Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Nabila Meuthia Arifin
Abstrak :
Candida albicans merupakan salah satu patogen umum penyebab kandidiasis invasif yang memiliki tingkat mortalitas yang cukup tinggi sehingga diperlukan metode deteksi yang cepat, sensitif, dan spesifik untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat. qPCR berbasis intercalating dye dapat menjadi salah satu metode yang digunakan untuk pendeteksian Candida albicans karena waktu pemrosesannya yang cepat dan dapat menggunakan volume sampel yang sedikit. Tetapi, penggunaan intercalating dye memiliki kelemahan yaitu dapat berikatan pada semua DNA untai ganda, sehingga diperlukan primer yang spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode deteksi Candida albicans menggunakan qPCR berbasis intercalating dye dengan melakukan perancangan primer spesifik untuk Candida albicans, pengujian spesifisitas primer terhadap spesies fungi lain, dan pengujian sensitivitas metode qPCR menggunakan sampel darah utuh. Hasil perancangan primer spesifik merupakan primer Ca2 yang memiliki panjang 22 dan 19 oligonukleotida untuk deteksi qPCR. Primer yang dirancang menargetkan gen ITS yang merupakan housekeeping gene untuk fungi. Hasil uji spesifisitas primer terhadap tiga spesies Candida lain dan satu spesies Malassezia menunjukkan melting curve yang memiliki puncak tunggal pada sampel yang terdapat DNA Candida albicans dan DNA campuran, yang menandakan primer secara spesifik mendeteksi Candida albicans. Hasil uji sensitivitas pada darah utuh menunjukkan hasil bahwa metode qPCR berbasis intercalating dye menggunakan primer Ca2 dapat mendeteksi DNA Candida albicans dalam sampel darah utuh hingga batas 100 sel/mL.
......Candida albicans is a common pathogen that can cause invasive candidiasis which has a fairly high mortality rate so a fast, sensitive, and specific detection method is needed to get the right diagnosis and treatment. Intercalating dye-based qPCR can be one of the methods used for the detection of Candida albicans because of its fast-processing time and use of a small volume sample. However, the use of intercalating dye has a disadvantage, as it can bind to all double-stranded DNA, so a specific primer is needed. This study aims to develop a Candida albicans detection method using intercalating dye-based qPCR by designing a specific primer for Candida albicans, testing the primer specificity for other fungal species, and testing the sensitivity of the qPCR method using whole blood samples. The results of the design of specific primers are Ca2 primers which have lengths of 22 and 19 oligonucleotides for qPCR detection. The primers are designed to target the ITS gene which is a housekeeping gene for fungi. The results of the primer specificity test for three other Candida species and one Malassezia species showed a melting curve that had a single peak in the sample containing Candida albicans DNA and mixed DNA, which indicated that the primer specifically detected Candida albicans. The results of the sensitivity test showed that the intercalating dye-based qPCR method using Ca2 primers could detect Candida albicans DNA in whole blood samples up to a limit of 100 cells/mL.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sembay, Jimmy Victor John
Abstrak :
Latar belakang: Pemeriksaan sampel whole blood merupakan pemeriksaan yang biasa dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus kasus toksikologi forensik dan postmortem, termasuk pada kasus dugaan penyalahgunaan obat/zat tertentu. Sebaliknya sampel plasma lebih sering digunakan dalam kepentingan klinis dan penelitian farmakologi. Tesis ini akan membahas tentang perbandingan kadar metamfetamin antara whole blood dan plasma.
Metode: Penelitian merupakan penelitian analisis komparatif untuk menentukan perbandingan kadar metamfetamin dalam whole blood terhadap plasma. Sampel diperoleh secara consecutive sampling pada 9 subyek orang hidup yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel darah diambil dengan cara pungsi vena dan kemudian dimasukan ke dalam tabung vakum yang mengandung natrium fluorida dan natrium oksalat. Plasma dipisahkan dari whole blood dengan cara centrifuge sebelum pemeriksaan. Sampel Whole blood maupun plasma dianalisis dengan metode gas chromatography mass spectrometry (GC-MS) dan data yang diperoleh dianalisis statistik dengan uji Wilcoxon.
Hasil: Perbandingan atau rasio kadar metamfetamin whole blood terhadap plasma yaitu sebesar 1,0042 dengan nilai signifikasi p > 0,05 (p=0,753).
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan bermakna antara kadar metamfetamin whole blood dan plasma, karena itu dalam pemeriksaan kadar metamfetamin dapat digunakan whole blood maupun plasma sebagai bahan pemeriksaan.
......
Background: Drug analysis in forensic and postmortem toxicology including drug abused cases is usually performed on whole blood whereas plasma is preferably used in clinical facilities and pharmacological studies. Most drugs are not equally distribute between blood and plasma, so the levels in plasma may differ from in whole blood. This thesis discusses about comparison of methamphetamine levels between whole blood and plasma.
Methods: The research is a study of comparative analysis to compare methamphetamine level in whole blood to plasma. Sampling was performed by consecutive sampling method from 9 live person who fullfiled inclusion criteria. Blood was taken with venipuncture and put in vacum container which containing natrium fluoride dan natrium oksalate . Plasma was separated from whole blood with centrifugation before analyzed. Samples was analyzed with gas chromatography mass spectrometry (GC-MS) and the data was analyzed with Wilcoxon test.
Result: This study showed ratio of methamphetamine levels in whole blood to plasma was 1,0042 and p value > 0,05 (p=0,753).
Conclusion: There is no difference between methamphetamine level in whole blood and plasma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library