Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hidayati Majidah
Abstrak :
ABSTRAK
Jurnal ini membahas Islam Wetu Telu di Lombok.Sasak adalah penduduk asli dan kelompok etnik mayoritas Lombok.Sebelum kedatangan pengaruh asing di Lombok, Boda merupakan kepercayaan asli orang Sasak.Orang sasak memuja arwah dari para leluhur yang dianggap suci dan dikeramatkan.Sebelum datangnya Islam di Lombok, telah berkembang agama Hindu dan Budha.Setelah dinasti Majapahit jatuh, agama Islam dibawa untuk pertama kalinya oleh para raja Jawa Muslim ke kalangan orang Sasak Lombok dari Barat laut.Pangeran Prapen dan pengikutnya menyebarkan Islam tanpa menentang adat istiadat, tetapi menjadikan adat istiadat sebagai alat untuk menyebarkan Islam.Pada waktu agama Islam disebarkan ke Pulau Lombok oleh Sunan Prapen, di antaranya ada rakyat yang menerimanya dan ada pula yang menolaknya.Namun diantara penduduk yang telah menerima agama Islam inipun masih ada yang percaya pada kepercayaan lama.Mereka inilah yang disebut penganut Islam Wetu Telu.Ajaran Wetu Telu yang dianut oleh orang Sasak di Lombok merupakan perpaduan ajaran Islam dengan adat istiadat Sasak.Oleh karena itu penulisan jurnal ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana Islam Wetu Telu di Lombok.Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui studi pustaka.
ABSTRACT
This journal discusses Wetu Telu Islam in Lombok. Sasak is a native and ethnic group majority of Lombok. Prior to the arrival of foreign influences in Lombok, Boda was a originally belief of the Sasak people. Sasak people worship the spirits of the ancestors who are considered holy and sacred. Prior to the infiltration of Islam in Lombok, there has been a growing Hindu and Buddha religion. After the Majapahit dynasty collapsed, Islam was brought for the first time by the Javanese Muslim rulers to the Sasak Lombok people of the Northwest. Prince Prapen and his followers spread Islam without opposing local customs, but he used local customs as a tool for spreading Islam. At the time of Islam is spreading to Lombok Island by Sunan Prapen, among which there were people who accept it and some are rejecting it. But among the people who have accepted the religion of Islam is still there who believe in old beliefs. They are called Wetu Telu Muslims. The Wetu Telu teaching adopted by the Sasak people in Lombok is an assimilation of Islamic teachings and Sasak customs. Therefore the writing of this journal aims to describe how Islam Wetu Telu in Lombok.The method used in this research is qualitative method through literature study.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murni
Abstrak :
Agama Islam masuk ke Pulau Lombok diperkirakan pada abad ke-16. Dugaan ini diperkuat dengan adanya peninggalan Mesjid Kuno Sayan Beleq yang terletak di Dusan Karang Baja, Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat Keberadaan dan fungsi mesjid tua ini masih tetap dipertahankan seperti semula. Mesjid Kuno Bayan Beleq bukan hanya merupakan bangunan peninggalan sejarah dalam syiar agama Islam, tetapi juga menjadi idenlitas kekhasan Islam Wetu Telu yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan asli Sasak, agama Hindu yang dibawa dari Bali, dan agama Islam yang datangnya kemudian. Penelitian di Desa Bayan didasarkan atas pertimbangan bahwa saksi sejarah yakni mesjid keno yang masih berfungsi dalam berbagai kegiatan keagamaam Islam Wetu Telu. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, wawancara, dan studi pustaka. Perjalanan yang cukup panjang dalam proses syiar agama Islam dimulai dengan kedatangan Pangeran Prapen, putera Sunan Giri dari Jawa. Mulanya orang Sasak mengenal agama Baru ini sebagai agama kerajaan yang kemudian mengharuskan rakyat taklukannnya untuk memeluk agama Islam. Selanjutnya, datanglah Pangeran Pengging atau lebih dikenal dengan Pangeran Mangkubumi yang juga menyiarkan agama Islam dengan beberapa penyimpangan. Ia menetap di Bayan dan menyebarkan agama Islam Wetu TeIu. Orang Bayan sendiri percaya pada mitologi tentang kebenaran Islam Wetu Telu. Selanjutnya, masuknya pengaruh asing yang dibawa oleh Belanda membuat antipati dari golongan yang ingin mempertahankan adat Sasak dan membentuk gerakan Dewi Anjani, sehingga agama Islam Wetu Telu kelak menolak segala bentuk pembaharuan. Namun, syiar agama Islam terus berupaya untuk menyempurnakan ibadah umatnya di negeri Putri Mandalika hingga saat ini. Tak dapat dipungkiri pula bahwa keberadaan Islam Wetu Telu masih bertahan. Hal ini dapat diamati dengan masih berfungsinya mesjid kuno untuk shalat para kyai dan peringatan-peringatan hari-hari besar Islam yang berbaur dengan adat Sasak. Keberadaan Islam Wetu Telu ini justru menjadi aset pariwisata Palau Lombok yang mampu menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Maulana
Abstrak :
Identitas budaya di setiap daerah memiliki ciri-ciri atau nilai-nilai yang membedakannya dengan daerah lain. Salah satunya adalah kelompok Islam Wetu Telu, yaitu penganut Islam di Lombok yang masih percaya terhadap animistik leluhur dan benda-benda antropomorfis, sehingga membentuk identitas kelompok budaya. Identitas kelompok Islam Wetu Telu direpresentasikan ke dalam budaya material, dalam hal ini adalah masjid. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan bagaimana identitas kelompok Islam Wetu Telu direpresentasikan ke dalam masjid-masjid kuno yang berada di Lombok. Penelitian ini menggunakan empat masjid kuno yang merupakan peninggalan dari Islam Wetu Telu. Penelitian ini menggunakan pendekatan arkeologi melalui tiga tahapan penelitian, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Hasil dari penelitian ini bahwa terdapat ornamen-ornamen dan keletakan dari masjid-masjid kuno di Lombok yang merepresentasikan identitas Islam Wetu Telu. Ornamen-ornamen tersebut antara lain adalah motif hewan dengan bentuk naga, rusa, ayam, ikan, burung dan pohon kelapa yang merepresentasikan makna dari wetu telu. Selain itu keletakan masjid yang berada di tempat yang tinggi merepresentasikan ajaran dari Wetu Telu yang berkaitan dengan kepercayaan bahwa roh-roh leluhur bersemayam di tempat yang tinggi. ......Cultural identity in each region has characteristics or values ‹that distinguish it from others regions. One of them is the Wetu Telu Islam group.  It is  Muslim group in Lombok who still believe in animistic ancestors and anthropomorphic objects, thus forming the identity of a cultural group. The identity of the Wetu Telu Islamic group is represented in material culture, in this case the mosque. Therefore, this study intends to explain how the identity of the Wetu Telu Islamic group is represented in ancient mosques in Lombok. This study uses four ancient mosques which are relics of Islam Wetu Telu. This study uses an archaeological approach through three stages of research, data collection, data processing, and data interpretation. The results of this study are that there are ornaments and placements of ancient mosques in Lombok that represent the identity of Wetu Telu Islam. These ornaments include animal motifs in the form of dragons, deer, chickens, fish, birds and coconut trees which represent the meaning of wetu telu. In addition, the location of the mosque in a high place represents the teachings of Wetu Telu related to their belief that ancestral spirits reside in high places. 
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mumi
Abstrak :
Agama Islam masuk ke Pulau Lombok diperkirakan pada abad ke-16. Dugaan ini diperkuat dengan adanya peninggalan Mesjid Kano Bayan Beleq yang terletak di Dustin Karang Baja, Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat. Keberadaan dan fungsi mesjid tua ini masih tetap dipertahankan seperti semula. Mesjid Kuno Bayan Beleq bukan hanya merupakan bangunan peninggalan sejarah dalam syiar agama Islam, tetapi juga menjadi identitas kekhasan Islam Wetu Telu yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan asli Sasak, agama Hindu yang dibawa dari Bali, dan agama Islam yang datangnya kemudian. Penelitian di Desa Bayan didasarkan atas pertimbangan bahwa saksi sejarah yakni mesjid kuno yang masih berfungsi dalam berbagai kegiatan keagamaam Islam Wetu Telu. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, wawancara, dan studi pustaka. Perjalanan yang cukup panjang dalam proses syiar agama Islam dimulai dengan kedatangan Pangeran Prapen, putera Sunan Giri dari Jawa. Mulanya orang Sasak mengenal agama baru ini sebagai agama kerajaan yang kemudian mengharuskan rakyat taklukannnya untuk memeluk agama Islam. SeIanjutnya, datanglah Pangeran Pengging atau lebih dikenal dengan Pangeran Mangkubumi yang juga menyiarkan agama Islam dengan beberapa penyimpangan. Ia menetap di Bayan dan menyebarkan agama Islam Wetu TeIu. Orang Bayan sendiri percaya pada mitologi tentang kebenaran Islam Wetu Telu. Selanjutnya, masuknya pengaruh asing yang dibawa oleh Belanda membuat antipati dari golongan yang ingin mempertahankanadat Sasak dan membentuk gerakan Dawi Anjani, sehingga agama Islam Wetu Telu kelak menolak segala bentuk pembaharuan. Namun, syiar agama Islam terus berupaya untuk menyempurnakan ibadah umatnya di negeri Putri Mandalika hingga saat ini. Tak dapat dipungkiri Pula bahwa keberadaan Islam Wetu Telu masih bertahan. Hal ini dapat diamati dengan masih berfungsinya mesjid kuno untuk shalat para kyai dan peringatan-peringatan hari-hari besar Islam yang berbaur dengan adat Sasak. Keberadaan Islam Wetu Telu ini justru menjadi aset pariwisata Pulau Lombok yang mampu menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP 1999 62
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Masyarakat Bayan selalu percaya terhadap simbol-simbol tertentu dalam mempertahankan tradisinya. Kebiasaan tersebut membuat masyarakat Bayan lebih tenang, aman dan sejahtera. Kepercayaan yang dilakukan oleh masyarakatnya masih berdasarkan keyakinan tradisional dari leluhur disebut kepercayaan Wetu Telu.
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library