Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Garini Katia Yunita
Abstrak :
Kasus ini terfokus pada surat wasiat dari Alm. Tan Malaka, yang telah meninggal pada tahun 2011. Saat membuat surat wasiat, Alm. Tan Malaka tengah sakit keras, dan kondisinya membawa keraguan pada kecakapan bertindaknya. Gangguan kesehatan seperti penyakit atau cedera memang dapat mempengaruhi kecakapan bertindak, akan tetapi harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa akal pikirannya ikut terganggu. Selain itu, dalam pasal 898 KUH Perdata disertai doktrin, bukti-bukti tentang kecakapan bertindak pemuat wasiat harus diambil yang sedekat mungkin dengan waktu pembuatan surat wasiat. Perkara ini memiliki tiga putusan, dan berakhir dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 3124/K/Pdt/2013 yang membatalkan surat wasiat, akan tetapi ditemukan hal yang kurang tepat di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. ...... This case focuses on the testament from Tan Malaka, who died on 2011. When making the will, Tan Malaka had chronic illness, and his condition brought doubts about his legal capacity. Physical problems like illness and injury doues affect one?s capacity to act, but it must be proven first that one?s mind has been affected. In addition, the article 898 of Indonesian Civil Code along with law doctrines state that the proofs about legal capacity of testator must be taken as close as possible from the time of will making. This case has three decisions, and it took conclusion with Supreme Court Decision Number: 3124/K/Pdt/2013which cancelled the testament, but it has been found that the cancellation has some inaccuracies at both District Court, High Court, and Supreme Court.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60781
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardingham, I.J.
Sydney : Law Book Company, 1977
346.931 HAR l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifa Marsaa
Abstrak :
Wasiat wajibah pada pernikahan antar-umat berbeda agama menjadi persoalan yang cukup pelik dan secara nyata terjadi di Indonesia. Padahal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur bahwa pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut agama masing-masing mempelai. Adapun nyatanya, pernikahan beda agama tetap terjadi dengan dilandaskan oleh Pasal 35 UU Administrasi Kependudukan bahwa pernikahan beda agama dapat dicatatkan melalui penetapan pengadilan. Pencatatan ini kemudian menjadi pertanyaan apakah dicatatkan berarti mengesahkan pernikahan beda agama. Sebab, wasiat wajibah yang merupakan salah satu sarana pemberian harta peninggalan apabila seseorang terhalang waris, melalui yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 16K/Ag/2010 memberikan wasiat wajibah pada pasangan beda agama. Hal ini seolah menjadi kontradiktif dengan aturan pernikahan yang sah menurut UU Perkawinan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan pelaksanaan pencatatan perkawinan beda agama atas perintah putusan pengadilan. Serta untuk mengetahui pelaksanaan wasiat wajibah pada pasangan beda agama di Indonesia. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, dengan metode penilitian kualitatif dengan dukungan data primer berupa putusan-putusan pengadilan. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa pencatatan pernikahan beda agama yang didasarkan atas penetapan pengadilan tidak menjadikan pernikahan tersebut sah. Oleh karena itu, berkaitan dengan ini wasiat wajibah tidak seharusnya diberikan kepada pasangan beda agama dengan status pemberiannya sebagai istri. Sebab dari awal tidak terjadi pernikahan yang sah, sehingga tidak terpenuhi sebab-sebab mewarisi pula yang seharusnya menjadi syarat pemberian wasiat wajibah. ......Obligatory wills on interfaith marriages are quite complicated and have been happening in Indonesia.  Even though Law Number 1 of 1974 on Marriage has regulated that marriage is legal if it is carried out according to the religion of each bride and groom. In fact, interfaith marriages still occur based on Article 35 of the Population Administration Law that interfaith marriages can be registered through a court order.  This registration then becomes a question whether being registered means legalizing interfaith marriages.  This is because the obligatory wills, which is a means of giving inheritance if someone is prevented from inheriting, through the jurisprudence of the Supreme Court Decision No. 16K/Ag/2010 provides an obligatory wills for interfaith couples.  This seems to be contradictory to legal marriage rules according to the Marriage Law.  The purpose of this study was to determine the validity of the implementation of the registration of interfaith marriages by order of a court decision.  As well as to find out the implementation of the obligatory wills on interfaith couples in Indonesia. This research is in the form of normative juridical, with qualitative research methods supported by primary data in the form of court decisions. From the results of the study, it was found that the registration of interfaith marriages based on court decisions does not make the marriage valid.  Therefore, in this regard, the obligatory wills should not be given to interfaith couples with the status of giving it as wife.  Because from the start there was no legal marriage, so the reasons for inheriting were not fulfilled which should have been a condition for granting an obligatory wills.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Yustisia Setiarini
Abstrak :
Hibah sejatinya dilakukan saat pemberi dan penerima hibah masih hidup, namun ada kalanya terdapat hambatan untuk membuat akta hibah sehingga dibuat perjanjian pendahuluan hibah, atau biasa dikenal dengan akta pengikatan hibah. Akta pengikatan hibah menjadi masalah ketika pada perjalanannya, penghibah sudah meninggal saat terjadinya hibah. Di lain pihak, akta wasiat merupakan kehendak bebas seseorang terhadap harta peninggalannya ketika ia meninggal kelak. Meski akta wasiat merupakan kehendak bebas dari seseorang, namun undang-undang memberikan batasan-batasan terhadap akta wasiat termasuk kepada istri dari perkawinan kedua. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan akta perjanjian pengikatan diri untuk melakukan penghibahan sebagai dasar pembuatan akta hibah apabila penghibah meninggal dunia dan bagaimana kedudukan akta wasiat yang melebihi perolehan istri dari perkawinan kedua. Agar dapat menjawab permasalahan tersebut digunakanlah metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil analisis adalah akta perjanjian pengikatan diri untuk melaksanakan penghibahan tidak dapat dijadikan dasar pembuatan akta hibah setelah penghibah meninggal dunia karena tidak sesuai dengan prinsip hibah itu sendiri dan akta wasiat yang isinya melebihi bagian yang seharusnya diperoleh istri dari perkawinan kedua menjadi tidak dapat dilaksanakan. Hendaknya pihak yang akan melepaskan haknya, atau penghibah, melampirkan surat pernyataan persetujuan dari para ahli waris atas hibah yang dilakukan olehnya. Notaris diharapkan dapat turut aktif memberikan penyuluhan hukum terkait Legitieme Portie dan batasan-batasan dalam pemberian wasiat. ......Grants are actually made when the giver and recipient of the grant are still alive, but there are times when there are obstacles to making a grant deed so that a preliminary grant agreement is made, or commonly known as a grant binding deed. The deed of grant binding became a problem when on its way, the grantor had died during the grant. On the other hand, a will is a person's free will for his inheritance when he dies later. Even though a will is the free will of a person, the law places limitations on wills including wives from second marriages. The issues raised in this study are regarding the strength of the deed of binding agreement to make a grant as the basis for making a grant deed if the grantor dies and how the position of the will deed exceeds the acquisition of the wife from the second marriage. In order to be able to answer these problems, normative juridical research methods are used with analytical descriptive research types. The result of the analysis is that the deed of binding agreement to carry out the gift cannot be used as the basis for making the deed of grant after the grantor dies because it is not in accordance with the principle of the grant itself and the will deed whose contents exceed the portion that should have been received by the wife from the second marriage cannot be implemented. The party that will relinquish his rights, or the grantor, should attach a statement of approval from the heirs for the grant made by him. Notaries are expected to be able to actively participate in providing legal counseling related to Legitieme Portie and limitations in granting wills.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ijmatul Murtika
Abstrak :
Dalam proses pembuatan akta wasiat umum di hadapan notaris berlaku ketentuan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 (UUJN) dan juga ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPer). Dalam kedua peraturan tersebut bisa saja terdapat ketentuan yang berbeda, salah satunya ketentuan syarat saksi dalam sebuah proses pembuatan akta. Dalam KUHPer karyawan notaris dilarang untuk menjadi saksi dalam proses pembuatan akta wasiat, sedangkan dalam UUJN tidak ada larangan tersebut. Pelanggaran terhadap kedua ketentuan tersebut mempunyai akibat yang berbeda. Jadi, harus dipahami ketentuan manakah yang berlaku dalam pembuatan akta wasiat di hadapan notaris. Salah satu kasus yang berkaitan adalah dalam kasus Putusan Mahkamah Agung No. 400K/Pdt/2018 dimana akta wasiat dalam kaus tersebut telah dibatalkan dengan alasan melanggar ketentuan KUHPer. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana keabsahan saksi dalam proses pembuatan akta wasiat yang dilakukan di hadapan notaris dan bagaimana akibat terhadap pelaksana wasiat atas akta wasiat yang dibatalkan oleh Pengadilan dalam kasus Putusan No. 400K/Pdt/2018. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian berbentuk yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa saksi akta dalam pembuatan akta wasiat dalam Kasus di atas tidaklah sah karena tidak memenuhi syarat yang diatur dalam KUHPer dan hanya memenuhi syarat dalam UUJN. Padahal KUHPer merupakan lex specialis dari ketentuan dalam UUJN sehingga pelanggaran ketentuan tersebut menyebabkan akta wasiat tersebut menjadi batal. Akibat hukum dari pembatalan tersebut adalah pengangkatan pelaksana wasiat di dalamnya juga menjadi batal sehingga pelaksana wasiat tersebut tidak mempunyai kewenangan lagi untuk mengurus harta pewaris. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah notaris harus selalu memperhatikan peraturan perundang-undangan lainnya selain UUJN dikarenakan bisa saja terdapat peraturan lain yang berlaku sebagai lex specialis dari ketentuan dalam UUJN.
In the process of making a general testament deed in front of a notary public, the provisions in Law No. 2 of 2014 jo. Law No. 30 of 2004 (UUJN) and also provisions in the Civil Code (KUHPer). There might be different provisions in both regulations, one of which is the provision of witness conditions in a process of making a deed. In the Criminal Code, notary employees are prohibited from being witnesses in the process of making a testament, while in the UUJN there is no such prohibition. Breach on both, of the two provisions have different consequences. So, it must be acknowledged which provision apply in making a testament in front of a notary. One of the related cases is in the case of the Supreme Court Decision No. 400K/Pdt/2018 where the testament of the case has been canceled for the reason that it violates the provisions of the KUHPer. Therefore, the questions raised in this study are how the witness's validity in the process of testament making is carried out in front of a notary and how the consequences of the testament executor of the court-canceled testament (refer to the case of Decision No. 400K / Pdt / 2018)This research is conducted using a normative juridical research method with analytical descriptive research type. The conclusion of this study is that the deed's witness in making the deed in the case above is not valid because it does not meet the conditions set out in the Criminal Code and only meets the requirements in the UUJN. Even though the KUHPer is a lex specialis of the provisions in the UUJN so that the violation of these provisions cause the testament to be canceled. The legal effect of the cancellation is that the appointment of the executor in it also becomes null and void so that the executor of the testament does not have the authority to take care of the property of the heir. Suggestions that can be given from this research are notaries must always pay attention to other laws and regulations besides UUJN because there may be other regulations that apply as lex specialis from the provisions in UUJN.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iras Gabriella
Abstrak :
Notaris adalah Pejabat umum untuk membuat akta autentik. Salah satu akta autentik yang dibuat adalah akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Jika dalam membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notaris tidak teliti dan cermat, akibatnya terdapat cacat hukum didalam akta tersebut. Dan Majelis pengawas berhak memutuskan sanksi kepada noTesis ini membahas mengenai ketidaksesuaian antara rekomendasi Majelis Pengawas Daerah dengan putusan Majelis Pengawas Wilayah terhadap studi putusan Majelis Pengawas Pusat. Permasalahan yang yang dibahas dalam tesis ini adalah keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat oleh Notaris yang cacat hukum dan bagaimana akibat hukum terhadap putusan Majelis Pengawas Pusat yang mendasarkan atas putusan Majelis Pengawas Wilayah yang tidak sesuai dengan Majelis Pengawas Daerah. Metode Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang diperoleh dalam tesis ini adalah Notaris melakukan perbuatan melawan hukum sehingga akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat menjadi dibawah tangan, dan Majelis Pengawas telah memutuskan dengan keseimbangan dan adil.
Notaries are general officials appointed by the State to make authentic deeds. One of the authentic deeds made is the deed of the Sale and Purchase Agreement. If in making a deed the Notary Sale and Purchase Agreement is not thorough and accurate, as a result there is a legal defect in the deed. And the supervisory board has the right to decide sanctions on the notary. This thesis discusses the discrepancy between the recommendations of the Regional Supervisory Board and the decision of the Regional Supervisory Board on the study of the decisions of the Central Supervisory Board. The problem discussed in this thesis is the validity of the Sale and Purchase Agreement made by a notary who is legally handicapped and how the legal consequences of the decision of the Central Supervisory Board based on the decision of the Regional Supervisory Board are not in accordance with the Regional Supervisory Board. The research method used in this thesis is normative jurid with the type of descriptive analytical research. The type of data used in this study is secondary data with a qualitative approach. The research obtained in this thesis is that the Notary commits an unlawful act so that the deed of the Sale and Purchase Agreement that is made becomes underhanded, and the Supervisory Board has decided with balance and fairness.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library