Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jihat Santosa
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai tanggungjawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan tenaga kerja penyandang cacat tubuh. Dilatarbelakangi oleh masih terbatasnya kesempatan kerja bagi penyandang cacat tubuh, namun ditengah kesempatan yang terbatas tersebut ada beberapa perusahaan yang dapat menerimanya. Penelitian ini mencoba menelusuri bentuk atau model dari tanggungjawab sosial perusahaan, faktor-faktor yang mendorong dan konstribusinya dalam pemberdayaan penyandang cacat tubuh, untuk memperoleh jawaban apakah kesempatan kerja yang diberikan memberikan konstribusi yang positif bagi pemberdayaan penyandang cacat tubuh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode diskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang faktor-faktor pendorong, bentuk atau model tanggungjawab sosial perusahaan dan dampaknya bagi tenaga kerja penyandang cacat tubuh, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan dilakukan dengan "Purposive sampling" yang meliputi manajer personalia, manajer produksi, lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat tubuh, perhimpunan penyandang cacat Indonesia (PPCI), tenaga kerja penyandang cacat tubuh dan normal. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut, peneliti menggunakan teknik "in depth interview", observasi dan studi dokumentasi. Ketiga cara ini dilakukan sebagai mekanisme trianggulasi atas jawaban masing-masing informan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bentuk atau model tanggungjawab sosial perusahaan adalah dengan memberikan proporsi tertentu kesempatan kerja untuk penyandang cacat tubuh, sedangkan bentuk pemberdayaannya ada 2 yaitu: Praktek Belajar Kerja (magang) dan kesempatan kerja, dari kedua model ini mampu mendorong tenaga kerja penyandang cacat tubuh ke arah yang lebih berdaya. Pada bentuk yang pertama tenaga kerja penyandang cacat tubuh menjadi lebih terbiasa dengan suasana kerja, mendapat pengalaman kerja, sedangkan pada model kedua mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak tergantung lagi pada keluarga atau masyarakat sekitarnya. Faktor-faktor yang mendorong perusahaan melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan, terdiri dari internal (pengembangan "public image" dengan rekruitmen tenaga kerja penyandang cacat tubuh dan persepsi perusahaan terhadap penyandang cacat tubuh) dan eksternal (sosialisasi UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan kerjasama perusahaan dengan lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat tubuh). Faktor internal pertama (rekruitmen) memperlihatkan bahwa perusahaan memperlakukan calon tenaga kerja penyandang cacat tubuh sama dengan tenaga kerja normal yaitu harus memenuhi syarat administrasi dan kemampuan teknis, sedangkan faktor persepsi perusahaan memperlihatkan bahwa para pengambil kebijakan di perusahaan (manajer) belum seluruhnya mempunyai komitmen yang sama untuk mempekerjakan penyandang cacat tubuh, dari 12 manajer di perusahaan hanya ada 3 orang yang benar-benar mendukung terhadap upaya itu. Dari faktor eksternal secara umum sosialisasi UU No. 4 tahun 1997 belum efektif, namun bagi PT. Great River International sudah ada upaya untuk melaksanakan ketentuan tersebut dengan mempekerjakan penyandang cacat secara bertahap sesuai dengan kesempatan kerja yang ada, sedangkan kerjasama yang terjalin antara perusahaan dengan lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat lebih banyak karena adanya rasa saling percaya antara kedua belah pihak. Dampak dari pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan ternyata mampu memberikan konstribusi dalam memberdayakan penyandang cacat tubuh meliputi (1) aspek fisik, memperlihatkan bahwa kondisi fisik yang tidak sempurna ternyata bukan merupakan halangan untuk melaksanakan aktifitas kerja, tingkat produktifitas yang memenuhi standar sebagaimana tenaga kerja normal, bahkan mempunyai kelebihan dalam hal kedisiplinan, ketekunan dan ketelitian, (2) aspek mental psikologis, memperlihatkan adanya perubahan sikap dan penghargaan dari masyarakat antara sebelum dan sesudah bekerja sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, (3) aspek relasi dan integrasi sosial, memperlihatkan bahwa relasi menjadi semakin luas dan dapat dijadikan sumber untuk pemecahan masalah, sedangkan integrasi sosial dapat ditunjukkan oleh adanya rasa memiliki dan sebagai bagian dari kelompok yang senasib di perusahaan. Sedangkan apabila dilihat dari aspek kondisi berdaya (powerfull}, penyandang cacat tubuh mampu memenuhi kebutuhan pokok (aspek ekonomi), membangun relasi menjadi lebih luas (aspek komunikasi), kepercayaan din meningkat (aspek psikologis) dan mampu menjalankan perannya dengan baik di masyarakat (keberfungsian sosial). Mengingat bentuk atau model tanggungjawab sosial ini dapat memberikan konstribusi yang positif bagi tenaga kerja penyandang cacat tubuh untuk lebih berdaya, maka hendaknya dapat lebih ditingkatkan kuantitasnya di masa yang akan datang. Pemberlakuan syarat administratif dan teknis untuk mendapatkan kesempatan kerja hendaknya dapat diberlakukan secara fleksibel, untuk menggugah kesadaran dunia bisnis dalam mempekerjakan penyandang cacat tubuh. Hendaknya ada penyuluhan secara terus menerus oleh pemerintah secara lebih terkoordinasi (Depsos, Depnaker dan Deperindag), agar pelaksanaan UU No. 4 tahun 1997 dapat efektif bagi dunia usaha hendaknya ditunjang oleh perangkat-perangkat untuk dapat mengawasi pelaksanaannya diantaranya dengan membentuk lembaga independen yang terdiri dari lembaga pemerintah dan non pemerintah yang bergerak pada pelayanan penyandang cacat. Kerjasama lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat dengan perusahaan diperluas mulai dari proses perencanaan tenaga kerja.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabir Ahmad
Abstrak :
ABSTRAKSI
Sulawesi Tenggara yang setiap tahunnya mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yakni untuk tahun 1980-1985 angka pertumbuhan rata-rata mencapai sebesar 3,52 per sen per tahun. Angka ini bila dibandingkan dengan angka pertumbuhan penduduk Indonesia dalam periode yang sama (1980-1985) sebesar 2,13 per sen, maka laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Tenggara masih jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata penduduk Indonesia. Tingginya angka pertumbuhan tersebut diperkirakan salah satu penyebab adalah besarnya perpindahan penduduk dari daerah lain di Indonesia masuk ke Sulawesi Tenggara yakni, migrasi masuk pada tahun 1980 adalah sebesar 11,1 per sen dari jumlah penduduk Sultra pada tahun tersebut. Sedangkan tahun 1985 migrasi masuk adalah sebesar 14,3 per sen dari jumlah penduduk Sultra.

Untuk melihat arus perpindahan tersebut serta dampaknya terhadap produktivitas penduduk Sultra, maka dalam studi ini dilakukan dua pendugaan dengan tujuan yaitu, pertama, ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menarik migrasi masuk dan keluar ke dan dari daerah Sulawesi Tenggara. Ke dua, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, serta kaitannya dengan migrasi. Terakhir ini akan diungkapkan secara deskriptif.

Dalam menunjang pendugaan di atas, maka digunakan metode analisis regresi berganda dengan menggunakan data Agregat yang diperoleh dari publikasi Biro Pusat Statistik berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971, 1980, SUPAS 1985 dan SAKERNAS 1976, serta Sulawesi Tenggara Dalam Angka.

Dari dua pendugaan yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, faktor yang mempengaruhi tingkat migrasi masuk dan keluar di Sulawesi Tenggara yakni; Industrialisasi, Urbanisasi, Tingkat kesempatan kerja, Kualitas penduduk (penduduk yang berpendidikan tamat SLTA dan Akademi/peguruan tinggi), Kepadatan penduduk, Jarak dan Dummy dengan indikator; 1 untuk migrasi keluar dan 0 untuk migrasi masuk.

Dari variabel tersebut di atas bila dilihat secara relatifitas antara daerah asal dan daerah tujuan (Sulawesi Tenggara), madan nampak bahwa:
1. Industrialisasi di daerah asal lebih menarik relatif terhadap Sultra, sehingga tingkat migrasi masuk ke Sultra menjadi berkurang dan tingkat migrasi keluar cenderung semakin besar.

2. Urbanisasi, kepadatan penduduk di daerah asal pertumbuhannya lebih tinggi relatif terhadap Sultra, sehingga Sultra lebih menarik relatif terhadap daerah asal. Akibatnya tingkat migrasi masuk semakin besar dan migrasi keluar semakin berkurang. Nadi semakin tinggi tingkat urbanisasi, kepadatan penduduk di daerah asal relatif terhadap Sultra semakin besar tingkat migrasi.masuk ke Sultra. Urbanisasi dapat memiliki hubungan positif dan negatif terhadap migrasi.

3. Tingkat kesempatan kerja pertumbuhannya lebih cepat di Sultra bila dibandingkan daerah asal, maka hal ini lebih baik dan lebih menarik di Sultra relatif terhadap daerah asal, sehingga tingkat migrasi cenderung meningkat, dan migrasi keluar semakin berkurang.

4. Proporsi penduduk yang berpendidikan tamat SLTA berhubungan negatif dengan tingkat migrasi baik yang masuk maupun yang keluar. lni relevan dengan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan (kualitas) penduduk di daerah asal relatif terhadap Sultra semakin sedikit migran masuk, sebab semakin tinggi kualitas akan semakin tinggi pula produktivitasnya pada akhirnya pendapatannya akan semakin tinggi pula.

Sedangkan untuk proporsi penduduk tamat Akademi/perguruan tinggi mempunyai arah yang berbeda yakni, berhubungan positif dengan tingkat migrasi baik yang masuk maupun yang ke luar. Ini menolak hipotesis yang diajukan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk di daerah asal relatif terhadap Sulawesi Tenggara semakin besar pula tingkat migrasi masuk ke Sultra. Hal terjadi sebab, proporsi penduduk yang berpendidikan tinggi (tamat akademi/perguruan tinggi) di daerah asal lebih tinggi relatif terhadap Sultra. Berarti peluang bagi migran yang berpendidikan tinggi untuk meningkatkan produksi dan penghasilan masih terbuka lebar di daerah Sultra.

5. Jarak antara daerah asal (Sultra) dengan daerah Sultra (tujuan) memiliki hubungan negatif. Jarak merupakan proksi dari baiay transportasi, opportunity cost, phsychic cost. Untuk itu, semakin jauh jarak antara daerah asal (Sultra) dan Sultra (tujuan) semakin sedikit tingkat migrasi masuk dan keluar dari dan ke Sultra.

Ke dua, dengan menggunakan alpha 5 per sen, variabel yang berpengaruh (signifikan) terhadap produktivitas tenaga kerja adalah urbanisasi, dan kualitas penduduk (kecuali kematian bayi). Sedangkan variabel industrialisasi, dan pengeluaran pemerintah signifikan pada tingkat kepercayaan (alpha) 10 per sen. Variabel tersebut memiliki hubungan masing-masing urbanisasi negatif, kualitas tenaga kerja, industrialisasi, dan pengaluaran positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil ini (kecuali urbanisasi) menunjukkan bahwa semakin tinggi variabel tersebut akan semakin tinggi pula produktivitas tenaga kerja. Sedangkan variabel urbanisasi, semakin tinggi variabel ini akan semakin mengurangi produktivitas tenaga kerja.

Secara deskriptif memperlihatkan bahwa migran lebih banyak yang berpendidikan tamat perguruan tinggi, sedang non migran kebanyakan terkosentrasi pada jenjang pendidikan maksimal tamat SLTA. Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja migran, lebih tinggi jika dibandingkan dengan non migran. Dan tenaga kerja migran memberi sumbangan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja Sultra. Sebagai bukti yakni, di satu pihak jumlah migrasi masuk (absolut) meningkat setiap periode, di pihak lain produktivitas tenaga kerja juga meningkat.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yufridawati
Abstrak :
Pertumbuhan penduduk DKI Jakarta yang semakin pesat mengakibatkan kurang terpenuhi kebutuhan hidup bagi penduduknya sacara layak. Karenanya perlu dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan kota di sekitar Jakarta secara terencana dan terarah. Di samping untuk meningkatkan pembangunan daerah Jakarta, juga guna mengurangi arus urbanisasi yang memusat di Jakarta. Berdasarkan instruksi Presiden No. 13 bulan Juli 1976, diadakanlah pengembangan wilayah Jabotabek untuk meringankan tekanan penduduk Jakarta yakni dengan cara membina pola pemukiman perkotaan dan penyebaran kesempatan kerja. Salah satu dari wilayah pengembangan kota tersebut adalah Kabupaten Bekasi, mengingat wilayah ini memiliki potensi untuk berkembang. Hal ini sesuai dengan permasalahan penelitian ini, yakni tentang: pelaksanaan pembinaan kota Bekasi, masalah - masalah yang terdapat dalam pengembangan kota Bekasi, dan pengaruh fungsi Bekasi sebagai kota penyangga terhadap arus urbanisasi ke Jakarta. Pemenuhan data lapangan secara kualitatif dilakukan selama 20 hari didua daerah yang signifikan dengan permasalahan penelitian ini yakni di wilayah Kotip Bekasi sebagai kawasan pemukiman yang heterogenitasnya lebih tinggi dibanding pemukiman lainnya dan Kecamatan Cibitung sebagai salah satu kawasan industri terbesar di Bekasi. Sedangkan untuk jenis penelitian ini adalah deskriptif-eksplanasi dengan penarikan sampel secara purposive. Letak kabupaten Bekasi terlihat cukup strategis (dekat dengan Ibu Kota Jakarta), sehingga Bekasi mendapat tanggung jawab siabagi kota penyangga bagi Jakarta. Sebab itu kini Bekasi menyediakan fasilitas pemukiman dan lahan pekerjaan di bidang industri yang dapat dimanfaakan bagi penduduk Jakarta. Akibatnya tingkat migrasi dan heterogenitas penduduk Bekasipun tinggi, sehingga membawa berbagai masalah. Meskipun banyak permasalahan yang dihadai, Bekasi sejauh ini telah mampu menjalankan perannya sebagai kota penyangga dalam memenuhi kebutuhan pemukiman. Sedangkan untuk menyediakan lahan pekerjaan, Bekasi hanya memberi kesempatan kepada para urban untuk memilih bekerja di Bekasi. Bila pembinaan kota Bekasi untuk pemukiman dan industri tidak diperhatikan, maka tak heranlah dapat menimbulkan berbagai masalah. Dan dapat mengakibatkan para urban yang datang (dari Jakarta) kembali keasalnya. Akhirnya bisa saja kelak Bekasi bukan lagi sebagai daerah penyangga tetapi menjadi daerah batu loncatan bagi urbanisasi ke Jakarta.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library