Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ikhlas Budiman
"Penulis tertarik untuk meneliti hikmah dari pandangan mistisme, Ibnu 'Arabi dan wisdom dari pandangan empiris, Robert Sternberg karena adanya perbedaan dari kedua pandangan tersebut. Ibnu 'Arabi mendefinisikan hikmah (terjemahan dari wisdom), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya, barang siapa yang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya maka dia telah memberikan sesuatu itu kepada yang berhak menerimanya. Orang itu disebut hakim, (orang yang arif). Sementara Robert Sternberg mendefinisikan wisdom (kearifan) sebagai penerapan kecerdasan dan pengalaman melalui norma-norma (nilai-nilai) dalam mencapai kebaikan bersama melalui keseimbangan antara kepentingan intrapersonal, kepentingan interpersonal, dan kepentingan ekstrapersonal, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang, dalam rangka untuk mencapai keseimbangan dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang ada, membentuk lingkungan yang ada, dan menyeleksi lingkungan yang baru. Metodologi penelitian ini didasarkan atas studi literatur melalui pendekatan analisa deskriptif. Peneliti mengkaji beberapa literatur oleh Ibnu 'Arabi dan Robert Sternberg. Setelah mengumpulkan data, penulis melakukan analisis komparatif terhadap definisi wisdom (hikmah), sitat-sifat hakim (orang yang arif dan bijaksana), hal-hal yang menyebabkan orang menjadi tidak bijaksana, bagaimana cara mendapatkan hikmah dan mengembangkannya. Dari hasil analisis komparatif ini, peneliti menemukan adanya komplementasi, parafelisasi, dan veritikasi dari kedua pandangan tersebut Kesimpulan penulis bahwa kajian psikologi dari pandangan mistisisme bisa dibuktikan secarg empiris. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat Tuhan itu ada pada diri manusia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26932
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tanadi Santoso
Jakarta: Pena Semesta, 2014
650TANK002
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Tanadi Santoso
Jakarta: Pena Semesta, 2014
650TANK001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Tanadi Santoso
Surabaya: Pena Semesta, 2014
650 TAN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal, Muhammad, Sir
London: John Murray, 1953
891.5 IQB m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Situmeang, John B.
"Tulisan ini berdiskusi tentang hubungan-hubungan tiga konsep penting yakni kepemimpinan, wisdom dan kebahagiaan bahwa ketiga konsep ini mempunyai hubungan yang komplementer, saling mengisi"
Jakarta: The Ary Suta Center, 2023
330 ASCSM 62 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Rahyono, 1956-
""Reformasi Total", demikianlah sebuah slogan yang dihadirkan dalam wacana publik pada masa pascaorde baru. Kecaman, keluhan, atau kemarahan itu pun hadir di berbagai media wacana, baik dalam dialog formal maupun informal. Pada masa pascaorde baru, memori yang ada pada masyarakat adalah memori tentang peristiwa-peristiwa yang tidak terkendali. Memori itu kemudian terrepresentasikan dalam wacana yang berbunyi "Reformasi yang kebablasan". Sebuah kata, frasa, serta kalimat pada dasarnya berpotensi menampilkan makna referensial maupun kontekstual. Secara pragmatis, sebuah kata, frasa, atau kalimat memiliki kemungkinan untuk menyatakan maksud kearifan atau maksud ketidakarifan. Ketidakarifan - yang dimaksudkan dalam penelitian ini - merupakan tindakan pelanggaran terhadap etika dan etiket yang berlaku di masyarakat. Bagaimana mewacanakan gerakan reformasi secara arif? Perlukah memanfaatkan kosakata ketidakarifan secara produktif dalam wacana publik? Siapakah yang bertanggung jawab dalam menumbuhkembangkan kearifan masyarakat? Kearifan dalam bahasa tidak berkaitan dengan tindakan manipulatif dalam penyampaian informasi. Kearifan dalam bahasa berkaitan dengan strategi pemilihan satuan-satuan bahasa. Kearifan adalah tanggung jawab bersama. Bahasa yang arif tidak akan hadir secara menyeluruh jika pihak-pihak terkait dan segala peristiwa yang dihasilkannya tidak menuju ke kearifan. Kearifan tidak memperdebatkan tuntutan hak dan kebebasan berwacana.

The Wisdom of Language A Pragmatic Study on the Profile of the Post-New Order Era Mass Media Language. "Total Reformasi!" is the slogan circulated in the public discourse of the post-New Order era. All kinds of condemnation, grievances, and anger have been raised in various discourses, from formal to informal dialogues. In such an era, people?s collective memory is mostly associated with uncontrollable events, and it is eventually represented in the discourse of "the overdosed Reformasi" (Reformasi yang kebablasan). A word, phrase, and sentence basically have the potential of expressing both referential and contextual meanings. From a pragmatic point of view, a word, phrase, or sentence has a capacity to express either wise or unwise intentions. "Unwise intention" in the context of this research is defined as an act of transgressing or violating the ethics and etiquettes of a society. How can the discourse of Reformasi be constructed wisely? Is it necessary to appropriate unwise vocabulary in public discourses? Who holds the responsibility for fostering public wisdom? The wisdom of language has nothing to do whatsoever with manipulative acts in information dissemination. The wisdom of language relates to strategies of choosing certain linguistic features. Wisdom is a collective responsibility. A wise language would not be able to fully exist unless all of the related parties and resulting events make a concerted effort towards wisdom. Wisdom does not involve itself in the tug of war between the right and freedom of participating in discursive formations."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rezfandhanny Fritan`S Bermawi
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pemaknaan dan kebijaksanaan. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 96 (MUsia = 22.32, SDUsia = 2.658) dan diperoleh dengan metode sampling nonprobability-convenience sampling. Partisipan menyeleasikan kuesioner berisi alat ukur wisdom (3DWS; Ardelt, 2003) dan alat ukur construal level (LPAQ; Vallacher & Wegner, 1989). Hasil analisis yang didapatkan membuktikan bahwa kebijaksanaan tidak memiliki korelasi signifikan dengan construal level. Keterbatasan dan saran untuk penelitian selanjutnya akan dibahas lebih lanjut pada bagian diskusi laporan ini.

ABSTRACT
The aim of this research is to examine relationship between construal level and wisdom. The participant of this research were acquired by using nonprobability sampling method ? convenience sampling (N= 96, MAge = 22.32, SDAge = 2.658). Participant complete the wisdom questionnaire (3DWS; Ardelt, 2003) and construal level questionnaire (LPAQ; Vallacher & Wegner, 1989). Main finding of this research shows that there is no significant correlation between construal level and wisdom. Limitation and future research will be dicussed more in this report."
2016
S63074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwardi
"ABSTRAK
Artikel ini mendeskripsikan etika kebijaksanaan dalam ajaran budi pekerti luhur penghayat kepercayaan. Pendeskripsian dilakukan dengan pemahaman analitis etnografis terhadap aktualisasi budi pekerti luhur penghayat kepercayaan kejawen. Pengumpulan data dilakukan dengan cara participant observation dan wawancara mendalam dengan informan secara snowballing. Hasil kajian menunjukkan bahwa etika kebijaksanaan dalam ajaran budi pekerti luhur penghayat kepercayaan kejawen dapat digolongkan dalam dua hal. Pertama, etika kebijaksanaan di tingkat paguyuban, yaitu hidup yang selalu mengedepankan sikap (1) pasrah, berserah diri kepada Tuhan secara total (sumarah) dan (2) bertindak jujur dan ikhlas. Kedua, penghayat hendaknya tolong-menolong. Etika kebijaksanaan ini merupakan
aktualisasi dari konsep tapa ngrame. Tapa ngrame dilakukan dengan semangat sepi ing pamrih yang diasumsikan akan menjadi perwujudan pandangan hidup ?memayu hayuning bawana.? Dengan cara ini penghayat meyakini bahwa hidup mereka kelak dapat mencapai cita-cita tertinggi, yaitu ?manunggaling kawula-Gusti.?
This article aims to describe wisdom etic in the dedactic of budi pekerti luhur on Javanese believe (vivify). The description is provided using ethnographic analytic on the actualization of budi pekerti luhur on Javanese believe. The data collection was held by taking participant observation and indepth interview with the informant using snowballing method. The study shows that budi pekerti luhur on Javanese believe can be categorized into two matters: The first, wisdom etic in congregation level i.c. life that always attitude of: (1) pasrah, submit to God totally (sumarah), and (2) the honest and sincere. The second, help mutual. This wisdom etic as actualization of concept tapa ngrame. Tapa ngrame conducted by sepi ing pamrih spirit than as shape of world view on memayu hayuning bawana. This way vivify believe that their the next time life can achievement of the desired high level on manunggaling kawula-Gusti."
Universitas Negeri Yogyakarta. Fakultas Bahasa dan Seni; Universitas Negeri Yogyakarta. Lembaga Penelitian, 2010
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Rahyono, 1956-
""Reformasi Total", demikianlah sebuah slogan yang dihadirkan dalam wacana publik pada masa pascaorde baru. Kecaman, keluhan, atau kemarahan itu pun hadir di berbagai media wacana, baik dalam dialog formal maupun informal. Pada masa pascaorde baru, memori yang ada pada masyarakat adalah memori tentang peristiwa-peristiwa yang tidak terkendali. Memori itu kemudian terrepresentasikan dalam wacana yang berbunyi "Reformasi yang
kebablasan". Sebuah kata, frasa, serta kalimat pada dasarnya berpotensi menampilkan makna referensial maupun kontekstual. Secara pragmatis, sebuah kata, frasa, atau kalimat memiliki kemungkinan untuk menyatakan maksud kearifan atau maksud ketidakarifan. Ketidakarifan ? yang dimaksudkan dalam penelitian ini - merupakan tindakan pelanggaran terhadap etika dan etiket yang berlaku di masyarakat. Bagaimana mewacanakan gerakan reformasi secara arif? Perlukah memanfaatkan kosakata ketidakarifan secara produktif dalam wacana publik? Siapakah yang bertanggung jawab dalam menumbuhkembangkan kearifan masyarakat? Kearifan dalam bahasa tidak berkaitan dengan tindakan manipulatif dalam penyampaian informasi. Kearifan dalam bahasa berkaitan dengan strategi pemilihan satuansatuan bahasa. Kearifan adalah tanggung jawab bersama. Bahasa yang arif tidak akan hadir secara menyeluruh jika pihak-pihak terkait dan segala peristiwa yang dihasilkannya tidak menuju ke kearifan. Kearifan tidak memperdebatkan tuntutan hak dan kebebasan berwacana.

The Wisdom of Language A Pragmatic Study on the Profile of the Post-New Order Era Mass Media Language. "Total Reformasi" is the slogan circulated in the public discourse of the post-New Order era. All kinds of condemnation, grievances, and anger have been raised in various discourses, from formal to informal dialogues. In such an era, people?s collective memory is mostly associated with uncontrollable events, and it is eventually represented in the discourse of ?the overdosed Reformasi? (Reformasi yang kebablasan). A word, phrase, and sentence basically have the potential of expressing both referential and contextual meanings. From a pragmatic point of view, a word, phrase, or sentence has a capacity to express either wise or unwise intentions. "Unwise intention" in the context of this research is defined as an act of transgressing or violating the ethics and etiquettes of a society. How can the discourse of Reformasi be constructed wisely? Is it necessary to appropriate unwise vocabulary in public discourses? Who holds the responsibility for fostering public wisdom? The wisdom of language has nothing to do whatsoever with manipulative acts in information dissemination. The wisdom of language relates to strategies of choosing certain linguistic features. Wisdom is a collective responsibility. A wise language would not be able to fully exist unless all of the related parties and resulting events make a concerted effort towards wisdom. Wisdom does not involve itself in the tug of war between the right and freedom of participating in discursive formations."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>