Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benny Benyamin Suharto
Abstrak :
ABSTRAK Air tanah di Kota Jakarta beberapa tahun terakhir mulai dirasakan sebagai masalah yang perlu ditangani secara serius. Masalah air tanah tersebut secara jelas terlihat dari semakin menurunnya muka air tanah, inirusi air laut yang sudah mencapai sekitar 15 km dari pantai, amblesan muka tanah di beberapa bagian kota, serta penurunan kualitas air tanah (Direktorat Gcologi Tata Lingkungan, 1995). Dugaan kuat sampai dengan saat ini, faktor yang berpengaruh pada masalah air tanah, terutama yang menyangkut penurunan kuantitas air tanah, adalah pengambilan air tanah yang terlampau berlebihan, baik air tanah dalam maupun dangkal. Namun sebenarnya selain pengambilan air tanah, besarnya air larian dan evapotranspirasi (penguapan total) diduga juga menjadi faktor penyebab berkurangnya simpanan air tanah. Studi ini bermaksud meneliti sampai sejauh mana pengaruh ke-3 faktor tersebut (pengambilan air tanah, air larian dan evapotranspirasi) pada perubahan volume simpanan air tanah di Kota Jakarta. Penelitian ini ditujukan tidak saja untuk kondisi simpanan air tanah tahunan, tetapi lebih jauh diteliti juga kondisi simpanan air tanah pada bulan-bulan basah, lembab dan kering. Hasil penelitian menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Walaupun secara tahunan dan pada bulan-bulan basah (Januari, Februari, Maret, April, Mai, Oktober, November dan Desember), simpanan air tanah di kota Jakarta mengalami suplesi (penambahan), namun pada bulan-bulan kering (Juli dan September) serta pada bulan-bulan lembab (Juni dan Agustus), simpanan air tanah mengalami deplesi (pengurangan) hampir di seluruh wilayah Jakarta 2. Untuk rata-rata tahunan di seluruh Jakarta serta pada bulan-bulan basah, faktor yang paling kuat pengaruhnya pada deplesi simpanan air tanah adalah pengambilan air tanah. Lain halnya pada bulan-bulan kering dan lembab, penguapan total (evapotranspirasi) adalah faktor yang terkuat. 3. Air larian ternyata adalah faktor yang paling kecil pengaruhnya pada deplesi simpanan air tanah dibandingkan dengan faktor evapotranspirasi dan pengambilan air tanah. Pada bulan-bulan basah misalnya, faktor ini yang semula diduga menjadi salah satu penyebab banjir (dengan anggapan semakin menciutnya area penyerapan air hujan karena semakin meluasnya permukaan tanah yang kedap air akibat pembangunan), ternyata hasil studi ini menunjukkan kenyataan yang berbeda. Kesimpulan di atas diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi pelaksanaan upaya-upaya konservasi air tanah, antara lain dalam bentuk : 1. Pembatasan pengambilan air tanah yang perlu lebih ditingkatkan, antara lain dengan memperluas dan memperbaiki pelayanan air PAM, sehingga diharapkan pengguna air tanah akan beralih menjadi pengguna air PAM 2. Memperkecil evapotranspirasi (penguapan), yang dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut : - Penetapan luas serta pemilihan jenis tanaman yang tepat. di dalam penghijauan kota. Sebaiknya dipilih jenis tanaman yang memiliki transpirasi yang kecil, sehingga hal ini dapat memperkecil evapotranspirasi. - Pengendalian penggunaan jenis-jenis bahan bangunan (melalui perizinan/IMB) yang dapat menyebabkan evapotranspirasi besar. Misalnya, gedung-gedung bertingkat sebaiknya tidak terlalu banyak menggunakan kaca, karena diduga kaca dapat mempercepat dan memperbesar laju evapotranspirasi. Perlu juga diterapkan peraturan agar dilakukan penanaman tanaman menjalar pada beberapa bagian dinding gedung-gedung bertingkat, yang diduga hal ini akan memperkecil penguapan.
ABSTRACT Groundwater in Jakarta, in the last few years, has become one of the city problems that should be handled seriously by the local government. Clearly, groundwater problems can be seen through decreasing water table, sea water intrusion that has reached about 15 km inland, land subsidence in some part of the city, and decreasing quality of groundwater (Directorate of Geology and Environment, 1995). been predicted as one of the factors causing flood (assume that recharge area become smaller due to enlargement of built up area), in fact, this study proofed otherwise. The conclusions above could be one input for groundwater conservation actions, such as in the form of: 1. Uncontrolled groundwater extraction should be restricted. By improving services from Pipewater Supply Company and broadening its service area, groundwater users could be motivated to become pipe water users. 2. Decreasing the evapotranspiration rate, that could be realized by these actions : a. Establish an appropriate area for planting trees in city regreening plan. The plant in question should be selected that naturally have little transpiration, hence this could cause decrease evapotranspiration b. Control the use of building material (through building licences/ regulations) that can cause great evapotranspiration. For instance. high rise building is prohibited in using glass at exterior walls, since glass could increase and accellerate evapotranspiration. Regulations should be established so that building are required to be covered with creepers, which could decrease evapotranspiration. Bibliography: 32 (1972 - 1996)
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekandra Indra Sadri
Abstrak :
Pada dua tahun terakhir terjadi peningkatan angka insidens dari 42,46 menjadi 58,22 per-10.000 penduduk di Kota Tanjungpinang, dengan rata-rata ABJ di bawah target nasional (73,89% dan 59,89%). Hai ini disebabkan rendahnya curah hujan dan prosentase hari hujan yang kecil (2,60 % tahun 2001), dampaknya masyarakat menampung air memakai TPA. Untuk mengetahui ini dilaksanakan penelitian tentang "Pengaruh Jenis Bahan dan Letak TPA terhadap Kepadatan Jentik Aedes ". Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen lapangan dengan rancangan blok. Populasi adalah semua tempat penampungan air yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Timur, sedangkan sampel adalah 90 TPA yang terbuat dan plastik, seng, semen yang diletakkan di dalam dan di luar rumah penelitian pada 5 rumah permanen, 5 rumah non-permanen, 5 rumah semi-permanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis bahan TPA terhadap kepadatan jentik Aedes (p = 0,00), sedangkan letak TPA dan tipe rumah tidak signifikan (p = 0,09 dan p = 0,11). Jadi dapat disimpulkan bahwa kepadatan jentik Aedes tertinggi ditemukan pada TPA yang terbuat dari semen, sehingga perlu disarankan agar semen menjadi fokus perhatian yang dipertimbangkan dalam perencanaan program DBD, serta penggunaan seng perlu dikaji lebih jauh dari aspek efisiensi dan efektifitas bagi masyarakat Kota Tanjung Pinang.
The Influence of Material Types and the Location of Water Storage Tank Placement (WSTP) to the Density of Aedes Vector in Kelurahan Tanjungpinang TimurIn the last two years, the number of dengue incidences has increased from 42.46 to 58.22 per 10.000, with the average of ABJ was below the national target (73.89 % and 59.89 %)_ This was caused by the lack of rainfall and the small percentage of rainy days (2.6 % in year 2001), which made people to retain the water by using WSTP . This research was carried out to know The Influence of Material Types and Location of WSTP to The Density of Aedes Vector. The research was an experimental study by using block design. The population was all daily used water storages by the people in Kelurahan Tanjungpinang Timur, while the samples were 90 WSTP which made of plastic, zinc, or cement that were placed inside or outside the house of 5 permanent houses, 5 non permanent houses, and 5 semi permanent houses. The result of the study showed that there was relationship between WSTP material types and the density of Aedes factor (pi,00), whereas the placement of WSTP and types of houses were not significant (p,09 and p0, l 1). As the conclusion, the highest density of Aedes vector was found in the WSTP that made of cement Therefore, cement water storage should be the considering focus in DBD program planning, and the use of zinc needs to be studied thoroughly from the aspect of effeciency and efficacy to the people of Kota Tanjungpinang.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Hidayat
Abstrak :
ABSTRAK
Setiap slstem refrlgerasi dan pengkondiolan udara dapat dipastikan memerlukan sebuah kondenser begitu pula pada sistem chilled water storage. Penukar kalor tersebut digunakan untuk membuang panas akbat kerja kompresor dan panas yang diserap evaporator. Air-cooled condenser menggunakan udara untuk mengekstrak panas Iaten dari refrigerant yang mengalaml proses koodensasi.

Didalam marancang air-cooled condenser perlu mengetahui dua segi pertimbangan yang menjadl dasar perancangan, yaitu segi disain termal (thermal design) dan segi disain mekanikal (mehanlcal design). Pembahasan lebih menitikberatkan pada segi disain termal, yang merupakan segi yang terpenting dari proses perancangan kondenser yang menjadi dasar dari disain mekanikalnya.

Beban panas yang harus ditransfer oleh udara dalam perancangan kondenser ini adalah sebesar 3 TR (36.000 Btu/h), dengan temperatur udara masuk 95 'F (35 "C) dan temperatur udara keluar 107,9 'F (42,2 "C). dimana refrigerant yang digunakan adalah R-22 yang bekarja pada temperatur kondenser 120 "F (48,89 'C) dan temperatur evaporator 40 'F (4,4 'C).

Hasil yang diperoleh dari perhitungan perancangan condenser air-cooled, yaitu dibutuhkan tabung 3/8 sepanjang 86 meter dengan luas permukaan perpindahan panas sebesar 32,756 m2 (termasuk luas permukaan sirip). Kerapatan sirip pada koil (tabung) 14 sirip/in (551 sirip/m), dengan rasio So/D adalah 2,11 dan rasio Sr/D adalah 2,55. Jatuh tekanan yang terjadi pada sisi udara sebesar 156 Pa sedangkan sisi dalam tabung sebesar 186,358 kPa.
Every refrigeration and air.conditioning system based on a vapor­ compression cycle contain a condenser and also at chilled water storage system. That heat exchanger is used to reject both the work of compression and the heat absorbed by the evaporator. Air-cooled condenser is used air to extract the latent heat of condensation released by refrigerant dumg condensation process. In the air-cooled condenser design, we must know and understand two side of considered design are thermal design and mechanical design. Stressing of this discussion is the side of thermal design that will become basic of mechanical design process. The heat load to be transferred from the air flow to the refrigerant flow In the air-cooled condenser design for this time is 3 TR (36.000 Btu/h), with entering air temperature at 95 'F (35 'C) and leaving air temperature at107,9 'F (42,2 'C), while the refrigerant used Is R-22 with working thermal temperature at 120 'F (48,89 'C) at ccndenser and 40 'F (4.4 'C) at evaporator, The sum up. After designed and calculated of the condenser has been done, the 86 maters tube?
2000
S37223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hizbullah
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai sistem pendinginan udara masuk turbin gas untuk menaikkan daya output PLTG Gilimanuk yang beroperasi pada waktu beban puncak pada pukul 18.00-22.00 WITA. Data yang diolah merupakan data cuaca dan karakteristik dari turbin gas yang digunakan di PLTG Gilimanuk. Hasil pengolahan data dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih refrigerant dan sistem pendingin. Data pengolahan lain berupa cooling load selanjutnya digunakan untuk merancang komponen-komponen sistem pendingin yaitu chiller, chilled water storage, pompa dan cooling coil.
ABSTRACT
This writing is to explain the refrigeration system air inlet gas turbine to increase power output of PLTG Gilimanuk’s turbine which operate at peak load time. Climatic data and characteristic gas turbine PLTG Gilimanuk is proccesed. The result of procces is become as consideration to choose refrigerant and refrigeration system. Cooling load is other result which used to design refrigeration system components. That is chiller, chilled water storage, pump and cooling coil.
2014
S55702
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichwan Nurhalim
Abstrak :
Krisis ekonomi dan keuangan pada akhir tahun 2008 membuat konsumsi energi global merosot pada tahun 2009. Perekonomian yang pulih kembali menyadarkan bahwa dunia kembali menghadapi masalah mendasar mengenai kebutuhan akan energi dimasa yang akan datang. Krisis membuat permintaan energi merosot 2 persen per tahun selama tahun 2007-2010. Namun, kebutuhan energi naik lagi 2,5 persen per tahun selama tahun 2010-2015 seiring pulihnya ekonomi. Lebih dari tiga per empat kebutuhan energi dunia masih dipenuhi bahan bakar fosil.Penggunaan energi fosil pada industri-industri besar akan menghasilkan banyak gas buang yang menjadikan pemanasan global semakin bertambah buruk. Konsumsi paling banyak akan bakar fosil adalah penggunaan listrik. Mengingat iklim di Indonesia cukup panas, hampir setiap apartemen menggunakan AC untuk menciptakan temperatur yang nyaman untuk manusia yang tinggal di dalamnya. Selain itu tuntutan lain untuk apartemen adalah pemanas air. Dengan memanfaatkan panas buang dari AC untuk memanaskan air, kita dapat menghemat konsumsi listrik yang digunakan oleh water heater. Sistem ini dikenal dengan Split Air Conditioner Water Heater (S-ACWH). Sistem ACWH terdahulu mengalami masalah akan desain yang rumit dan air panas yang dihasilkan tidak terlalu tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang tipe alat penukar kalor tipe serpentine untuk digunakan pada sistem S-ACWH dan kemudian dilakukan pengujian unjuk kerja S-ACWH tersebut. Alat penukar kalor tipe serpentine dibuat dari pipa tembaga 1/4 inch dengan panjang 8 m. Dengan menggunakan pipa serpentine dan tangki penyimpanan didapatkan air panas dengan temperatur sebesar 60°C untuk waktu pemanasan selama 2 jam pada beban pendinginan 2600 W untuk 50l air. ......Economic and financial crisis in late 2008 make the global energy consumption declined in the year 2009. The recovered economy realize that the world faces a fundamental problem regarding the need for energy in the future. Crisis makes energy demand declined 2 percent per year during 2007-2010. However, energy demand rose again 2.5 percent per annum during the years 2010-2015 as the economic recovery. More than three-quarters of the world's energy needs are still filled with fossil fuel energy. Utilization on large industries will generate a lot of exhaust gases that make global warming getting worse. The main consumption of fossil fuels goes to electricity. Considering the hot climate in Indonesia, people choose to use Air Conditioning in order to create a comfortable temperature for them. On the other hand, the demands of water heater in apartment is high. By utilizing waste heat from air conditioning to produce hot water, we can hold down the electricity consumption. This system is known as Split-Air Conditioner Water Heater (ACWH). The problems of previous ACWH are not having compact desaign and low temperature of hot water. The purpose of this study is designing serpentine tube heat exchanger that will be used in S-ACWH system and doing performance test for S-ACWH system. Serpentine tube heat exchanger made from a 1/4 inch diameter and 8 meters length of copper pipe. With the serpentine tube and the water storage, we can achieve hot water with a temperature of 60 ° C for 2 hours warm-up time at 2600 W cooling load for 50 litre of water.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1109
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library