Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adiyanti Budi Utami
"Penduduk yang padat di Jakarta menyebabkan adanya persaingan yang keras untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Di samping penduduknya padat, penduduk Jakarta juga sangat heterogen. Hal ini memungkinkan terjadinya kriminalitas sangat besar. Menurut statistik, Jakarta masih menempati urutan tertinggi untuk seluruh peristiwa kejahatan dalam hal angka laju kejahatan.
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya kriminalitas, di mana terjadinya kriminalitas adalah bertemunya faktor niat berbuat jahat dari calon pelaku dengan kesempatari atau peluang yang ada. Peluang untuk timbulnya kriminalitas antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda-beda , yang tentunya akan berakibat pada pola kriminalitas. Dari data statistik tahun 1988 diperoleh bahwa Jakarta Barat mempunyai jumlah kriminalitas yang tertinggi di DKI Jakarta. Di mana sebanyak 27 persen dari jumlah kriminalitas di DKI Jakarta terjadi di Jakarta Barat.
Sehubungan dengan itu, masalah yang dibahas adalah:
- Di mana terdapat jumlah kriminalitas tertinggi dan terendah dan bagaimana karakteristik kriminalitas di Jakarta Barat?
- Bagaimana pola kriminalitas di Jakarta Barat sehubungan dengan kepadatan penduduk, kepadatan pendatang, kualitas rumah, kerapatan jalan, dan pusat-pusat keramaian?
Batasan: Yang dimaksud dengan kriminalitas adalah segala tindakan atau tingkah laku manusia yang diancam pidana oleh hukum. Karakteristik kriminalitas dalam tulisan ini adalah ciri-ciri kriminalitas yang dilihat dari kejadian kriminalitas dan pelaku kriminalitas, di mana kejadian kriminalitas meliputi tempat dan waktu kejadian yang terdiri dari bulan kejadian, tanggal kejadian, dan jam kejadian; sedang pelaku kriminalitas meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan daerah asal pelaku kriminalitas.
Tulisan ini menekankan pada faktor keseinpatan atau peluang tenhadap timbulnya kriminalitas yang meliputi variabel kepadatan penduduk, kepadatan pendatang, kualitas rumah, kenapatan jalan, dan pusat-pusat keramaian. Data kriminalitas yang digunakan adalah data tahun 1990. Daerah penelitian adalah Jakarta Barat, dengan satuan analisis yang digunakan adalah wilayah hukum Kepolisian Sektor (Polsek).
Untuk menjawab masalah tersebut di atas digunakan metode dan juga dengan korelasi peta. Hasil yang diperoleh dapat diringkas sebagai berikut:
- Daerah dengan jumlah kriininalitas tertinggi adalah wilayah hukuin Folsek Tamansari, Tambora, Tanjung Duren dan terendah adalah wilayah hukuin Folsek Kalideres. Kriminalitas kelompok pencurian dan penipuan mendominasi di wilayah hukum Polsek Tatnansari, Tambora, Tanjung Duren; penganiayaan mendominasi di wilayah hukum Polsek Tamansari dan Tambora. Untuk kriminalitas perbuatan tak inenyenangkan mendominasi di wilayah hukum Polsek Tainansari, Tambora, Tanjung Duren, Kebon Jeruk; sedangkan keloinpok peinbunuhan, perkosaan, narkotika inendoininasi di wilayah hukum Polsek Tanjung Duren dan Cengkreng.
Kriminalitas di Jakarta Barat banyak terjadi di kuartal ketiga (untuk tahunan), pada tanggal 11 - 20, Selain hari dan banyak terjadi di daerah pemukiman; sedang pelakunya paling banyak berumur di bawah 25 tahun, berpendidikan SD, pengangguran, dan berasal dan, DKI Jakarta. Sedangkan jenis kniminalitas yang paling banyak terjadi adalah kelompok pencurian dan yang terkecil adalah kelompok pembunuhan, perkosaan, narkotika.
- Kriminalitas di Jakarta Barat memperlihatkan pola sebagai berikut: Jumlah kniminalitas tinggi terdapat di daerah dengan kepadatan penduduk, kepadatan pendatang, pensentase rumah permanen, kerapatan jalan, dan pusat-pusat keramaian yang tinggi, dan sebaliknya. Demikian pula untuk semua kelompok jenis kriminalitas, kecuali kelompok pembunuhan, perkosaan, narkotika tidak ada dominasi khusus terhadap kepadatan penduduk dan kepadatan pendatang.
Tetapi dari segi waktu dan tempat kejadian terdapat perbedaan untuk setiap kelompok jenis kriminalitas yaitu: Kriminalitas kelompok peneunian, penganiayaan, perbuatan tak menyenangkan banyak tenjadi di kuartal ketiga (untuk tahunan), pada tanggal 11 - 20; kelompok penipuan di kuartal ke-dua (untuk tahunan), pada tanggal 1 - 10 dan untuk kelompok pembunuhan, perkosaan, narkotika di kuartal pertama (untuk tahunan), pada tanggal 1 - 10. Kriininalitas yang banyak tenjadi di pagi hari adalah kelompok penipuan, perbuatan tak menyenangkan dan pembunuhan, perkosaan, narkotika; sedangkan pericunian dan penganiayaan banyak terjadi pada malainkan.
Di samping itu semua kelompok jenis kriminalitas banyak terjadi di daerah pemukiman, kecuali kelompok penganiayaan yang banyak terjadi di jalan-jalan umum."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Lusi Cahyandari
"Urbanisasi secara tidak langsung telah menimbulkan masalah kemiskinan di perkotaan. Salah satu bentuk kemiskinan yang ditimbulkannya adalah banyaknya pendatang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal yang layak sehingga cukup banyak diantara mereka yang harus tidur di sembarang tempat atau menjadi gelandangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari gambaran alienasi pada warga pendatang (urbanis) yang hidup sebagai gelandangan di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode pengambilan data berupa wawancara mendalam dan observasi.
Penelitian ini menggunakan landasan teori alienasi dari Seeman (1959) dan Mirowsky & Ross (1989). Alienasi memiliki lima dimensi yaitu powerlessness, self-estrangement, isolation, meaninglessness dan normlessness pada satu kutub serta control, commitment, support, meaning dan normality pada kutub yang berlawanan. Kelima dimensi tersebut merupakan persepsi dan penghayatan seseorang akan berbagai aspek kehidupan yang dijalaninya.
Dengan mengambil empat subyek yaitu gelandangan yang ber-?tempat tinggal di sekitar Stasiun Cikini, penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa :
1. Pada dimensi powerlessness/control, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan powerlessness, hanya ada satu subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan control, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa keempat subyek menunjukkan adanya penghayatan yang lebih cenderung ke arah powerlessness. 2. Pada dimensi self-estrangement/commitment, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan self-estrangement, hanya dua subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan commitment, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa keempat subyek memiliki penghayatan yang lebih cenderung ke arab self-estrangement. 3. Pada dimensi isolation-support, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan support, hanya dua subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan isolation, sehingga dapat disimpulkan bahwa keempat subyek memiliki penghayatan yang lebih cenderung ke arah support. 4. Pada dimensi meaninglessness -meaning, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan meaninglessness, hanya satu subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan meaning, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa penghayatan keempat subyek lebih cenderung ke arah meaninglessness. 5. Pada dimensi normlessness - normality, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan normlessness, hanya satu subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan normality, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa penghayatan keempat subyek lebih cenderung ke arah normIessness.
Berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin, secara umum tidak terdapat perbedaan antara penghayatan pada subyek laki-laki dan perempuan.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mery Yalestri Sari
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada proses mobilitas sosial vertikal intragenerasi penduduk migran di Kramat Jati, Jakarta Timur. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat aspek-aspek yang menentukan dalam proses mobilitas sosial vertikal intra generasi yang dialami pendatang, yaitu pekerjaan, pendidikan, keahlian, modal sosial, dan kebijakan pemerintah. Selanjutnya, mobilitas sosial vertikal intra-generasi dialami oleh para pendatang. Peneliti berpendapat bahwa dalam proses mobilitas sosial intra generasi pendatang tidak hanya terdapat aspek-aspek tersebut, tetapi juga aspek tambahan yaitu teknologi dan modal material. Kedua aspek tersebut terjadi karena perkembangan zaman telah melahirkan berbagai jenis pekerjaan baru dan modal baru sehingga membuka lapangan kerja baru. Mobilitas sosial vertikal antargenerasi meningkat, tetap, atau menurun pada migran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses mobilitas sosial vertikal intra generasi yang dialami pendatang berbeda. Dalam proses ini terdapat aspek pendefinisian yaitu pekerjaan, pendidikan, keahlian, modal sosial, kebijakan pemerintah, teknologi, modal material, semangat dan ketekunan dalam bekerja, keberanian mengambil resiko, kreativitas, disiplin, serta kinerja, prestasi dan masa kerja. . Mobilitas sosial vertikal antargenerasi meningkat, tetap, dan jatuh pada para migran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu wawancara mendalam dan observasi. Informan utama dalam penelitian ini adalah pendatang, sedangkan informan pendukung adalah petugas lingkungan. Penelitian ini dilakukan di Kramat Jati.

ABSTRACT
This research focuses on the vertical social mobility process of intrageneration of migrant populations in Kramat Jati, East Jakarta. Previous research states that there are defining aspects in the intra-generational vertical social mobility process experienced by migrants, namely employment, education, expertise, social capital, and government policies. Furthermore, intra-generational vertical social mobility is experienced by migrants. Researchers argue that in the process of intra-generation social mobility of migrants, there are not only these aspects, but also additional aspects, namely technology and material capital. These two aspects occur because the times have given birth to various types of new jobs and new capital, thus opening up new jobs. Vertical social mobility between generations increases, remains, or decreases in migrants. The results showed that the intra-generational vertical social mobility process experienced by newcomers was different. In this process, there are defining aspects, namely work, education, expertise, social capital, government policies, technology, material capital, enthusiasm and persistence in work, courage to take risks, creativity, discipline, as well as performance, achievement and tenure. . Vertical social mobility between generations increases, remains, and falls on the migrants. This study used a qualitative approach, namely in-depth interviews and observations. The main informants in this study were newcomers, while the supporting informants were environmental officers. This research was conducted in Kramat Jati."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library