Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Yasin
"Masalah ketenagakerjaan nasional masih diwarnai oleh ketidaksesuaian (discrepancy) antara output lembaga pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( SLTA) dengan kualitas yang dibutuhkan oleh dunia kerja atau industri. Sehingga banyak kesempatan kerja yang tersedia tidak dapat diisi oleh calon tenaga kerja. Ketidaksesuaian output tersebut disebabkan kerena kecepatan perubahan dunia kerja sebagai akibat kemajuan teknologi relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan kesiapan lembaga pendidikan dan pelatihan dalam mengantisipasi kecepatan perubahan tersebut. Selain itu terjadi restrukturisasi industri dari padat karya ke industri padat modal yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan jabatan dalam dunia kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan pengetahuan dan keterampilan tenaga juru las di perusahan dan untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh calon peserta latihan di BLK Condet. Kemudian menentukan kebutuhan pengetahuan dan keterampilan materi pelatihan juru las di BLK Condet yang relevan dengan dengan kebutuhan perusahaan.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan, yaitu menentukan kesenjangan (discrepancy) antara pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan tenaga jurulas di perusahaan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki calon peserta latihan di BLK. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan menyebar kuesioner kepada 63 orang responden tenaga juru las diperusahaan dan 72 orang calon peserta latihan di BLK Condet.
Dari hasil analisis, penelitian ini menyimpulkan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang disebar kepada tenaga juru las di perusahan dan calon peserta latihan di BLK dengan tingkat kebutuhan materi pelatihan 58,85 % - 70,84 % (tabel.4.18), berdasarkan tabel 1.1, maka pengetahuan dan keterampilan tersebut adalah dibutuhkan sebagai materi pelatihan di BLK Condet Jakarta.
Dengan adanya perbedaan kebutuhan pengetahuan dan keterampilan tenaga juru las dari beberapa perusahaan dan perbedaan kemampuan dari calon peserta latihan yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda ( SMU dan SMK Teknologi ), maka dalam menentukan kebutuhan materi pelatihan di BLK hendaklah sungguh-sungguh mempertimbangkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh tenaga juru las di perusahaan serta mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki oleh calon peserta latihan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warouw, Sonny Priajaya
"ABSTRAK
Proses pengelasan merupakan salah satu sumber sinar UV buatan manusia Pemaparan radiasi sinar UV pada pekerja las bila tidak dikendalikan/dibatasi dapat menimbulkan efek kesehatan yang merugikan. Akibat dari sinar UV antara lain terhadap mata, yang dapat menyebabkan peradangan selaput mata, selaput bening, dan peradangan kelopak mata, biasa disebut "welder's flash" atau "arc eye".
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat radiasi sinar UV dan beberapa faktor yang berhubungan dengan keluhan mata "welder's flash". Faktor faktor yang diteliti adalah tingkat radiasi efektif alat las, lingkungan kerja, lama pemaparan, dan pemakaian alat pelindung diri.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekafan Crossectional, yang dilakukan terhadap 98 pekerja las dari 2 sentry industri kecil yaitu Perkampungan Industri Kecil (PIK) dan Santa. Usaha/ndustri Kecil (MK) Pulogadung Jaktim.
Dari hasil penelitian diketahui tingkat radiasi efektif berkisar antara 120 - 4580 μW/cm2 . Tingkat radiasi terbanyak antara 300-3000 μW/cm2 , yang berdasarkan NAB ACGIH exposure level hanya boleh 1-10 detik tanpa alat pelindung diri. Prevalensi keluhan mata welder's flash (tiga bulan terakhir) adalah 62,2%. Dengan jumlah keluhan berkisar 1 sampai 3 kali.
Jenis proses las terbukti berhubungan dengan tingkat radiasi efektif (p<0,05). Kuat arcs (amper) berhubungan dengan tingkat radiasi efektif dengan pola hubungan linier positif (r=0,44, R2=0,21, p<0,05). Diameter kawat las berhubungan dengan tingkat radiasi dengan pola hubungan linier positif (r=0,53, R2 =0,27, p<0,05). Lokasi kerja (indoor,outdoor) terbukti berhubungan dengan tingkat radiasi efektif (F=7,25, p<0,05). Cat dinding tidak terbukti berhubungan dengan radiasi efektif (P=0,61, p> 0,05). Jarak dinding dengan alat las tidak terbukti berhubungan dengan radiasi efektif (t=-0,75,p>0,05). Tingkat radiasi efektif berhubungan dengan keluhan mata (X2=11,54 p<0,05). Pemakaian APD tidak baik ada 40,8%. Pemakaian APD terbukti berhubungan dengan keluhan mata (X2=4,80,p<0,25). Lama pemaparan berkisar antara 90-400 menit perhari dan terbukti berhubungan dengan keluhan mata (X2=1,92, p< 0,25).
Model regresi linier ganda radiasi efektif sbb : Y = 246,87-2,94(amper)-293,47(kawat)+560, 66(proses)+77,62(lokasi kerj a)+12,52(amperxpros)+5,56(amperx kawat), 0,-47,93, R2=0,86, Re .= 0,85). Model regresi logistic keluhan mata sbb : Logit p(x) = -1,9647+2,21(T_RAD)+1,16(APD)+0,46(L EXPOS) dengan (X2= 18,09, p< 0,05). Nilai Odds Ratio (95% Confident Interval) tingkat radiasi = 9,1 (2,16-38,32), pemakaian APD = 3,2(1,20-8,51), lama pemaparan =1,6 (0,59-18,98).
Melihat keadaan tersebut di atas, maka perlu diadakan upaya pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja, serta perlu upaya pengawasan dan pembinaan K3 di industri kecil las.

ABSTRACT
Welding process is a source of UV radiation created by human made. Exposure to UV radiation from the welding arc can result a serious health problems to the welder, and impact of UV ray on the eyes is inflammatory of conjungtivita, cornea and eyelid, also known as "welder's flash" or "arc eye".
The objectives of this research were to identify the level of UV radiation and several factors related welder's flash eye complaints. Several factors in research of this study were the level of effective irradiance (eflr), welding process, the current levels used (ampere), welding rod diameters, working station, length of exposures, and the use of personal protective equipment (PPE). The research was descriptive analysis with crossectional approach, which was conducted to 98 welders in 2 centers of small scale welding industry called Perkampuagan Industri Kecil (PIK) and Sentra Usaha Industri Kecil (SUM) Pulogadung Jakarta Timur.
The results of this research showed that the level of effective irradiance were arround 120 - 4580 µW/cm2. Mostly the level of ef.irr were between 300 -3000 µW/crn2, based on TLV ACGH exposure level allow only 1-10 second without PPE.
The prevalence of welder's flash eye complaints (for late 3 month) was 62,2% with amount of frequency around 1 - 3 times.
There was significant association between the type of welding process and the level of effective irradiance (p<0,05). The current levels used (ampere) was proved significant association with the eff.lrr, by the type of relation was liner positive (r 0,44, R2=0.36,pcz0.05), and also was Welding rod diameters with efIR, by the type of relation was linier positive (r 0.53,R2=0,27,p<0.05). Places of working station (indoor/semi, outdoors) were proved significant association with level of efIrr (F=7.25,p<0.05). There was no significant association between wall painting and e£Irr. (F=0.61,p?0.05), and also no significant association between distance of wall and welding equipment with e£Lr. (t=0.75,p>0.05). From 98 of welders , there were 40.8% bad uses for PPE. Using PPE was proved significant association with the welder's flash eye complaints (X2=4.80,p<0.25)_ Length of exposure were between 90-400 minutes per days and it's proved significant association with welder's flash eye complaints.(X2=2.14,p<0.25).
Using multiple linear regression analysis, the fit model of eflrr prediction was Y=246.87-2.94(amp er)-93.47(kawat)+5 60.66(proses)+77.62(lokasi kerj a)+12.5 2 (amperxproses)+5.56(amperxkawat), (r'193,R2=0.86, Ra=0.85). Using multiple logistic regression, the fit model of welder's flash eye complaints prediction was ' : Logit p(x) = -1.9647+2.21(level of e£Tr) +1.16(PPE) + 0.46(length of exposure) with (X2=18.09, p<0.05). Value of Odds Ratio(95% Confident Interval) level of efective irradiance = 9.1(2.16-38.32), using PPE = 3.2(1.20-8.51), length of exposure = 1.6(0.59-18.98).
By looking for the reasons above, it is important to conduct the occupational health services, and necessary to control and establish safety practices in welding small scale industry.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deca Mirsandy
"Latar belakang: Pekerja pengelasan berisiko mengalami fotokonjungtivitis akibat dari pajanan radiasi sinar ultraviolet yang dihasilkan dari proses pengelasan. Dibutuhkan alat pelindung diri terutama kacamata las untuk mengurangi risiko terjadinya fotokonjungtivitis. Penelitian bertujuan untuk mengetahui insiden fotokonjungtivitis dan mengetahui hubungan perilaku penggunaan kacamata las dengan insiden fotokonjungtivitis serta mengetahui hubungan faktor-faktor risiko dengan insiden fotokonjungtivitis pada pekerja pengelasan.Metode: Desain penelitian menggunakan kohort prospektif tanpa pembanding. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 37 orang diambil secara total sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2017 di sebuah pabrik otomotif di Jakarta. Variabel yang diteliti adalah perilaku penggunaan kacamata las, umur, status pernikahan, status gizi, visus, lama pajanan, jarak pengelasan dan masa kerja.Hasil: Insiden fotokonjungtivits pada pekerja pengelasan sebesar 18,9 . Hasil analisis bivariat didapatkan hubungan bermakna antara perilaku penggunaan kacamata las dengan insiden fotokonjungtivitis p=0,000; RR=16,000 , faktor lain yang memiliki hubungan bermakna dengan insiden fotokonjungtivitis yaitu status pernikahan p=0,015; RR=5,714 , lama pajanan p=0,033; RR=7,059 , jarak pengelasan p=0,016; RR=6,188 dan masa kerja p=0,027; RR=4,833 . Hasil analisis multivariat didapatkan perilaku penggunaan kacamata las merupakan faktor risiko yang paling dominan yang mempengaruhi insiden fotokonjungtivitis p = 0,036 dan RR kesesuaian = 13,847 .Kesimpulan: Insiden fotokonjungtivitis pada pekerja pengelasan sebesar 18,9 . Perilaku penggunaan kacamata las memiliki hubungan signifikan dengan insiden fotokonjungtivitis.

Background Welders at risk of photoconjunctivitis due to ultraviolet exposure derived from the welding process. It takes personal protective equipment, especially welding goggles to reduce the risk of photoconjunctivitis. This study aims to determine the incidence of photoconjunctivitis and determine association between behavior of use welding goggles with incidence photoconjunctivitis and to determine the association of risk factors with incidence photoconjunctivitis among welders.Method This study used a non comparison cohort prospective design study. The number of samples in the study were 37 people taken by total sampling. The study was conducted in January to February 2017 at an automotive factory in Jakarta. The variables studied were behavior use of welding goggles, age, marital status, nutritional status, visus, duration of exposure, welding distance and work period.Result Incidence of photoconjunctivitis among welders was 18,9 . Bivariat anlysis results showed significant association between behavior use of welding goggles with incidence of photoconjunctivitis p 0,000 RR 16,000 , other factors that have a significant association with incidence of photoconjunctivitis ie marital status p 0,015 RR 5,714 , duration of exposure 0.033 RR 7.059 , welding distance p 0.016 RR 6.188 and work period p 0.027 RR 4.833 . The result of multivariate analysis showed that the most dominant risk factor was the behavior use of welding goggles p 0,036 RR adjusted 13,847 .Conclussion Incidence of photoconjunctivitis among welders was 18,9 . Behavior use of welding goggles had association significant with incidence of photoconjunctivitis. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanihatu, Iwan Gimyar
"Penelitian ini bersifat studi observasional terhadap risiko muskulo skeletal pada pekerja di Lapangan Produksi Minyak dan Gas Bumi VICO Indonesia, Kalimantan Timur. Penelitian ini memfokuskan pada gerakan-gerakan, postur / posisi janggal menurut jenis pekerjaan pada Craftsman, Welder dan Floorman, dan juga mencoba untuk menganalisa jenis dan tingginya risiko ergonomik yang dapat terjadi. Data-data dalam penelitian ini adalah primer dan original, yang dikumpulkan dengan menggunakan kamera elektronik, kemudian dimasukkan dalam CD-Rom. Pengambilan data ini disesuaikan dengan waktu kerja masing-masing. Analisa semi kuantitatif yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menurut metode Ergonomic Assessment Survey (EASY) dengan menggunakan sistim skor dari Baseline Risk Identification Ergonomic Factors Survey (BRIEF)."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T9182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Nikopama
"Uap logam merupakan agen penyebab atopi golongan berat molekul rendah yang menyebabkan terjadinya Metal Fume Fever(MFF). Adanya mekanisme alergi pada MFF belum diketahui dengan jelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran atopi dan faktor lain yang mempengaruhi terjadinya MFF. Desain potong lintang dengan analisis komparatif digunakan untuk mengetahui hubungan atopi serta faktor lain terhadap terjadinya MFF pada pekerja las.Subjek penelitian adalah 234 pekerja las di industri suku cadang otomotif PT X di Bekasi, Indonesia.Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, pemeriksaan klinis, uji tusuk kulit, serta pengukuran arus puncak ekspirasi. 108 dari 234 sampel (46%) mengalami MFF.Tidak ditemukan adanya perbedaan proporsi yang bermakna antara subjek dengan atopi dan subjek tanpa atopi terhadap terjadinya MFF. Berdasarkan RRsuaian dengan melakukan penyesuaian antar variabel yaitu atopi, masa kerja dan APD tidak diperoleh adanya variabel yang merupakan faktor determinan, walaupun pada perhitungan RRkasar ditemukan masa kerja > 5 tahun dan tidak menggunakan APD meningkatkan risiko MFF dengan masing-masing RRkasar (1.46, 95%IK=1.03-2.09) dan (1.5, 95%IK=1.05-2.15). Sebagai simpulan yaitu prevalensi MFF pada pekerja las sebesar 46%. Tidak terdapat perbedaan secara statistik antara proporsi subjek dengan faktor atopi untuk mengalami MFF dengan subjek tanpa faktor atopi.

Metal fume is low molecular weight atopy agent which cause Metal Fume Fever (MFF). The allergic mechanisms of MFF is still unclear. This study aims to determine role of atopy and other factors influence MFF.This was a cross-sectional study with a comparative analysis to determine assosiation between atopy and other influencing factors with occurrence of MFF on welder. Subjects were 234 workers in PT X an automotive sparepart industry in Bekasi, Indonesia. Data collected through questionnaires, clinical examination, skin prick test and peak expiratory flow measurements. 108 of 234 samples (46%) experienced MFF. There were no significant differences proportion between subjects with atopy and non atopy to the occurrence of MFF. Based on adjusted Relative Risk (adjusted RR) by making adjustments between variables atopy, working period and usage of PPE, this study wasn?t obtained the existance of a variable which act as determinant factor. Although crude relative risk analysis was found work period over 5 years and not using PPE increases the risk of MFF, which for working periode (RRcrude=1.46; 95%CI=1:03-2:09) and a habit of not using Personal Protective Equipment (PPE) (RRcrude =1.5; 95%CI=1:05-2:15).The prevalence of MFF on welder was46%. No statistic significant differance between proportion of subjects with atopy and subjects without atopy for experiencing MFF."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library