan dan penghematan. Peneliti tertarik dengan perusahaan ini karena, usaha ini berjalan dari nol dan bisa maju dengan baik tanpa terlilit utang di bank. Banyak perusahaan besar yang mengalami kredit macet dan melakukan PHK kepada sebagian karyawannya. Pemerintah saat ini sangat mendorong usaha kecil untuk terus maju, sehingga peneliti ingin agar hasil tulisan ini nanti dapat berguna bagi kemajuan perusahaan kecil yang membutuhkan. Gaya kepemimpinan di DC yang dipakai adalah gaya otoriter dan arus komunikasi yang terjadi adalah satu arah. Sering dikatakan bahwa perusahaan keluarga tidak terlalu memperdulikan manajemen kantor dan hubungan antara atasan dan bawahan, sehingga hubungan fungsional dan hubungan keluarga menjadi kacau. Pemimpin yang juga pemilik perusahaan lebih mendahulukan kepentingan pribadinya. Para karyawan yang masih keluarga dari pimpinan, juga merasa bahwa mereka ikut sebagai pemilik, padahal mereka sama juga dengan yang lain yaitu sama-sama karyawan. Pemimpin yang terkadang bertindak tidak adil, yang selalu mendahulukan para kerabatnya membuat kecemburuan diantara pegawai sehingga menimbulkan iklim komunikasi yang tidak sehat. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin, seorang pemimpin harus juga melihat bagaimana situasinya. Untuk memotivasi orang-orang yang mempunyai semangat kerja rendah dan lambat berpikir memang dibutuhkan gaya kepemimpinan otoriter. Tapi, untuk masalah atau situasi yang lain harus dipakai gaya yang lain pula. Sehingga seorang pemimpin harus bijak dalam bertindak. Hubungan yang saling terbuka antara atasan dan bawahan dan sebaliknya sangat dibutuhkan untuk menimbulkan rasa saling percaya, persaman persepsi dan saling memahami kebutuhan masing-masing. Dalam memahami hubungan antara atasan dan bawahan pemimpin harus dapat lebih bertindak sebagai pendengar untuk menyimak keluhan, saran dan ide-ide baru dari bawahannya. Pimpinan sebaiknya mendiskusikan masalah-masalah yang terjadi dalam pertemuan, sehingga jangan bertindak marah-marah atau membentak karyawan dengan kasar layaknya seperti Bapak dan anaknya. Agar kepemimpinan lebih baik, sebaiknya pimpinan memberikan wewenang dan kesempatan kepada bawahannya untuk ikut dalam pengambilan keputusan, sehingga bawahan memperoleh kepuasan dan semangat untuk bekerja yang pada akhirnya meningkatkan kinerja. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, gaya kepemimpinan yang dilakukan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang terjadi, dan pimpinan bertindak secara profesional dan tegas tanpa membeda-bedakan perlakuan kepada karyawan yang kerabat dan bukan kerabat. Dan akhirnya, perkembangan kemajuan perusahaan sangat tergantung pada keinginan pemimpin untuk berubah agar lebih fleksibel dan lebih bijaksana lagi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>