Banjir merupakan bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, menimbulkan kerusakan dan mengakibatkan kerugian ekonomi. Hingga saat ini pun, ibukota negara, Jakarta, tak lepas dari banjir akibat luapan dari Sungai Ciliwung. Untuk itu, diperlukan langkah preventif seperti peringatan dini banjir untuk mengurangi kerugian akibat banjir. Namun, sistem peringatan dini banjir yang saat ini dimiliki oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane masih memiliki beberapa kekurangan, seperti model hidrologi yang tidak cocok untuk prediksi jangka pendek dan akurasinya yang belum optimal dan waktu yang belum efisien untuk tahap simulasi berikutnya. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, pendekatan machine learning dikembangkan untuk mendapatkan model prediksi tinggi muka air dengan tingkat galat yang rendah dan waktu komputasi yang efisien. Model prediksi banjir diwakilkan oleh tinggi muka air berdasarkan limpasan air hujan dan limpasan dari aliran air ruas hulunya melalui 4 ruas Sungai Ciliwung. Dilakukan perbandingan dua metode berbasis neural network, yaitu Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) dan Recurrent Neural Network-Long Short Term Memory (RNN-LSTM). Model yang unggul secara umum adalah RNN-LSTM dengan tingkat galat yang lebih rendah dan waktu komputasi yang lebih cepat. Pada RMSE dan MAPE, RNN-LSTM unggul pada 3 dari 4 ruas. Waktu komputasi RNN-LSTM selalu lebih cepat dibandingkan dengan ANFIS. Sedangkan dilihat dari R2, baik ANFIS maupun RNN-LSTM memiliki kemampuan yang cukup baik kecuali untuk RNN-LSTM pada ruas ketiga. Sehingga secara keseluruhan RNN-LSTM lebih unggul dalam memprediksi tinggi muka air Sungai Ciliwung dilihat dari tingkat galatnya yang lebih rendah dan efisiensi waktunya. RNN-LSTM juga lebih unggul dalam memprediksi tinggi muka air yang fluktuasi dan standar deviasinya lebih besar.